Bayi Dibuang, Tanda Penurunan Moral
Tinta Media - Umat digegerkan dengan beberapa kali kasus pembuangan bayi, dengan kondisi hidup maupun tak bernyawa lagi. Infobekasi.co.id saja menyampaikan setidaknya 7 kasus pembuangan bayi di Bekasi selama Januari-Juni 2023. Kasus ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia dan jumlahnya meningkat setiap tahun. Alasannya beragam, mulai dari hasil hubungan di luar nikah, ekonomi, hingga ketidaksiapan pasangan untuk memiliki bayi. Namun pada dasarnya, ini terjadi karena penurunan moral, hingga rasa tanggung jawab orang tua pada bayi berkurang. Mereka tidak siap konsekuensi dari suatu perbuatan.
Mestinya ketika seseorang berbuat sesuatu, harus siap menerima konsekuensinya. Pembuangan bayi menunjukkan orang tuanya tidak mau menerima konsekuensi dari perbuatannya. Jika bayi tersebut dari pasangan yang sudah menikah, artinya ia belum siap menjadi orang tua. Padahal, seharusnya ia telah siap secara fisik, materi maupun psikologis sebelum memilih memiliki anak bahkan sejak memutuskan menikah. Di sinilah pentingnya persiapan pra nikah yang juga harus difasilitasi negara.
Negara pun harus bertanggung jawab pada pembuang bayi karena alasan ekonomi. Pasalnya negara wajib menyejahterakan rakyatnya meski Allah telah menjamin rezeki manusia sebagaimana firman-Nya, yang artinya: “…janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan mereka, janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun tersembunyi…,” (QS. Al-An’am:151). Maka, negara harus mendorong dan menyediakan lapangan kerja agar pencari nafkah mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.
Sedangkan kasus pembuangan bayi dari hasil hubungan di luar nikah, tentu melanggar hukum. Perbuatan terlarang di luar nikah sendiri bertentangan dengan nilai-nilai moral dan larangan Allah, sebagaimana Firman-Nya, yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan yang buruk.”(QS. Al-Isra’:32).
Selain itu, pembuangan bayi juga bisa terjadi karena efek sosial media dan kurangnya tingkat spiritual pelaku, termasuk pemberitaan yang di blow up. Selama ini media tidak menyampaikan konsekuensi bagi pelaku, hingga pembuang bayi mungkin berpikir “tetap ada yang mengadopsi bayinya”. Seharusnya media juga memberikan informasi yang menonjolkan konsekuensi dan dampak yang bagi bayi dan pelaku. Ini tidak lepas dari peran negara yang tegas dalam memberikan sanksi dan penyedia informasi.
Memang, di Indonesia ada sanksi pidana maksimum 9 tahun bagi pelaku pembuangan bayi. Namun faktanya kasus ini kian bertambah. Artinya ada hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah sebagai pengayom rakyat. Butuh aturan yang benar bagi masyarakat, bukan sekadar sanksi. Aturan itu adalah hukum syarak yang berasal dari Allah. Syarak berupa perintah dan larangan untuk mencegah kemungkaran, sekaligus sanksi tegas bagi pelakunya. Namun, di negara dengan sistem liberal(kebebasan) akan sulit diterapkan syarak, karena dibenturkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Bagaimana tidak, ketika syarak misalnya mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, dibilangnya melanggar HAM karena dianggap menghambat kebebasan manusia. Padahal kebebasan tersebut bisa mengarah pada perbuatan asusila dan berakibat kehamilan di luar nikah. Ujungnya, mereka membuang bayi hasil perbuatan terlarangnya. Itulah HAM yang dihembuskan kaum liberal, dengan pandangan bahwa segala perbuatan berpusat pada kepentingan dan kebebasan manusia. Hal ini berbeda dengan pandangan Islam.
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus didasarkan pada syarak sebagai tolak ukurnya, tak ada hubungannya dengan HAM. Penerapan syarak oleh negara, menjadikan rakyat terikat dengan aturan Allah, sehingga moral terjaga, zina, pembuangan bayi dan kasus lain bisa diminimalisasi bahkan dihilangkan. Maka, segeralah terapkan syarak di semua lini kehidupan dengan kontrol negara, insya Allah kemungkaran termasuk pembuangan bayi tak akan ada lagi. Allahu’alam.
Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi