Tinta Media: Untungkan Oligarki
Tampilkan postingan dengan label Untungkan Oligarki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Untungkan Oligarki. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Juni 2023

Izin Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi, Analis PKAD: Menguntungkan Oligarki

Tinta Media - Pembukaan izin kembali ekspor pasir laut oleh Jokowi setelah 20 tahun dilarang, menurut Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan hanya menguntungkan pengusaha alias oligarki.

“Yang paling diuntungkan dari kebijakan ini menurut saya adalah para pengusaha alias oligarki,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (6/6/2023).

Bahkan ia curiga bahwa kebijakan ini ‘diintervensi’ oleh para oligarki. "Terlebih setelah dilarang selama 20 tahun, dan tiba-tiba sekarang mereka bisa menjalankan bisnisnya kembali, itu kan seperti memperoleh durian runtuh,” ujarnya.
 
Fajar menilai bisnis ini sangat menjanjikan, tak banyak investasi, minim resiko kegagalan dan tak perlu hitung-hitungan rumit. 

"Tinggal pasang alat sedot dan langsung mereka bisa kapalkan pasirnya, langsung jual dan dapatlah uang. Makanya tak heran jika banyak akademisi, pakar lingkungan dan aktivis lingkungan yang mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini menjadi pintu masuk terjadinya kerusakan pantai dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil,” nilainya.

Diungkapkannya pelajaran dari masa lalu, pengerukan pasir laut untuk reklamasi, terutama yang diekspor ke Singapura, cukup luar biasa. 

"Walhi mencatat, sedikitnya 20 pulau-pulau kecil di sekitar Riau, Maluku, dan kepulauan lainnya tenggelam atau hilang. Dan diperkirakan ke depan, ada 115 pulau kecil terancam tenggelam di perairan Indonesia, terutama di wilayah perairan dalam. Ini kan mengerikan, bisa menjadi bencana lingkungan yang dahsyat, di tengah semakin menguatnya isu perubahan iklim (climate change),” ungkapnya.

“Kalau pemerintah berdalih bahwa tidak mudah untuk melakukan kegiatan eksploitasi pasir laut, karena ada sejumlah perizinan yang harus dipenuhi agar bisa melakukan eksploitasi pasir laut, nah menurut saya justru di sini masalahnya,” imbuhnya.

Menurutnya, semua tahu bahwa mekanisme perizinan hari ini justru termasuk sumber korupsi yang paling besar. Para pengusaha atau oligarki akan "membeli" perijinan berapapun biayanya, jika bisnis ini dipandang menguntungkan. 

"Dan itu yang selalu terjadi di sektor-sektor lainnya. Terlebih bisnis ini sangat sederhana, minim resiko dan keuntungannya juga menjanjikan. Pastilah banyak oligarki yang tertarik untuk investasi di bisnis ini,” ujarnya.

Ia memastikan, jelas negara dan rakyat Indonesia dirugikan. Karena denggan pengerukan pasir laut diprediksikan akan menibulkan kerusakan lingkungan yang masif, khususnya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Bahkan tak menutup kemungkinan, akan ada pulau2 kecil yang tenggelam, jika terus dikeruk pasir-nya. Dan pastinya kehidupan masyarakat pesisir yang paling terdampak. Karena dengan adanya abrasi pantai dan kerusakan lingkungan pesisir akan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir. Habitat ikan juga mungkin akan terganggu, sehingga kembang biak ikan terganggu dan populasi ikan berkurang.

“Contoh lainnya saat masih dilegalkan, ekspor pasir laut paling banyak dikirim ke Singapura. Singapura sangat diuntungkan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang mengizinkan penjualan pasir pantai untuk menguruk daratan Negeri Singa tersebut,” jelasnya.

Fajar juga memaparkan pengerukan pasir untuk reklamasi Singapura berasal dari Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik. “Saking masifnya aktivitas pengambilan pasir di Kepri, membuat daratan Pulau Nipah yang masih masuk wilayah Kota Batam nyaris tenggelam karena abrasi,” paparnya.

Selama ini, menurut Fajar sudah banyak yang tahu kebijakan rezim yang merugikan kepentingan umum. “Kenaikan harga BBM, penambahan utang negara yang ugal-ugalan, pembangunan infrastruktur yang nir-manfaat, adanya sejumlah produk perundangan yang tak sesuai dengan aspirasi masyarakat dan sejumlah kebijakan kontroversial lainnya,” tuturnya.

Ini menurutnya meninbulkan pertanyaan yang menggelitik, sesungguhnya rezim ini bekerja untuk siapa? Kalau untuk rakyat, kenapa banyak produk kebijakan yang justru bertentangan denggan kehendak rakyat? Atau mungkin memang mereka bekerja utk para oligarki? Yang telah memberikan dukungan selama proses kontestasi politik sebelumnya? 

“Menurut saya hipotesis kedua ini yang lebih masuk akal. Jadi alih-alih berjuang atau memperjuangkan kepentingan rakyat, tapi mereka sedang melayani kepentingan oligarki atau para kapitalis,” nilainya.

Fajar berharap rakyat mempunyai kecerdasan dan kesadaran politik atas kondisi tersebut. “Dengan demikian akan mampu melihat dengan jernih, siapa yang sesungguhnya menjadi pembela rakyat dan siapa yang menjadi pengkhianat rakyat,” harapnya.

Dan dengan kesadaran politik tersebut, Fajar berharap kepada rakyat khususnya para tokoh hendaknya kemudian menyerukan dengan sungguh-sungguh terhadap penyelesaian masalah dari akar masalahnya. “Bukan sekedar menyelesaikan dari apa yang muncul di permukaan, bukan dari sebab mendasarnya,” harapnya.

Karena kalau ditelisik lebih jauh, sesungguhnya menurut Fajar, akar masalah bangsa ini sebenarnya adalah karena diterapkannya kapitalisme dan demokrasi sekuler dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Dan penyelesaiannya adalah dengan mengganti sistem tersebut - yang jelas-jelas membuat kerusakan - dengan sistem yang lainnya. Nah sistem yang lain itu tak lain dan tak bukan adalah Islam,” tegasnya.

“Karena Islam datang dari dzat Maha Baik dan pastinya akan membawa kepada kebaikan,” tandasnya mengakhiri.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab