Tinta Media: Universal Health Coverage
Tampilkan postingan dengan label Universal Health Coverage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Universal Health Coverage. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Desember 2022

Target Universal Health Coverage (UHC)

Tinta Media - Sejumlah unsur terkait melaksanakan deklarasi universal health coverage (UHC) tingkat Kabupaten Bandung tahun 2022, di Gedung Moch Toha Soreang. Deklarasi ini merupakan implementasi dari instruksi Presiden RI No 01 tahun 2022, perihal optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang  bertujuan untuk mencapai Indonesia coverage. (Posjabar,23/11/22)


Intruksi ini merupakan program strategis nasional, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional, seperti yang telah tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 2004, bahwa setiap penduduk wajib mendaftarkan diri sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pemerintah Indonesia terus mengupayakan Universal Health Coverage (UHC), yang mencakup jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat, sehingga mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan, secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif. Program ini telah disepakati oleh WHO agar targetnya dapat dicapai pada tahun 2023 oleh semua negara anggota WHO, di antaranya Indonesia.

Program untuk mencapai UHC ini menimbulkan banyak karut marut di negeri ini, yang menuntut perubahan dalam pelayanan kesehatan. Hal itu berdampak serius bagi banyak pihak terkait kesehatan. Berdalih untuk mengoptimalkan JKN melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada seluruh penduduk Indonesia, tampaknya lembaga ini telah gagal dalam menjamin layanan kesehatan masyarakat.

Terlalu banyak persoalan yang membelit BPJS, seperti defisit anggaran yang terus membengkak mencapai puluhan triliun rupiah, iuran (premi) yang makin membebani masyarakat, pengabaian fatwa MUI yang sejak awal mengharamkan BPJS, diskriminasi pelayanan kesehatan yang kian kronis, sanksi yang makin diperluas bagi siapa saja yang tidak mendaftarkan diri menjadi anggota BPJS, seperti tidak mendapatkan layanan publik (Pengurusan jual beli tanah, SIM, STNK dll), utang BPJS kepada pihak ketiga (rumah sakit dan mitra lain) yang makin membengkak hingga mengakibatkan sebagian rumah sakit bangkrut, dan seabrek persoalan lainnya. Sangat ironis, target yang diharapkan UHC ini jauh panggang dari api. 

Indonesia sebagai negara berkembang yang menganut kapitalis-liberalis dalam pengaturan negaranya, juga sebagai bagian dari anggota lembaga-lembaga dunia yang ada, menjadikan model kapitalisme barat sebagai acuan dalam kebijakannya, termasuk dalam program JKN dengan BPJS Kesehatannya, yang merupakan ketetapan dari Word Trade Organization (WTO)
Institusi perdagangan global ini di bawah pimpinan Amerika Serikat(AS), yang mewajibkan memasukkan layanan kesehatan sebagai salah satu kesepakatan perdagangan global General Agreements Trade in Service (GATS) sejak tahun 1994.

Artinya, konsep ini muncul dari pandangan ekonomi kapitalisme yang diterapkan Barat, yang dimana menjadikan seluruh aktivitas ekonomi diserahkan pada pihak swasta, termasuk pelayanan kesehatan, yang berarti negara tidak perlu mengurusi langsung layanan kesehatan rakyatnya.

Permintaan kebutuhan layanan kesehatan dari rakyat (demand), akan memunculkan penawaran pelayanan kesehatan oleh pihak swasta (supply). Maka,  BPJS Kesehatan berperan sebagai sektor swasta, lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk menjalankan bisnis asuransi kesehatan kepada rakyatnya, sehingga pemerintah lepas tangan dalam pelayanan kesehatan rakyat.

Dalam pandangan Islam, jaminan kesehatan rakyat adalah persoalan yang menjadi tanggung jawab negara serta mempunyai peran sentral terhadap semua kebutuhan rakyat. Negara wajib menyediakan seluruh pelayanan kesehatan secara cuma-cuma. 

Sepanjang masa kejayaan Islam, selama 1300 tahun lamanya  negara berperan sebagai pelayan kesehatan yang adil, berkualitas, dan begitu mudah diakses kapan pun, oleh siapa pun, dan di mana pun saat rakyat membutuhkan, tanpa dibebani secara finansial (terjangkau bahkan gratis) hingga bagi yang berpura-pura sakit sekalipun. Tidak ada perbedaan, apakah mereka muslim atau non-muslim, kaya atau miskin. Selama warga berada dalam naungan negara Islam, mereka mendapatkan hak yang sama dalam masalah pelayanan kesehatan.

Ruang pelayanan kesehatan benar-benar meraih puncak kemanusiaan. Semua itu karena pelayanan kesehatan berlangsung di atas sejumlah prinsip sahih, yang meniscayakan negara secaramaksimal dalam meri'ayah rakyat, serta kekuatan sistem ekonomi Islam (sistem baitulmal).

Hanya  Islamlah solusi  efektif untuk mengatasi polemik BPJS Kesehatan yang saat ini menyengsarakan rakyat. Sudah saatnya kembali pada sistem aturan Allah Swt., yaitu sistem Islam yang akan membawa kesejahteraan dan  keberkahan hidup, yang akan dirasakan baik muslim maupun nonmuslim.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Oleh: Nia Kurniasari
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab