Tinta Media: UKT
Tampilkan postingan dengan label UKT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UKT. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Juni 2024

UKT Naik Drastis, Pendidikan Makin Miris


Tinta Media - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa tahun ini tidak akan ada kenaikan tarif uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa Perguruan-perguruan tinggi negeri (PTN). Mendikbudristek Nadiem Makarim kemudian menerjemahkannya. Dia meminta pada jajarannya untuk memberi tahu para rektor perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH). 

Jokowi menyatakan bahwa dia akan melakukan evaluasi terlebih dahulu setelah menerima laporan Nadiem tentang kontroversi UKT. Namun, dia menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan kalau kenaikan UKT itu dapat dilaksanakan tahun depan. (cnnindonesia.com, 29-05-2024).

Mahasiswa kelimpungan menghadapi besarnya biaya UKT yang berdampak dari adanya perubahan PT menjadi PTN-BH. 

Dengan perubahan ini, kewajiban negara untuk membiayai pendidikan bagi perguruan tinggi pun hilang. Akibatnya, semua biaya perguruan tinggi negeri didasarkan pada SSBOPT atau Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Selain itu, perguruan tinggi harus mencari sumber dana sendiri. (cnnindonesia.com, 31-05-2024).

SSBOPT diputuskan berdasarkan capaian standar nasional pendidikan tinggi untuk jenis program studi dan indeks kemahalan wilayah. Akhirnya, komersialisasi pendidikan tinggi tidak terhindarkan lagi. 

Di samping itu, sistem pendidikan saat ini tidak menghasilkan generasi yang berkualitas karena mahasiswa diberikan kurikulum yang memenuhi tuntutan industri. Ini merupakan konsekuensi logis program WCU atau World Class University terhadap perguruan tinggi.

Program ini mengharuskan adanya syarat-syarat tertentu yang membutuhkan biaya mahal, termasuk konsep triple helix yang menjalin kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan perguruan tinggi. Akibatnya, orientasi pendidikan tinggi terfokus pada kebutuhan industri daripada pendidikan.

Kenaikan UKT beserta faktor yang memengaruhinya merupakan kezaliman dari sistem kapitalisme, yaitu sistem yang berorientasi pada materi sehingga menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis. Makin lama, makin terasa bahwa pendidikan hanya digunakan untuk mencari pekerjaan dan uang semata, bukan ilmu. Oleh karena itu, masalah biaya kuliah pasti akan makin parah selama kapitalisme diterapkan. 

Pendidikan berkualitas dan gratis hanya menjadi impian kosong jika sistem kapitalisme tidak mampu mewujudkannya. Ini tidak sama dengan sistem Islam yang dianut Daulah Khilafah Islamiyyah. Daulah Khilafah mampu menciptakan pendidikan gratis dan berkualitas karena beberapa tuntunan syariat:

Pertama, Islam memiliki tujuan politik di bidang pendidikan, yaitu memelihara hak-hak manusia sebagaimana Allah Ta'ala jelaskan dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Kedua, pendidikan merupakan wasilah seseorang memiliki ilmu. Ilmu akan menjauhkan manusia dari kebodohan dan kekufuran. Ilmu juga digunakan untuk tadabur, ijtihad, dan berbagai aktivitas lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akal manusia dan memuji keberadaan ilmuwan.

Ketiga, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan oleh negara dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau menjabat sebagai Kepala Negara Islam di Madinah. Sebagai tebusan, para tahanan Perang Badar diminta untuk mengajarkan kaum muslimin baca tulis. Tindakan ini bukan semata-mata dari kebaikan beliau secara personal, tetapi ada makna politis, yakni perhatian negara terhadap pendidikan.

Pendidikan dalam sistem Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik, bukan barang komersial apalagi dianggap sebagai barang tersier, karena Islam mewajibkan semua manusia berilmu. Negara harus memberikan pendidikan gratis kepada seluruh warganya. Mereka memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh gelar sarjana tanpa biaya.

Hanya saja, untuk mewujudkan pendidikan yang seperti ini dibutuhkan dukungan dana yang besar. Dengan demikian, sistem ekonomi Islam akan mendukung sistem pendidikan Islam, karena sumber keuangan negara akan berpusat pada baitul mal. 

Baitul mal sendiri memiliki tiga pos pendapatan, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dana untuk pendidikan, misalnya Khilafah mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum untuk biaya sarana dan prasarana pendidikan sehingga negara bisa membangun gedung-gedung sekolah/kampus. Bahkan, Khilafah juga bisa memberi beasiswa kepada seluruh mahasiswa tanpa syarat, baik dari keluarga miskin ataupun kaya, berprestasi atau biasa saja. Semua akan mendapatkan layanan yang sama rata.

Sementara, untuk gaji para guru dan dosen serta tenaga administrasi, Khilafah akan mengalokasikan anggarannya dari pos kepemilikan negara. Baitul mal merupakan sumber pendanaan yang kokoh dan stabil dalam daulah sehingga mampu membiayai pendidikan agar sesuai syariat Islam. 

Seluruh masyarakat pun akan menjadi orang berilmu dengan kepribadian Islam dalam dirinya. Karena itulah, sepanjang Daulah Khilafah berdiri selama kurang lebih 14 abad, banyak ilmuwan, para pemikir, dan  para ulama membangun kapasitas keilmuan untuk umat, bukan memenuhi tuntutan industri seperti saat ini. Wallahua’lam bishawwab.

Oleh: Amellia Putri 
(Mahasiswi dan Aktivis Muslimah )

Kamis, 13 Juni 2024

UKT Melejit, Mahasiswa Menjerit

Tinta Media - Mengenyam pendidikan tinggi adalah cita-cita setiap insan. Akan tetapi, sangat  disayangkan, meningkatnya biaya UKT mengubah segalanya. Bukan hanya pendidikan semata, tetapi kampus pun sekarang ini berubah menjadi lahan korporasi. Terbukanya jalan bisnis antara pendidikan tinggi dengan swasta membuat perguruan tinggi berorientasi profit.

Yang terjadi sekarang ini, dunia pendidikan mendapatkan guncangan. Bahkan, telah viral di sosial media terkait kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) lewat jalur mandiri. Ada pula yang daftar melalui jalur prestasi dengan harapan uang kuliah tidak mahal. Namun, yang terjadi mereka justru harus membayar dengan biaya cukup tinggi (Tribune News, 24-5-2024).

Kenaikan UKT mendapat tanggapan dari berbagai pihak dan juga demo dari mahasiswa. Pemerintah, melalui Kemendikbudristek memberikan tanggapan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier, yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun, yakni dari SD, SMP, hingga SMA.

Fakta ini sangat memberatkan mahasiswa dan orang tua. Di tengah sulitnya ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan melengkapi penderitaan rakyat. Padahal, intelektualitas akan tetap terjaga dan keunggulan peradaban suatu bangsa didapatkan dari pendidikan.

Komersialisasi kampus ini sejatinya merupakan konsekuensi dari penetapan tata kelola perguruan tinggi dengan prinsip-prinsip liberalisme dan kapitalisme. Ditambah lagi, terjadi disorientasi visi dan misi pendidikan tinggi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Seharusnya, kampus menjadi tempat melahirkan para ilmuwan.

Secara empiris, Islam pernah menjadi negara adidaya. Dua pertiga dunia ada dalam naungan Daulah Islam. Saat itu, Islam menjadi mercusuar dunia. Para ilmuwan dan sejarawan sejati dari dunia Barat sangat mengetahui bahwa dahulu umat Islam pernah berjaya memimpin bangsa-bangsa di muka bumi, baik dalam hal pemerintahan maupun kemajuan peradaban dunia.

Tengoklah kejayaan Islam dalam bidang pendidikan. Islam bukan saja menghasilkan para ulama dalam ilmu agama, tetapi juga ilmuwan yang karyanya dikagumi dan menginspirasi dunia Barat. Seperti jasa Ibnu Sina (Avicenna), saintis Islam yang telah berhasil memosisikan dirinya sebagai pelopor lahirnya ilmu kedokteran modern, dan banyak ilmuwan-ilmuwan IsIam lainnya dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan, baik sains maupun teknologi. Mereka telah berhasil mengukir dunia.

Pada masa kejayaannya, dunia Islam juga sarat dengan lembaga-lembaga pendidikan, unggul dalam perpustakaan umum yang penuh dengan karya para ulama dan ilmuwan IsIam. Sebagai contoh, perpustakaan Darul Hikam di Kairo. Di sana ada 2 juta judul buku. 

Pendidikan dalam IsIam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi umat. Pendidikan telah diwajibkan oleh syariat dan juga merupakan kebutuhan vital untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan kaum muslimin, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Oleh karena itu, pendidikan dalam IsIam bukanlah kebutuhan tersier atau kebutuhan orang kaya saja.

Dengan demikian, akan terwujud  kejayaan suatu bangsa bila umat dan negara menjalankan aturan Allah Swt., termasuk menyelenggarakan pendidikan sebagai pelayanan untuk umat seluas-luasnya hingga jenjang yang tinggi. 

IsIam akan menjadikan umat ini sebagai kekuatan adidaya yang tidak bergantung, apalagi ditekan oleh negara-negara asing seperti saat ini. Semuanya akan terwujud jika umat mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Wallahualam bissawab.

Oleh: Titien Khadijah, Muslimah Peduli Umat 

Selasa, 11 Juni 2024

UKT Naik, Rakyat Tercekik


Tinta Media - Kabar tentang kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi polemik di negeri ini. Menurut pernyataan Muhammad Ravi, Presiden Mahasiswa UNRI (Universitas Riau) bahwa banyak Camaba (Calon Mahasiswa Baru) UNRI yang lolos SNBP (Seleksi  Nasional Berdasarkan Prestasi) undur diri karena tidak mampu membayar UKT.  Hal ini pun direspons oleh Prof. Abdul Haris, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), “Pada prinsipnya orang tua mahasiswa diberikan ruang untuk mengajukan keringanan.” Selain itu, beliau juga mengatakan, “Kami secara intens telah berkomunikasi dengan Rektor UNRI untuk memegang teguh asas keadilan dalam penetapan kelompok UKT serta penempatan Mahasiswa dalam kelompok UKT.” (Kompas.com, 20-5-2024)

Berangkat dari respons, Prof. Abdul Haris, muncul pertanyaan, apabila UKT bisa ditentukan di bawah nominal yang telah ditetapkan saat ini, mengapa UKT dinaikkan sedemikian rupa? Belum lagi, beliau juga menyatakan bahwa telah menjalin hubungan intens dengan pihak UNRI untuk memegang teguh asas berkeadilan dalam penetapan dan penempatan Mahasiswa dalam  kelompok UKT, apakah hal ini merupakan solusi untuk mengatasi ketidakmampuan rakyat dalam pembiayaan pendidikan?

Miris, pernyataan demi pernyataan ngawur keluar dari lisan seorang pelayan rakyat, jelas yang beliau sampaikan bukanlah solusi yang solutif untuk mengatasi problem rakyat terkait UKT, justru hanya berupa opsi-opsi yang bisa mengakibatkan timbulnya kesenjangan antar Mahasiswa terkait perbedaan pembiayaan pembelajaran di kampus dan membuat rakyat tetap dalam kesulitan meski ada pengajuan keringanan biaya pendidikan.

Setiap orang pasti mempunyai impian dan harapan dalam hidupnya, tak terkecuali terkait jenjang pendidikan. Tetapi, impian dan harapan tersebut akan lebih mudah diwujudkan apabila didukung adanya sarana dan prasarana yang benar-benar diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Faktanya, tidaklah demikian. Bukan hal yang tabu, apabila terjadi kenaikan harga pada semua bidang kehidupan, tak terkecuali mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal).

Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan untuk menunjang kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), apabila untuk mendapatkan pendidikan yang layak rakyat dipersulit, wajar jika kualitas SDM rendah. Seharusnya, negara menjamin hal ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di mulai dari meningkatkan kualitas SDM mereka, melalui pendidikan. Bukan malah memalak rakyat dengan berbagai program bahkan mewajibkannya. Faktanya memang demikian, dalam sistem kapitalisme tidak menyuguhkan kemudahan. Karena, mereka menstandarkan segala sesuatu pada asas kebermanfaatan dan materi. Mereka hanya ingin keuntungan pribadi, tidak memikirkan akibat yang ditimbulkannya.

Sedangkan dalam sistem Islam, pendidikan adalah kebutuhan maka negara tidak memungut biaya karena untuk menyejahterakan rakyat caranya adalah meningkatkan kualitas SDM. Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi negara menyelenggarakan atau memberi sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya hal tersebut. Biaya pendidikan dalam sistem Islam di peroleh dari pos pendapatan negara bukan pajak (jizyah, ghanimah, kharaj), kontribusi kaum muslim yang mampu atau berlebih harta (wakaf atau sedekah).

Dengan demikian apakah patut rakyat masih berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme? Berbagai fakta tidaklah membenarkan bahwa sistem kapitalisme mampu mewujudkan laju kehidupan yang lebih baik dan menjamin kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Lalu, mau sampai kapan dipimpin oleh sistem kufur? Sudah saatnya umat paham dan menegakkan sistem Islam untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik dan menjamin.

Allahua’lam.

Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.i., Sahabat Tinta Media 

Minggu, 09 Juni 2024

UKT Mahal, Pendidikan Rakyat Miskin Terganjal

Tinta Media - Namanya Siti Aisyah. Pendidikannya terpaksa dilepaskan begitu saja saat mengetahui UKT yang harus dibayarkan terlampau mahal. Padahal, Siti Aisyah adalah pelajar berprestasi yang mampu masuk universitas negeri tanpa melalui tes seleksi. Namun sayang, kini harapannya hanyalah mimpi. Siti Aisyah hanyalah satu dari banyaknya pelajar yang bernasib sama.

Dilansir dari kompas.com (16/5/2024), sebanyak 50 orang calon mahasiswa baru (Camaba) Universitas Riau yang lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) memutuskan undur diri dari Universitas Riau. Alasannya karena merasa tidak mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT). Kabar ini dibenarkan oleh Presiden Mahasiswa Unri Muhammad Ravi, dalam forum rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama Komisi X DPR.

Kapitalisasi Pendidikan

Panasnya polemik tentang kenaikan UKT, berujung pada kebijakan pembatalan UKT oleh pemerintah. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim memutuskan untuk membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) (kompas.com, 28/5/2024). Nadiem juga meminta perguruan tinggi segera menyesuaikan biaya UKT setelah kebijakan ini ditetapkan.

Terkait UKT yang tidak jadi naik, Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan mengungkapkan, pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun ini hanya bersifat sementara (tempo.co, 30/5/2024). Subkhan melanjutkan,  kemungkinan tahun depan UKT kembali naik, karena pembatalan ini tidak menyelesaikan masalah mendasar.

Mahalnya UKT jelas bertentangan dengan konsep pendidikan hak setiap rakyat. Parahnya lagi, sekolah yang siswanya lolos SNBP namun tidak mengambilnya, sekolah bisa dicoret dari daftar penerima undangan masuk perguruan tinggi negeri.

Inilah potret kapitalisasi pendidikan dalam bangunan negara kapitalis. Negara abai atas hak pendidikan rakyat miskin. Mau tidak mau rakyat dipaksa berusaha mandiri agar mampu mengenyam pendidikan tinggi. Sementara, taraf ekonomi rakyat Indonesia, didominasi oleh golongan ekonomi menengah ke bawah melahirkan masalah yang tidak sudah-sudah. Keadaan ini membuat sebagian besar individu menyerah. Alhasil, pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh kalangan mampu secara ekonomi.

Di sisi lain, pendidikan yang merupakan sektor strategis menjadi obyek sasaran bisnis yang menjanjikan keuntungan fantastis. Konsep pengaturan biaya pendidikan dialihkan kepada masing-masing perguruan tinggi, yakni status PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum). Status ini menjadikan perguruan tinggi sibuk "mencari dana operasional" agar universitas tetap berjalan. Dan salah satu sumber pemasukan yang dibidik adalah uang kuliah tunggal yang disetorkan dari mahasiswa per semesternya. Konsep ini berhasil menggeser fungsi perguruan tinggi yang semestinya menjadi lembaga pengajaran yang mampu mencerdaskan generasi menjadi lembaga "bisnis" yang terus menyasar ekonomi rakyat.

Segala bentuk masalah yang kini ada karena negara memosisikan kebutuhan rakyat hanya sebagai beban. Bukan amanah yang harus dijaga. Paradigma inilah yang menjadikan negara gagal mengurusi rakyat.

Buruknya akibat yang ditimbulkan konsep kapitalisme sekuleristik. Konsep ini hanya mengutamakan keuntungan materi di atas segala-galanya. Bahkan di atas kepentingan pendidikan generasi. Padahal generasi yang berkualitas adalah modal dasar yang mampu mengantarkan suatu bangsa pada kekuatan dan kemajuan.

Lantas, bagaimana pendidikan di tanah air dapat mencetak generasi berkualitas?

Jaminan Pendidikan dalam Islam

Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat, yang disediakan negara  dan diberikan dengan biaya murah bahkan bisa jadi gratis.

Pendidikan tinggi dengan kualitas memadai akan menjadi kunci suksesnya kemajuan bangsa. Gemilangnya pendidikan akan menghantarkan generasi menjadi generasi tangguh dan cemerlang.

Dalam sistem Islam, pendidikan menjadi prioritas utama yang wajib disediakan negara untuk seluruh individu rakyat. Negara pun berkewajiban menetapkan biaya murah bahkan gratis serta pendidikan berkualitas. Paradigma ini ditetapkan sebagai ketundukan sistem pada hukum syara'. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. dalam hadits Bukhori,

bahwa pemimpin adalah ra'in (pengurus) urusan rakyat dan negara wajib mengurusi setiap urusan rakyat.

Semua konsep ini hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi terpercaya yang mengurusi rakyat dengan sebaik-baiknya.

Anggaran pendidikan dalam sistem Islam ditetapkan berdasarkan mekanisme kebijakan yang bersandar pada hukum syara'. Anggaran ditetapkan bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dana yang digunakan berasal dari pos-pos Baitul Maal. Pos pemasukan Baitul Maal bersumber dari hasil tata kelola sumber daya alam yang diurus negara secara mandiri, terprogram dan amanah. Tidak hanya itu, pos Baitul Maal juga didapatkan dari pos-pos jizyah, kharaj, fa'i dan ghanimah.

Rakyat tidak akan dibebani dengan biaya pendidikan yang menyusahkan, karena pembiayaan pendidikan diurus dengan amanah sehingga mampu menjamin pendidikan seluruh rakyat.

Tangguhnya kehidupan dalam pengaturan Islam. Pendidikan menjadi senjata utama yang mampu menghantarkan pada peradaban gemilang.

Wallahu alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab