Turis Asing Berulah, Kebijakan Pariwisata Bikin Resah
Tinta Media - Bali tengah digegerkan oleh ulah para wisatawan yang membuat tak nyaman penduduk. Banyak turis yang mengendarai kendaraan bermotor secara ugal-ugalan hingga membahayakan pengendara lainnya (kompas.com, 12/3/2023).
Hingga akhirnya Gubernur Bali menetapkan agar setiap turis asing tak diizinkan keluar, kecuali menggunakan kendaraan travel dari agen resmi (cnbc.com, 12/3/2023).
Tak hanya itu, ada juga wisatawan asing yang sengaja berjemur di jalanan. Tentu saja aktivitas tersebut mengganggu pengguna jalan. Ada juga turis yang melakukan vandalisme, pengrusakan fasilitas umum dan mencorat-coret dinding di kota Bali. Lebih parah lagi, ditemukan beberapa turis asal Rusia mabuk hingga tak sadarkan diri di jalanan Bali. Banyak juga ditemukan turis yang kehabisan uang, kemudian berjualan jenis makanan di pinggir jalan di Bali. Tak sedikit para turis yang dengan seenaknya, "menitipkan diri" mereka secara ilegal di wilayah Bali karena telah habis masa visa-nya dan kehabisan dana untuk mengurusinya.
Kebijakan pemerintah yang membuka keran wisata pasca pandemi terbukti membuat masalah baru. Alih-alih ingin berusaha mendongkrak pemasukan dari sektor devisa, dan berharap mendapatkan penghasilan devisa yang tinggi, ternyata menciptakan masalah baru yang tak terpikirkan sebelumnya. Seharusnya hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Sistem pengelolaan ala kapitalisme, selalu mengambil solusi secara parsial, tanpa menilik sebab utama suatu masalah. Ini pun terjadi dalam masalah pendapatan negara.
Pendapatan negara ala kapitalisme, salah satunya dengan mendongkrak sektor pariwisata. Pemerintah berharap banyak pada pemasukan devisa tanpa mempertimbangkan masalah cabang yang akan terjadi, seperti yang kini terjadi di Bali. Segala kebijakan yang ditetapkan justru membuat resah kehidupan rakyat Bali.
Jelaslah, solusi tersebut tak menyelesaikan masalah yang ada. Kapitalisme hanya menitikberatkan solusi pada pencapaian keuntungan materi, tanpa peduli pada akibat yang akan terjadi. Kebijakan yang ditetapkan negara bersistemkan kapitalisme, tak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.
Hal ini tentu saja berbeda dengan Islam. Sistem Islam memang membolehkan pengembangan sektor pariwisata, meskipun sebetulnya sektor tersebut tidak dijadikan sandaran pemasukan negara. Selama sektor ini masih dalam batasan pagar syariat, tentu sah-sah saja. Namun, jika pengembangannya melanggar syariat, apalagi merusak wilayah dan ketenteraman masyarakat lokal, tentu hal tersebut harus ditindak tegas. Apalagi, turis yang merusak berasal dari negara-negara kafir harbi yang jelas-jelas dapat merusak pemahaman dan iman masyarakat lokal.
Kebijakan yang menggadaikan keimanan dan kenyamanan masyarakat secara umum, tak boleh diterapkan dalam sistem Islam. Ini karena tujuan pengelolaan ala Islam adalah menjaga keimanan dan kekuatan masyarakat agar tak mudah tergerus pemahaman rusak dari Barat. Penjagaan iman dan sejahteranya rakyat menjadi fokus utama dalam sistem Islam.
Pendapatan negara bersistemkan Islam dapat diraih dengan kebijakan-kebijakan berdasarkan syariat Islam. Semuanya dikelola dalam satu wadah yang amanah, yaitu Baitul Maal. Berdasarkan Kitab Al Iqtishodiyya yang ditulis Syekh Taqiyuddin An Nabhani, sumber pemasukan tetap Baitul Maal adalah fai', ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya. Juga pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus baitul mal.
Segala kebijakan ditetapkan Khalifah, pemimpin Daulah Khilafah Islamiyyah, demi terselenggaranya pelayanan umat yang merata agar sejahtera seluruhnya. Tak ada kebijakan yang merugikan masyarakat secara umum. Yang ada hanya ketenangan dan kenyamanan, karena penguasa amanah dalam pengelolaan.
Tak pantas bagi kaum muslimin meragukan pengaturan sistem Islam. Seharusnya seluruh kaum muslimin yakin, hanya Islam-lah satu-satunya aturan terbaik yang harus segera diterapkan, agar sesegera mungkin tercapai berkahnya kehidupan.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor