Senin, 17 Juni 2024
Kamis, 13 Juni 2024
UKT Melejit, Mahasiswa Menjerit
Selasa, 11 Juni 2024
UKT Naik, Rakyat Tercekik
Tinta Media - Kabar tentang kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi polemik di negeri ini. Menurut pernyataan Muhammad Ravi, Presiden Mahasiswa UNRI (Universitas Riau) bahwa banyak Camaba (Calon Mahasiswa Baru) UNRI yang lolos SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) undur diri karena tidak mampu membayar UKT. Hal ini pun direspons oleh Prof. Abdul Haris, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), “Pada prinsipnya orang tua mahasiswa diberikan ruang untuk mengajukan keringanan.” Selain itu, beliau juga mengatakan, “Kami secara intens telah berkomunikasi dengan Rektor UNRI untuk memegang teguh asas keadilan dalam penetapan kelompok UKT serta penempatan Mahasiswa dalam kelompok UKT.” (Kompas.com, 20-5-2024)
Berangkat dari respons, Prof. Abdul Haris, muncul pertanyaan, apabila UKT bisa ditentukan di bawah nominal yang telah ditetapkan saat ini, mengapa UKT dinaikkan sedemikian rupa? Belum lagi, beliau juga menyatakan bahwa telah menjalin hubungan intens dengan pihak UNRI untuk memegang teguh asas berkeadilan dalam penetapan dan penempatan Mahasiswa dalam kelompok UKT, apakah hal ini merupakan solusi untuk mengatasi ketidakmampuan rakyat dalam pembiayaan pendidikan?
Miris, pernyataan demi pernyataan ngawur keluar dari lisan seorang pelayan rakyat, jelas yang beliau sampaikan bukanlah solusi yang solutif untuk mengatasi problem rakyat terkait UKT, justru hanya berupa opsi-opsi yang bisa mengakibatkan timbulnya kesenjangan antar Mahasiswa terkait perbedaan pembiayaan pembelajaran di kampus dan membuat rakyat tetap dalam kesulitan meski ada pengajuan keringanan biaya pendidikan.
Setiap orang pasti mempunyai impian dan harapan dalam hidupnya, tak terkecuali terkait jenjang pendidikan. Tetapi, impian dan harapan tersebut akan lebih mudah diwujudkan apabila didukung adanya sarana dan prasarana yang benar-benar diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Faktanya, tidaklah demikian. Bukan hal yang tabu, apabila terjadi kenaikan harga pada semua bidang kehidupan, tak terkecuali mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal).
Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan untuk menunjang kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), apabila untuk mendapatkan pendidikan yang layak rakyat dipersulit, wajar jika kualitas SDM rendah. Seharusnya, negara menjamin hal ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di mulai dari meningkatkan kualitas SDM mereka, melalui pendidikan. Bukan malah memalak rakyat dengan berbagai program bahkan mewajibkannya. Faktanya memang demikian, dalam sistem kapitalisme tidak menyuguhkan kemudahan. Karena, mereka menstandarkan segala sesuatu pada asas kebermanfaatan dan materi. Mereka hanya ingin keuntungan pribadi, tidak memikirkan akibat yang ditimbulkannya.
Sedangkan dalam sistem Islam, pendidikan adalah kebutuhan maka negara tidak memungut biaya karena untuk menyejahterakan rakyat caranya adalah meningkatkan kualitas SDM. Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi negara menyelenggarakan atau memberi sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya hal tersebut. Biaya pendidikan dalam sistem Islam di peroleh dari pos pendapatan negara bukan pajak (jizyah, ghanimah, kharaj), kontribusi kaum muslim yang mampu atau berlebih harta (wakaf atau sedekah).
Dengan demikian apakah patut rakyat masih berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme? Berbagai fakta tidaklah membenarkan bahwa sistem kapitalisme mampu mewujudkan laju kehidupan yang lebih baik dan menjamin kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Lalu, mau sampai kapan dipimpin oleh sistem kufur? Sudah saatnya umat paham dan menegakkan sistem Islam untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik dan menjamin.
Allahua’lam.
Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.i., Sahabat Tinta Media
Minggu, 09 Juni 2024
UKT Mahal, Pendidikan Rakyat Miskin Terganjal
Tinta Media - Namanya Siti Aisyah. Pendidikannya terpaksa dilepaskan begitu saja saat mengetahui UKT yang harus dibayarkan terlampau mahal. Padahal, Siti Aisyah adalah pelajar berprestasi yang mampu masuk universitas negeri tanpa melalui tes seleksi. Namun sayang, kini harapannya hanyalah mimpi. Siti Aisyah hanyalah satu dari banyaknya pelajar yang bernasib sama.
Dilansir dari kompas.com (16/5/2024), sebanyak 50 orang calon mahasiswa baru (Camaba) Universitas Riau yang lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) memutuskan undur diri dari Universitas Riau. Alasannya karena merasa tidak mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT). Kabar ini dibenarkan oleh Presiden Mahasiswa Unri Muhammad Ravi, dalam forum rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama Komisi X DPR.
Kapitalisasi Pendidikan
Panasnya polemik tentang kenaikan UKT, berujung pada kebijakan pembatalan UKT oleh pemerintah. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim memutuskan untuk membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) (kompas.com, 28/5/2024). Nadiem juga meminta perguruan tinggi segera menyesuaikan biaya UKT setelah kebijakan ini ditetapkan.
Terkait UKT yang tidak jadi naik, Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan mengungkapkan, pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun ini hanya bersifat sementara (tempo.co, 30/5/2024). Subkhan melanjutkan, kemungkinan tahun depan UKT kembali naik, karena pembatalan ini tidak menyelesaikan masalah mendasar.
Mahalnya UKT jelas bertentangan dengan konsep pendidikan hak setiap rakyat. Parahnya lagi, sekolah yang siswanya lolos SNBP namun tidak mengambilnya, sekolah bisa dicoret dari daftar penerima undangan masuk perguruan tinggi negeri.
Inilah potret kapitalisasi pendidikan dalam bangunan negara kapitalis. Negara abai atas hak pendidikan rakyat miskin. Mau tidak mau rakyat dipaksa berusaha mandiri agar mampu mengenyam pendidikan tinggi. Sementara, taraf ekonomi rakyat Indonesia, didominasi oleh golongan ekonomi menengah ke bawah melahirkan masalah yang tidak sudah-sudah. Keadaan ini membuat sebagian besar individu menyerah. Alhasil, pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh kalangan mampu secara ekonomi.
Di sisi lain, pendidikan yang merupakan sektor strategis menjadi obyek sasaran bisnis yang menjanjikan keuntungan fantastis. Konsep pengaturan biaya pendidikan dialihkan kepada masing-masing perguruan tinggi, yakni status PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum). Status ini menjadikan perguruan tinggi sibuk "mencari dana operasional" agar universitas tetap berjalan. Dan salah satu sumber pemasukan yang dibidik adalah uang kuliah tunggal yang disetorkan dari mahasiswa per semesternya. Konsep ini berhasil menggeser fungsi perguruan tinggi yang semestinya menjadi lembaga pengajaran yang mampu mencerdaskan generasi menjadi lembaga "bisnis" yang terus menyasar ekonomi rakyat.
Segala bentuk masalah yang kini ada karena negara memosisikan kebutuhan rakyat hanya sebagai beban. Bukan amanah yang harus dijaga. Paradigma inilah yang menjadikan negara gagal mengurusi rakyat.
Buruknya akibat yang ditimbulkan konsep kapitalisme sekuleristik. Konsep ini hanya mengutamakan keuntungan materi di atas segala-galanya. Bahkan di atas kepentingan pendidikan generasi. Padahal generasi yang berkualitas adalah modal dasar yang mampu mengantarkan suatu bangsa pada kekuatan dan kemajuan.
Lantas, bagaimana pendidikan di tanah air dapat mencetak generasi berkualitas?
Jaminan Pendidikan dalam Islam
Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat, yang disediakan negara dan diberikan dengan biaya murah bahkan bisa jadi gratis.
Pendidikan tinggi dengan kualitas memadai akan menjadi kunci suksesnya kemajuan bangsa. Gemilangnya pendidikan akan menghantarkan generasi menjadi generasi tangguh dan cemerlang.
Dalam sistem Islam, pendidikan menjadi prioritas utama yang wajib disediakan negara untuk seluruh individu rakyat. Negara pun berkewajiban menetapkan biaya murah bahkan gratis serta pendidikan berkualitas. Paradigma ini ditetapkan sebagai ketundukan sistem pada hukum syara'. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. dalam hadits Bukhori,
bahwa pemimpin adalah ra'in (pengurus) urusan rakyat dan negara wajib mengurusi setiap urusan rakyat.
Semua konsep ini hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi terpercaya yang mengurusi rakyat dengan sebaik-baiknya.
Anggaran pendidikan dalam sistem Islam ditetapkan berdasarkan mekanisme kebijakan yang bersandar pada hukum syara'. Anggaran ditetapkan bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dana yang digunakan berasal dari pos-pos Baitul Maal. Pos pemasukan Baitul Maal bersumber dari hasil tata kelola sumber daya alam yang diurus negara secara mandiri, terprogram dan amanah. Tidak hanya itu, pos Baitul Maal juga didapatkan dari pos-pos jizyah, kharaj, fa'i dan ghanimah.
Rakyat tidak akan dibebani dengan biaya pendidikan yang menyusahkan, karena pembiayaan pendidikan diurus dengan amanah sehingga mampu menjamin pendidikan seluruh rakyat.
Tangguhnya kehidupan dalam pengaturan Islam. Pendidikan menjadi senjata utama yang mampu menghantarkan pada peradaban gemilang.
Wallahu alam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor