Tinta Media: Utang Riba
Tampilkan postingan dengan label Utang Riba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Utang Riba. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Juni 2023

Utang Riba Marak, Akankah Kemiskinan Terdepak?

Tinta Media - Upaya mendepak kemiskinan dari negeri ini tampaknya masih jauh dari kata tamat. Bak sinetron, upaya tersebut masih bersambung dan dibumbui trik-trik penggoda. Salah satu triknya adalah memberikan bantuan modal. Seperti tujuan diluncurkannya PT PNM (Permodalan Nasional Madani) pada tahun 2015 yang bergerak di bidang layanan pinjaman modal untuk perempuan prasejarah pelaku UMKM. Kemudian, pada tahun 2016 PNM meluncurkan program untuk membina ekonomi keluarga sejahtera (PNM-MEKAAR).

Kalau bunga yang mekar pasti membuat hati bahagia. Namun, jika yang mekar adalah utang riba berbalut pinjaman modal, betapa ngerinya. Sayangnya, kengerian ini hanya dirasakan sebagian orang. Sedangkan bagi yang lain justru mempesona, karena dianggap sebagai solusi masalah keuangan masyarakat. Akibatnya, nasabah Mekaar meningkat hingga mencapai puluhan juta orang. Pelayanannya berbasis kelompok dan diangsur setiap pekan dalam waktu satu tahun dianggap meringankan. Padahal, pinjaman diberikan dengan potongan 5% dari jumlah utang pokok dan bunga sebesar 2,5%.

Lebih miris lagi, sejak akhir tahun 2018 dibentuk PNM Mekaar Syariah melalui pengembangan di beberapa cabang mulai dari wilayah Aceh, Padang, dan Nusa Tenggara Barat. Hingga akhir tahun 2022, PNM Mekaar Syariah telah memiliki 9.928.948 nasabah atau sebesar 74,7% dari total 13.824.173 Number of Account (NoA) nasabah PNM Mekaar. (www.pnm.co.id/business/pnm-mekaar)

Benarkah pola pembiayaan PNM-MEKAAR akan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan?

Perlu diingat, bahwa PT PNM ini adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemberian modal. Namanya perusahaan pasti memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan. PT PNM dan entitas anak membukukan laba tahun berjalan yang didistribusikan kepada entitas induk sebesar Rp982,77 miliar sepanjang 2022. Perolehan laba tersebut meningkat 16,89% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari sebelumnya sebesar Rp840,78 miliar. (dataindonesia.id)

Sungguh nyata, bahwa pengentasan kemiskinan melalui program PT PNM ini merupakan buah dari carut-marutnya Sistem Ekonomi Kapitalis. Sekulerisme (memisahkan kehidupan dari agama) sebagai landasan dari Kapitalisme telah menyebabkan masyarakat tergiur hingga menyambut hangat keberadaan PNM Mekaar yang memberikan pinjaman tanpa agunan dan berbagai iming-iming kemudahan. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya taraf berpikir masyarakat, karena hanya memperhitungkan keuntungan materi tanpa memperhatikan halal haram. Bahkan, dengan mudah berdalih menggunakan kata terpaksa. Padahal, kebolehan melakukan perbuatan haram akibat terpaksa adalah ketika jika tidak dilakukan akan mengantarkan pada kebinasaan. Jika demikian, penguasa bertanggung jawab untuk menghindarkan rakyat dari kebinasaan dengan memenuhi kebutuhannya, bukan justru lepas tanggung jawab dengan menyerahkan kepada pihak lain seperti PT PNM.

Memang tak ada aturan yang sempurna selain Islam, karena lahir dari Sang Pencipta. Islam dibangun atas asas ruhiyah, sehingga paradigma kepemimpinannya adalah riayah su'unil ummah dengan mekanisme berikut:

1. Mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarga

2. Mewajibkan kerabat membantu keluarganya jika kepala keluarga terkendala mencari nafkah

3. Mewajibkan negara membantu rakyat miskin melalui Baitul mal jika kerabat terhalang menanggung nafkahnya

4. Mewajibkan kaum muslimin membantu rakyat miskin jika kas negara kosong. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki

5. Negara wajib memenuhi standar pelayanan terbaik, cepat, mudah, dan profesional dalam jaminan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan fasilitas publik dengan murah atau gratis

6. Negara mempermudah rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier untuk meningkatkan kualitas hidupnya

7. Negara wajib mengelola SDA dengan prinsip riayah, bukan bisnis. Haram menyerahkannya kepada swasta

Begitulah akidah Islam telah melahirkan seperangkat aturan yang akan membawa kemaslahatan bagi seluruh manusia. Wallahu a'lam!

Oleh: Wida Nusaibah 
Pemerhati Masalah Sosial

Minggu, 26 Februari 2023

Utang Riba Tembus 7733 T, Ini Sebabnya...


Tinta Media - Peneliti dari FAKKTA (Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran) Muhammad Hatta, S.E., M.M. mengungkap penyebab utang riba di negeri ini yang mencapai 7.733 T.

"Berkaitan dengan kebijakan fiskal misalnya, kenapa utang kita sampai akhir tahun ini sudah tembus 7.733 triliun? Ini karena memang salah satu sumber pendapatan itu adalah utang," tuturnya dalam acara Islamic Lawyers Forum edisi ke-51 : Pemerintah Mempraktikkan Ideologi/Paham Kapitalisme, Selasa (31/01/2023) di kanal Youtube LBH Pelita Umat.

Menurutnya, utang itu menjadi sumber pendapatan kedua yang sangat diandalkan selain pajak. "Jadi, kalau kita melihat kenapa kemudian utang itu begitu tinggi? Itu adalah sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi kapitalistik," ujarnya.

Pajak

Selain utang, Hatta juga menyoroti tingginya angka pajak di negeri ini. Ia menjelaskan bahwa 80% lebih pendapatan negara ini dari pajak. "81,8% itu adalah dari pajak tahun 2022, tahun 2023 kalau kita lihat APBN sekitar 82% lebih. Sementara untuk yang non pajak hanya sekitar 17,9%, itu tahun 2023," jelasnya.

Hatta memandang, kapitalistiknya ekonomi sebuah negara, sebuah bangsa itu dilihat dari sisi kebijakan fiskal. Dari sisi pajak sangat diandalkan, sementara dari sisi sumber daya alam justru menjadi semakin kecil kontribusinya. "Itu dari sisi kebijakan fiskal," tandasnya.

Masih berkait dengan kebijakan fiskal, Hatta menerangkan bagaimana upaya penyelesaian meningkatnya angka kemiskinan di tahun 2023 ini dengan sebuah kebijakan yang mampu menyelesaikan urusan kemiskinan tersebut.

"Kita anggaplah total penduduk miskin itu saya asumsikan 120 juta total rumah tangga miskin itu. Kalau jumlah anggota rumah tangga miskin itu 4 orang, berarti ada 30 juta keluarga. 30 juta keluarga rumah tangga miskin kita kasih 100 juta saja per rumah tangga, itu bisa dengan APBN yang ada sebenarnya. Sebenarnya bisa. Tinggal dipotong saja 25% per tahun APBN kita, misalnya saya simulasikan ini adalah dari tahun 2010 gitu ya sampai 2011-2018 itu bisa memberikan subsidi 100 juta per rumah tangga. Selesai urusan kemiskinan," terangnya meyakinkan.

Ia menyesalkan setiap bulan ada fakta banyaknya orang miskin, banyaknya orang stunting, kekurangan gizi, gizi buruk, dan sebagainya. Padahal ini bisa dengan hitung-hitungan sederhana. "Bisa, tapi kenapa menjadi sulit? Karena kebijakan fiskal, kerangka tata kelola fiskal kita adalah kapitalistik," sesalnya.

Lagi, Hatta melanjutkan, misalnya dalam konteks pembayaran bunga. Tahun 2023 ini, pembayaran bunga 441 triliun. Ini kalau kita bandingkan dengan total beban jaminan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, bantuan sosial, subsidi, totalnya 498 triliun.

"Tiga belanja tadi, dibandingkan dengan bayar bunga utang, maka itu 76% jadinya. Bayar utang tahun 2023, itu 76%. Jadi apa? Inilah kebijakan fiskal ekonomi yang kapitalistik begitu nampak," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab