Paket Umrah Murah Arab Saudi, Ancaman Serius bagi Industri Travel Umrah Indonesia?
Tinta Media - Menanggapi paket umrah murah melalui aplikasi Nusuk yang diluncurkan Arab Saudi, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menduga ini akan menjadi ancaman serius terhadap industri travel umrah di Indonesia.
“Strategi
ekonomi Arab Saudi ini bisa dianggap sebagai ancaman serius bagi industri
travel umrah di Indonesia, namun bisa dianggap menguntungkan bagi kaum muslimin
karena berbiaya murah,” tuturnya, dalam video: Arab Saudi Tawarkan Paket Umroh
Murah Mulai Rp 2,9 juta, Kabar Baik? Di kanal Youtube Justice Monitor, Rabu
(30/8/2023).
Menurut
Agung, hal ini karena platform Nusuk menyediakan kurang lebih 23 paket umroh
dari berbagai provider dengan harga mulai dari 750 riyal atau sekitar Rp2,9
juta per orang hingga 6500 riyal atau sekitar Rp26 juta.
“Ini
merupakan paket termurah yang ditawarkan oleh operator Bright for Umrah di luar
tiket pesawat, tetapi sudah meliputi visa, menginap di hotel selama 5 malam,
dan akomodasi lainnya,” imbuhnya.
Agung
melanjutkan, ini lebih murah jika dibanding harga dari Kemenag dan sejumlah
Asosiasi Persatuan Travel Umrah dan Haji Plus, yang telah menetapkan standar
biaya umroh 2023/2024 berkisar Rp28 juta hingga Rp33 juta per orang.
“Pemerintah
hendaknya mengkaji lebih mendalam tentang aplikasi Nusuk ini, apakah aplikasi
ini bisa dibuka begitu saja tanpa ada perlindungan atau harus terdaftar di
Kominfo? Apakah keselamatan jamaah haji dan umrah yang menggunakan aplikasi
Nusuk tersebut terjamin,” tanyanya.
Kapitalisasi
Haji
Menurutnya,
yang perlu diwaspadai adalah aroma kapitalisasi dibalik layanan jasa travel
umrah dan haji, mengingat Indonesia adalah penyumbang terbesar jamaah umrah
yang dari tahun ke tahun paling tinggi.
“Bila
ditelaah, kebijakan yang dilakukan Arab Saudi di bawah kepemimpinan putra
mahkota Muhammad bin Salman sedang berupaya untuk mengurangi ketergantungan
ekonominya dari sektor minyak. Salah satu yang digenjot adalah tentu saja
potensi mereka di bidang haji dan umroh,” kritiknya.
Padahal,
lanjutnya, ibadah haji sejatinya adalah fardu bagi setiap muslim yang mampu dan
istitha'ah.
“Namun
demikian syariat Islam juga menetapkan penguasa untuk mengurus pelaksanaan haji
dan keperluan para jamaah haji. Sebabnya Imam atau Khalifah adalah pengurus
rakyat, sebagaimana ditegaskan Nabi,” jelasnya.
Catatan
sejarah, ucapnya, menunjukkan betapa besar perhatian dan pelayanan yang
diberikan para khalifah kepada jamaah haji dari berbagai negara.
“Mereka
dilayani dengan sebaik-baiknya sebagai tamu-tamu Allah. Pelayanan itu dilakukan
tanpa ada unsur bisnis, investasi, atau mengambil keuntungan dari pelaksanaan
ibadah haji,” bangganya.
Semua
itu, kata Agung, merupakan kewajiban yang harus dijalankan negara. Semua
aktivitas negara di era Khilafah dalam pengurusan haji itu dilakukan dengan prinsip
riayah ( pelayanan) bukan bersifat komersial atau mengambil keuntungan dari
jamaah.
“Berbeda
dengan hari ini, pengurusan haji diurus oleh negara masing-masing, tanpa ada
kesatuan pelayanan, karena tidak dalam kesatuan kepemimpinan. Akibatnya sering
muncul konflik kepentingan, juga kesemrawutan semisal pembagian kuota,
komersialisasi hotel, tiket, catering dan lain sebagainya,” ucapnya kecewa.
Para
khalifah serius dalam pelayanan haji dan umrah. mereka benar-benar berhikmat
melayani tamu-tamu Allah sesuai dengan syariat Islam.
“Tanpa
pelayanan dari pemimpin yang bertumpu pada syariat Islam, pelaksanaan ibadah
haji sering terkendala dan bukan tidak mungkin menjadi ajang mencari keuntungan
bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun