Tinta Media: Turki
Tampilkan postingan dengan label Turki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Turki. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Maret 2024

100 Tahun Demokrasi Turki, 100 Tahun Tanpa Khilafah



Tinta Media - Di berbagai sudut kota Istanbul muncul tulisan 100 tahun Demokrasi Turki. Sudah 100 tahun juga dunia tanpa khilafah setelah 3 Maret 1924 Turki memakai Demokrasi sistem warisan Yunani kuno tersebut. Ketika penulis berbincang dengan sopir taksi, ia juga ingin berjaya kembali dengan khilafah tapi penguasa Turki dan sebagian masyarakat masih ingin demokrasi.

Sejarah mencatat, Turki pernah menjadi negara besar dan hebat  yang menjadi pusat peradaban dunia. Kala itu Turki dikenal sebagai Kesultanan Utsmaniyah atau khilafah Utsmaniyah atau Negara Agung Utsmaniyah. Barat menyebutnya sebagai Turki Ottoman.

Wilayah Kesultanan Turki Utsmani sangat luas bahkan lintas Benua. Semula didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Setelah 1354, Utsmaniyah melintasi Eropa dan wilayah Balkan.

Bahkan di masa Sultan Muhammad al Fatih alias Sultan Mehmed II (1432-1481), berhasil mengakhiri dominasi Kekaisaran Romawi Timur. Pasukan terbaiknya berhasil menjebol Benteng berlapis tiga dan pertahanan terkuat kala itu. Mereka berhasil menaklukkan Konstantinopel tahun 1453. 

Kejayaan Turki Utsmani mencapai puncaknya ketika di bawah pemerintahan Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Menjadi pusat peradaban hukum dan pemerintahan dunia kala itu. Mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Afrika. Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.

Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam secara simbolis. 

Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Meski demikian Turki  Utsmaniyah sempat mempertahankan status mereka sebagai khilafah selama beberapa saat, sampai akhirnya kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924. Hingga kini sudah 100 tahun Turki dan rakyat dunia tanpa Khilafah.

Hari ini, Turki dan sebagian negara  justru kembali ke belakang, memakai sistem lama, sistem demokrasi warisan Bangsa Yunani kuno. Sistem yang dikenalkan oleh Cleosthenes pada tahun 508 SM di Athena, Yunani Kuno. Jauh sebelum orang Turki menggunakan sistem yang lebih modern, sistem Kesultanan atau kekhilafahan.

Terkait sejarah Turki tersebut, penulis memberikan 4 (empat) catatan penting:

Pertama, Turki pernah meraih kejayaan yang luar biasa sejak didirikan oleh Osman Bey tahun 1299. Pengaruhnya sudah lintas benua. Tradisi ini diteruskan oleh para pemimpin selanjutnya.

Kedua, tahun 1453, Muhammad al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel, Kekaisaran Romawi Timur yang merupakan negara adi daya saat itu. Setelah menaklukkannya, Muhammad Al Fatih Tidak menggunakan gelar Kaisar, tidak menggunakan sistem pemerintahan Kaisar, tidak menerapkan hukum Romawi. Ia menggunakan sistem Islam, dan menerapkan hukum Islam bukan hukum Romawi. 

Ketiga, di masa Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Menjadi pusat peradaban hukum dan pemerintahan dunia kala itu. Mengendalikan lintas benua; Eropa, Asia dan Afrika 

KEEMPAT, pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin umat Islam se-dunia. Kini 100 tahun umat Islam se-dunia tanpa pemimpin.

Akankah Turki kembali menjadi pusat peradaban dunia dan mengendalikan lintas  benua? Akankah Turki bisa melindungi & membebaskan warga Palestina dari pembunuhan dan genosida? 

Jika ada kemauan yang kuat dan kerja keras maka itu bukan hal yang mustahil. Tentu harus dengan mencontoh para pemimpin sebelumnya yang telah terbukti sukses dengan menggunakan sistem yang mengantarkan pada kesuksesan itu maka kejayaan kembali menjadi keniscayaan. Semoga … aamiin. 

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. Pamong Institute)

Selasa, 30 Mei 2023

Pengamat: Turki Jangan Sampai Berhenti pada Persoalan Pragmatisme, Tetapi...

Tinta Media - Pengamat Politik Dr. M. Riyan, M.Ag. mengatakan, Turki jangan sampai hanya berhenti atau bertahan pada kerangka sekulerisme dan juga persoalan pragmatisme tetapi juga bagaimana visi umat untuk memimpin dunia.

“Termasuk umat Islam yang ada di Turki saat ini agar kemudian tidak hanya sekedar persoalan pragmatisme politik tetapi juga bagaimana visi umat untuk memimpin dunia,” tegasnya dalam Rubrik Dialogika: Pemilu Turki; Kemenangan Islam dan Campur Tangan AS, Jumat (20/5/2023) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Mungkin visi politik islam dianggap berbahaya untuk para elektoral, tetapi menurutnya, tidak boleh menerima realitas yang tidak sesuai dengan islam, maka disinilah pentingnya idealitas itu dibangun dengan proses dakwah sehingga nanti bukan hanya romantisme.

Dalam konteks sejarah Turki sendiri, kata Riyan, hanya meletakkan sejarah kebesaran Utsmani padahal itu hanyalah bagian sejarah masa lalu bukan visi perjuangan.

“Mereka jangan lupa. Berbeda itu, kalau ke belakang itu hanya sekedar menjadi romantisme, nanti tapi kalau kemudian ke depan dia akan politik. Saya kira itu yang menjadi satu hal yang musti dipahami terutama untuk generasi muda,” katanya.

Dia juga membeberkan  hari ini karena diakui atau tidak hari ini juga generasi muda di Turki termasuk juga kemudian di Indonesia itu kadang-kadang tidak menyadari tentang konstelasi internasional.

“Sehingga menganggap politik itu hanya yang ada di depan mata saja bukan justru yang ada jauh di depan mereka dalam konteks sebagai bagian dari visi kehidupan mereka,” pungkasnya.[] Setiawan 

Kamis, 15 September 2022

Mata Uang Turki Merosot Hingga Alami Devaluasi


Tinta Media - Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rahmah menyampaikan bahwa tidak hanya Indonesia yang mengalami buruknya ekonomi, namun Turki pun demikian, bahkan mata uang Turki telah mengalami devaluasi.

“Di Indonesia tidak banyak tahu bahwa masyarakat Turki juga mengalami sebuah apa namanya, kondisi perekonomian yang sangat sulit. salah satunya saya akan bahas bagaimana mata uang Turki, yaitu Lyra mengalami devaluasi yang luar biasa,” jelasnya dalam sebuah tayangan bertema ‘Mata Uang Turki Merosot Tajam, Harga Barang Jadi Mahal’ di laman YouTube MMC, Kamis (8/9/22)

Ia menceritakan, seorang temannya menyampaikan bahwa hari ini sewa rumah di Turki harganya meledak dan naik luar biasa. Temannya menyebut bahwa sewa rumah di Turki sekitar 10.000 Lyra atau sekitar 10 juta perbulan. “Padahal upah minimum yang ditetapkan di negeri ini ya kurang lebih segitu,” kata Ustazah Iffah.

Kemudian, tambahnya, ada lagi seorang warga Turki menceritakan bahwa ia baru beli salah satu merek sepatu yang banyak dipakai orang, tapi impor, harganya seribu Lyra. “Tetapi beberapa hari yang lalu 1000 Lira. Hari ini ternyata kata temannya yang menelepon hari ini harganya sudah menjadi 1505 atau sekitar satu setengah juta rupiah,” terangnya. 

Ini menunjukkan, menurutnya, ada devaluasi yang luar biasa pada mata uang Turki, yaitu Lyra. Dan tentu masyarakat umum Turki mereka juga mengerti kenapa nilai mata uang merosot dan harga barang-barang, terutama barang-barang yang ada komponen impornya naik luar biasa. Hal ini terjadi karena nilai tukar Turki terhadap dolar turun begitu tajam.

“Bahkan ada yang warga Turki yang lainnya mengatakan beberapa tahun yang lalu saya tuh masih mendapati bahwa satu dolar itu sama dengan sekitar lima Lyra. Tetapi hari ini 1 dollar sama dengan 20 lyra. Ini adalah sebuah penurunan nilai yang luar biasa,” tuturnya.

Ia pun mempertanyakan kenapa terjadi penurunan nilai mata uang lokal yang luar biasa yang tentu saja Ini membuat harga-harga naik. Dan naiknya nilai tukar mata uang ini sangat berdampak besar pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat Turki.

Mata Uang Mengambang

Terjunnya nilai kurs mata uang dinilai Ustazah Iffah Ainur Rahmah disebabkan negara-negara hari ini memakai mata uang mengambang.

“Ini adalah karena memang mata uang yang dipakai bagi Turki ataupun negeri Islam yang lain seperti di Indonesia adalah mata uang ‘floating money’ atau mata uang mengambang,” ungkapnya.

Sementara, sambungnya, di dalam sistem Islam Allah SWT. memerintahkan kaum muslimin menggunakan mata uang  Dinar dan Dirham. 

“Kenapa Dinar dan Dirham, sesungguhnya Allah Ta'ala membuat setiap syariat mengandung kemaslahatan dan setiap kali syariat itu dipraktekkan maka akan ada kebaikan, akan ada kesuksesan, akan ada tujuan-tujuan yang diinginkan oleh manusia dari pemberlakuan setiap hukum-hukum Syariah," pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 04 September 2022

Hubungan Penuh Turki-Israel, FIWS: Tak Lepas dari Kondisi Politik Ekonomi Rezim Erdogan

Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustaz Farid Wadjdi mengatakan, terjalinnya kembali hubungan penuh antara Turki dengan penjajah Yahudi tak bisa dilepaskan dari kondisi politik dan ekonomi rezim Erdogan saat ini.

“Jadi, kalau kita lihat, faktor-faktor yang mungkin membuat rezim Erdogan melakukan perubahan-perubahan dalam kebijakan politik luar negerinya belakangan ini, termasuk menjalin kembali hubungan penuh dengan penjajah Yahudi, tidak bisa dilepaskan dari kondisi politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Erdogan sekarang di Turki,” tuturnya dalam Rubrik Menjadi Politisi Muslim : “Kembalinya Hubungan Penuh Turki-Israel, Ada Apa?” di kanal Youtube Peradaban Islam ID, Senin (29/8/2022).

Menurutnya, kondisi politik di Ankara, Turki saat ini berada pada posisi dimana dukungan masyarakat terhadap Erdogan menurun. Kondisi ini, imbuhnya, sangat mengkhawatirkan mengingat, tak lama lagi akan diadakan pemilu. “Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap dukungan terhadap rezim Erdogan,” ungkapnya.

Ustaz Farid menjelaskan, penyebab menurunnya dukungan rakyat Turki terhadap Erdogan tak bisa lepas dari kondisi ekonomi Turki yang sementara mengalami goncangan. Ia menambahkan, kondisi nilai mata uang Turki, Lira terus menurun. Begitu pula dengan pendapatan negara dari sektor pariwitasa yang juga menurun sebagai dampak pandemi Covid-19 yang dialami dunia.

“Kita tahu, salah satu andalan utama pemasukan ekonomi Turki adalah pariwisata. Sementara ketika pandemi kemarin terjadi kemerosotan. Hal ini kemudian menimbulkan inflasi yang cukup tinggi serta memburuknya kondisi ekonomi,” imbuhnya.

Selain itu, menurut Ustaz Farid, hubungan penuh Turki-Israel juga tidak bisa lepas dari harapan rezim Erdogan untuk mendapat dukungan Amerika Serikat. 

“Hampir semua penguasa-penguasa negeri Islam itu, sepertinya selalu berharap restu dari Amerika. Karena ini akan sangat menentukan stabilitas kekuasaan mereka. Hal ini juga yang tampaknya diperhatikan oleh Erdogan,” tegasnya. 

Sementara itu, menurutnya, kebijakan Amerika selama ini selalu mendorong negara regional di Timur Tengah maupun di luar Timur Tengah untuk mengakui entitas penjajah Yahudi. “Jadi, ini menjadi tuntutan Amerika juga terhadap Turki untuk secara penuh kembali menjalin hubungan normal dengan entitas penjajah Yahudi ini,” katanya.

Ditambah lagi, menurutnya, upaya Erdogan yang tampak ingin menjadi pemimpin di dunia Islam mengalami tantangan cukup berat. Awalnya, Erdogan berharap Arab Spring dan krisis Suriah menjadi harapan bagi rezim Erdogan memimpin dunia Islam. Namun, kondisi politik di Timur Tengah telah berubah. Lanjutnya, alih-alih memimpin dunia Islam, justru terjadi gesekan antara rezim Erdogan dengan sejumlah negara di Timur Tengah.
 
“Posisinya karena berseberangan dengan Saudi Arabia, berseberangan dengan UEA, begitu juga dengan Mesir, Negara-negara yang cukup signifikan pengaruhnya di Timur Tengah, menjadikan posisi Erdogan sulit. Hal ini cukup mempengaruhi ekonomi Turki ,” pungkasnya.[] Ikhty

Jumat, 02 September 2022

Ustad Farid Wadjdi: Tidak Ada Pemutusan Hubungan Diplomatik Yahudi-Turki

Tinta Media - Kembalinya hubungan diplomasi antara entitas Yahudi dengan Turki dinilai Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustad Farid Wadjdi bahwa selama ini tidak ada pemutusan hubungan diplomatik antara entitas Yahudi dengan Turki. 

“Selama ini, tidak ada pemutusan hubungan diplomatik antara entitas penjajah Yahudi dengan Turki. Turki, kalau kita lihat adalah negara pertama dari negeri yang mayoritas Islam, tepatnya tahun 1949 yang mengakui entitas penjajah Yahudi. Sampai sekarang ini, hubungan diplomatik masih ada,” tuturnya dalam Rubrik Menjadi Politisi Muslim: “Kembalinya Hubungan Penuh Turki-Israel, Ada Apa?” di kanal Youtube Peradaban Islam ID, Senin (29/8/2022).

Namun, menurutnya, hubungan diplomatik antara Turki-Israel pada masa pemerintahan Erdogan mengalami pasang surut. Ustad Farid menjelaskan, hubungan surut saat terjadi serangan oleh entitas Yahudi terhadap sepuluh warga sipil Turki. “Hal ini kemudian membuat Erdogan menurunkan hubungan dengan Israel. Tapi, bukan memutuskan hubungan sama sekali,” ungkapnya. 

Jadi, yang dilakukan oleh Turki-Israel saat ini adalah memulihkan hubungan menjadi penuh antar dua negara. “Istilahnya itu restoring. Hubungan diplomasi antara dua negara dimana dua negara ini akan meningkatkan kembali menjadi hubungan diplomasi penuh dengan mengembalikan duta besar serta konsul jenderal dari kedua negara,” bebernya.

Dengan kata lain, menurut Ustad Farid, keberadaan duta besar antara dua negara menunjukan bahwa hubungan antara dua negara tersebut adalah hubungan diplomasi penuh. Ustadz Farid mengingatkan akan pernyataan Perdana Menteri Israel, Yair Lapid, bahwa Israel memandang hubungan diplomatik penuh tersebut sebagai aset penting. 

“Jadi, hubungan diplomasi penuh ini atau pada tingkat diplomasi penuh ini merupakan aset penting bagi stabilitas regional. Lapid mengatakan bahwa ini merupakan berita ekonomi yang sangat penting bagi warga negara Israel,” ujarnya. 

Hal ini, menurutnya, berkaitan dengan kondisi pemerintahan Lapid yang sementara mengalami tantangan besar di Internal Israel. “Jadi, hubungan ini tampaknya digunakan oleh perdana menteri Lapid untuk kemudian menjadi kredit poin bagi pemerintahannya,” pungkasnya. [] Ikhty

Kamis, 11 Agustus 2022

Mengapa di Turki Sholat Subuhnya Hampir Siang? Ini Penjelasannya...

Tinta Media - Mudir Ma’had Darul Ma’arif Banjarmasin Guru Wahyudi Ibnu Yusuf M.Pd.  (WIY) menjelaskan mengapa di Turki sholat subuhnya hampir siang.

“Menurut saya lebih pada faktor alasan fikih, yaitu pendapat yang diadopsi mazhab Hanafi,” ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (10/8/2022).

Pasalnya, kata WIY,  mazhab Hanafi lebih utama mengakhirkan sholat subuh ke waktu Ishfar (telah nampak warna kuning di langit).

Ulama madzhab Hanafi, lanjutnya, sebenarnya menolak hal ini dikatakan mengakhirkan waktu sholat. Menurut Imam Zaila'i al-Hanafi hal ini sebenarnya bukan termasuk mengakhirkan waktu sholat subuh, karena waktu sholat subuh terbentang dari terbit fajar (thulu' fajr) hingga terbit matahari (thulu' syams),” jelasnya.

“Dalil madzhab Hanafi mengenai hal ini, adalah sejumlah hadis Nabi antara lain  riwayat Imam Bukhari,

مَن أَدركَ من الصُّبحِ ركعةً قبل أن تَطلُعَ الشمسُ، فقدْ أَدركَ الصُّبحَ

Siapa saja yang mendapati satu rakaat sebelum terbit matahari berarti mendapati sholat subuh,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun 

Rabu, 10 Agustus 2022

MENGAPA DI TURKI SHOLAT SUBUHNYA HAMPIR SIANG?

Tinta Media - Saat ngaji kitab al-'Uddah bi Syarhi al-Umdah dengan ustadz Miftah Jaelany mendapat maklumat bahwa pelaksanaan sholat subuh menurut madzhab Hanafi afdhal diundurkan  hingga waktu ishfar (muncul warna kuning di langit).

Di benak saya untuk azannya tetap sesuai waktu saat thulu' al-fajri/terbit fajar (saat ini pukul  04.13 waktu Istanbul). Namun nyatanya saat kami menunggu adzan di jam tsb ternyata adzan tak kunjung berkumandang. Azan baru berkumandang beberapa menit sebelum pukul 5 waktu Istanbul. Guyonan kami dengan tim "Adzan Banjar mendunia" karena waktu adzannya hampir sama dengan di Banjarmasin. Jeda waktu iqamah juga hampir satu jam (iqamah nya diakhirkan). Sholat, zikir pendek ternyata matahari telah terbit (thulu' syams)

Sebuah hasil penelitian kualitatif di tiga kota di Turki menyebutkan bahwa hanya di bulan Ramadhan saja di wilayah tersebut azan dikumandangkan di awal waktu (thulu' fajr). Sebagai penanda batas makan dan minum sahur. Di bulan-bulan lain adzan diundur hampir 1 jam. Nampaknya sebab hal ini lebih pada faktor fenomena astronomis dan sosiologis. Faktor astronomis yang dimaksud adalah waktu sholat isya yang hampir pukul 22 malam (saat ini pukul 21.59 waktu Istanbul). Saat kami pulang sholat isya di Hagia Sofia teman berseloroh "terasa baru pulang tarawih".  Alasan sosiologis adalah karena ghiroh masyarakat Turki untuk beribadah boleh dikatakan rendah. Jumlah jamaah sholat Subuh sangat sedikit, di masjid dekat hotel kami menginap ada masjid bukan camii (jami') yang tidak melaksanakan sholat subuh. Jika dianalogkan dengan tulisan Dr. Adian Husaini ini adalah dampak dari sekularisasi di Turki sejak zaman Mustafa at-Taturk. In syaa Allah akan saya tulis secara khusus tema ini, pada saatnya. Dengan alasan agar jamaahnya lebih banyak maka azan Subuh diundurkan.

Tinggal alasan mengapa iqamah diundurkan? Menurut saya lebih pada faktor alasan fikih. Yaitu pendapat yang diadopsi mazhab Hanafi.  Menurut mazhab Hanafi lebih utama mengakhirkan sholat Subuh ke waktu Ishfar (telah nampak warna kuning di langit). Ulama madzhab Hanafi sebenarnya menolak hal ini dikatakan mengakhirkan waktu sholat. Menurut Imam Zaila'i al-Hanafi hal ini sebenarnya bukan termasuk mengakhirkan waktu sholat Subuh, karena waktu sholat subuh terbentang dari terbit fajar (thulu' fajr) hingga terbit matahari (thulu' syams) (Al Masu'ah al-Fiqhiyyah al-Quwaitiyyah)

Dalil madzhab Hanafi mengenai hal ini adalah sejumlah hadis Nabi yg menyatakan siapa saja yang mendapati satu rakaat sebelum terbit matahari berarti mendapati sholat subuh. Dari Abu Hurairah Nabi bersabda:

مَن أَدركَ من الصُّبحِ ركعةً قبل أن تَطلُعَ الشمسُ، فقدْ أَدركَ الصُّبحَ

Hr. Bukhari

Semoga bermanfaat. Semoga sahabat pembaca berkesempatan berkunjung ke pusat khilafah Islam terakhir ini. Aamiin

Istanbul (Kota Islam), 6 Agustus 2022

Wahyudi Ibnu Yusuf
Mudir Ma’had Darul Ma’arif Banjarmasin 

Referensi:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02Y4CByYJjBeG32JFWuNVzNLYf2svtQuv7vMmE1Uhg3C2CUvUiWucc3Sx5FqvhdonYl&id=100072495410738

Minggu, 27 Maret 2022

Sarankan Kirim Rudal ke Ukrania, Pengamat: AS Manfaatkan Posisi Turki Demi Kepentingannya

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1WeAYJOeIa_KnYWcKZ9TqV1-_Bb6cjp8z

Tinta Media - Menanggapi saran Amerika Serikat (AS) agar Turki mengirimkan sistem rudal buatan Rusia ke Ukrania, Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana M.Si. menilai AS memanfaatkan posisi Turki demi kepentingannya.

“Turki, sebagai sekutu Amerika Serikat di kawasan Eropa yang posisinya dekat dengan Ukraina dimanfaatkan posisinya untuk dapat menjembatani kepentingan Amerika Serikat dalam krisis Ukraina ini,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (27/3/2022).

Namun demikian, lanjutnya, Turki juga sedang memainkan peranannya untuk menaikkan leverage politiknya di kawasan. Sehingga walaupun menjadi sekutu Amerika Serikat dengan bergabung dengan NATO, namun Turki juga sedang berusaha menjalin hubungan dengan negara lain, termasuk Rusia.

Budi menilai banyak pertimbangan bagi Amerika Serikat mengapa tidak membantu Ukraina secara langsung melawan Rusia.

“Secara normatif, Ukraina bukan negara yang terikat dengan Amerika Serikat secara langsung, baik dalam perjanjian bilateral, maupun dalam perjanjian multilateral dalam NATO, misalnya. Sehingga tidak ada alasan normatif Amerika Serikat untuk membantu Ukraina,” jelasnya.  

Secara politis, Amerika Serikat juga mempertimbangkan aspek-aspek politis yang terjadi dalam krisis Ukraina ini. “Betul memang terjadi rivalitas antara Amerika Serikat dengan Rusia. Namun Amerika Serikat juga ‘memanfaatkan’ keberadaan Rusia untuk kepentingan Amerika Serikat diaspek yang lain. Sehingga Amerika Serikat memilih untuk tidak terlibat secara langsung membantu Ukraina untuk merespon invasi Rusia terhadap Ukraina,” paparnya.

Menurut Budi, sebagai negeri Muslim, secara normatif, Turki adalah negara berdaulat yang semestinya lepas dari intervensi negara manapun, termasuk dari Amerika Serikat. Terlebih bila saran-saran dari Amerika Serikat terkait dengan negara lain, atau situasi yang akan menimbulkan ekses dari pilihan sikap yang akan diambil oleh Turki.

“Secara historis, Turki adalah negara besar, bahkan adidaya di masa lalu. Walau pasca Perang Dunia ke-1, posisi Turki sudah jatuh ke posisi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Semestinya Turki bisa menunjukkan kemandiriannya dalam percaturan politik secara global,” harapnya.

Pun demikian, lanjut Budi, tidak selayaknya negeri-negeri Muslim berada dalam pusaran konflik diantara negara-negara Barat yang sedang bersaing memperebutkan posisi dan kepentingannya secara global. “Karena pastinya, hal tersebut hanya dalam kerangka kepentingan mereka dan negeri-negeri Muslim hanya akan menjadi korban atas kepentingan mereka,” terang Budi memberikan alasan.

“Negeri Muslim mestinya memainkan posisi dan kepentingannya sendiri. Bisa berkiprah dalam percaturan perpolitikan global. Menjadi negara yang menyebarkan risalah Islam, menjadi rahmat bagi sekalian alam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab