Tinta Media: Tsaqofah
Tampilkan postingan dengan label Tsaqofah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tsaqofah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 September 2023

Memilih Teman adalah Memilih Masa Depan



Tinta Media - Sobat. Berhati-hatilah dalam memilih teman atau sahabat, ketahuilah bahwa tidak setiap orang layak untuk dijadikan teman. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang itu sesuai dengan agama temannya. Karena itu, kalian harus memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi )

Rasulullah SAW bersabda, “Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman : “Cintaku pasti diberikan kepada orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling duduk karena Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku. Dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku.” ( HR. Malik )

Sobat. Orang yang dijadikan teman atau sahabat harus memiliki keistimewaan berupa perangai dan sifat-sifat yang menjadikan dia disenangi untuk ditemani. Orang yang dijadikan teman harus memiliki lima perangai berikut orang berakal, berakhlak baik, tidak fasik, bukan pembuat bid’ah dan bukan orang yang gila dunia.

Abdullah bin Masúd  berkata, “Hendaklah engkau tidak bersahabat kecuali dengan orang yang menolongmu untuk berzikir kepada Allah.” 

Qatadah berkata, “Demi Allah, kami tidak melihat seseorang berteman dengan seseorang kecuali dengan sesama atau yang serupa. Maka, bertemanlah kalian dengan para hamba yang sholeh, barangkali kalian menjadi seperti mereka atau bersama mereka.”

Malik bin Dinar berkata kepada Mughirah bin Habib, “Wahai Mughirah, lihatlah semua teman duduk dan sahabatmu. Siapa saja di antara mereka yang tidak memberi manfaat baik dalam agamamu, maka buanglah persahabatanmu dengannya.”

Sobat. Abu Dzar Ra  berkata, "Kesendirian lebih baik dari teman yang buruk, dan teman yang sholeh lebih baik dari kesendirian.”  Demikianlah. Agama dalam persahabatan adalah pondasi. Allah SWT  berfirman :
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ 

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” ( QS. Luqman (31) : 15 )

Sobat. Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Sa'ad bin Abi Waqqash, ia berkata, "Tatkala aku masuk Islam, ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua, aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga, aku mohon kepada beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap menolaknya. Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, 'Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu mati, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini. Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliau pun mau makan."

Dari sebab turun ayat ini dapat diambil pengertian bahwa Sa'ad tidak berdosa karena tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama syirik. Hukum ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang lain.

Ayat ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyekutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus mengesakan Tuhan.

Selanjutnya Allah memerintahkan agar seorang anak tetap bersikap baik kepada kedua ibu bapaknya dalam urusan dunia, seperti menghormati, menyenangkan hati, serta memberi pakaian dan tempat tinggal yang layak baginya, walaupun mereka memaksanya mempersekutukan Tuhan atau melakukan dosa yang lain.

Pada ayat lain diperingatkan bahwa seseorang anak wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali-kali bertindak atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung hatinya, sekalipun hanya kata-kata "ah". Allah berfirman:
“ maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". (al-Isra'/17: 23) 

Pada akhir ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak mengikuti jalan orang yang menyekutukan-Nya dengan makhluk. Kemudian ayat ini ditutup dengan peringatan dari Allah bahwa hanya kepada-Nya manusia kembali, dan Ia akan memberitahukan apa-apa yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia.

Sobat. Seorang ulama berkata, “Janganlah engkau berteman kecuali dengan salah satu dari dua orang berikut : Seseorang yang engkau belajar sesuatu darinya dalam urusan agamamu sehingga bermanfaat bagimu, atau seseorang yang engkau ajari sesuatu dalam urusan agamanya kemudian dia menerimanya. Sedangkan untuk yang ketiga, engkau harus lari darinya.”

Allah SWT berfirman :

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ  

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal (8) : 46 )

Sobat. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar tetap menaati Allah dan Rasul-Nya terutama dalam peperangan. Ketaatan kepada Rasul dengan pengertian bahwa beliau harus dipandang sebagai komandan tertinggi dalam peperangan yang akan melaksanakan perintah Allah, dengan ucapan dan perbuatan. Ketaatan kepada Rasul, dalam arti taat kepada perintahnya dan siasatnya, menjadi syarat mutlak untuk mencapai kemenangan. Allah memerintahkan pula agar jangan ada perselisihan di antara sesama tentara, karena perselisihan itu membawa kelemahan dan akan menjurus kepada kehancuran sehingga akhirnya dikalahkan oleh musuh.

Pertikaian menyebabkan kaum Muslimin menjadi gentar dan hilang kekuatannya. Kaum Muslimin diperintahkan untuk sabar, karena Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Sabar ada lima macam: (1) Sabar menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya; (2)Sabar menjauhi larangan-Nya; (3)Sabar tidak mengeluh ketika menerima cobaan; (4)Sabar dalam perjuangan, sampai tetes darah penghabisan;(5) Sabar menjauhkan diri dari kemewahan dan perbuatan yang tidak berguna, serta hidup sederhana.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Sabtu, 26 Agustus 2023

Mendalami Agama Salah Satu Amalan Mulia


Tinta Media
- Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor Ustadz  Arief B. Iskandar (UABI) menjelaskan  bahwa salah satu amalan mulia adalah mendalami agama.

 
“Tafaqquh fi ad-din (mendalami agama Islam) jelas merupakan salah satu amalan utama dan istimewa. Banyak nas yang menjelaskan hal ini,” tuturnya di akun telegram pribadinya, Selasa (22/8/2023).
 
UABI mengutip hadis dari Abu Hurairah ra., yang mengatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

ما عُبِدَ اللهُ بشيءٍ أفضَلَ مِن فِقهٍ في دِينٍ، ولَفَقيهٌ واحِدٌ أشَدُّ على الشَّيطانِ مِن ألْفِ عابِدٍ، وكلُّ شيءٍ عِمادٌ، وعِمادُ الدِّينِ الفِقهُ
“Tidaklah Allah SWT diibadahi (disembah) dengan sesuatu yang lebih utama daripada kepahaman terhadap agama. Sungguh seorang yang paham agama (faqih) lebih berat dihadapi oleh setan daripada seribu orang yang rajin ibadah. Segala sesuatu ada tiangnya. Tiang agama adalah fiqih (paham agama).” (HR al-Baihaqi dan ad-Dariquthni).
 
“Abu Hurairah ra., sebagai penutur hadis ini, lalu berkomentar:

لَأَنْ أجلِسَ ساعةً، فأتَفَقَّهَ أحَبُّ إليَّ مِن أنْ أُحْيِيَ لَيلةً القدر
“Sungguh aku duduk di majelis ilmu satu jam dan aku paham lebih aku sukai daripada menghidupkan lailatul qadar.”(Al-Mundziri, At-Targhiib wa at-Tarhiib, 1/58),” ungkapnya
 
Masya Allah, ucapnya,  Abu Hurairah ra. adalah salah seorang sahabat Nabi saw. yang istimewa. Salah seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadis Nabi saw. Juga salah seorang murid terbaik Nabi saw.
 
“Karena itu tentu apa yang beliau katakan mencerminkan pemahamannya yang mendalam tentang keutamaan mendalami ilmu agama (tafaqquh fi ad-din), sebagaimana yang diajarkan Nabi saw.,” tandasnya.
 
Keutamaan  tafaqquh fi ad-din, jelasnya,  memang luar biasa. Terkait itu, Rasulullah saw. pun bersabda:
 
“Siapa saja yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah Swt. akan memudahkan bagi dia jalan ke surga. Para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena meridhai para pencari ilmu. Seorang alim (berilmu) senantiasa dimintakan ampunan kepada Allah oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi. Bahkan dimintakan ampunan oleh ikan-ikan di dalam air. Sungguh keutamaan seorang alim (berilmu) dibandingkan dengan tukang ibadah adalah seperti keutamaan cahaya bulan purnama dibandingkan dengan cahaya seluruh bintang-gemintang. Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Siapa saja yang memperoleh ilmu, dia memperoleh keuntungan yang besar.” (HR Ibnu Hibban).
 
“Rasulullah saw. juga bersabda:
 
إذا جاء الموت لطالب العلم، وهو على هذه الحالة، مات وهو شهيد
 
“Jika datang kematian (ajal) kepada seorang pencari ilmu, sementara dia dalam keadaan mencari ilmu (hadir di majelis ilmu), maka matinya terkategori mati syahid (mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mati syahid).” (As-Suyuthi, Al-Jami’ ash-Shaghir, 1/86; Al-Munawi, Faydh al-Qadir, 6/238),” imbuhnya.
 
Itulah secuil keutamaan tafaqquh fii ad-diin.”Semoga kita senantiasa bisa istiqamah dalam tafaqquh fii ad-diin,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Makna QS. Al-Baqarah Ayat 200: Perbanyak Zikir Jangan Memohon Hanya untuk Kepentingan Dunia


Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Yayasan Tapin Mandiri Amanah Kalimantan Selatan, Guru H. Luthfi Hidayat mengungkapkan makna dari Surat Al Baqarah ayat 200 bahwa Allah memerintahkan untuk memperbanyak berzikir, mengingat kebesaran Allah Swt. dan agar dalam berdoa tidak hanya untuk kepentingan dunia.
 
“Makna Surat Al Baqarah ayat 200 adalah Allah mengingatkan kita untuk banyak mengingat Allah, agar dalam berdoa tidak hanya untuk kepentingan dunia,” ungkapnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Memperbanyak Menyebut Kebesaran Allah setelah Manasik Haji, di kanal Youtube Baitul Qur’an Ta’lim Center, Jumat (4/8/2023).
 
Ia lalu membacakan ayat tersebut,
 
فَإِذا قَضَيْتُمْ مَناسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آباءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْراً فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا وَما لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ
                                                                                
“Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (TQS. Al Baqarah [2]: 200).
 
“Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat di atas dalam tafsirnya bahwa Allah Swt. memerintahkan hamba-hamba-Nya agar banyak berzikir dengan menyebut nama-Nya seusai menyelesaikan amalan manasik haji,” ujarnya.
 
Sementara, lanjutnya, makna dari firman Allah Swt. tersebut, disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam tafsir  Al Jaami’ li ahkamil  Qur’an, yaitu apabila kalian telah melakukan salah satu perbuatan dalam ibadah maka berzikirlah kepada Allah dan sanjunglah Dia dengan segenap kemahaan Dia.
 
Guru Luthfi mengatakan, Imam Al Qurthubi telah menerangkan dalam tafsirnya tentang kebiasaan orang-orang Arab dahulu sehingga turun surat Al-Baqarah ayat 200 ini.
 
“Apabila telah menyelesaikan ibadah haji mereka maka mereka berdiri di jumrah, kemudian mereka membangga-banggakan nenek moyang  mereka dan mengenang hari-hari para pendahulu mereka yaitu hari-hari kemenangan, kemuliaan, dan yang lainnya.”
 
Ia pun mengutip pernyataan salah seorang dari orang-orang Arab dahulu. “Ya Allah, sesungguhnya ayahku adalah seorang yang agung kubahnya, seorang yang besar mangkuknya, dan kaya raya. Maka berikanlah kepadaku seperti apa yang telah Engkau berikan kepadanya. (Dalam kondisi tersebut) dia tidak akan menyebutkan selain ayahnya.”
 
“Kemudian turunlah ayat ini dengan tujuan untuk memfokuskan diri mereka (orang-orang Arab dahulu) berzikir kepada Allah melebihi kefokusan mereka dalam mengenang nenek moyang mereka pada masa jahiliah,” terangnya.  
 
Ia pun menjelaskan perkataan dari Ibnu Abbas, Atha’, Adh-Dhatlak dan Ar-Rubai bahwa makna ayat tersebut adalah berzikir (dengan menyebut nama Allah), seperti anak-anak kecil menyebut ayah dan ibu mereka. Yakni mohon pertolongan kalian kepada-Nya dan kembalilah kalian kepada-Nya, sebagaimana yang kalian lakukan terhadap orang tua kalian sewaktu kalian masih kecil.
 
“Kalimat berikutnya dalam ayat ini:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا وَما لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ                                   
Maknanya dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir, bahwa ayat ini mengandung celaan sekaligus pencegahan dari tindakan menyerupai orang yang melakukan hal itu,” ucapnya.
 
Ia melanjutkan, diriwayatkan oleh Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, bahwasanya ada suatu kaum dari masyarakat Badui yang datang ke tempat wukuf lalu berdoa memohon kepada Allah untuk menjadikan tahun saat itu sebagai tahun yang banyak turun hujan, tahun kesuburan, dan tahun kelahiran anak yang baik. Dan mereka sama sekali tidak menyebutkan urusan akhirat.
 
Ia menutupnya dengan menyatakan bahwa Allah Swt. membimbing para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, banyak berzikir kepada-Nya.
 
“Karena saat itu merupakan waktu terkabulnya doa. Dan Allah pun pada sisi lain mencela orang-orang yang tidak mau memohon kepada-Nya kecuali untuk urusan dunia semata dan memalingkan diri dari urusan akhiratnya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Rabu, 23 Agustus 2023

PDIP Menyerang Food Estate sebagai Permasalahan Ekologis, IJM: IKN Lebih Lagi!

Tinta Media - Tudingan PDIP yang mengatakan bahwa food estate bermasalah secara ekologis ditanggapi oleh Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana dengan mengatakan IKN lebih lagi.

"Kalau PDI Perjuangan menyerang food estate sebagai permasalahan secara ekologi, IKN lebih-lebih lagi bermasalah secara ekologis. Mestinya PDI Perjuangan serang juga kebijakan itu," ungkapnya dalam PDIP Mendadak Serang Food Estate ‘Kejahatan Lingkungan’ | Manuver Politik? di kanal Youtube Justice Monitor pada Minggu (20/8/2023).

Agung menambahkan, PDI Perjuangan sebagai partai yang memiliki banyak politisi di DPR seharusnya sadar lebih awal akan dampak terhadap lingkungan yang dapat muncul dari program food estate.

"Kebijakan seharusnya mengedepankan faktor lingkungan dan kemaslahatan secara strategis dalam menyusun program karena kerusakan lingkungan memiliki dampak yang berkelanjutan. 

“Ini menjadi kesadaran buat kita semua bahwa program-program seharusnya memikirkan dampak-dampak ekologis, jangan sampai hanya menjadi alat politik. PDIP Perjuangan harusnya sejak lama berbicara tentang food estate,” pungkasnya. [ ]Yung Eko Utomo.

Bayangkan! Manusia di Hari Kiamat Akan Berdiri Dihadapan Allah Menunggu Diadili

Tinta Media - Menyoroti orang-orang yang berlaku curang, Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menuturkan bahwa pada hari kiamat nanti, mereka akan berdiri di hadapan Tuhan pencipta semesta alam untuk menunggu diadili.

“Manusia pada saat itu berdiri di hadapan Allah Swt. menunggu diadili secara langsung. Tidak ada penerjemah antara hamba dengan Allah SWT,” ujarnya dalam kajian Tafsir Al-Wa’ie : Perhatikan! Pasti Kelak  Kita akan Berhadapan Dengan Rabb Semesta Alam! Di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Rabu (9/08/2023).

Hal tersebut disampaikan ketika menjelaskan ayat 6 pada surat Al-Muthaffifin, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.

"Ini lebih menunjukkan keagungan lagi. Ia berhadapan dengan Hakim yang tidak bisa diajak kerjasama, Hakim yang tidak bisa diajak kompromi, Hakim yang tidak bisa diajak damai. Ia berhadapan dengan Allah. Coba bayangkan, apa tidak menakutkan?" ajaknya.

Kiai Labib melanjutkan, penjelasannya bahwa berdiri dihadapan Rabbil alamin untuk mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan ini merupakan sebuah ancaman besar, karena manusia akan berhadapan dengan Rabb.

"Rabb disini bisa bermakna Khaliq (pencipta), bisa juga bermakna Malik (pemilik atau raja). Pemilik tidak hanya satu bangsa tetapi semua bangsa tertentu. Dan manusia tidak akan bisa lolos di akhirat," tandasnya.

Ada satu penjelasan dari al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari, lanjutnya, bahwa ini menunjukkan ancaman yang keras. "Mereka dibangkitkan hingga membuat merasa ketakutan karena harus mempertanggungjawabkan apa yang dia kerjakan,” terangnya.

Pada ayat 6 diatas, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam, sambung Kiai Labib, ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat  pertama, kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. "Ini berbicara tentang ancaman keras kepada orang yang berbuat curang dalam seputar takaran dan timbangan. Ketika meminta takar pada orang lain dia minta lebih, tetapi begitu dia menakar atau menimbang untuk orang lain dia mengurangi jumlahnya," jelasnya.

Ini, sambungnya, seolah-olah hanya untuk para pedagang yang biasa menakar atau menimbang.

"Tetapi kalau kita lihat sekarang ini sebenarnya muamalah seperti itu banyak contohnya. Misalnya seorang pemborong ketika dia memborong pekerjaan rumah, lalu dia mengurangi takaran pasir dan semennya. Demikian juga misalnya pembuatan jalan yang dikurangi ketebalan aspalnya. Juga orang membeli satu kilo nyatanya yang diberikan satu kilo kurang atau satu liter ternyata yang diberikan satu liter kurang," ucapnya mencontohkan.

Intinya, ia melanjutkan, kalau dilihat, itu ada tindakan-tindakan yang sebenarnya mengurangi hak orang lain tidak sesuai dengan apa yang disepakati.

"Dalam bahasa Arab, muthaffif itu secara bahasa dari kata thafif artinya barang yang sedikit, barang yang remeh. Muthaffif itu orang yang mengambil sedikit, yang remeh. Bahkan karena saking sedikitnya sehingga tidak mudah diketahui oleh orang lain. Jadi kalau orang mengurangi timbangan tentu sangat sedikit. Kalau terlalu banyak tentulah konsumennya akan protes dan tidak akan mau,” imbuhnya.

Selanjutnya dikatakan, muamalah yang curang seperti itu Allah memberikan ancaman sangat keras berupa kalimat wailul lil-muṭhaffifīn.

"Wail itu ungkapan untuk menunjukkan doa keburukan. Tetapi dalam konteks Al-Qur’an, yang dimaksud adalah ancaman yang keras yaitu neraka. Berarti tidak lain dia diancam untuk mendapatkan siksa yang sangat pedih,” paparnya.

Dua Makna

Kiai Labib meberangkan, pada ayat sebelumnya yakni ayat 4 dikatakan, tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.

"Dalam ayat ini kata yadhunnu (menyangka) yang asalnya dari kata dhanna, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Faris dalam kitab Maqayis al-Lughah, adalah kata yang menunjukkan dua makna yang berbeda," terangnya.

Makna pertama itu, ucapnya, artinya yakin, yang kedua maknanya syak atau ragu. Kemudian diantara ulama memberikan dua makna itu. Makna pertama, apakah mereka tidak yakin bahwa mereka akan dibangkitkan? Atau bisa juga makna yang kedua, apakah mereka tidak menyangka bahwa mereka akan dibangkitkan? Kedua-duanya ada kemungkinan.

“Maka ayat ini merupakan ancaman tambahan ketika berbuat curang meski mungkin lolos di dunia. Tetapi kamu tidak akan lolos di akhirat. Kamu pasti akan dihidupkan kembali untuk menerima balasan atas apa yang kamu kerjakan,” pungkasnya. []Langgeng Hidayat

Mengapa Potensi Pertarungan di Laut Cina Selatan Besar? Ini Penjelasannya...


Tinta Media - Analis geopolitical institute Hasbi Aswar menjelaskan, mengapa potensi pertarungan di  Laut Cina Selatan (LCS) besar dan selalu diperebutkan banyak negara.

 
“Laut Cina Selatan adalah wilayah yang menghubungkan antara negara-negara besar,  baik dari Eropa, Timur Tengah, sampai ke Asia Timur,  dan dengan perekonomian yang  juga sangat tinggi,"
tuturnya di Kabar Petang: Perang Terbuka Segera Terjadi Di Laut Cina Selatan? Senin (21/8/2023).

Ini, lanjutnya, membuat LCS menjadi sangat strategis sehingga potensi pertarungan negara-negara inti itu menjadi sangat besar.
 
"Sejak perang dingin, Amerika punya banyak sekutu di wilayah Asia Tenggara, negara-negara Pasifik, Asia Timur, Jepang, Korea Selatan," terangnya.
 
Amerika Serikat (AS), ucapnya, punya hubungan ekonomi, hubungan politik, hubungan militer dan hubungan  strategis dengan banyak negara di wilayah Asia Tenggara maupun Asia Timur.

"Itu artinya  AS harus  menjaga kawasan ini untuk tetap berada di pihak Amerika Serikat. Amerika tidak ingin wilayah ini jatuh ke tangan musuh-musuh Amerika Serikat,” analisisnya.

Menurut Hasbi, Cina saat ini sedang naik daun dan berjuang menjadi negara besar. Apalagi sejak 2012 setelah Xi Jinping mendeklarasikan one belt on road initiative, Cina juga harus mengamankan wilayah LCS,karena sebagian besar impor bahan baku minyak dan gas Cina melalui wilayah LCS.
 
 “Akhirnya Cina mati-matian menjaga LCS. Cina mengklaim LCS  itu wilayah Cina, sehingga terjadi konflik. Klaim Cina itu tumpang tindih dengan klaim negara-negara yang ada di sekitar LCS seperti Brunei, Malaysia, Filipina, Indonesia,” jelasnya.
 
Dengan keyakinan seperti itu, sambungnya, Cina menjadi agresif. Bukan hanya untuk  eksplorasi sumber daya alam tapi juga membangun pertahanan di wilayah LCS.  Dan itu dianggap oleh negara-negara di Asia Tenggara termasuk Jepang dan Korea Selatan sebagai tindakan agresif,” ulasnya.
 
Hasbi menilai wajar, jika berbagai negara yang bersinggungan dengan LCS itu rame-rame   meningkatkan pertahanannya.

“Termasuk rame-rame  meningkatkan kerjasama  dengan AS  untuk bisa menjaga kedaulatan negara mereka dari agresifitas Cina,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Pidato Kenegaraan Presiden, UIY: Usaha untuk Eskapisme?


Tinta Media - Menyoroti pidato kenegaraan presiden Jokowi, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menduga ada semacam usaha untuk eskapisme.

 
“Karena dia tidak membicarakan perihal negara dan pemerintahan, lebih banyak bicara tentang dirinya, maka tidak salah kalau orang menilai, bahwa ini semacam usaha untuk eskapisme,” ujarnya di acara Focus To The Point: Rakyat Sambat, Pemimpin Sambat,  di kanal Youtube UIY Official, Senin (21/8/23) 
Eskapisme, jelasnya,  semacam usaha untuk menyelamatkan diri atau melarikan diri dari tanggung jawabnya atas berbagai persoalan yang nyata-nyata terlihat oleh rakyat.
 
UIY mencontohkan masalah korupsi, dimana presiden tidak menyinggung terkait masalah korupsi.
 
 
“Padahal persoalan korupsi itu adalah persoalan yang paling banyak disorot dari orang tua hingga remaja. Tapi presiden pada kesempatan yang luar biasa justru menghindar dari membicarakan soal itu,” ucapnya.
 
UIY menduga,  ada dua alasan rezim mengabaikan masalah korupsi ini. “Pertama, karena dia tidak bisa  menyaksikan korupsi itu sudah begitu rupa,” ungkapnya.
 
Kedua, lanjutnya,  Jokowi menyadari bahwa tidak ada yang dilakukan secara perform terhadap usaha untuk mengatasi korupsi itu. “ Alih-alih memberantas, yang ada justru semacam pembiaran,” sesalnya.
 
Mengutip dari banyaknya pengamat ekonomi, UIY  mengungkapkan banyak korupsi dilakukan oleh kalangan dari orang terdekat rezim saat ini.
 
“Seperti misalnya kasus atau skandal ekspor sekian juta nikel itu, itu dilakukan oleh orang dekatnya, dan dia tidak pernah membicarakan itu,” cetusnya.
 
 Keputusan-Keputusan Politik
 
UIY juga menyayangkan, hasil keputusan-keputusan politik  tentang hadirnya  proyek-proyek yang dinilai rakyat tidak mengerti alasan kehadiran dari proyek-proyek tersebut.
 
“Kenapa harus ada kereta cepat, kenapa ibukota harus cepat pindah, dan sebagainya, itu tak terjelaskan sampai ini hari. Jadi rakyat itu hanya disuguhi oleh keputusan-keputusan politik, yang mereka tahu bahwa ini tidak sepenuhnya mewakili aspirasi rakyat,” katanya miris.
 
Ia melanjutkan, memang betul secara politik keputusan itu  legal karena diputuskan oleh wakil rakyat. Tetapi secara substansial, rakyat banyak sekali mempersoalkannya.
 
Salah satu hal penting dari pemimpin negara itu menurutnya adalah menciptakan kohesivitas di tengah masyarakat.
 
“Saya kira ini sebuah kerugian besar dan pengabaian luar biasa terhadap tanggung jawab penting dari kepala negara untuk melakukan integrasi sosial. Yang ada justru fragmentasi sosial.  Ini saya kira beberapa poin yang patut dipertanyakan dalam pidato ini,” pungkasnya . [] Setiyawan Dwi

Jurnalis: Pasca Khilafah Runtuh Kaum Muslimin Terpecah Menjadi Lebih dari 57 Negara Bangsa

Tinta Media - Jurnalis Senior Joko Prasetyo (Om Joy)  mengatakan bahwa pasca khilafah runtuh kaum Muslim terpecah menjadi lebih dari 57 negara.
 
“Pasca diruntuhkannya Khilafah Islam, kaum Muslim terpecah menjadi lebih dari 57 negara bangsa. Saat ini, sebagiannya dijajah secara militer,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (16/8/2023).
 
Meski ada sebagian  negeri muslim yang tidak terjajah secara militer seperti Indonesia, Pakistan, Malaysia, Saudi Arabia, Turki dan lainnya, ucapnya, namun negeri yang tidak terjajah itu tak pernah memobilisasi pasukan militernya untuk bejihad melawan penjajahan tersebut. "Padahal Islam telah memberikan solusi yang konkret untuk menghentikan penjajahan tersebut yakni khilafah dan jihad," imbuhnya.
 
Om Joy meyakini, penyebabnya karena negeri-negeri tersebut  menjunjung ikatan nasionalisme yang dicekokkan kafir penjajah (pasca-runtuhnya Khilafah Islam) sebagai ganti dari ikatan akidah Islam. Sehingga yang tadinya "Sesungguhnya kaum Muslim itu bersaudara" berubah menjadi "Itu urusan negara masing-masing.”
 
Berbahaya
 
Dalam pandangan Om Joy, sejatinya negeri-negeri itu  juga terjajah, meski tidak secara militer. “Penjajahan ini jauh lebih berbahaya daripada penjajahan militer karena tanpa merasa terjajah. Tetapi dengan sukarela mengikuti maunya kaum penjajah," ungkapnya.
 
Ia menuturkan penguasa Muslim sedang berupaya keras mengubah pemahaman kaum Muslim yang masih Islami dengan pemahaman ala kafir penjajah dengan istilah moderasi beragama.
 
“Tak ayal, semua ajaran Islam yang tidak sesuai dengan maunya kafir penjajah  semisal khilafah, jihad, definisi kafir, maka akan mereka ubah seperti maunya penjajah. Dalam waktu bersamaan, mereka menistakan ajaran Islam  dan memusuhi para aktivis Islam yang menginginkan penerapan syariat Islam secara kafah," imbuhnya.
.
Para aktivis Islam yang istiqamah hanya mendakwahkan ajaran Islam yang benar, sambungnya, dicap sebagai ekstremis dan radikalis dan dimonsterisasi sebagai sesuatu yang sangat membahayakan.
 
 “Padahal sejatinya para penguasa antek penjajah inilah yang selama ini korupsi, yang selama ini menyengsarakan rakyat, yang selama ini membuat berbagai regulasi untuk melanggengkan penjajahan,” kritiknya.
 
Oleh karena itu Om Joy tidak heran,  kalau tidak satupun para penguasa negeri Islam saat ini yang memobilisasi tentaranya untuk berperang melawan penjajahan atas negeri-negeri Islam.
 
"Bahkan sejatinya mereka juga terjajah bahkan sampai pada taraf bangga menjadi anteknya penjajah," simpulnya  memungkasi penuturan [] Muhammad Nur

Selasa, 22 Agustus 2023

Peneliti: Food Estate Tidak Sekedar membuka Area Kosong

Tinta Media - Peneliti dari Universitas Lampung Prof. Dr. Agr. Sc. Diding Suhandy S.TP., M.Agr., menegaskan bahwa food estate bukan sekedar membuka area kosong.

“Food estate tidak sekedar membuka lahan di beberapa area yang kosong namun juga mempersiapkan penggarapnya,” ungkapnya di acara International Conference of Islamic Civilization (ICIC) yang digelar secara hibrida,  di Grand Pacific Hotel Bandung, Ahad (13/8/2023).

Ia memberi alasan, agriculture tidak hanya bergantung kepada kualitas tanah, namun dia bergantung pada petani dan pengetahuan dari petani tersebut.

“Beberapa negara maju memiliki peta pertanian sebelum mereka mulai menggarap pertanian. Mereka juga mempersiapkan petani yang akan menggarap lahan tersebut,” jelasnya.

Untuk konteks saat ini, lanjutnya, bisa mengirimkan petani yang berpengalaman ke beberapa daerah yang akan digarap sebagai food estate.

Kepemilikan Lahan

Disamping penggarap yang handal, menurut Prof. Diding kepemilikan lahan juga menjadi faktor penting.
“Di Lampung  penanaman komoditi nanas dan tebu adalah yang terbesar di Indonesia. Namun bukan milik petani setempat. Salah satu owner dari kebun tebu di Lampung bukan milik orang Indonesia namun milik orang Malaysia. Mereka datang ke Indonesia dengan helikopter,” ujarnya menyontohkan.

Ia menyesalkan, meski Indonesia memiliki semuanya, namun tidak ada yang benar-benar menjadi milik Indonesia.

“Kesalahan konsep kepemilikan yang diterapkan di Indonesia lah yang menjadikan Indonesia kurang dari segalanya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Makna Surat Al-Baqarah Ayat 201-202: Orang Mukmin Memohon Kebaikan Dunia dan Akhirat

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Yayasan Tapin Mandiri Amanah Kalimantan Selatan, Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan makna dari Surat Al Baqarah ayat 201-202, yakni orang-orang mukmin yang memohon kebaikan dunia dan akhirat.
 
“Makna dari Surat Al Baqarah ayat 201-202, yakni orang-orang mukmin yang memohon kebaikan dunia dan akhirat. Ayat ini menjadi sebuah doa yang menghimpun seluruh kebaikan dan menolak seluruh keburukan,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Al -Qur’an: Doa Kebaikan Dunia dan Akhirat, di kanal Youtube Baitul Qur’an Ta’lim Center, Jumat (11/8/2023).
 
 وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنا عَذابَ النَّارِ. أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ                                                                                 
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka (201). Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya (202).” (QS. Al-Baqarah [2]: 201-202).
 
Ia menjelaskan, dalam Tafsir Al Jami’ li Ahkamil Qur’an dari Imam Al Qurthubi, kata atau kalimat wa minhum dari ayat di atas adalah di antara manusia, mereka adalah kaum muslimin yang meminta kebaikan dunia dan akhirat
 
“Sementara menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsir  Al-Qur’anul  Adzhim bahwa kebaikan di dunia mencakup segala permintaan yang bersifat duniawi. Berupa kesehatan, rumah yang luas, istri yang cantik, rezeki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal salih, kendaraan yang nyaman, pujian, dan lain sebagainya yang tercakup dalam ungkapan para mufassir,” urainya.
 
Namun pendapat yang dianut oleh mayoritas Ahlul Ilmi dari maksud kebaikan dunia dan akhirat, jelasnya,  adalah kenikmatan di dunia dan akhirat. “Inilah pendapat yang benar, sebab lafaz hasanah tersebut mengandung makna semua ini. Lafadz  hasanah dalam adalah lafaz nakhihrah (in  difinitif) yang berada dalam kalimat doa sehingga ada kemungkinan mencakup semua kebaikan,” imbuhnya.

Adapun yang dimaksud dengan kebaikan akhirat, ucapnya,  adalah surga.
 
Lalu Imam Al Qurthubi menerangkan ayat: وَقِنا عَذابَ النَّارِ.
Ia mengungkapkan keterangan dari Imam Al Qurthubi tentang kalimat dari ayat tersebut. “Maksudnya adalah doa agar tidak menjadi orang yang masuk ke dalam neraka karena kemaksiatan-kemaksiatannya, kemudian dia dikeluarkan dari sana berkat syafaat,” ungkapnya.
 
Sedangkan pendapat dari Imam Ibnu Katsir tentang kalimat dari ayat di atas, menurut Guru Luthfi, yakni keselamatan dari api neraka. “Berarti kemudahan dari berbagai faktor penyebabnya di dunia, yaitu berupa perlindungan dari berbagai larangan dan dosa, terhindar dari berbagai syubhat dan hal-hal yang haram,” tuturnya.
 
Ia mengatakan bahwa Al Qasim Abu Abdur Rahman menyatakan barang siapa dianugerahi hati yang suka bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir, dan diri yang sabar, berarti ia telah diberikan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta dilindungi dari azab neraka.
 
Ia menyebutkan tentang anjuran Rasulullah saw. dari Al-Bukhari yang meriwayatkan dari Mu’ammar dari Anas bin Malik.
"اللَّهم ربَّنا، آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ"                                 
 
Di ayat berikutnya: أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ  
Ia menyatakan di ayat ini Allah memberikan penegasan keberuntungan untuk orang-orang mukmin yang berdoa dengan kalimat yang dicontohkan Rasulullah saw. tersebut di atas.
 
Terakhir ia mengungkapkan keterangan dari Imam Muhammad Ali Ash-Shabuni, yakni orang-orang yang memohon kebahagiaan dunia dan akhirat adalah mereka yang mendapat keberuntungan melimpah atas segala yang mereka kerjakan berupa kebaikan dan amal-amal saleh.
 
 “Dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya, maknanya, Allah menghisab hamba-hamba-Nya secepat kedipan mata,” pungkasnya. [] Ageng Kartika.

Minggu, 20 Agustus 2023

Influencer: Perpres Media Berkelanjutan Ancaman Besar bagi Content Creator

Tinta Media - Influencer Dakwah Aab Elkarimi menilai, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas atau dikenal dengan publisher rights merupakan ancaman bagi content creator.
 
“Bagi content creator yang mirip kayak gua, perpres ini ancaman besar, karena di draf perpres tersebut siapa pun harus izin ke media kalau mau daur ulang konten,” ujarnya dalam video: Jurnalisme Belum Merdeka? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Kamis (17/8/2023).
 
Ia melanjutkan, “Dan kalau ngelanggar, platform itu nggak bakal naikin konten, sebagus apa pun lu edit, selama apa pun lu buat. Jika ini terjadi maka enggak ada lagi kedaulatan informasi,” jelasnya.
 
Menurutnya perpres ini akan berdampak pada penayangan konten. “Bayangin konten-konten yang direkomendasikan oleh platform sosial media itu adalah konten-konten yang hanya dari media massa, dan sudut pandang unik, kemudian personal, akan tertimbun bahkan sulit ditemukan,” ujarnya.
 
Pemilik akun TikTok dengan follower hampir setengah juta itu menduga, sangat mungkin semua isu yang beredar adalah versi meja redaksi dan bukan fakta dan juga  bukan suara yang sebenarnya, sebagaimana yang pernah disinggung oleh Chomsky.
 
“Bahasanya alus sih demi jurnalisme berkualitas dan juga demi media berkelanjutan. Tapi apakah bisa ini kita tafsirkan pembredelan?.  Karena bagaimana mungkin rakyat harus dipaksa konsumsi media dimana sudah jadi rahasia umum kalau para pemilik media besar itu  berafiliasi ke parpol dan semuanya juga punya kepentingan,” ungkapnya.
 
Yang ia takutkan, ketika tidak bisa lagi menyuarakan kebenaran, menyatakan pendapat mengomentari realitas, beramar ma'ruf nahi mungkar karena terhalang oleh aturan rezim despotik Padahal, cetusnya, menyatakan kebenaran itu kewajiban.
 
“Gua agak sulit berpikir positif, satu-satunya mungkin yang ada di pikiran gua, ini mungkin kado  kemerdekaan.  Gimana negeri ini mau bersemangat ngalahin majunya Korea?  Tapi Korea Utara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

ASPEK: Kesejahteraan dan Keadilan Masih Jauh dari Harapan

Tinta Media - Presiden ASPEK ( Asosiasi Serikat Pekerja ) Indonesia Mirah Sumirat SE., mengatakan,kesejahteraan dan keadilan masih jauh dari harapan.
 
“Sampai hari ini, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih jauh dari harapan,” tuturnya dalam keterangan  tertulis: 78 Tahun Indonesia Merdeka Rakyat Masih Berjuang Untuk Hidup Sejahtera, yang sampai di redaksi Tinta Media, Kamis (17/08/2023).
 
Ia menyesalkan, saat ini masih banyak rakyat yang belum merasakan kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupannya. Kesenjangan sosial juga semakin tinggi. Padahal, lanjutnya, seluruh rakyat berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan negara berkewajiban untuk memenuhinya.
 
Mirah lalu mengingatkan,  para pemimpin dan pejabat dalam pemerintahan di semua tingkatan, untuk lebih memprioritaskan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 
“Amanah konsitusi UUD 1945 sudah sangat terang benderang, antara lain Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi, tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” tandasnya.
 
Pemodal
 
Mirah menyayangkan,  yang terjadi hari ini justru pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui Undang Undang Cipta Kerja.
 
“Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 juga menjamin, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Namun, hari ini hukum masih belum menjadi panglima karena masih banyak terjadi perbedaan perlakuan hukum antara satu pihak dengan pihak yang lain,” bebernya. 
 
Dalam konteks ketenagakerjaan, lanjutnya, masih banyak terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan tanpa pernah ada upaya penegakan hukum yang seharusnya.
 
“Pelanggaran upah minimum, eksploitasi dan perbudakan modern yang dikemas dalam sistem kerja alih daya atau outsourcing, kontrak kerja yang bermasalah, pelanggaran jam kerja tanpa upah lembur, pemberangusan serikat pekerja, serta tidak dipenuhinya jaminan sosial pekerja sesuai peraturan yang berlaku,” sebutnya memberikan contoh pelanggaran itu.
 
Serakah
 
Mirah mengungkap, korupsi yang merajalela juga menegaskan bahwa pemegang amanah kekuasaan, adalah orang-orang yang serakah, lebih mementingkan diri dan kelompoknya, tanpa pernah mau peduli dengan nasib rakyat yang semakin sulit.
 
Ia kecewa, rakyat Indonesia masih harus memperjuangkan sendiri terwujudnya hak-hak konstitusionalnya.  Bahkan rakyat seperti berhadap-hadapan dengan pemerintah, karena pemerintah lebih berpihak pada kepentingan pemodal dan juga kepentingan kelompoknya sendiri.
 
Terakhir ia berharap, dalam konteks ketenagakerjaan pemerintah mencabut Undang Undang Cipta Kerja dan memberikan hak konstitusional rakyat untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. [] Muhammad Nur

Kamis, 17 Agustus 2023

Manusia di Hari Kiamat Akan Berdiri di Hadapan Allah Menunggu Diadili

Tinta Media - Menjelaskan tentang orang-orang yang berlaku curang, ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menuturkan bahwa pada hari kiamat nanti, mereka akan berdiri di hadapan Tuhan Pencipta semesta alam untuk menunggu diadili.
 
“Manusia pada saat itu berdiri di hadapan Allah Swt. menunggu diadili secara langsung. Tidak ada penerjemah antara hamba dengan Allah Swt,” ujarnya dalam kajian Tafsir Al-Wa’ie : Perhatikan! Pasti Kelak akan Kita Berhadapan Dengan Rabb Semesta Alam! di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Rabu (9/08/2023).
 
Kiai Labib mengatakan itu,  ketika menjelaskan ayat 6 surat Al-Muthaffifin, “(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”  Ini lebih menunjukkan keagungan lagi,  “Ia berhadapan dengan Hakim yang tidak bisa diajak kerjasama, Hakim yang tidak bisa diajak kompromi, Hakim yang tidak bisa diajak damai. Ia berhadapan dengan Allah. Coba bayangkan, apa tidak menakutkan?” tanyanya.
 
Berdiri dihadapan Rabbul ‘alamin untuk mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan ini, sambungnya, merupakan sebuah ancaman yang besar. Karena manusia akan berhadapan dengan Rabb.
“Rabb disini bisa bermakna Khaliq (pencipta), bisa juga bermakna Mâlik (pemilik atau raja). Pemilik tidak hanya satu bangsa tetapi semua bangsa. Dan manusia tidak akan bisa lolos di akhirat,” tandasnya.  
 
Kiai Labib menambahkan penjelasan dari al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari bahwa ini menunjukkan ancaman yang keras. “Mereka dibangkitkan hingga membuat merasa ketakutan karena harus mempertanggungjawabkan apa yang dia kerjakan,” terangnya.
 
Pada ayat 6 diatas, sambung Kiai Labib, ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat  pertama, kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.
 
“Berbicara tentang ancaman keras kepada orang yang berbuat curang dalam seputar takaran dan timbangan. Ketika meminta takar pada orang lain dia minta lebih, tetapi begitu dia menakar atau menimbang untuk orang lain dia mengurangi jumlahnya,” bebernya.
 
Ini, lanjutnya, seolah-olah hanya untuk para pedagang yang biasa menakar atau menimbang. “Tetapi kalau kita lihat sekarang ini sebenarnya muamalah seperti itu banyak contohnya. Misalnya seorang pemborong ketika dia memborong pekerjaan rumah, lalu dia mengurangi takaran pasir dan semennya. Demikian juga misalnya pembuatan jalan yang dikurangi ketebalan aspalnya. Juga orang membeli satu kilo nyatanya yang diberikan satu kilo kurang atau satu liter ternyata yang diberikan satu liter kurang. Intinya kalau kita lihat, itu ada tindakan-tindakan yang sebenarnya mengurangi hak orang lain tidak sesuai dengan apa yang disepakati,” urainya.
 
Dalam bahasa Arab,  ucapnya, muthaffif itu secara bahasa dari kata thafif artinya barang yang sedikit, barang yang remeh.
 
“Muthaffif itu orang yang mengambil sedikit, yang remeh. Bahkan karena saking sedikitnya sehingga tidak mudah diketahui oleh orang lain. Jadi kalau orang mengurangi timbangan tentu sangat sedikit. Kalau terlalu banyak tentulah konsumennya akan protes dan tidak akan mau,” imbuhnya.
 
Selanjutnya Ia mengatakan, muamalah yang curang seperti itu Allah memberikan ancaman sangat keras berupa kalimat wailul lil-muṭhaffifīn.
 
“Wail itu adalah ungkapan untuk menunjukkan doa keburukan. Tetapi dalam konteks Al-Qur’an, yang dimaksud adalah ancaman yang keras yaitu neraka. Berarti tidak lain dia diancam untuk mendapatkan siksa yang sangat pedih,” lanjutnya.
 
Dua Makna
 
Kiai Labib menjelaskan, pada ayat sebelumnya, yakni ayat  empat dikatakan, “Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” “ Dalam ayat ini kata yadhunnu (menyangka) yang asalnya dari kata dhanna, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Faris dalam kitab Maqayis al-Lughah, adalah kata yang menunjukkan dua makna yang berbeda,” jelasnya.
 
 Makna pertama, sebutnya, artinya yakin, yang kedua maknanya syak atau ragu. Kemudian diantara ulama memberikan dua makna itu. “Makna pertama, apakah mereka tidak yakin bahwa mereka akan dibangkitkan. Atau bisa juga makna yang kedua, apakah mereka tidak menyangka bahwa mereka akan dibangkitkan. Kedua-duanya ada kemungkinan,” bebernya.  
 
Maka ayat ini, simpulnya, merupakan ancaman tambahan ketika berbuat curang meski mungkin lolos di dunia, tetapi tidak akan lolos di akhirat. “Kamu pasti akan dihidupkan kembali untuk menerima balasan atas apa yang kamu kerjakan,” tandasnya. []Langgeng Hidayat

Rabu, 16 Agustus 2023

Ongkos Politik Caleg di DKI Mencapai 40 Miliar, IJM: Refleksi Demokrasi BerbiayaTinggi

Tinta Media - Pernyataan Muhaimin Iskandar  (Cak Imin) yang menyebut bahwa ongkos politik calon legislatif di DKI Jakarta mencapai 40 miliar rupiah dinilai oleh Direktur  Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana sebagai refleksi bahwa praktek demokrasi berbiaya tinggi.
 
“Pernyataan Cak Imin ini bisa menjadi refleksi bagi kita semua bahwa memang praktek demokrasi itu berbiaya tinggi yang terjadi di Indonesia hari ini,” ungkapnya dalam video: Ujung-ujungnya Rebutan Balik Modal? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (15/8/2023).
 
Menurutnya, mahalnya ongkos pemilu dalam sistem demokrasi memang bisa dipahami. Hal ini terkait dengan paradigma kekuasaan dalam sistem ini yang tak lebih dari alat berburu materi, eksistensi, dan melanggengkan kekuasaan.
 
“Hal yang sama juga terjadi pada perwujudan kedaulatan rakyat dalam hal pemilihan pemimpin, di mana rakyat seakan dipaksa memilih calon pemimpin yang disodorkan oleh partai politik. Dengan demikian kedaulatan rakyat dalam memilih penguasa memang sudah dibatasi oleh partai politik,” imbuhnya.
 
Agung menilai, kondisi tersebut  berpotensi membuat mafia politik semakin subur di panggung pemilu. Hal ini, lanjutnya,  mencerminkan tatanan politik demokrasi yang seakan diatur secara terorganisir oleh sekelompok elit dari kalangan aristokrat dan pemilik modal yang saling bekerja sama untuk menjaga kepentingan bersama.
 
“Parpol berpotensi tidak lagi menjadi penyambung aspirasi rakyat tetapi berubah menjadi alat untuk tujuan kekuasaan dan harta,” duganya.
 
Meningkat
 
Dalam pandangan Agung, konsekuensi dari mahalnya biaya dan pragmatisme politik pemilu untuk kedepannya bisa jadi semakin meningkatnya gaji tunjangan, fasilitas, dan penghasilan yang semakin besar untuk penguasa dan anggota legislatif.
 
“Para penguasa dan politisi dikhawatirkan tidak berperan sebagaimana seharusnya, yaitu sebagai pemelihara dan pelayanan umat tetapi justru menjadi tuan bagi rakyatnya dan rakyat diposisikan sebagai pelayan,” ungkapnya.
 
 Padahal, ujarnya,  peran penguasa seharusnya adalah memelihara dan mengatur urusan-urusan rakyat. “Kepentingan dan kemaslahatan rakyat harusnya dikedepankan dan diutamakan, bukan malah mendahulukan kepentingan pribadi para penguasa dan korporasi,” sesalnya.
 
Ia membeberkan konsekuensi lain dari mahalnya biaya pemilu, yaitu rawan terjadi korupsi, kolusi manipulasi, dan sejenisnya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan.
 
“Ini yang menjadi koreksi bagi kita  bersama.  Kita memerlukan sistem dan pemimpin alternatif yang mampu menghantarkan bangsa ini diberkahi oleh Allah Swt.  Saatnya kita berbenah saatnya kita berubah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

UIY: Negeri-Negeri Muslim Tidak Benar-Benar Merdeka

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY)  menegaskan bahwa negeri-negeri muslim tidak benar-benar merdeka.
 
“Negeri-negeri muslim itu tidak benar-benar merdeka. Mengapa? Karena negara-negara kapitalis imperialis akan selalu berupaya untuk menyebarkan paham dan mempertahankan pengaruhnya di seluruh penjuru dunia,” tuturnya dalam Fokus: Indonesia, Merdeka? di kanal Youtube UIY Official, Ahad (13/8/2023).
 
Ia melanjutkan, metodenya dengan penjajahan, yang intinya penguasaan atau pengendalian di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
 
 “Negeri Islam yang semula utuh bersatu menjadi terpecah belah. Bahkan, sebelum 1924 sudah dikuasai atau didukung oleh negara-negara kapitalis imperialis, di antaranya Aljazair oleh Prancis, Libya oleh Italia. Kemudian Irak, India, Palestina, Yordania, Mesir, dan negara-negara di kawasan Teluk dikuasai oleh Inggris,” bebernya.
 
Setelah PD I dan PD II, ungkapnya, wilayah itu kemudian merdeka. “Namun, negara-negara kapitalis imperialis Barat dan Timur sebenarnya tetap berusaha untuk menjajah wilayah-wilayah tadi dengan cara baru,” ujarnya.
 
Ia mencontohkan, di bidang ekonomi, seperti memberikan pinjaman dana dalam jumlah besar dengan dalih membantu negara berkembang, termasuk ke Indonesia. “Kemudian melakukan intervensi politik, seperti yang dilakukan institusi keuangannya, misalnya IMF dan World Bank. Mereka memaksakan kemauannya kepada suatu negara, baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, negara-negara muslim, termasuk Indonesia menjadi tidak merdeka secara politik,” ucapnya.
 
Selain itu, imbuhnya, melalui berbagai aturan yang dipaksakan, seperti pasar bebas dengan WTO-nya, privatisasi, dan semacamnya, maka sekalipun secara fisik merdeka, tetapi secara politik dan ekonomi masih terjajah.
 
Membebaskan Manusia
 
UIY menyatakan, ada pernyataan menarik yang perlu disimak saat Perang Qaidisiyah. “Saat itu, Rib’i bin Amir, utusan pasukan muslim, pada Perang Qaidisiyah menemui Rustum, panglima perang Persia. Rib’i mengatakan, tujuan kedatangan pasukan muslim adalah untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Rabb-nya manusia,” tuturnya.
 
Perkataan ini, jelasnya, menegaskan bahwa dorongan futuhat Islam bukanlah materiel, seperti yang dilakukan negara-negara kapitalis imperialis kolonialis Barat saat merangsek ke Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
 
“Dalam hal ini, Barat berusaha menemukan daerah baru untuk dieksploitasi hasil buminya tanpa sisa. Inilah semangat yang kita kenal dengan 3G: Gold, Glory, dan Gospel,” cetusnya.
 
Ia mengulas, Rib’i telah memberikan perspektif yang luar biasa kepada Rustum yang menduga motif pasukan muslim kurang lebih sama dengan Persia saat menaklukkan daerah-daerah baru. “Namun ternyata, Rib’i memberikan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh mereka, yakni bahwa dorongan futuhat adalah tauhid,” paparnya.
 
Terakhir ia menyimpulkan bahwa, kemerdekaan yang hakiki dalam pandangan Islam adalah ketika seseorang atau masyarakat atau negara bisa tunduk sepenuhnya kepada seluruh perintah Allah. [] Irianti Aminatun.

Selasa, 15 Agustus 2023

Tidak Sedikit Manusia yang Hatinya Mati

Tinta Media - Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor Ustadz Arief B. Iskandar mengatakan bahwa tidak sedikit manusia yang hatinya mati.


“Tidak sedikit manusia yang hatinya mati. Hatinya keras membatu,” ungkapnya di akun telegram pribadinya, Selasa (15/5/2023).

Ini menurutnya, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 74.

*ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَٱلۡحِجَارَةِ أَوۡ أَشَدُّ قَسۡوَةً*

Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.

“Saat hati manusia keras membatu, biasanya mereka sulit bergerak untuk taat kepada Allah SWT.  Sebaliknya, mereka akan mudah melakukan dosa dan maksiat kapada-Nya. Ini karena hati mereka yang keras membatu jauh dari petunjuk Allah SWT.  Nasihat apapun tak akan berfaedah bagi mereka. Bahkan boleh jadi mereka makin sombong. Mereka pun makin jauh dari Allah SWT. Tentu ini musibah besar bagi mereka tanpa mereka sadari,” urainya.

Agar hati selalu hidup, tidak keras membatu, lanjutnya, Imam Ibnu al-Qayyim rahimahulLaah menyampaikan nasihat, “Kunci agar hati selalu hidup antara lain dengan banyak merenungkan (kandungan) al-Quran dan banyak menundukkan diri kepada Allah di waktu sahur.”

“Semoga hati kita selalu hidup. Dengan itu kita mudah tergerak untuk selalu taat kepada Allah Swt. Juga mudah untuk selalu menerima nasihat yang baik dari siapa pun dan darimana pun datangnya,” harapnya memungkasi penuturan. [] Irianti Aminatun.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab