MMC: Kapitalisme Kejar Keuntungan Materi Abaikan Keamanan Rakyat
Tinta Media - Kebijakan kemudahan akses turis asing terutama di Bali yang berdampak petaka bagi masyarakat lokal, dinilai oleh Narator Muslimah Media Center (MMC) menunjukkan bahwa sistem kapitalisme hanya mengejar keuntungan materi semata, mengabaikan kenyamanan dan keamanan rakyat.
"Seperti inilah kebijakan dalam sistem kapitalisme. Sistem ini hanya mengejar keuntungan materi semata, sementara urusan kenyamanan dan keamanan rakyat diabaikan," ungkapnya dalam Serba-Serbi MMC: Turis Asing Berulah, Simalakama Kebijakan Peningkatan Arus Wisatawan, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Jum'at (17/3/2023).
Menurut narator, jika negara mau mengelola kekayaan alam dengan benar sesuai syariat, negara tidak perlu menggenjot pariwisata sebagai sumber pemasukan negara. Padahal, sektor pariwisata yang digadang-gadang sebagai sumber pergerakan ekonomi sejatinya memiliki efek buruk luar biasa bagi generasi dan masyarakat sekitar.
“Prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalis membuat para pemilik modal bisa menguasai perekonomian. Bahkan sektor yang kepemilikannya harusnya ada di tangan negara atau milik umum bisa dikuasai oleh asing. Akibat kepemilikan umum dikuasai asing atau swasta, negara kehilangan sumber pemasukan yang begitu besar dari sektor ini," sesalnya.
Islam
Narator mengatakan, ini sangat berbeda dengan sistem Islam ketika mengatur urusan rakyatnya. Khilafah dijalankan dengan mindset sebagai institusi penerap hukum syariah, bukan berorientasi mengejar materi sampai mengabaikan kenyamanan dan keamanan rakyatnya.
Ia merujuk pada sabda Rasulullah Saw. riwayat Imam Bukhari, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
“Dalam hadits tersebut terlihat bahwa para khalifah sebagai para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak?” simpulnya.
Karenanya ketika khalifah mengurus urusan rakyat, semisal pariwisata dan wisatawannya, akan disesuaikan dengan hukum syariat. "Islam memiliki aturan yang jelas tentang pariwisata dan hal-hal yang terkait dengannya," jelasnya.
Ia menambahkan, dalam Islam, pariwisata bukan sumber pendapatan negara, namun digunakan sebagai sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). "Pariwisata dijadikan sebagai sarana dakwah melalui keindahan alam seperti keindahan pantai, alam pegunungan, air terjun, dan sebagainya yang dapat membuat umat manusia baik muslim maupun non muslim takjub dan menyadari kekuasaan Allah," bebernya.
Pada titik ini, potensi naluri tadayun (naluri beragama) yang Allah berikan kepada setiap manusia, kata Narator, bisa digunakan untuk menumbuhkan keimanan padanya bagi yang belum beriman, sedangkan bagi yang sudah beriman bisa digunakan untuk semakin mengokohkan keimanannya.
"Disinilah titik pemanfaatan objek wisata untuk dakwah, yaitu dengan cara mentadaburinya, adapun sarana di'ayah dapat diperoleh melalui peninggalan bersejarah peradaban Islam yang sangat agung," tegasnya.
Tidak bisa dipungkiri peradaban Islam yang tegak selama 1300 tahun menghasilkan bangunan fisik yang begitu menakjubkan. Dari melihat secara langsung bangunan ini, para wisatawan semakin yakin dengan bukti-bukti keagungan dan kemuliaan peradaban Islam hingga akhirnya mereka mengakui kehebatan Islam. "Tentunya dengan konsep pariwisata seperti ini, khilafah akan memprioritaskan keamanan dan kenyamanan warga negaranya," yakinnya.
Lebih dari itu ia menegaskan, bahwa khilafah akan menjaga akidah umat Islam, sehingga sektor pariwisata tidak akan menjadi sarana transfer budaya barat seperti pariwisata dalam sistem kapitalisme saat ini.
Pendapatan Negara
Narator menjelaskan, untuk sumber pendapatan negara, khilafah memiliki tiga pos pemasukan. "Pertama, pos kepemilikan negara. Sumber pemasukannya berasal dari harta negara yakni usyur, fa'i, kharaj, jizyah, ghonimah, dan sejenisnya. Kedua, pos kepemilikan umum. Sumber pemasukan pos ini berasal dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri oleh khilafah. Ketiga, pos zakat. Pos ini bersumber dari harta zakat fitrah, zakat maal, sedekah, wakaf, dan infak kaum muslimin. Masing-masing pos ini sudah memiliki jalur pengeluaran masing-masing," urainya.
Khilafah juga memiliki regulasi ketat untuk warga asing atau warga non-daulah. Jika mereka adalah kafir mu'ahid, mereka boleh masuk daulah menggunakan visa khilafah dengan tujuan belajar, urusan diplomatik, dan sejenisnya. Jika mereka kafir harbi, tidak ada kesempatan sedikitpun mereka bisa masuk ke dalam khilafah, karena urusan khilafah dengan mereka hanyalah perang.
"Seperti inilah konsep tata kelola khilafah mengurus kepentingan rakyatnya. Ini sangat berbeda dengan sistem kapitalisme," pungkasnya. [] Sri Wahyuni