LBH Pelita Umat: Judicial Review UU Perkawinan Beda Agama Harus Ditolak!
Tinta Media - Judicial Review terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan (norma perkawinan beda agama) yang diajukan oleh Ramos Petege kepada Mahkamah Konstitusi harus ditolak.
"Permohonan Ramos Petege harus ditolak. Apabila perkawinan beda agama dilegalkan, maka hal tersebut sama saja melegalkan perzinahan. Legalisasi perkawinan beda agama akan mengundang murka Allah Swt," tutur Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan S.H., M.H. kepada Tinta Media Selasa (1/11/2022).
Menurutnya, jika permohonan tersebut dikabulkan, maka akan banyak wanita Muslimah yang nikah dengan non muslim. "Yang demikian itu akan menimbulkan dampak yang sangat luar biasa bagi kepentingan syariat Islam dan umat Islam itu sendiri,” tegasnya.
Pertama, perkawinan tidak hanya menyoal hukum keperdataan, tetapi juga hukum agama. "Perkawinan beda agama sebagaimana keinginan dari Pemohon tersebut membuat bangsa Indonesia kembali pada masa kolonial. Sebab perkawinan hanya bersifat umum dengan pengesahan yang mengesampingkan hukum agama,” ujarnya.
Selain itu, sehubungan dengan isu hak asasi manusia (HAM) dalam hukum perkawinan yang dipersoalkan Pemohon, Indonesia bukan penganut HAM yang bebas sebebas-bebasnya karena kultur di Indonesia tidak sama dengan kultur pada negara-negara lain di dunia yang merupakan penganut HAM bebas.
Kedua, jika merujuk UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat (1) berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. "Dari pasal ini sudah sangat jelas terdapat frasa '.... menurut hukum masing-masing agama....'. Sehingga ketika agama Islam misalnya melarang menikah dengan orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah,” tegas Chandra.
Ketentuan pasal diatas, sambungnya, diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama.
Ketiga, Mahkamah Konstitusi harus menyatakan dalam putusannya bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. [] Irianti Aminatun