Tinta Media: Transformatif
Tampilkan postingan dengan label Transformatif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Transformatif. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 April 2023

[4] RAMADHAN TRANSFORMATIF

Tinta Media - Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri" (Ar-Ra'd: 11). 

Alhamdulillah, kita telah memasuki hari keempat bulan suci Ramadhan. Jadilah pribadi muslim yang selalu positif dalam menghadapai dan menjalani serangkaian ibadah di bulan penuh berkah ini. Sikap positif dalam menghadapi bulan suci Ramadhan diantaranya adalah bahagia menyambut Ramadhan, mensyukuri atas nikmat usia dan kesehatan, bersabar dalam menghadapi ujian selama menjalankan puasa dan menjalani ibadah Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Banyak dalil dan keterangan yang mendorong sikap positif ini, diantaranya  adalah :

 

Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah seseorang diberikan suatu nikmat dari Allah, kemudian ia bersyukur dengan nikmat itu, kecuali nikmat tersebut akan bertambah baginya. Dan barang siapa yang sabar atas musibah, maka Allah akan memberikan pahala yang besar baginya." (HR. Tirmidzi)

 

Sesiapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan harapan akan mendapat pahala diampuni dosa-dosanya yang telah lewat (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Ramadhan transformatif mengajarkan perubahan sikap menjadi pribadi yang lebih positif. Sikap positif adalah sikap mental atau kejiwaan yang melibatkan cara berpikir, bertindak, dan merespon situasi dengan mengedepankan sudut pandang yang optimis, berfokus pada hal-hal yang baik dan menghindari pemikiran yang negatif atau merugikan. Sikap positif dapat membantu seorang muslim  untuk memandang hidup dengan cara yang lebih baik, lebih optimis, dan lebih mudah mengatasi rintangan dan masalah yang dihadapi. 

 

Ramadhan semestinya mengubah diri seorang muslim menjadi pribadi positif  setelah mampu menjalankan semua ujian dan rintangan selama berpuasa Ramadhan. Jika ada orang yang mencari masalah dengan muslim yang sedang menjalankan puasa, maka Islam mengajarkan agar dijawab : maaf saya sedang berpuasa. Inilah contoh sikap positif yang diajarkan oleh Ramadhan.

 

Sikap positif  juga bisa ditunjukkan dengan kepercayaan diri, semangat pantang menyerah, dan keyakinan akan  masa depan. Dalam konteks hubungan sosial, sikap positif juga melibatkan kemampuan untuk merespon orang lain dengan sopan dan baik, mengedepankan kerjasama dan kebaikan, serta menghindari konflik atau permusuhan.

 

Menjadi pribadi yang semakin positif selama bulan suci Ramadhan maknanya menjadi pribadi yang semakin sholih karena meningkatkanya spiritualitas. Untuk memotivasi amalan ibadah, Allah telah menetapkan bahwa ibadah sunnah akan diberikan pahala seperti ibadah wajib. Sementara ibadah wajib akan dilipatgandakan pahalanya.

 

Sebagai salah satu contoh ibadah di bulan suci Ramadhan adalah membaca, menghafal, menelaah dan mengamalkan Al Qur’an. Ramadhan sebagai syahrul qur’an semestinya semakin memotivasi umat Islam untuk lebih dekat kepada Al Qur’an.  Allah menegaskan bahwa Al Qur’an sebagai petunjuk, penjelas haq dan batil, serta sumber kebenaran bagi manusia.

 

Allah menegaskan dalam firmanNya : Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil). (QS. al-Baqarah : 185).

 

Jika kaum muslimin membaca satu juz Al Qur’an kira-kira berjumlah 7000 huruf, kalikan satu huruf dengan 10 kebaikan dikalikan pahala 70 kewajiban maka akan menghasilkan  4.900.000 kebaikan. Jika satu kali saja Al Qur’an dikhatamkan selama bulan Ramadhan, maka akan didapat 147 juta kebaikan. Jika tiga kali akan didapatkan 441 juta kebaikan. Sungguh Allah melipatgandakan pahala setiap amal sholeh di bulan Ramadhan.

Selain membaca Al Qur’an, agenda ibadah harian selama bulan Ramadhan semisal niat puasa karena Allah,  berbuka puasa dan makan sahur, menjaga diri dari yang membatalkan atau yang mengurangi pahala puasa, menjalankan  sholat terawih dan qiyamul lail dan berzikir. Dengan demikian bulan suci Ramadhan bisa menjadi wasilah agar semakin menjadi pribadi positif.

 Selain adanya proses perubahan menuju pribadi yang positif, Ramadhan juga semestinya membawa kepada perubahan pribadi yang produktif. Pribadi produktif adalah kemampuan untuk menghasilkan output yang bermanfaat atau mencapai hasil yang diinginkan melalui penggunaan waktu, sumber daya, dan keterampilan yang efisien dan efektif. 


 


Dalam konteks pekerjaan atau bisnis, menjadi produktif berarti menyelesaikan tugas dan proyek dalam batas waktu yang ditetapkan dan memenuhi standar kualitas. Hal ini melibatkan menetapkan tujuan, memprioritaskan aktivitas, mengelola waktu, dan menggunakan alat dan teknik untuk mengoptimalkan kinerja.


 


Dalam konteks pengembangan pribadi, produktivitas dapat dianggap sebagai kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan, baik dalam pembelajaran, kreativitas, kesehatan, atau bidang kehidupan lainnya. Hal ini melibatkan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri, mencari peluang untuk meningkatkan diri, dan mengembangkan kebiasaan dan rutinitas yang mendukung pertumbuhan dan pencapaian. Ramadhan adalah bulan produktifitas, bukan bulan untuk bermalas-malas.


 


Puasa Ramadhan tidaklah menghalangi produktifitas seorang muslim. Berbagai kajian virtual bisa diikuti dari rumah, bisa juga yang langsung offline. Produktifitas juga bisa dilakukan dengan cara menghasilkan karya-karya tulis terbaik. Menulis satu huruf di bulan Ramadhan dengan niat ibadah, tentu saja mendapatkan berlipat pahala dari Allah. Menghidupkan budaya literasi Ramadhan adalah bentuk produktifitas.


 


Selain perubahan diri menjadi lebih positif, produktif, maka Ramadhan juga semestinya mengubah seorang muslim menjadi lebih konstributif. Konstributif atau kontributif adalah sikap atau tindakan seseorang yang berusaha untuk memberikan kontribusi atau sumbangan positif bagi lingkungan sekitar, baik itu dalam skala kecil maupun besar. Orang yang konstributif biasanya memiliki sifat proaktif, ingin memberikan dampak positif bagi orang lain dan lingkungan, serta berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup orang lain di sekitarnya.

Contoh tindakan konstributif selama bulan suci Ramadhan bisa berupa membantu orang lain dalam kesulitan, memberikan donasi bagi kegiatan sosial atau amal, berpartisipasi dalam kegiatan yang membawa manfaat bagi lingkungan sekitar, memberikan ide atau saran yang bermanfaat untuk kemajuan umat dan bisa juga menulis karya-karya tulis yang mampu memberikan pencerahan atau inspiratif bagi kebaikan muslim lainnya.

Sikap konstributif ditunjukkan oleh sebuah hadits : Barangsiapa memberikan makanan berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun. (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah).

Sedekah pada bulan Ramadhan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti memberikan makanan kepada orang yang berpuasa, memberikan bantuan keuangan kepada fakir miskin atau yatim piatu, dan berbagai bentuk sedekah lainnya. Selain itu, sedekah juga dapat dilakukan dalam bentuk amalan kebaikan lainnya, seperti membaca Al-Quran, memperbanyak sholat sunnah, dan berbagai amalan kebaikan lainnya.

 

Sedekah pada bulan Ramadhan memiliki banyak manfaat, baik dari segi kebaikan sosial maupun kebaikan pribadi. Beberapa manfaat sedekah di bulan Ramadhan antara lain: pertama, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Kedua, membersihkan hati dari sifat kedengkian, iri hati, dan keserakahan. Ketiga, meningkatkan rasa empati dan kepedulian terhadap orang yang membutuhkan. Keempat, menjadikan orang yang bersedekah merasa lebih bahagia dan puas dengan hidupnya. Kelima, meningkatkan keberkahan dalam hidup dan rezeki.

Nah kesimpulannya adalah bahwa Ramadhan telah mengajarkan kepada seorang muslim agar menjadi lebih positif, produktif dan konstributif, terlebih sebagai seorang pengemban dakwah. Dengan demikian Ramadhan transformatif akan bisa terwujud jika seorang muslim mengalami perubahan diri menjadi lebih positif, produktif dan konstributif.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra

Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 26/03/23 : 14.22 WIB)

[3] RAMADHAN TRANSFORMATIF

Tinta Media - Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri" (Ar-Ra'd: 11).


Mari kita melanjutkan kembali sesi Ramadhan Transformatif seri ketiga yang akan membahas persoalan perubahan sifat-sifat individual selama menjalankan ibdah puasa Ramadhan. Diantara sifat-sifat individu yang harus berubah menjadi lebih baik selama menjalankan puasa adalah tentang keikhlasan dalam beribadah. Ikhlas itu beramal semata karena Allah dan ridho itu kerelaan hati diatur oleh Allah.

 

Setiap amal perbuatan itu bergantung niat dalam hati. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Setiap amalan tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. Maka barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya karena dunia yang dicari-cari atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang dikehendaki." (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Ikhlas itu dalam hati seiring dengan niat tatkala menjalankan aktivitas ibadah. Hati adalah organ penting dalam diri manusia, karena menjadi penentu aktivitasnya. Allah sungguh melihat hati setiap manusia.  Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian dan amal-amal kalian." (HR. Muslim)

 

Nilai aktivitas ibadah seorang muslim pertama-tama ditentukan oleh niat yang ikhlas karena Allah dan yang kedua ditentukan oleh sejauh mana dia mengikuti sunah-sunah Rasulullah. Niat menjadi pangkal dari aktivitas ibadah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima amal hanya dari orang yang ikhlas karena-Nya semata." (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Sebaliknya, jika tak ikhlas, maka amal ibadah tidak akan diterima oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang amalnya tidak dilandasi oleh ikhlas, maka amalnya itu tidak akan diterima oleh Allah." (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tiga hal yang tidak akan rusak: sedekah yang diberikan dengan tangan kanan yang tidak diketahui tangan kiri, doa orang tua yang saleh, dan amal yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah." (HR. Tirmidzi).

 

Puasa Ramadhan itu mengajarkan keikhlasan, melakukan ibadah semata untuk meraih ridho Allah. Ibadah puasa Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang bisa disebut sebagai ibadah rahasia dalam Islam. Hal ini dikarenakan puasa tidak memerlukan bentuk atau tampilan yang khusus untuk menunjukkan bahwa seseorang sedang beribadah.

Seorang muslim yang sedang berpuasa bisa saja terlihat seperti orang biasa saja, namun sebenarnya ia sedang melakukan ibadah puasa. Tidak ada satupun manusia tahu bahwa seseorang sedang berpuasa, maka disinilah pelajaran tentang keikhlasan itu. Puasa merupakan ibadah yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang yang berpuasa itu sendiri, karena ia melakukan puasa secara diam-diam tanpa perlu menunjukkan kepada orang lain.

Dengan melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan, maka umat Islam seharusnya berubah menjadi pribadi yang lebih ikhlas dalam banyak aktivitas ibadah lainnya dan menghindari sifat buruk seperti riya. Ikhlas adalah buah dari ketaqwaan, sementara ketaqwaan adalah buah dari keimanan. Dengan puasa Ramadhan, Allah sedang mengajarkan kepada seorang mukmin tentang keikhlasan. Jika tak ada iman dan taqwa, maka manusia tak mungkin menjalankan puasa Ramadhan.

 

Maka, dengan puasa Ramadhan, semestinya seorang muslim berubah menjadi lebih baik, yakni menjadi lebih ikhlas dalam menjalankan ibadah lainnya, seperti sholat, zakat, haji, sedekah, menuntut ilmu, mendidik anak, kehidupan suami istri, bekerja mencari nafkah, dan aktivitas lainnya. Ramadhan transformatif dikatakan berhasil jika terjadi proses perubahan setiap muslim menjadi lebih baik. Proses perubahan itu terjadi disaat melaksanakan puasa Ramadhan, dan terlebih setelah usai bulan Ramadhan nanti.

 

Kedudukan orang yang berhati ikhlas di hadapan Allah adalah mulia, namun tidaklah mudah menjadi seorang muslim yang berhati ikhlas. Keikhlasan itu membutuhkan waktu dan kesungguhan. Jika seseorang telah sampai pada martabat dan kemampuan untuk menyembunyikan segala kebaikan, maka dirinya telah memiliki sikap  ikhlas. Ikhlas itu ibarat air yang jernih, tak ada sedikitpun noda dan kotoran di dalamnya.

 

Al Qurtubi berkata," al hasan pernah ditanya tentang ikhlas dan riya , kemudian ia menjawab," diantara tanda keikhlasan adalah jika engkau suka menyembunyikan kebaikanmu dan tidak suka menyembunyikan kesalahanmu". Abu Yusuf berkata, " mas'ar telah memberitahukan kepadaku dari Saad ibn Ibrahim, ia berkata, mereka (para sahabat) menghampiri seorang laki-laki pada perang al Qadisiyah.

 

Laki-laki itu kaki dan tanganya putus, ia sedang memeriksa pasukan seraya membacakan firman Allah : Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Yaitu nabi-nabi, para shiddiqien, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman-teman yang terbaik. (QS. Annisa : 69).

 

Seseorang itu bertanya kepada laki-laki itu, " siapa engkau wahai hamba Allah. Dia menjawab," aku adalah salah satu dari kaum Anshor". Laki-laki itu tidak mau menyebutkan namanya. Inilah contoh orang yang telah memiliki  keikhlasan. 

 

Sebuah kisah tentang indahnya keikhlasan terjadi dalam sebuah pertempuran dahsyat antara kaum muslimin dan kaum kafir. Ketika sang panglima perang  Khalid ibn Walid sedang memimpin pasukannya dalam sebuah  pertempuran, tanpa diduga sebelumnya,  dia memperoleh surat perintah pemberhentian dirinya dari Khalifah Umat Ibn Khaththab. Dalam surat perintah itu disebutkan bahwa sejak saat itu, panglima perang Khalid bin Walid diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai panglima perang, dan diharapkan segera menyerahterimakan jabatannya kepada panglima baru Ubaidillah ibn Al-Jarra sebagai penggantinya. 

Keputusan Khalifah sempat membingungkan dan mengagetkan Ubaidillah. Ada apa gerangan keputusan ini diambil oleh sang khalifah. Berkat kelapangan dada dan kebesaran jiwa Khalid ibn Walid akhirnya mampu menyelesaikan persoalan pelik ini dengan baik. Keduanya sepakat untuk membicarakannya secara diam-diam tanpa diketahui oleh pasukan yang tengah bertempur. Jalan keluar yang mereka sepakati adalah membiarkan pertempuran berjalan dan pergantian dilakukan secara diam-diam sambil menunggu saat yang tepat untuk mengumumkannya.


 


 


Setelah gemuruh pertempuran sedikit mereda, barulah diumumkan kepada segenap pasukan kaum muslimin atas perintah pergantian panglima perang dari Khalifah Umar bin Khaththab tersebut. Dan saat itu Khalid bin Walid berubah status menjadi prajurit seperti yang lain dibawah komando panglima perang yang baru : Ubaidillah ibn al Jarra. 


 


 


Sakit hatikah Khalid ibn Walid ? Ternyata tidak. Khalid ibn Walid dengan gigih melaksanakan semua tugas-tugas sebagai prajurit biasa. Inilah gambaran keteladanan yang luar biasa dalam sejarah umat manusia. Konon usai serah terima jabatan, beberapa anggota pasukan kaum muslimin menanyakan langsung kepada Khalid ibn Walid perihal bagaimana perasaannya tatkala beliau diberhentikan dengan hormat oleh sang Khalifah Umar dan menjadi prajurit biasa. 


 


 


Ditanyakan juga bagaimana dia bisa bersikap bijak dan rendah hati terhadap proses pergantian yang sedemikian mendadak yang cenderung tidak wajar itu. Apalagi pergantian itu dilakukan ditengah api pertempuran yang sedang membara. Tentu secara logika dilihat dari perspektif kebutuhan mental pasukan, pergantian itu terlihat tidak pantas.


 


 


Namun, Khalid ibn Walid tampaknya tumbuh sebagai panglima sejati. Maka dengan nada tenang tetapi mantap dia menjawab, " Saya berjuang bukan karena Abu Bakar yang mengangkatku, juga bukan karena Umar yang memberhentikanku, tetapi saya berjuang semata-mata karena Allah, semata-mata demi pengabdian kepada Allah". Inilah jiwa keikhlasan yang telah tumbuh dalam hati seorang pejuang sejati, Khalid ibn Walid. Seorang pejuang yang bekerja hanya dilandasi oleh keinginannya untuk mengabdi secara tulus ikhlas kepada Allah semata untuk memperjuangkan agama dan daulah Islam saat itu. 

Tampak dalam kisah ini bahwa orientasi dan motivasi Khalid ibn Walid berjuang dengan penuh keikhlasan adalah karena membela yang haq dan membela agama yang diyakininya. Dengan kata lain dia berjuang dengan semangat pengabdian yang mahatinggi. Itulah sebabnya, soal jabatan atau pangkat tidak mempengaruhi penampilannya. Justru karena sikapnya yang demikian itulah harga dirinya menjadi mulia.

Beramal dengan hati ikhlas dengan demikian adalah bentuk aktivitas terarah dalam mendapatkan sebuah hasil dengan menggunakan kesucian hatinya sebagai manifestasi kemuliaan dirinya di hadapan Allah semata. Kesucian hatinya sebagai energi diri dalam melaksanakan berbagai amal. Seorang yang berhati ikhlas akan selalu membuang energi negatif dalam hatinya dan menggantikan dengan energi positif. Dengan demikian, orang yang berhati ikhlas tidak pernah mengeluh kepada manusia, kecuali hanya berharap kepada pertolongan Allah. Tidak ada waktu yang sia-sia dan mubazir bagi seorang yang berhati ikhlas.


 


Setidaknya ada empat hal sebagai indikator keikhlasan seseorang dalam melakukan segala aktivitas hidupnya, termasuk dalam menjalankan amanah dakwah. Keempat indikator itu adalah : pertama, memiliki kapasitas besar. Dengan lapang dada dan kejernihan hatinya, seorang yang ikhlas akan mampu menghadapi persoalan seberat apapun. Mereka mampu membawa diri, persoalan dan pekerjaannya dengan hati riang dan ringan sebab tidak pernah dibebani oleh kekerdilan emosi dalam berbagai bentuknya. Ketika orang lain yang telah bekerja keras maupun bekerja cerdas tidak sanggup lagi memikul pekerjaan yang berat, seorang yang bekerja dengan penuh keikhlasan mampu menembus semua keterbatasan itu dan menyelesaikan dengan sempurna.


 


Kedua, memiliki kejernihan pandangan. Seseorang yang telah tertanam nilai keikhlasan dalam hatinya, dengan kesucian hatinya dapat mempersepsi keadaan lebih jernih dan kemudian dapat menyimpulkan lebih proporsional terhadap setiap masalah yang dihadapinya. Sebenarnya keputusan yang salah lahir dari penyakit hati yang ada dalam dirinya. Dzun Nun Al Misri pernah berkata, " Keyakinan akan memperpendek angan-angan, angan-angan yang pendek akan mengantarkan pada zuhud, zuhud akan mewariskan hikmah, dan hikmah akan melahirkan kejernhan pandangan".


 


Ketiga, berpeluang memiliki keberuntungan besar. Seseorang yang berhati ikhlas, dengan kejernihan hatinya akan terlihat hidupnya aman dimanapun mereka berada. Bahkan ketika di daerah rawan sekalipun. Mereka yakin akan keikhlasan dirinya. Dia tidak pernah membawa maksud buruk sebab tabungan energi positifnya (amal saleh) akan menjaga dirinya. Dikarenakan keikhlasan adalah puncak dari amal, maka wajar jika seorang yang penuh keikhlasan akan mendapatkan keberuntungan dan kebaikan dari berbagai sisi yang tiada pernah dia bayangkan sekalipun. Kebaikan, keberuntungan, keberkahan, ketentraman, keamanan dan kebahagiaan akan menyertai bagi orang-orang yang ikhlas.

Keempat, orang berhati ikhlas akan banyak memberi manfaat. Seorang yang berhati ikhlas dalam beraktivitas dengan kejernihan hatinya akan memiliki banyak kelebihan energi positif untuk membantu orang lain. Mereka tidak pernah kerdil dan pelit untuk membantu orang lain, sekalipun orang lain itu bisa jadi pesaingnya, bahkan mungkin musuhnya. Apalagi terhadap orang yang disayangi dan menyayangi.

Mereka tidak pernah punya halangan untuk membantu orang yang memusuhinya, karena sikap nothing to lose nya berada di tingkat paling tinggi. Mereka akan sanggup bekerja dengan siapa saja, bahkan dengan orang paling sulit sekalipun. Keikhlasan adalah sumber kemuliaan. Orang yang ikhlas adalah orang yang mulia.


 


Orang ikhlas bisa menjadi penengah terhadap dua orang yang konflik, karena selalu mamihak pada kemuliaan. Dia bisa menjadi kakak dan motivator bagi bawahan dan rekan-rekan kerjanya. Mampu melepaskan haknya untuk membantu orang lain. Akan banyak mengeluarkan hartanya untuk meringankan beban orang yang tidak mampu. Akan mudah melepaskan harta dan barang yang dicintainya jika dibutuhkan orang lain. Karena harta tidak akan mampu menodai kejernihan hatinya.


 


Nah, semoga dengan tulisan di hari ketiga Ramadhan ini kita melakukan proses transformasi menjadi pribadi yang lebih ikhlas dalam menjalankan berbagai amal dengan mengambil pelajaran dari pelajaran keikhlasan dari Allah kepada seorang mukmin dalam kewajiban puasa Ramadhan. Jadikan Ramadhan tahun ini sebagai proses transformasi menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra

Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 25/03/23: 10.11 WIB)

Senin, 10 April 2023

[1] RAMADHAN TRANSFORMATIF

Tinta Media - Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri" (Ar-Ra'd: 11).

Bulan suci Ramadhan kembali hadir di tengah-tengah umat Islam seluruh dunia. Kehadiran tamu agung 1444 H disambut dengan suka cita oleh segenap umat Islam seluruh dunia. Kewajiban melaksanakan puasa Ramadhan didasarkan oleh firman Allah QS Al Baqarah : 183 di atas. Tujuan puasa yang diwajibkan oleh Allah atas seorang mukmin adalah agar mencapai derajat taqwa. Artinya ada semacam proses perubahan individual bagi seorang yang berpuasa atau bisa disebut dengan istilah transformasi spirirual.

Ramadhan dengan demikian memiliki esensi perubahan menjadi lebih baik bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa. Dengan banyaknya keistimewaan, maka diharapkan seorang mukmin akan mendapatkan banyak pemahaman, kesadaran, komitmen dan konsistensi untuk menjadi lebih baik pasca Ramadhan. Sebab sebagaimana firman Allah QS Ar Ra’d : 11, bahwa perubahan itu harus dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Perubahan itu tergantung pengetahuan, kemauan dan kemampuan orang yang bersangkutan.   

Ramadhan transformatif maknanya adalah bahwa dengan berbagai keistimewaan bulan Ramadhan, diharapkan umat Islam baik secara individual maupun sosial melakukan proses perubahan menjadi lebih baik sejalan dengan perintah dan larangan Allah. Sebab taqwa pada dasarnya adalah melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah.

Ramadhan mestinya menyadarkan kepada setiap individu muslim untuk mampu melihat segala hal yang terkait dengan dirinya, masyarakat dan bahkan negara ini. Sudahkan keseluruhannya telah menujukkan nilai-nilai ketaqwaan atau malah sebaliknya, menunjukkan kepada nilai-nilai sekuleristik atau bahkan ateistik. Istilah transformasi pada esensinya adalah proses perubahan suatu objek, situasi, atau kondisi dari satu bentuk atau keadaan menjadi bentuk atau keadaan yang lain. Istilah transformasi sebenarnya bersifat umtuk yang dapat terjadi dalam berbagai bidang keilmuwan seperti matematika, fisika, biologi, teknologi, dan sosial.

Secara teori, transformasi individual adalah proses perubahan yang dialami oleh individu secara pribadi dalam hal pemikiran, nilai, keyakinan, dan perilaku, sehingga dapat mempengaruhi cara hidup dan interaksi sosialnya. Transformasi individual dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti pengalaman hidup, keinginan untuk memperbaiki diri, dan dorongan dari lingkungan sekitar.

 

Proses transformasi individual dapat melibatkan tahapan-tahapan tertentu, seperti kesadaran akan adanya masalah atau kekurangan, pengakuan dan penerimaan atas kekurangan tersebut, niat untuk berubah, upaya untuk mengubah pola pikir dan perilaku, serta konsistensi dan ketekunan dalam menerapkan perubahan tersebut.

 

Transformasi individual dapat membawa perubahan positif dalam kehidupan seseorang, seperti peningkatan kualitas hidup, peningkatan produktivitas dan kesuksesan, peningkatan hubungan sosial, dan peningkatan kesehatan mental dan fisik. Namun, proses transformasi individual juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan kesulitan, terutama jika perubahan yang dilakukan melibatkan perubahan nilai dan keyakinan yang sudah tertanam dalam diri seseorang.

 

Selama bulan suci Ramadhan, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk merangsang proses transformasi individual antara lain adalah dengan belajar dan memperoleh pengetahuan baru dengan menghidupkan budaya literasi semisal membaca, menulis, mendengar kajian, berdiskusi persoalan agama dan lain sebagainya.

 

Transformasi individu muslim selama bulan suci Ramadhan juga bisa dilakukan dengan membuka diri terhadap sudut pandang dan pengalaman yang berbeda semisal dari dimensi ritualistik ke dimensi ideologis. Transformasi individual selama Ramadhan juga bisa diwujudkan dengan cara melakukan refleksi diri secara berkala atau sering disebut sebagai muhasabah. Bisa juga dengan melakukan interaksi dengan orang-orang yang positif dan inspiratif seperti para guru, ustadz, kyai dan ulama dan seterusnya.

Dalam konteks sosial, transformasi sering digunakan untuk menggambarkan perubahan besar dalam masyarakat atau organisasi, seperti revolusi industri atau transformasi digital. Transformasi ini dapat melibatkan perubahan dalam kebijakan, budaya, atau teknologi yang mendorong perubahan dalam cara masyarakat bekerja, berkomunikasi, dan hidup. Transformasi sosial mengacu kepada perubahan sosial diberbagai bidangnya. Transformasi sosial dalam Islam memiliki akar sejarah yang kuat.


 


Transformasi sosial dalam Islam telah terjadi sejak awal munculnya agama Islam di abad ke-7. Berikut ini adalah beberapa peristiwa penting dalam sejarah transformasi sosial dalam Islam. Pertama, perubahan pola pikir dan pola sikap masyarakat jahiliah. Saat Nabi Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah SWT, moralitas dalam masyarakat Arab sangat rendah, hingga disebut sebagai masyarakat jahiliah.


 


Praktek-praktek amoral seperti kekerasan, kekerasan seksual, dan alkoholisme sangat umum terjadi akibat oleh pola pikir rusak yang jauh dari tuntunan agama. Islam mengajarkan pola pikir dan pola sikap yang lebih tinggi, seperti kejujuran, kebaikan, dan kasih sayang, dan dengan demikian membawa perubahan sosial yang signifikan dalam masyarakat Arab saat itu. Islam telah melakukan proses trasformasi sosial kemasyarakatan dari budaya jahiliah menjadi budaya maju dan mulia.


 


Kedua, Islam melakukan transformasi sosial dengan dakwah Rasulullah dengan melakukan penghapusan praktek-praktek kejahatan. Nabi Muhammad secara konsisten mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah, dan praktek-praktek kejahatan seperti penindasan, perbudakan, dan diskriminasi rasial harus dihapuskan. Ini membawa transformasi sosial signifikan dalam masyarakat Arab, mengubah praktek-praktek kejam seperti penguburan anak perempuan hidup-hidup dan perang saudara menjadi praktik-praktik yang tidak lagi diterima dan digantikan dengan kehidupan sosial yang penuh kasih sayang, perdamaian, persatuan, kebersamaan, kekeluargaan, keamanan dan kesentaosaan.


 


Ketiga, transformasi sosial berupa pembangunan sistem pendidikan. Islam mengajarkan pentingnya pendidikan dan pengetahuan, dan sistem pendidikan Islam yang terorganisir dengan baik telah berkembang di seluruh dunia Islam pada masa itu. Hal ini memungkinkan masyarakat Islam untuk lebih maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi meninggalkan jauh bangsa-bangsa lain, utamanya bangsa Eropa. Hal ini dilandasi oleh wahyu pertama dalam Islam yakni soal tradisi literasi, yakni membaca dan menulis. Firman Allah dalam QS Al ‘Alaq : 1-5 ini menjadi inspirasi dan aspirasi peradaban agung dalam sejarah Islam yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan.


 


Keempat, transformasi sosial berupa embangunan sistem kesehatan yang gratis dan berkualitas. Islam mengajarkan pentingnya kesehatan dan kebersihan, dan banyak sistem kesehatan yang terorganisir dengan baik telah berkembang di seluruh dunia Islam pada masa itu. Hal ini membawa perubahan sosial positif dalam masyarakat, memungkinkan orang untuk hidup lebih lama dan sehat. Islam sangat mengedepankan makanan yang baik dan halal yang memungkinkan jaminan kesehatan sosial sekaligus menyediakan sarana kesehatan yang berkualitas bagi rakyat yang mendapatkan musibah sakit.


 


Kelima, transformasi sosial berupa Pembangunan sistem perekonomian yang adil dan merata. Islam mengajarkan pentingnya perekonomian yang adil dan berkelanjutan. Sistem perekonomian Islam yang terorganisir dengan baik telah berkembang di seluruh dunia Islam pada masa itu, termasuk praktek-praktek seperti zakat, yang membantu mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan sosial.

Dengan demikian, Ramadhan adalah bulan dimana akan mendorong adanya proses transformasi spiritual pada semua aspeknya, yakni upaya untuk lebih taat kepada Allah dalam semua bidang kehidupan dan meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah melalu sebuah aktivitas dakwah dan pendidikan, sehingga melahirkan kesadaran kolektif untuk mewujudkan ketaqwaan kolektif pula. Transformasi spiritual adalah proses perubahan dalam diri seseorang yang melibatkan pertumbuhan dan evolusi pada tingkat spiritual atau religius. Transformasi ini dapat mencakup perubahan pada keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku yang berkaitan dengan agama atau spiritualitas Islam.


 


Transformasi spiritual sering kali dimulai dengan kesadaran diri tentang kebutuhan untuk memperdalam hubungan seorang hamba dengan Allah, Tuhan yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan. Hal ini mendorong seseorang untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam lebih intensif selama bulan suci Ramadhan, mengamalkan berbagai ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh, dan mempraktekkan nilai-nilai yang mengarah pada pertumbuhan nilai spiritual atau nilai ketaqwaan.


 


Transformasi spiritual juga dapat terjadi melalui pengalaman-pengalaman yang mengubah hidup selama menjalani puasa Ramadhan, seperti menghadapi krisis, kematian, atau penyakit yang serius. Pengalaman-pengalaman ini dapat mendorong seorang muslim untuk mencari makna dan tujuan hidup yang lebih dalam, dan mengarahkan mereka pada jalan transformasi spiritual. Dengan berbagai pengalaman spiritual selama Ramadhan akan menumbuhkan kesadaran spiritual dari mana dia hidup, untuk apa hidup di dunia dan hendak kemana setelah kematiannya kelak. Transformasi spiritual selama bulan Ramadhan tidak hanya berdimensi individual, namun juga berdimensi sosial.


 


Secara teoritis, transformasi sosial adalah perubahan signifikan pada nilai-nilai, norma, dan struktur sosial dalam suatu masyarakat yang dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Transformasi sosial dapat terjadi karena adanya faktor internal atau eksternal yang mempengaruhi masyarakat.

Contoh faktor internal yang dapat memicu transformasi sosial adalah perubahan dalam nilai-nilai dan norma masyarakat, perubahan demografi dan pola keluarga, serta kemajuan teknologi dan informasi yang memengaruhi cara orang hidup, bekerja, dan berinteraksi. Sedangkan faktor eksternal dapat berupa perubahan dalam tatanan global, seperti globalisasi ekonomi dan politik, konflik internasional, dan perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di seluruh dunia.


 


Transformasi sosial dapat membawa perubahan positif seperti perbaikan ekonomi dan kesejahteraan, kemajuan teknologi, kemajuan sosial atau bisa juga berdampak negatif seperti ketidakadilan sosial, konflik sosial dan sejenisnya. Hal ini sangat bergantung kepada ideologi apa yang melatarbelakangi proses transformasi sosial tersebut. Ada tiga ideologi di dunia ini, pertama, Islam dengan sistem khilafahnya. Kedua, sekulerisme demokrasi dengan sistem kapitalismenya dan ketiga, sosialisme ateis dengan sistem komunismenya.  


 


Tulisan ini adalah tulisan pertama, selanjutkan akan ditulis secara lebih rinci lagi selama bulan suci Ramadhan ini. Berbagai dimensi yang lebih rinci akan dikaji dalam tulisan berikutnya. Semoga tulisan ini dan seterusnya memberikan inspirasi bagi proses perubahan menjadi pribadi dan sosial yang lebih bertaqwa yang sekaligus menjadi tujuan pelaksanaan puasa Ramadhan.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra

Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 23/03/23 : 10.53 WIB)


 



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab