Tinta Media: Toleran
Tampilkan postingan dengan label Toleran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Toleran. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Januari 2023

Mewaspadai Propaganda Moderasi Atas Nama Toleransi

Tinta Media - Perayaan Natal sangat erat kaitannya dengan tahun baru yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu. Mirisnya, tak hanya orang non-Islam yang melaksanakannya, orang Islam pun bahkan ikut serta memeriahkan acara perayaan tersebut. Mereka seolah telah kehilangan jati diri sebagai seorang muslim. Mereka pun tak malu menggunakan berbagai atribut Natal. Lebih parahnya lagi, mereka bahkan mengucapkan selamat Natal yang jelas-jelas hal itu diharamkan dalam syariat Islam.

Diharamkannya mengucapkan selamat Natal bukan tanpa alasan. Apabila melakukan hal tersebut, kita bisa dianggap murtad, karena merupakan bukti jika kita mengikuti ajaran mereka dan otomatis dikategorikan sebagai orang yang murtad, nauzubillahi min zalik.

Menyikapi hal itu, banyak orang beranggapan bahwa orang Islam itu intoleran. Pasalnya, syariat Islam tampak begitu membatasi dalam toleransi beragama. Padahal itu semua tidak benar, karena yang dimaksud dengan toleransi adalah menghormati setiap agama ketika beribadah. Namun, tidak untuk ikut merayakan hari besar mereka. 

Allah Swt. telah berfirman di dalam surah al-Kafirun ayat 6 yang artinya, 

“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”

Islam begitu tegas melarang kita untuk mengikuti ritual agama lain. Allah Swt. berfirman di dalam surah al-Baqarah ayat 120 yang artinya, 

“Tidak pernah rida Yahudi dan Nasrani, sebelum kalian mengikuti agama mereka ….”

Jadi, memang sudah menjadi watak mereka untuk terus mengajak kaum muslimin mengikuti milah dan semua pemikiran serta segala kebudayaan mereka.

Perayaan tahun baru kemarin juga tak kalah meriah. Orang berbondong-bondong merayakan malam tahun baru, meskipun dikemas dengan acara yang seolah-olah tidak merayakannya seperti,  bakar-bakar, berkumpul dengan handai tolan dan bahkan acara tausiyah yang sengaja di desain pada momen tahun baru.

Saat itulah, tanpa disadari mereka telah mengikuti jalan kesesatan dan termasuk dari golongan tersebut.  

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, 

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut.”

Jadi, jelaslah dalil yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah saw. tersebut, bahwasanya haram bagi kita sebagai seorang muslim untuk mengikuti ajaran agama dan kebiasaan mereka, apa pun itu.

Banyak yang tak menyadari bahwa hal yang dikatakan sebagai toleransi tadi nyatanya adalah propaganda terselubung mengenai moderasi yang kini sedang disebarluaskan oleh musuh-musuh Islam. 

Moderasi sendiri berasal dari bahasa latin moderatio yang artinya kesedangan. Namun, apabila dikaitkan dengan konteks di atas, maka pengertiannya akan menjadi pertengahan antara yang hak dan yang batil. Padahal, telah jelas mana yang hak dan mana yang batil, sehingga tidak ada yang namanya pertengahan atau wasathiyah.

Atas nama toleransi, mereka melegalkan moderasi beragama yang jelas itu salah. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus mewaspadai propaganda moderasi ini. Ini karena antara yang hak dan yang batil itu telah jelas perbedaannya. 

Moderasi juga membuktikan bahwa orang yang menganutnya tidak punya prinsip yang kuat, mudah terbawa arus. Karenanya, tetaplah mengkaji Islam agar bisa menguatkan kita di atas jalan kebenaran ini, dan jangan lupa dakwahkan kepada umat agar mereka paham akan Islam secara keseluruhan. Takbir!
Wallahu a’lam bish shawab.

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba 
Santri Peduli Generasi





Selasa, 05 Juli 2022

Sistem Kapitalis Melahirkan Sikap Toleran pada Maksiat

Tinta Media - Sampai saat ini, jagat maya tanah air masih ramai dengan polemik terkait promosi Holywings yang menggratiskan minuman beralkohol bagi pemilik nama “Muhammad” dan “Maria”.

Promosi tersebut mampu menciptakan keonaran dan mendapat penolakan keras dari masyarakat karena mengandung penistaan agama yang dipercayai masyarakat, terlebih kalangan umat Islam. 

Atas laporan dari masyarakat, akhirnya 6 oknum yang bertanggung jawab terkait promosi tersebut diamankan dan ditangani oleh pihak berwajib. Selain itu, izin usaha dari 12 gerai Holywings di Jakarta juga dicabut. Hanya saja, pencabutan izin tersebut tidak berkaitan dengan penistaan agama, melainkan belum memenuhi kelengkapan administrasi dan syarat-syarat yang ditetapkan.

Setelah viral dan dikecam habis-habisan, bahkan sampai terjadi pencabutan izin usaha, Holywings baru meminta maaf kepada masyarakat terkait promosinya. 

Dalam pernyataan terbuka, Holywings berbicara tentang nasib 3.000 karyawan yang bergantung pada usaha food dan beverage tersebut. Holywings juga memohon dukungan masyarakat agar perkara bermuatan SARA segera diselesaikan sesuai prosedur hukum (detiknews.com, 26 Juni 2022).

Promosi yang Kebablasan

Promosi yang dilakukan Holywings dengan menyandingkan nama Muhammad dan Maria sudah keterlaluan. Nama Muhammad adalah nama seorang nabi dan rasul bagi umat Islam yang wajib dimuliakan. Sangat tidak pantas menyandingkan nama Muhammad yang suci dan mulia dengan khamer yang jelas haram. Bagi umat Nasrani, Maria adalah nama yang suci, sedangkan bagi umat Islam, nama Maria dikenal dengan nama Maryam, ibunda Nabi Isa as, seharusnya dimuliakan.

Namun, demi mencari popularitas, demi menggaet pelanggan, mereka membuat kontroversi. Karena promosi tersebut, akhirnya banyak pelanggan yang datang. Inilah trik keji marketing zaman now. Demi cuan, agama menjadi bahan candaan dan mereka tertawa, seolah menista agama itu sangat lucu. 

Ironisnya, ketika umat Islam merespon tindakan penistaan agama, mereka selalu diredam dengan permintaan maaf dan diminta untuk tidak terprovokasi. Bahkan, umat Islam yang memperjuangkan agamanya dituding radikal, intoleran, dan seolah identik dengan kekerasan dan terorisme. 

Terhadap kemaksiatan seperti ini, negara seakan toleran. Inilah hasil sistem kapitalis yang berakidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Wajar saja jika agama pun diuangkan. 

Di negeri mayoritas muslim, ternyata negara tidak sepenuhnya melarang minuman beralkohol beredar di pasaran. Sehingga, wajar jika Holywings sudah memiliki beberapa cabang di seluruh Indonesia. Hal ini tertuang dalam salah satu peraturan mengenai minuman beralkohol, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan  terhadap Pengadaan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Merujuk pada peraturan tersebut, terdapat batasan usia minimum yang diperbolehkan untuk mengonsumsi minuman beralkohol, yakni 21 tahun. Pasal 14, mengatur tentang tempat-tempat khusus yang diizinkan untuk menjual minuman beralkohol. Di antaranya, untuk yang diminum secara langsung, dapat dijual di hotel, bar sesuai perundang-undangan. Sedangkan miras dengan kadar 5%, boleh dijual bebas  di supermarket atau minimarket (kompas.com).

Berdasarkan peraturan di atas, kita bisa melihat bahwa negeri ini masih memberi toleransi pada minuman beralkohol yang dapat merusak akal manusia. Artinya, negara bersikap toleran terhadap kemaksiatan. Padahal, ini sama saja mengundang laknat dari Allah Swt. Peredaran miras tidak dilarang, tetapi hanya diatur regulasinya. Semua dilakukan negara demi capital, demi uang. 

Dalam Islam, akal manusia harus dijaga betul. Allah memberikan manusia potensi akal agar bisa membedakan mana yang baik dan buruk, benar dan salah, haram dan halal. Inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Wajar saja jika Allah memberikan peringatan pada manusia untuk menjaga akalnya dengan tidak mengonsumsi minuman keras.

Minuman beralkohol atau minuman keras yang dapat memabukkan dan merusak akal jelas haram untuk dikonsumsi. Rasulullah saw. bersabda,

“Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti  matinya orang jahiliah.” (HR. Ath-Thabrani).

Dalam Islam, promosi yang dilakukan Holywings sudah terkategori sebagai pelanggaran berat karena menghina nama Muhammad yang suci dan wajib dimuliakan oleh umat Islam harus disandingkan dengan khamer yang haram. Begitu juga nama Maria atau dalam Islam Maryam. Jelas tindakan tersebut harus dihukum sesuai dengan hukum Islam.

Mengutip dari laman Muslimah News (27/2022 ), Ijmak ulama menyatakan bahwa hukuman bagi penghinaan Rasulullah adalah hukuman mati. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Sharimul Maslu: 

“Orang yang mencela Nabi saw., baik muslim atau kafir, ia wajib dibunuh. ini adalah mazhab mayoritas ulama. Ibnu Munzir mengatakan: mayoritas ulama sepakat bahwa hukuman bagi pencela Nabi saw. adalah dibunuh.”

Dari ‘Ali ra., “Seorang wanita Yahudi mencela Nabi saw. dan mencaci maki beliau, kemudia seorang laki-laki mencekiknya sampai mati, maka rasulullah saw membatalkan (hukuman atas) penumpahan darah wanita itu.”(Sunan Abi Dawud (XII/17,no.4340, Al-Baihaqi (IX/200)).

Inilah yang dilakukan penguasa dalam sistem Islam. Namun, sulit rasanya untuk mendapatkan keadilan bagi umat Islam ketika agamanya dinistakan dan terus berulang. Hal ini karena hukum yang diberikan tidak membuat jera pelakunya. Bahkan, mereka hanya sekadar melakukan permintaan maaf saja dan tidak dijatuhkan hukuman. 

Karena itu, untuk membela ajaran Islam, dibutuhkan sistem yang bersumber dari Pencipta, bukan sistem buatan manusia. Hanya sistem Islam yang mampu menjaga kemaslahatan umat beragama. Wallahua'lam.

Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab