Tinta Media: UUP3
Tampilkan postingan dengan label UUP3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UUP3. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Juni 2022

Sahkan RUUP3, SPBRS: DPR Bukan Lagi Wakil Rakyat


Tinta Media - Pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang  Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) oleh DPR dalam agenda rapat paripurna, Selasa (24/5/2022) dinilai Sekjen  Silaturahmi Pekerja Buruh  Rindu Surga (SPBRS), Imam Ghazali, DPR tidak lagi mewakili rakyat.

“Ini membuktikan bahwa DPR  bukan lagi sebagai wakil rakyat, karena sangat tidak peka terhadap nasib rakyat khususnya buruh,” ungkapnya dalam acara Kabar Petang: UU PPP Merugikan Rakyat, Kamis (9/6/2022) di kanal Khilafah News.

Ia mengatakan bahwa para buruh dengan segala keterbatasannya,  berjuang habis-habisan menolak Omnibus Law melalui aksi maupun audiensi dengan semangat menyelamatkan negeri ini, dipupus oleh keputusan DPR.

“Para buruh ini sudah berjuang habis-habisan menolak Omnibus Law. Kita pernah melakukan aksi demo kemudian juga audiensi dan sebagainya dan itu tentu saja  membutuhkan waktu tenaga dan pikiran yang luar biasa. Keputusan DPR yang merevisi  UUP3, membuktikan bahwa mereka tidak peka dan tidak layak untuk kita sebut sebagai wakil rakyat,” kesalnya.
 
Tak Patuh Hukum

Ahmad menilai pengesahan revisi UUP3 menunjukkan para elit politik tidak patuh hukum. Hal itu lantaran latar belakang  revisi UUP3 ini adalah keputusan Mahkamah Konstitusi  tentang Omnibuslaw  Cipta Kerja yang digugat para buruh dan sebagian rakyat  Indonesia karena kepeduliannya terhadap negeri ini.

“Kita tahu Omnibuslaw UU Ciptakerja  itu disahkan kemudian muncul gugatan. Digugatnya karena mekanisme Omnibuslaw tidak sesuai dengan perundang-undangan, di samping substansinya memang  banyak merugikan rakyat,” ungkapnya.

Artinya, lanjut Ahmad, Undang-Undang  itu muncul tanpa ada dasar pembenarannya, kemudian ketika digugat, lalu sekarang ini dicarikan dasar pembenarannya. “ Ini lucu, bukan diperbaiki Undang-Undang Cipta Kerjanya, malah dicari dasar hukum yang membenarkan proses yang salah itu,” herannya.

“Intinya, dibikin dulu prosesnya, salah atau benar itu urusan belakang.  Kalau tidak benar dibikin aturan yang membenarkan. Jadi ini sebuah logika yang menurut saya sangat buruk kelakuan para elit politik kita ini,” geramnya.

Tidak Sportif

Tindakan seperti itu menurut Ahmad,  juga mengonfirmasi bahwa para pemimpin sekarang ini sedang mengajari rakyatnya untuk jadi bangsa yang tidak sportif. “Ibarat lomba, yang penting menang. Soal ada kecurangan, dibikin aturan baru untuk membenarkan kecurangan itu,” contohnya memberikan permisalan.

Ini adalah hal yang  tidak sportif dan  sangat berbahaya, lanjutnya.  “Hari ini kita melihat para elit politik  berusaha membuat Omnibuslaw yang penuh  dengan kepentingan para oligarki. Kita melihat itu salah kemudian tetap saja diteruskan kemudian legislatif waktu itu juga mendukung yang langsung disahkan cepat-cepat ,” tambahnya.
 
Mahkamah Konstitusi pun dinilai oleh Ahmad membuat keputusan ambigu. “Dikatakan prosesnya salah tapi hukumnya diakui. Sekarang bola ada di legeslatif, kembali dilakukan revisi dengan cara cepat,” ungkapnya.

 

Aham menilai, dibalik cepatnya proses pengesahan RUUP3  baik yang pertama atau yang kedua, ada kekuatan besar dibelakangnya, yaitu oligarki.

“Oligarki adalah sekelompok kecil orang yang menguasai negeri ini dan itu kita identifikasi  sebagai kelompok pemegang modal atau para orang-orang kaya yang menguasai kemudian mengatur dengan membuat keputusan-keputusan lewat kaki tangan mereka, keputusan yang bisa berlaku secara legal,” jelasnya. 

Oleh karena itu Ahmad berharap semua menolak pengesahan RUUP3 ini,  karena revisi UUP3 adalah rangkaian dari Undang-Undang  Ciptakerja yang berarti mengesahkan kembali Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja.
 
Ahmad mengingatkan meski judulnya  Undang-Undang Cipta Kerja tapi tidak hanya mengatur soal lapangan kerja.  Tapi mengatur  tentang pertanahan. mengatur tentang penguasaan aset negara, mengatur bagaimana investasi, lingkungan  dan sebagainya dalam satu bundel.

“Kita lihat pelajaran luar biasa di mana tanah,  dengan Undang-Undang Omnibus Law ini, tidak ada lagi batas maksimal  untuk memilikinya.  Kita semua sudah merasakan misalkan kasus minyak goreng kenapa kok mahal. Ternyata perkebunan sawit yang ratusan ribu hektar dikuasai oligarki. Sampai  level presiden  atau Menko mengendalikan harga minyak goreng saja susah,” bebernya.
 
Ada Yang Salah

Ahmad juga mengatakan, bukan sekedar menolak tapi harus semakin menyadari bahwa ada yang salah dari sistemnya. Yaitu menganut sistem demokrasi kapitalis yang memunculkan para oligarki.

“Sudah saatnya kita tidak hanya lihat figur tapi harus sudah menoleh kepada sistem. Ini sistem sudah bobrok,  maka harus segera beralih ke sistem yang lebih bagus,” katanya.

Ia menawarkan sistem yang akan bisa menyelesaikan semua  sengkarut negeri ini yakni sistem Islam, sistem yang dibuat oleh Dzat Pencipta manusia.

“Tentu saja pencipta manusia itu pasti sangat mengetahui tentang kebutuhan dan permasalahan manusia beserta solusinya. Dan juga  ditentukan oleh Dzat yang Maha Adil yang tentu  saja keputusan-keputusannya akan adil bagi semua pihak,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
               
 
 
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab