Modal Sedikit Keuntungan Besar
Tinta Media - Transaksi model ini tentu mengiurkan, modal kecil dengan keuntungan besar. Adakah transaksi seperti ini dan seperti apa bentuknya?
Inilah model transaksi yang baik dari manusia terbaik, yaitu Rasulullah saw. Jika kita menjalankan apa-apa yang beliau bawa dan meninggalkan yang dilarangnya, maka transaksi akan meraih keuntungan besar.
Ambil contoh jual beli, ada syarat yang harus dipenuhi. Ibnu Balban rahimahullah mengatakan, “Dengan memenuhi tujuh syarat: [1] adanya rida antara dua pihak, [2] pelaku jual-beli adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi, [3] yang diperjual-belikan adalah harta yang bermanfaat dan mubah (bukan barang haram), [4] harta tersebut dimiliki atau diizinkan untuk diperjual-belikan, [5] harta tersebut bisa dipindahkan kepemilikannya, [6] harta tersebut jelas tidak samar, [7] harganya jelas” (Akhsharul Mukhtasharat, hal. 164).
Dengan terpenuhinya syarat jual beli, penjual mendapatkan keuntungan, yaitu kepercayaan. Kemungkinan besar pelanggan akan kembali melakukan transaksi. Bagi pembeli, ia akan merasa puas karena barang sesuai dengan keinginan, sehingga tidak merasa rugi dengan nilai yang sudah dikeluarkan.
Bisa dipahami bahwa aktivitas jual beli yang sederhana bisa membuat penjual dan pembeli sama-sama beruntung, apalagi bagi seorang muslim, jual bèli adalah ibadah yang akan mendatangkan pahala berupa jannah. Artinya, saat melakukan transaksi hanya sebentar, tetapi berbuah kenikmatan kelak selamanya. Bukankah ini bisa disebut transaksi modal kecil dan meraup keuntungan besar?
Namun, dalam sistem kapitalis hari ini, transaksi jadi rumit. Ada pihak yang diuntungkan, di pihak lain ada yang dirugikan. Pihak penjual dan pembeli sering ingin meraup keuntungan besar hingga saling menipu. Saat ingin barang laku, dikatakan telah ditawar orang segini, padahal belum ada yang menawar. Barang cacat disembunyikan, asal pembeli suka. Padahal, kecacatan barang dalam jual beli harus ditunjukan.
Ada juga pembeli yang pura-pura menawar, padahal tidak hendak membeli. Ada juga yang menawar dengan harga jauh dari pasaran untuk menjatuhkan harga.
Transaksi yang bermodal kepercayaan saja dengan mengabaikan salah satu syarat, menjadikan transaksi tidak sah dan biasanya ada pihak yang diuntungkan dan pihak lain dirugikan. Transaksi seperti itu dilakukan hanya sebentar di dunia dengan modal kecil, tetapi kerugian besar akan dirasakan selamanya, yaitu adzab pedih.
Ini juga berlaku pada transaksi yang menghasilkan keuntungan besar, yaitu antara seorang pemimpin dengan rakyatnya. Jika seorang pemimpin bersikap adil dan amanah, maka rakyat akan hidup tenang dan sejahtera.
Sabda Rasulullah saw: “lmam/pemimpin laksana ra’in (pengurus), dan ia akan dimintai pertanggung jawaban yang diurus.” (HR. Muslim).
Dalam lslam, para pemimpin berlomba dalam melayani rakyatnya. Sebagaimana dua Umar berikut ini, Umar bin Khathab senantiasa memperhatikan kondisi rakyatnya dengan sidak langsung untuk memastikan apakah ada rakyat yang kekurangan pangan, sandang, dan papan. Bahkan, beliau rela memanggul gandum serta daging guna menebus kesalahannya, tak lupa memasaknya sendiri sebagai wujud melayani rakyat.
Sedangkan kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang singkat, tiga setengah tahun, tidak ada rakyat yang merasa berhak menerima zakat. Artinya, rakyat di bawah kepemimpinannya hidup makmur, cukup sandang, pangan dan papan.
Sungguh ini adalah transaksi yang mendatangkan keuntungan besar. Dua pemimpin tersebut dicintai rakyat karena amanah dalam melayani rakyat. Rakyat pun mendoakan pemimpinnya, karena memberi teladan yang baik.
Begitulah pemimpin dalam sistem lslam, mampu menciptakan kehidupan yang diliputi keberkahan, ketenangan, dan sejahtera. Tinta emas mengukir prestasi keberhasilan kepemimpinannya di sepanjang sejarah, serta memberi inspirasi kebaaikan bagi pemimpin selanjutnya.
Berbanding terbalik dengan sistem kapitalis hari ini, pemimpin abai dan tidak mencintai rakyat. Rakyat kerap kecewa, bahkan marah terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan, karena selalu menguntungkan para pemodal, tetapi buntung buat rakyat.
Yang terbaru adalah kenaikan BBM, dengan dalih APBN jebol, efisiensi subsidi yang tidak tepat sasaran, serta berbagai argumen yang tak mendasar lainnya maka anggaran subsidi dicabut. Padahal, ladang minyak bertebaran di perut bumi pertiwi ini, akan tetapi kekayaan alam tersebut diserahkan kepada Asing, Aseng serta lokal yang berduit. Bahkan penguasa memuluskan penjarahan SDA dengan disahkannya UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Itulah bentuk liberalisasi dan swastanisasi, yang makin sempurna dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Artinya perizinan bagi swasta untuk mengelola usaha tersebut dari hulu/eksplorasi, eksploitasi dll. serta hilir/pengembangan, penjualan dll. makin mudah karena cukup izin dari presiden saja.
Rakyat tak dilayani dengan sungguh-sungguh. Kondisi yang sulit makin menhimpit wong cilik. Padahal, saat kampanye, yang selalu disuarakan adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Faktanya, semua itu bohong. Hal itu dilakukan hanya demi suara untuk kerakusan berkuasa.
Wahai para pemimpin yang zalim, takutlah pada doa Rasulullah saw. berikut:
"Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia." (HR Muslim dan Ahmad).
Jabatan di dunia hanya sementara, tetapi akan berdampak besar kelak di hari hisab. Jika sekarang mau bersusah payah sedikit melayani rakyat, tentu akan mendatangkan keuntu. Akan tetapi, selama sistemnya kapitalis, maka akan melahirkan pemimpin zalim yang kelak akan mendapatkan balasan jahanam karena menyusahkan rakyat. Transaksi tersebut menjerumuskan pelakunya hingga mendapat kerugian besar.
Allahu a’lam
Oleh: Umi Hanif
Sahabat Tinta Media