Judicial Review UU Perkawinan, Dr. Erwin: Upaya Desakralisasi Agama
Tinta Media - Upaya judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Perkawinan oleh Ramos Petage yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai Pengamat Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana sebagai upaya desakralisasi agama.
“Intinya mereka ingin melakukan desakralisasi agama. Upaya ini dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif,” ungkapnya di acara Perspektif PKAD: Waspadalah!! Pengesahan Perkawinan Beda Agama Via Judicial Review Selasa (1/11/2022) melalui kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Erwin memberikan alasan, judicial review semacam ini pernah diajukan oleh anak-anak dari fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2014 yang ditolak MK. “Agama dianggap menghalangi kebebasan syahwat mereka. Alasan yang dipakai macam-macam, bisa hak asasi manusia atau hak konstitusional warga negara,” tandasnya.
Erwin menuturkan, adanya agama akan menyalurkan potensi manusia sesuai proporsinya secara presisi sesuai tabiat asli manusia.
“Ketika manusia itu diatur oleh aturan agama akan lahir sakinah, akan lahir ketenangan, akan lahir kebahagiaan. Bukankah dalam hidup ini kita mencari kebahagiaan. Jalan kebahagiaan itu ditunjukkan oleh agama, kita tinggal ikuti. Kenapa malah menempuh jalan sempit seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mengajukan judicial review ini?,” bebernya.
Ketenangan
Erwin mengatakan pernikahan ditujukan untuk mencari ketenangan. “Kalau dari awal sudah beda agama sudah pasti ketenangan tidak akan didapat. Orang yang sudah menikah saja walau misal agamanya sama bisa bercerai karena tidak ada kecocokan, apalagi berangkat dari starting point yang berbeda, berbeda agama, berbeda akidah. Ini cari gara-gara namanya,” tukas Erwin seraya berkata untuk apa HAM kalau menghancurkan diri sendiri dan juga masyarakat.
Dalam Islam tidak main-main, tegas Erwin, tidak boleh muslimah nikah dengan laki-laki non muslim. Haram hukumnya. Itu bukti sayangnya Islam terhadap muslimah, sekaligus sayang Islam kepada non-Muslim.
“Bagaimana mungkin ketika terjadi perbedaan agama akan terjadi harmonisasi, akan terjadi ketenangan, sakinah mawadah, akan melahirkan anak-anak yang hebat, anak-anak yang cerdas ketika diantara kedua orang tuanya sendiri itu ada perbedaan agama,” urainya.
Bagaimana anaknya akan memilih agama, sambung Erwin, sekali pun orang tuanya membebaskan anak akan memeluk agama apa, tapi anaknya akan limbung. Memilih agama Ibu tidak enak sama ayah, memilih agama ayah tidak enak sama ibu.
“Anak yang sejak kecil kita didik, kita tanamkan nilai agama saja belum tentu mereka tumbuh menjadi anak baik. Masih ada peluang kesalahan di sana sini. Apalagi sejak awal hal yang paling fundamental, sakral yaitu iman tidak ditanamkan. Apa jadinya anak ini nantinya,” kritiknya.
Anak-anak seperti itu, lanjut Erwin, tidak akan bisa menfilter mana baik mana buruk, mana yang harus diambil mana yang harus ditolak. “Pada akhirnya menjadi generasi limbung, generasi yang tidak memiliki prinsip, generasi yang kepribadiannya terbelah. Tentu kita tidak menginginkan itu semua,” tegasnya.
“Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi wajib menolak judicial review ini. Ayo kita berfikir membenahi negeri ini. Yang sudah baik dipertahankan, membenahi yang masih buruk. Yang sudah baik jangan diotak atik,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun