Tinta Media: Uighur
Tampilkan postingan dengan label Uighur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uighur. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Agustus 2023

100 Hari Muslim Uighur Disiksa, FIWS: Bukti Kekejaman Rezim Komunis Cina


 
Tinta Media - Penyiksaan Cina terhadap muslim Uighur (Xinjiang)  yang berlangsung 100 hari berturut-turut baru-baru ini, dikomentari  oleh Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi bahwa  Xinjiang adalah wilayah umat Islam yang dijajah Cina.
 
“Apa yang terjadi terhadap muslim Uighur di TurkistanTimur yang oleh Cina disebut sebagai Xinjiang, ini merupakan wilayah umat Islam yang diduduki dan dijajah Cina. Penyiksaan ini semakin memperkuat kekejaman Cina terhadap muslim Uighur,” tuturnya di Kabar Petang: Jokowi Didesak untuk Bela Muslim Uighur, melalui kanal You Tube Khilafah News Sabtu (5/8/2023).
 
Penyiksaan ini, lanjutnya,  tujuannya untuk mengokohkan penjajahan Cina di wilayah tersebut. “Penjajahan ini mendapat perlawanan keras dari umat Islam di sana, karena Islam tidak membolehkan terjadinya kezaliman, tidak boleh membiarkan terjadinya penindasan, tidak boleh membiarkan perampasan kekayaan umat Islam,” bebernya.
 
Cina komunis, ucapnya, sangat tahu kekuatan umat Islam ada pada Islam.” Maka camp camp ideologis yang mereka bangun itu dalam rangka menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam,” terangnya.
 
Meski demikian, Farid menuturkan, upaya Cina untuk menjauhkan kaum muslimin dari Islam merupakan upaya sia-sia.
 
Dua Alasan
 
Farid menyebut setidaknya ada dua alasan mengapa penguasa negeri muslim tidak membantu saudaranya di Uighur.
 
“Pertama, paham nasionalisme sempit telah membelenggu negeri-negeri Islam. Padahal sesungguhnya umat Islam itu satu. Sekat-sekat nasionalisme ini telah menghalangi pembebasan negeri muslim yang terjajah, termasuk di Xinjiang” jelasnya.
 
Kedua, sebutnya, ini terjadi karena pengkhianatan penguasa negeri-negeri Islam yang lebih melayani kepentingan penjajah dibanding memperhatikan urusan umat Islam.
 
“Dengan alasan ekonomi misalkan, mereka lebih memilih bekerja sama dengan Cina. Padahal Cina komunis telah melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Ini mengabaikan peringatan Rasulullah saw. tentang begitu pentingnya nyawa kaum muslimin,” ulasnya.
 
Rasulullah, tegas Farid, mengingatkan bahwa hancurnya bumi beserta isinya ini lebih ringan bagi Allah dibanding dengan terbunuh nyawa kaum muslimin.
 
Untuk menyelesaikan masalah ini, kata Farid, tidak bisa mengandalkan seruan-seruan atau baikot, apalagi mengandalkan PBB dan Amerika yang hanya memainkan isu ini untuk kepentingannya, bukan untuk menyelesaikan masalah.
 
“Disinilah umat Islammembutuhkan kekuatan sendiri. Dan kekuatan itu hanya ada pada Islam dengan kekuatan politik mereka secara global yaitu dengan berdirinya Khilafah ‘ala min haj an-Nubuwah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Rabu, 02 Agustus 2023

IJM : Kampanye Serangan Keras Cina Hanya Akal-akalan Untuk Menindas Muslim Uighur



 
Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana menduga kuat adanya kampanye serangan keras yang digagas oleh Menteri Keamanan Cina Wang Xiao dijadikan alasan atau legalitas Beijing dalam melakukan setiap pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Muslim Uighur.
 
“Program kampanye serangan keras ini diduga kuat hanya akal-akalan Beijing untuk ‘melegalkan’ setiap aksi kekerasan yang dilakukan aparat terhadap Muslim Uighur,” tuturnya di kanal youtube Justice Monitor : Hei, Xi... Hentikan!!!, Senin (31/7/2023)
 
Walaupun pihak Cina mengklaim bahwa kampanye ini digencarkan untuk memberantas kelompok kriminal yang telah mengganggu stabilitas keamanan politik dalam negeri Cina, namun menurut Agung  jelas ditujukan terhadap etnis minoritas Uighur.
 
“Bukti nyatanya telah terjadi tindakan kekerasan terhadap etnis minoritas Uighur selama 100 hari berturut-turut  yang dilakukan oleh pemerintah daerah Xinjiang Cina,” ujarnya.
 
Agung menyampaikan, jika kampanye ini muncul di aplikasi media sosial Cina Douyin pada 3 Juli 2023 yang memuat informasi bahwa hal tersebut sedang diterapkan di seluruh Prefektur Hotan yang berada di selatan Xinjiang tempat bermukimnya mayoritas muslim Uighur.
 
Dengan adanya program kampanye serangan keras ini, lanjutnya, aparat dapat mengambil tindakan terhadap aktivitas ilegal kapan saja sepanjang tahun dan tidak akan pernah berhenti. “Kekejaman mereka jelas menunjukkan jati diri rezim komunis Cina di mana Beijing dapat menculik orang-orang Uighur yang mereka anggap berbahaya meski belum ada bukti terhadap hal tersebut,” bebernya.
 
Melihat ini, ia mengingatkan dunia muslim harusnya bergerak menyelamatkan jutaan muslim Uighur dari program kampanye serangan keras Beijing yang otoriter. Menurutnya ini penting dilakukan karena solidaritas umat Islam itu adalah hal tertinggi dalam konteks seperti ini.
 
“Sesungguhnya reaksi dari pemerintah dunia Islam yang lemah terhadap kejahatan dan kekejaman Cina  benar-benar menjadi bukti baru pengkhianatan dan pengabaiannya terhadap hak-hak umat Islam,” tukasnya.
 
Ia juga menandaskan, umat Islam harus melakukan tindakan politik untuk mewujudkan pemerintahan yang peduli terhadap penderitaan umat Islam. “Umat Islam harus bersatu menegakkan kembali kekuatan politik yang akan membebaskan saudara-saudara kita di Turkistan Timur yaitu  muslim Uighur  Xinjiang. Tetap semangat dan terus berjuang menyongsong perubahan besar,” pungkasnya.[] Erlina

Sabtu, 22 Oktober 2022

Mayoritas Negeri Islam Tak Mau Bela Muslim Uighur, Pengamat: Sungguh Terlalu!

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik dari Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana mengkritik sikap mayoritas negeri Islam yang memilih tidak mau mendukung mosi bela Uighur. 

“Sungguh keterlaluan, mayoritas negeri muslim di dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mati kutu, membela Uighur sebagai sesama muslim milih tidak mau,” kritiknya dalam Live Program Aspirasi Rakyat: RI Tolak Debat Isu Muslim Uighur, Takut Cina Baper? Jumat (16/10/2022) di kanal Youtube Justice Monitor. 

Menurutnya, mosi ditolak ini disebabkan sikap para penguasa muslim yang dinilai sebagian pihak tidak peduli terhadap kondisi kaum muslim Uighur yang ditindas oleh rezim komunis Cina. 

“Alih-alih bersikap tegas, penguasa muslim malah menjalin hubungan erat dengan Cina, dengan alasan kepentingan ekonomi,” ujarnya. 

Sikap ini bukan saja terjadi pada Indonesia tapi juga negara-negara Arab termasuk Pakistan dengan alasan itu urusan dalam negeri Cina. 

“Padahal dalam perspektif Islam tidak boleh mengatakan ini urusan dalam negeri Cina karena setiap urusan kaum muslim menjadi urusan kaum muslim lainnya di mana pun mereka berada,” ucapnya. 

Terbukti dalam pemungutan suara di dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara, sebanyak 17 negara mendukung draf mosi untuk membahas dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang. Sementara itu 19 negara menentang mosi. Alhasil mosi tersebut gagal disepakati. 

“Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Jepang dan Belanda mendukung mosi ini, dan yang menentang selain Cina, ada 9 negara berpenduduk mayoritas muslim ikut menolak, yakni Indonesia, Pakistan, Qatar, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Kazakhstan, Mauritania, Sudan, dan Senegal. Hanya Somalia negeri muslim yang mendukung pembahasan isu Uighur,” tuturnya. 

Erwin mengungkap keengganan mayoritas negeri muslim dalam membela Uighur karena ikatan akidah Islam di antara negeri-negeri muslim telah tumpul dan berkarat. 

“Nyata ikatan akidah Islam mereka telah tumpul dan berkarat. Sikap itu sangat memalukan dan menegaskan betapa kejinya sekat negara-negara akibat nasionalisme akut lagi sesat,” ungkapnya. 

Negara-negara muslim itu tidak peduli dengan nasib muslim Uighur kendati saudara seakidah. “Hanya karena wilayah Uighur saat ini masuk dalam kekuasaan Cina, padahal Cina adalah negara imperialis,” ujarnya. 

Ia melanjutkan bahwa negeri-negeri muslim itu tampak lebih memilih cari aman daripada harus melawan Cina meskipun harus membiarkan muslim Uighur terus dihancurkan oleh Cina. 

Kondisi ini menurutnya dimanfaatkan oleh negara-negara Barat untuk mengambil panggung, tampil menonjol di hadapan dunia sebagai pahlawan kesiangan. 

“Negara-negara Barat hadir sebagai pahlawan kesiangan pembela HAM bagi Uighur atas pelanggaran yang China lakukan di Xinjiang,” tuturnya. 

Baginya dalam mekanisme kerja sama politik Barat tidak ada makan siang gratis. Pembelaan mereka pastinya ada udang dibalik batu. 

“Selain sebagai serangan politik Barat terhadap Cina juga untuk memojokkan Cina. Tidaklah kita ragukan tampilnya Barat sebagai juru penyelamat Uighur justru memosisikan Uighur lepas dari mulut buaya masuk ke mulut harimau,” bebernya. 

Rangkaian peristiwa ini menunjukkan bahwa besarnya jumlah kaum muslim itu telah bercerai-berai dalam sekat nasionalisme hasil imperialisasi dan kolonialisasi Barat. 

“Tidak heran kaum muslim begitu mudah dihina kaum durjana, yang mengingkari Allah dan rasul-Nya beserta segala aturannya,” ucapnya. 

“Bukti lainnya Indonesia dan OKI tidak bernyali mengungkap pelanggaran HAM Cina terhadap Uighur hanya karena Cina tidak menghendaki adanya intervensi urusan domestik negeri,” kritiknya. 

Ia menegaskan kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Uighur membutuhkan bantuan dari sebuah institusi yang setara dengan politik Cina dan pengaruh Barat. 

“Bagaimanapun Uighur membutuhkan suatu institusi yang setara untuk menembus politik Cina sekaligus memblokade pengaruh Barat sehingga identitas Uighur terjaga sebagai entitas muslim,” tegasnya. 

Erwin mengakhirinya dengan mengatakan nasionalisme telah mengamputasi peran tersebut. 

“Sayangnya sekularisme yang menjadi wasilahnya nasionalisme telah mengamputasi peran itu, akibatnya negeri-negeri muslim begitu egois, hanya memikirkan kemaslahatan bangsa dan negerinya sendiri, kepentingan kaum muslim negeri lain tidak dianggap sebagai urusannya juga. Sungguh terlalu,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 18 Oktober 2022

Indonesia Tolak Bahas Uighur, UIY: Tidak Cocok dengan Prinsip Politik Luar Negeri

Tinta Media - Penolakan Indonesia membahas pelanggaran HAM terkait Uighur dinilai oleh Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY)  tidak sesuai dengan prinsip politik luar negeri.
 
“Penolakan Indonesia untuk pembahasan Uighur ini, menurut saya, tidak cocok. Yang pertama, dengan prinsip politik luar negeri kita yang disebut dengan istilah bebas dan aktif itu,” tuturnya  di acara Perspektif PKAD: Tolak HAM Berat Uighur,Di Bawah Cengkeraman RRC Komuniskah??!! Selasa (11/10/2022) melalui kanal Youtube PKAD.
 
UIY lalu menjelaskan bebas artinya politik luar negeri tidak boleh tergantung dan tidak boleh digantung dengan kepentingan-kepentingan luar. Artinya mesti berbasis kepentingan nasional.
 
“Aktif artinya dia mengambil inisiatif. Ketika ada inisiatif mestinya inisiatif itu diterima bukan ditolak . Bagaimana kita akan menyelesaikan masalah, jangan lagi menyelesaikan masalah, mengetahui masalah saja mungkin tidak akan bisa kita dapatkan jika pembahasan saja kita sudah tolak. Seharusnya pembahasan itu diterima sehingga tahu apa masalahnya,” sesal UIY.
 
Jadi, sambungnya, sudah tidak ada lagi yang namanya bebas dan aktif. “Ini menunjukkan kita ini sudah demikian takut. Ibarat kata  seperti Bapak ke anak. Bapak melotok ke anaknya agar tidak ngomong macam-macam. Bahkan mungkin sudah diinjak kakinya ,kalau kamu ngomong begini akan begini.  Ancaman itu ada di depan mata,” ucap UIY memberikan permisalan.
 
Yang kedua, lanjut UIY,  solidaritas keumatan. Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia mestinya mengambil peran signifikan terkait penderitaan, kezaliman, diskriminasi yang dialami umat Islam dimanapun berada.
 
“Mestinya ditunjukkan peran itu, tapi ini tidak dilakukan. Jangan lagi mengambil peran aktif, sekedar usulan pembahasan saja sudah menolak,” sesalnya.
 
Artinya, tegas  UIY, Indonesia berada pada level yang sangat rendah dalam ikut serta mengatasi persoalan yang dihadapi umat Islam.
 
“Tidak salah kalau publik menilai bahwa negara kita sudah demikian terkooptasi oleh berbagai kepentingan bilateral maupun multilateral,” cetusnya.
 
Kepentingan Indonesia terhadap Cina, lanjut UIY, ada kepentingan investasi baik kereta cepat maupun IKN. “Apalagi kalau dikaitkan dengan semacam rasa bahagia yang disampaikan Megawati saat ulang tahun 100 tahun Partai Komunis Cina. Ini bukan hanya dimensi politik tapi juga dimensi ideologi,” tandasnya.
 
Kekhawatiran publik bahwa Indonesia itu makin hari makin dekat ke poros Cina, kata UIY, sementara Cina ini hari itu Cina komunis sangat beralasan.
 
Menolong Diri Sendiri
 
Dengan realitas diatas UIY menyimpulkan bahwa umat  Islam harus bisa menolong dirinya sendiri. “Saya kira ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa memang umat ini tidak mungkin berharap kepada pihak lain, umat  memang harus kuat, dia harus menjadi dirinya sendiri, dia harus bisa menolong dirinya sendiri,” ungkapnya.
 
Menurut UIY sudah terlalu banyak catatan baik di Rohingya, Afrika Timur, Bangladesh  yang menunjukkan bahwa umat  tidak mungkin berharap pada kekuatan lain.
 
“Kita harus menjadi muslim yang khoiru ummah yang memiliki kekuatan sendiri yang bisa menjaga harkat dan martabat umat Islam. Dan itu bisa diwujudkan ketika ada pemimpin dan institusi yang menyatukan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Sabtu, 15 Oktober 2022

FIWS Sayangkan Sikap Politik Indonesia atas Penindasan Muslim Uighur

Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menyayangkan sikap politik Indonesia terhadap penindasan Muslim Uighur. 

"Menyayangkan sikap politik Indonesia terkait dengan Muslim Uighur ini, sangat irit berbicara tentang penindasan yang dialami Muslim Uighur," ujarnya dalam kabar Petang: Pemerintah RI Cuek terhadap Derita Muslim Uighur? Melalui kanal YouTube Khilafah News, Selasa (11/10/2022).

Menurut Farid, hal ini seharusnya tidak terjadi. Karena negara Indonesia adalah negara yang mayoritasnya Muslim. Sehingga wajar jika memberikan perhatian. 

"Indonesia sebagai negara yang mayoritas beragama Islam adalah sangat wajar memberikan perhatian sangat besar terhadap kondisi umat Islam di tempat-tempat yang lain," ujarnya. 

Farid juga menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang satu. "Umat Islam sesungguhnya merupakan umat yang satu umatun wahidatun," ungkapnya.

Ia menilai bahwa tindakan Cina kepada Muslim Uighur adalah tindakan pelanggaran kemanusiaan. "Apa yang terjadi pada kaum muslimin, muslim Uighur di cina jelas jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap kemanusiaan," pungkasnya.[] Teti Rostika

Kamis, 13 Oktober 2022

LBH PELITA UMAT KECAM SIKAP PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP DERITA MUSLIM UYGHUR

Tinta Media - Menanggapi sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI yang menolak usulan penyelenggaraan debat tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Muslim Uighur di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ketua LBH PelitaUmat dan President of the IM-LC (International Muslim Lawyers Community) Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mengecam sikap pemerintah tersebut.

“LBH Pelita Umat mengecam sikap Pemerintah Indonesia yang menyatakan tak ikut campur terhadap masalah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China,” ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (12/10/2022).
 
“Kalau Pemerintah Indonesia mengatakan tidak ikut campur yaitu berarti Pemerintah tidak paham terhadap mukadimah Undang-Undang Dasar 1945,” tegasnya menambahkan. 
 
Mestinya menurut Chandra, Pemerintah malu kepada Parlemen Perancis yang telah berani mengeluarkan resolusi pada hari Kamis (20/1/2022). “Yang mengecam genosida oleh pemerintah Cina terhadap penduduk Uyghur, kelompok minoritas Muslim di wilayah Xinjiang,” tuturnya.
 
France's parliament the led motion asking the government to condemn China for "crimes against humanity and genocide" against its Uyghur Muslim minority and to take foreign policy measures to make this stop.
 
Chandra menjelaskan bunyi resolusi tersebut bahwa Majelis Nasional secara resmi mengakui kekerasan yang dilakukan oleh Negara Cina terhadap Uighur sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. “Resolusi ini juga menyerukan kepada Pemerintah Prancis melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam komunitas internasional dan dalam kebijakan luar negerinya untuk menghentikan tindakan Negara Cina,” jelasnya. 
 
Ia mengungkap pernyataan dari aktivis dan pakar hak asasi manusia PBB yang mengatakan setidaknya 1 juta Muslim ditahan di kamp-kamp di wilayah barat terpencil Xinjiang. “Para aktivis menuduh negara Cina menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi,” ungkapnya. 
 
Chandra mendorong OTP (bisa dipadankan sebagai jaksa atau penuntut) dari ICC untuk melanjutkan penyelidikan dan penyidikan. “Dalam konteks Rome Statute of the International Criminal Court (‘Statuta Roma’), proprio motu adalah kewenangan yang diberikan oleh Statuta Roma kepada Office of the Prosecutor (‘OTP’) di International Criminal Court (‘ICC’), untuk memulai investigasi atas kejahatan internasional yang menjadi yurisdiksi ICC, yakni genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Kejahatan kemanusiaan adalah pelanggaran Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court),” tegasnya.  
 
“LBH PELITA UMAT melalui jejaring lawyers muslim diberbagai negara berkomitmen membela nasib muslim Uighur, Rohingnya, Palestina, Suriah dll,” tandasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab