Tinta Media: Tolak Konser Coldplay
Tampilkan postingan dengan label Tolak Konser Coldplay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tolak Konser Coldplay. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Juni 2023

Konser Musik Pendukung L6BT, Buah dari Hedonisme yang Kian Parah

Tinta Media - Dilansir dari pemberitaan Kompastv, rencana konser Coldplay menjadi sorotan Majelis Ulama Indonesia. Wakil ketua umum MUI  Anwar Abbas menilai konser music Coldplay di Indonesia yang diagendakan pada 15 november 2023 distadion utama Gelora Bung Karno (GBK) bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, terutama pasal 29 ayat 21. Oleh karenanya, Anwar memintah permerintah tidak hanya memikirkan ekonomi, tetapi juga mencermati akhlak, moralitas, dan budaya bangsa yang bisa terikikis dengan menghadirkan grup musik pendukung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L6BT). 

“Dalam konstitusi negara kita pasal 29 ayat 1 UUD 1945 jelas dikatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, tidak boleh ada kegiatan yang kita lakukan di negeri ini yang bertentangan dengan ajaran agama,’’ ujar Anwar dalam keterangan tertulisnya yang diterima kompasTV, Kamis 18/5. 

Ya, ini memang kali pertama grup band musik Coldplay menggelar konser di Stadion Gelora Bung Karno. Jakarta (15/11). Oleh para ColdHeads, sebutan untuk mereka para fansnya, acara itu menjadi sesuatu yang sangat dinantikan. 

Kita bisa lihat dari tiket konser yang dalam waktu 10 menit saja ludes terjual. Padahal, harga tiket konsernya yang paling murah sekitar 800 ribu rupiah dan yang paling mahal sekitar 11 juta rupiah. Wow ... masyaallah. 

Tak hanya MUI, Presedium Alumni 212 (PA 212) organisasi yang berisikan kelompok-kelompok yang bergabung dalam aksi 212 atau Aksi Bela Islam dengan tegas menolak kehadiran Coldplay di Indonesia dan mengancam akan membubarkan konser tersebut dengan alasan karena Coldplay mendukung L6BT dan menganut Atheisme. Ini tangat tidak Pancasilais. 

Begitulah buah dari sistem kapitalis yang dianut negeri ini. Sisitem ini hanya memikirkan keuntungan apa yang bisa diambil sebesar-besarnya, yaitu keuntungan secara ekonomi tanpa memikirkan dampak buruk yang dihasilkan, seperti terkikisnya akhlak, moralitas, bahkan kebudayaan bangsa hingga agama. 

Sistem ini juga memisahkan aturan agama dari kehidupan, tak mengindahkan aturan dari Allah Swt. juga melahirkan hedonisme. Pemahaman ini hanya memikirkan dan mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Hedonisme juga dapat diartikan sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa seseorang akan merasakan bahagia dengan cara mencari kenikmatan sebanyak mungkin. 

Dengan cara bagaimanapun, mereka harus menghindar dari perasaan yang dapat membuatnya merasakan sakit. 
Sifat hedonisme adalah berusaha menghindari hal-hal yang menyakitkan atau menyusahkan dengan memaksimalkan perasaan-perasaan yang menyenangkan. 

Ada banyak dampak dari hedonisme ini, yakni kepribadian yang konsumtif dengan belanja secara berlebihan tanpa memikirkan pemasukan yang kurang, juga bersikap boros untuk memenuhi gaya hidup, lebih mementingkan kesenangan ketimbang kebutuhan, serta egois, dan tidak bertanggung jawab. 

Nah, kenapa konser musik Coldplay dikatakan sangat berbahaya apabila tidak ditolak kedatangannya? Sebab, mereka jelas adalah pendukung kaum L6BT dan saat konser mereka mengajak para penonton untuk sama-sama menganut Ahteisme. Bahaya sekali, bukan? 

Apalagi terhadap generasi saat ini yang sudah terpapar budaya hedonisme. Bagaimana jika mereka nanti mengikuti para idola mereka? Bagaimana kita lihat bahaya dari pada kaum L6BT ini, bahkan seorang profesor saja mendukung para L6BT. Beliau mengatakan bahwa L6BT adalah kodrat dari Allah Swt. Di manakah akalnya? 

Tindakan apa sebenarnya yang harus dilakukan dalam menanggapi hal ini? 

Pertama, kita harus pahami dulu bahwa L6BT bukanlah sebuah kodrat dari Allah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kodrat berarti kuasa Tuhan yang manusia tidak mampu menentangnya. Padahal, jelas Allah mengatakan dalam Q.S adz-Dzariyat ayat 51, yang artinya: 

"Segala sesuatu Allah ciptakan berpasang-pasangan supaya kalian mengingat kebesaran Allah."

Dan juga dalam ayat lainnya,

"Sungguh Dialah yang menciptakan laki-laki dan perempuan." (TQS An- Najm: 45). 

Jadi, gay dan lesbian bukan kodrat melainkan adalah penyimpangan dan kejahatan sebagaimana teguran nabi Luth kepada kaumnya. 

Apabila kampanye yang dilakukan para tokoh-tokoh, artis-artis, penyanyi, semakin massif dilakukan, ini karena Barat mempropagandakan L6BT ke seluruh dunia lewat media massa, film, bacaan, lagu-lagu, dan para figure public, termasuk grup musik macam Coldplay. 

Bagaimana nanti generasi selanjutnya? Jika dibiarkan, bisa dipastikan keturunan dan umat manusia akan menjadi punah, bahkan akan menghasilkan kerusakan-kerusakan baru, yaitu tersebarnya penyakit, kanker anus, HIV,  amoral dan lain-lain. 

Lalu, kapan umat akan sadar kalau hanya dalam Islam kehidupan akan terlindungi secara sempurna? 

Islam memiliki syariat sempurna dalam melindungi umat manusi dari perilaku menyimpang. Islam telah melarang, bahkan mengancam dengan sanksi keras terhadap para pelaku L6BT, seperti menjatuhkan mereka dari bangunan tinggi hingga mati. Sepanjang umat manusia tidak kembali pada pelaksanaan syariat Islam, selama itulah kaum L6BT akan eksis dan mengancam para generasi. Naudzubillahi min zalik.

Oleh: Novita Yulianti 
Ibu Rumah Tangga, Pengajar dan Aktivis Dakwah

Senin, 05 Juni 2023

Antusiasme Pemuda Sambut Konser "Coldplay"

Tinta Media - Akhir-akhir ini kita disodori berita tentang rencana konser besar dari sebuah band ternama asal Inggris, yakni "Coldplay". Bagi yang belum tahu tentang band ini, mungkin akan merespon dengan sewajarnya. Namun, berbeda halnya dengan para remaja, khususnya generasi millenials dan gen Z era sekarang yang tinggi antusiasnya dalam menyambut mereka. 

Banyaknya respon para remaja di berbagai ranah sosial media sudah mencerminkan bagaimana keadaan remaja yang begitu "berminat" terhadap hal-hal berbau hiburan. Di sisi lain, sikap FOMO (Fear of missing out) yang sudah mulai merasuki jiwa remaja membuat mereka merasa ketinggalan jika tidak mengikuti hal terbaru.

Apa yang menyebabkan mental kaum muda menjadi seperti itu? Tak lain dan tak bukan karena arus liberalisme dan hedonisme (gaya hidup bebas dan kesenangan diri) akibat penerapan sekulerisme yang merasuk dalam diri mereka.

Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga membebaskan manusia  tanpa batas. Dapat kita lihat berdasarkan realitas yang terjadi saat ini, masyarakat bertindak secara bebas tanpa peduli dengan aturan agama, bahkan aturan dari agama yang dianutnya sendiri. Ini mencerminkan bagaimana penerapan sistem sekuler sangat memengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk kaum muda. Terlebih lagi dengan remaja yang memang memiliki sifat ingin mengeksplor kehidupan dengan sebebas-bebasnya, termasuk dalam aspek hiburan. 

Pemuda sejatinya ialah generasi yang menjadi tonggak peradaban, pembawa perubahan ke arah yang lebih baik dan berjaya. Namun, pemuda atau generasi saat ini lebih condong pada hal-hal "unfaedah" atau hal yang sia-sia serta tidak bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat. Itulah yang justru akan membuat kerusakan bagi diri pemuda, hingga merusak peradaban itu sendiri. 

Kian hari, kita terus disodori dengan fakta-fakta yang mengiris hati. Kemaksiatan semakin merajalela. Ini tampak pada angka kriminalitas yang makin tinggi, juga berbagai kerusakan moral yang terjadi di semua lini kehidupan. Hal ini semakin menyulitkan masyarakat, termasuk pemuda, baik ketika menjadi korban atau pun sebagai pelaku kemaksiatan.

Hal tersebut seharusnya menyadarkan kita betapa sekulerisme (sistem pemisahan agama dari kehidupan) telah menjauhkan masyarakat dari fitrahnya sebagai manusia dan menghancurkan kehidupannya.

Maka, solusi dari seluruh cabang permasalahan ini adalah dengan kembali pada sesuatu yang sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia, yakni bersikap sami'na wa atho'na pada segala aturan Sang Khaliq, yakni Allah Swt. Inilah  solusi sempurna dari seluruh permasalahan hidup manusia, termasuk pemuda. 

Pemuda akan dibentuk sebagai generasi penerus umat Islam. Mereka disiapkan untuk menegakkan dan mengisi kehidupan Islam, dengan berpegang pada Al-Qur'an. Hukum-hukum di dalam Al-Qur'an diterapkan secara kaffah,  sesuai dengan sunah Nabi saw. yang telah dicontohkan. Dengan begitu, kehidupan yang menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, dapat kita rasakan.

Wallahua'lam bish shawab.

Oleh: Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 31 Mei 2023

Konser Coldplay Berdampak Matinya Empati

Tinta Media - Baru-baru ini negeri ini telah dihebohkan dengan harga tiket konser musik Coldplay yang begitu mahal, bahkan mungkin menguras dompet masyarakat yang ingin menonton.

Berbagai pertanyaan muncul terkait pembelian tiket konser grup band Coldplay yang diserahkan ini. Bahkan, tidak hanya melalui laman media BCA saja, tapi juga bisa melalui pesen pribadi ke pegawainya.

Bahkan ada paparan dari seorang pegawai BCA di Yogyakarta yang mengaku bahwa sudah tidak terhitung berapa banyak nasabah BCA yang bertanya tentang harga tiket konser Coldplay grup band asal London Inggris. (Kompas.com, 12 mei 2023)

Sungguh miris keadaan masyarakat saat ini yang rela melakukan segala cara untuk mendapatkan sebuah tiket yang harganya begitu tinggi. Mulai harga 800rb sampai yang termahal, yaitu 11 juta. Bahkan, sampai ada masyarakat yang rela meminjam uang lewat pinjol untuk membeli sebuah tiket. Mereka tidak berpikir panjang ketika meminjem uang dari pinjol, apalagi mereka menghabiskan uangnya hanya sehari, tapi bayarnya bertahun-tahun.

Padahal sudah sangat jelas, menikmati sebuah konser bukanlah bagian dari kebutuhan asasi manusia. Bahkan, yang lebih memprihatinkan, konser ini menunjukan matinya empati dari penyelenggara dan berbagai pihak pemberi izin terhadap problem kehidupan masyarakat yang dihadapi saat ini. 

Problem yang dihadapi saat ini yaitu, mulai dari kemiskinan, stunting, pengangguran, dan berbagai persoalan lainnya. Sudah jelas, ketika masyarakat berantusias membeli sebuah tiket konser dengan harga selangit, maka hal itu menjadi bukti tingginya kesenjangan sosial yang terjadi di negeri ini.

Inilah bukti dari gambaran sebuah negeri yang menerapkan sistem kapitalisme. Ini adalah paradigma liberal yang telah dijungjung oleh negara. Di sistem ini, negara tak lebih dari sekadar regulator atau pembuat kebijakan. Kebijakan yang diterapkan pun hanya untuk memenuhi kepentingan para kapitalis industri hiburan saja.

Sebab, ekonomi kapitalisme memandang bahwa selama ada permintaan yang mendatangkan keuntungan, maka produksi atau pengadaan permintaan tersebut harus diberikan ruang, meskipun pengadaanya merusak moral masyarakat, bahkan ada unsur keharaman di dalamnya. Negera yang menganut kapitalisme tetaplah akan memberikan ruang yang seluas-luasnya.

Dari sini sudah terbukti bahwa negara yang menerapkan sistem kapitalis sudah gagal dalam membentuk masyarakat yang memahami hakikat hidupnya sebagai hamba Allah, beramal sesuai dengan aturan Allah, sampai dengan terbentuknya terbentuknya empati atas nasib sesama. Sistem kapitalisme liberal telah berhasil menjatuhlan taraf berpikir umat ke taraf yang sangat rendah.

Ini berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Dalam Islam, negara harus melayani urusan rakyat. Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi warga negaranya, seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan dengan berbagai mekanisme.

Tidak hanya itu. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat yang mampu bekerja. Sementara, untuk rakyat yang terkendala lemah secara fisik, maka negara akan memberikan santunan. 

Negara juga wajib memberikan layanan, seperti kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan fasilitas publik. Negara wajib memenuhi semua itu dengan standar pelayanan terbaik, dengan cepat, mudah, profesional, serta gratis.

Tidak hanya memenuhi kebutuhan yang bersifat asasi saja, negara pun akan memenuhi kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan sekunder dan tersier. Semua ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara, yaitu sebagai khairu ummah. Karena itu, rakyat berhak mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik. Namun, kebutuhan sekunder dan tersier tersebut tetap dibatasi oleh syariat Islam. 

Selain itu, negara tidak akan membiarkan barang atau aktivitas haram beredar luas di masyarakat, meskipun semua itu mendatangkan keuntungan. Ini karena negara Islam hanya bersandar pada akidah Islam. Nei memahami bahwa sebuah keharaman hanya akan menjauhkan hidup dari keberkahan.

Oleh: Widdiya Permata Sari 
Komunitas Muslimah Perindu Syurga

Dalam Suatu Peradaban, Selalu Ada Proses Persaingan

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Fajar Kurniawan menyatakan, dalam suatu peradaban selalu ada persaingan. 

“Suatu peradaban itu, selalu ada proses persaingan yaitu proses memperebutkan peradaban mana yang lebih unggul,” ungkap Fajar dalam acara Perspektif PKAD : Gempar Konser Coldplay, Bagaimana Fakta Regulasi LGBTQI+? pada Senin, (22/5/2023) di kanal YouTube Pusat Kajian Analisis Data.

Pernyataan tersebut merupakan respon Fajar atas perilaku LGBT yang seharusnya dianggap menyimpang (fahisyah), tapi terjadi lumrahisasi kemudian tampak ada upaya dinormalkan. “Sesuatu yang lumrah kemudian mendapat pembenaran kemudian dilegalkan. Jadi, saya kira itu fenomena-fenomena yang terjadi dalam sejarah peradaban,” jelasnya. 

Adanya proses persaingan dalam suatu peradaban, menurut Fajar, bisa terlihat tatkala Islam menang atas peradaban Romawi, peradaban Rusia yang pada akhirnya kemudian dikalahkan oleh dominasi peradaban Barat. “Peradaban materialisme, kapitalisme,” tegasnya.

Menurut Fajar, jika suatu perilaku fahisyah sudah dilegalkan, maka akan sulit untuk dikembalikan. Lain halnya jika perilaku tersebut baru dibenarkan, atau baru proses lumrahisasi, maka masih lebih ringan untuk dikembalikan atau dilakukan perubahan.  

“Jadi, semakin meningkat sampai kemudian mendapatkan landasan legal, maka itu semakin sulit untuk perubahannya. Karena, dia akan menggunakan landasan legal dalam rangka melawan apapun yang tadi dikatakan oleh masyarakat,” tambahnya.
 
Fajar menilai, terkait masalah LGBT, sebenarnya Indonesia sendiri sedang menuju proses ke sana (proses legalisasi). Di beberapa negara lain, sebagian mereka sudah mendapatkan landasan legalnya. Ada undang-undang yang sudah disahkan, ada undang-undang federal, yaitu undang-undang suatu negara yang memang melegalkan LGBT. 

“Kalau sudah sampai seperti itu, akan sulit untuk dicoba diubah.

Fajar kembali menegaskan bahwa Indonesia sedang berusaha untuk proses legal. Pernyataan Menkopolhukan, Mahfud MD bawah LGBT bukan suatu perbuatan fahisyah bisa menjadi dasar pembuatan regulasi.
 
“Proses pembuatan regulasi, undang-undang, ada naskah akademik, pendefinisian dan seterusnya. Kalau LGBT dianggap sebagai sebuah kewajaran atau sebagai sebuah kodrat, maka itu dikhawatirkan. Karena, dari situlah ada pemakluman, dianggap sesuatu yang lumrah, ada pembenaran, dan juga akan semakin memuluskan terjadinya proses legalisasi secara formal,” tegas Fajar.

Oleh karena itu, menurutnya, sebelum proses legalisasi terjadi, umat Islam harus bersuara. Intensitas kampanye kelompok LGBT sangat dahsyat. Karena, mereka bukan hanya kampanye di Indoensia, tapi mempunyai jaringan global dan sokongan dana yang luar biasa. Fajar menambahkan, korporasi besar yang mendukung LGBT secara terang-terangan juga luar biasa. 

“Jadi, kita tidak hanya menghadapi pertempuran atau perang peradaban di negeri kita, tapi kita menghadapi pertempuran peradaban di tingkat global,” imbuh Fajar. 

Jika kita ingin membawa wacana ini ke arah perubahan yang memang benar-benar akan memadamkan perlawanan kelompok LGBT di seluruh dunia, maka menurut Fajar, umat Islam harus membawa ‘perang peradaban’ ini ke level global melalui jejaring dakwah.  

“Lebih makro lagi, harus ada kekuatan negara yang bisa menyeimbangi atau mengimbangi dominasi kapitalisme global itu sendiri,” pungkas Fajar. [] Ikhty

Selasa, 30 Mei 2023

Tiket Konser Coldplay Ludes Terjual, PKAD: Indonesia Jadi Pasar Prospektif Produk Global

Tinta Media - Tiket konser Coldplay yang sudah sold out meski baru rencana November mendatang,  menurut Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menunjukkan bahwa Indonesia saat ini telah menjadi pasar prospektif bagi produk global baik food, fashion maupun fun

“Menarik untuk dicermati bahwa Indonesia memang telah menjadi pasar yang sangat prospektif bagi produk-produk global. Tidak hanya terbatas pada food, dan fashion, tapi juga industri-industri hiburan atau fun,” tuturnya pada Perspektif PKAD: Gempar Konser Coldplay, Bagaimana Fakta Regulasi LGBTQI+? di kanal YouTube Pusat Kajian Analisis Data, Senin (22/5/2023). 

Menurut Fajar, konser Coldplay merupakan grup musik yang kesekian kalinya mencoba meraih pasar di Indoensia. Sebelumnya ada konser fenomenal blackpink yang berhasil diselenggarakan selama dua hari, dan tiket terjual ludes. Padahal, harga tiket jutaan. 

“Sebelumnya lagi, ada musisi atau band dalam negeri yaitu Dewa19 yang saya kira cukup fenomenal. Hanya dalam waktu 15 menit, tiketnya sold out. Padahal kapasitas Stadium JIS itu kan puluhan ribu,” imbuhnya.

Fajar menambahkan, sama halnya dengan konser Coldplay. Menurutnya, meski baru direncanakan di bulan November, tapi tiketnya sudah ditawarkan dan sold out. Padahal, harga paling murah yang dirilis promotor sekitar satu juta sampai belasan juta. Kalau tiket itu jatuh ke tangan calo, maka harga jualnya bisa mencapai puluhan sampai ratusan juta. 

“Jadi, Indonesia adalah market yang sangat potensial bagi produk apapun yang ingin mendapatkan market di tingkat global,” tegas Fajar.

Fajar mengungkapkan, sangat wajar jika Indonesia selalu dilirik menjadi pasar potensial baik food, fashion, termasuk barang-barang luxury (mewah). Sebagai contoh, mobil-mobil mewah edisi terbatas ataupun handphone kelas premium sudah bisa didapatkan di Indonesia.

”Sangat wajar, karena apa? Karena Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 atau 5 di dunia,” tutupnya. [] Ikhty

Doni Riw: Konser Musik Itu Candu yang Menghanyutkan

Tinta Media - Menyikapi ludesnya tiket mahal konser Coldplay pada November mendatang, Budayawan sekaligus mantan musisi, Doni Riwayanto menyatakan bahwa konser musik adalah candu yang menghanyutkan.

"Konser musik itu candu yang bisa menghanyutkan," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (26/5/2023).

Menurutnya, ludesnya tiket dengan harga yang fantastis itu sangat berlebihan bagi masyarakat biasa, tapi berbeda dengan orang yang menggandrungi musik/ konser.

"Harga tiket yang fantastis itu mungkin sangat berlebihan menurut masyarakat awam, tapi berbeda halnya bagi mereka yang sangat menggandrungi musik atau group band favoritnya, hal itu adalah biasa," ujarnya.

"Karena, bagi mereka, musik bukan sekadar hiburan, tapi lebih dari itu. Mereka bisa hanyut di dalamnya, mereka begitu menikmati suasana tersebut. Bahkan bagi mereka seperti rakyat Jakarta yang berpenghasilan puluhan atau ratusan juta, demi sesuatu yang di gandrungi uang segitu tidak ada apa-apanya," bebernya.

Sebagai mantan musisi, ia mengatakan bahwa konser-konser musik seperti itu biasanya menyasar generasi muda yang jiwanya masih labil untuk mencari jati diri.

"Konser-konser semacam itu yang disasar adalah generasi muda yang sedang mencari jati diri, dan jiwanya masih labil," tukasnya.

Penggemar musik itu, kata Doni Riw, akan larut dalam kehidupan euforia seperti itu. Tidak akan pernah sadar kecuali dengan dua hal. "Yaitu mereka yang berfikir (pemikir) atau mereka dalam kondisi terpuruk. Karena biasanya ketika terpuruk mereka merasa lemah dan membutuhkan suatu pertolongan," katanya.

Doni Riw, sapaan akrabnya, juga menyampaikan bahwa musik itu adalah bunganya peradaban. "Musik itu bunganya peradaban. Jadi, setiap lirik itu sarat akan nilai atau pesan yang dibawanya," tandasnya.

Untuk Coldplay sendiri, imbuhnya, sebenarnya lirik-lirik lagunya tidak ada yang berbau LGBT. Tapi sebagian besar berisi tentang revolusi gereja, mengcounter agama atau kritik terhadap agama. Jadi, agama itu jangan ada dalam kehidupan.

Terakhir, ia menegaskan bahwa generasi muda tidak akan pernah berubah atau bangkit jika pola pikirnya tidak diubah. 

"Untuk dapat mengubah suatu generasi agar bangkit, maka tidak ada cara lain kecuali seperti yang telah kita kaji bersama yaitu mengubah pemikirannya, sehingga pemahamannya juga berubah. Dengan demikian mereka akan sadar bahwa tujuan hidup ini adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT," pungkasnya.[] Nur Salamah

Sabtu, 27 Mei 2023

UIY: Coldplay adalah Fenomena yang Muncul Akibat Globalisasi

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menjelaskan bahwa Coldplay adalah fenomena peradaban yang muncul dari akibat dari globalisasi dan peradaban materialisme. 

“Kita sekarang berada di dalam situasi yang seperti seolah-olah dilematis, dalam arti satu sisi fenomena seperti Coldplay adalah fenomena peradaban yang muncul dari satu perkembangan, satu sisi akibat globalisasi dan sisi lain adalah peradaban materialisme. Dimana salah satu cirinya adalah hedonisme," ujarnya dalam Live Fokus: Coldplay dan Fenomena Hedonisme, Ahad (21/5/2023) di kanal YouTube UIY Official. 

Dia mengatakan, dengan globalisasi membuat suatu jadi fenomena tunggal seperti makanan, pakaian maupun hiburan. Apa yang dimakan oleh orang di suatu negara sekarang ini sama juga yang dimakan orang dinegara lain. Kemudian fashion begitu juga merk-merk global dari jenis pakaian  juga semakin tampak, serta hiburan, ada musik dan hiburan lainnya. 

"Jadi ini adalah sebuah fenomena globalisasi yang tak terhindarkan seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang melanda dunia," ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa umat saat ini berada dalam posisi dilematis, di satu sisi arus globalisasi memang tidak bisa dibendung, tapi disisi lain tentu juga umat waspada terhadap globalisasi. Bukan hanya membawa kesamaan di dalam makanan, pakaian atau hiburan, tetapi membawa nilai-nilai. 

"Jadi value itu juga menjadi value yang global. LGBT itu sekarang menjadi fenomena global, bukan lagi fenomena nasional apalagi lokal, bahkan menjadi gerakan global. Globalisme nilai-nilai itu yang patut kita cermati, Islam sendiri sebenarnya juga agama global. Makanya Islam dikatakan sebagai agama universal,” jelasnya.

Sehingga, ia mengatakan, sekarang ini umat Islam sedang berhadapan antara risalah agama universal dengan materialisme universal.  Karenanya memang unat tidak boleh tinggal diam terhadap fenomena itu. Disitulah sebenarnya peran yang disebut dengan amar makruf nahi mungkar semakin nyata. Justru disaat kebanyakan orang abai atau tidak lagi kritis terhadap berkembangnya nilai-nilai materialisme global. 

"Situasi sekarang ini, Islam dalam posisi inferior (lemah), dalam arti Islam tidak diadopsi sebagai nilai global pun juga nilai nasional, hanya nilai personal. Ketika hanya menjadi nilai personal, maka Islam hanya akan mampu melakukan pertahanan individu paling jauh keluarga, tidak kepada masyarakat, negara apalagi dunia,” imbuhnya. 

Ia menyatakan memang yang paling ideal peran itu diambil oleh negara, karena akan memiliki legitimasi dan otoritas yang kuat. Tetapi yang terjadi hari ini juga justru sebaliknya, seperti halnya Arab Saudi yang sebelumnya melarang dengan tegas hal-hal semacam globalisasi, yang ada sekarang ini justru membolehkan. 

"Karena itu kita sekarang ini seperti kehilangan referensi. Mana negara yang melarang? Hampir tidak ada, bahkan di Kualalumpur pun katanya juga akan diselenggarakan. Sehingga praktis hal ini menjadi suara yang sangat minor," pungkasnya. [] Fatikh Catur

KENAPA L68T DIBELA?

Tinta Media - Mengutip informasi dari kantor berita yang memberitakan tentang pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan tentang isu L68T yang tengah ramai dibahas setelah pemberitaan konser Coldplay. 

Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

Pertama, bahwa sepatutnya pejabat negara untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan dihadapan publik karena akan membuat gaduh masyarakat terlebih lagi mengeluarkan pernyataan yang berada di luar kompetensinya. Misalnya jika ada yang mengeluarkan pernyataan seperti ini "....Orang L68T itu diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu tidak boleh dilarang. Tuhan yang menyebabkan dia (orang) hidupnya menjadi homo, lesbi, ...." Pernyataan tersebut khawatir seolah-olah "menuduh Tuhan yang menciptakan L68T";

Kedua, bahwa betul tidak ada norma yang secara jelas melarang L68T dalam UU, tetapi bukan berarti tidak bisa dilarang. Jika Pemerintah konsisten terhadap Pancasila yang selalu diagung-agungkan mestinya L68T dilarang karena lesbian, gay, biseksual dan transgender (L68T) tidak sesuai dengan norma Sila Pertama dan tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia dengan kultur timur yang menjunjung religiusitas, sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik L68T; 

Ketiga, bahwa semestinya negara hadir agar berbagai tontonan yang dapat dinilai mempromosikan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan/atau melegitimasi perilaku L68T harus dievaluasi kembali. Oleh karena itu, Negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas. Dan aparat penegak hukum sebaiknya untuk melakukan penyelidikan untuk melihat adakah unsur pidananya.

Demikian
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH Pelita Umat 

UFS: Konser Coldplay Bukan Hiburan yang Islami dan Tidak Sesuai Syari’at

Tinta Media - Konser Musik Coldplay yang akan digelar November mendatang,  menurut Dai dan Inspirator Hijrah Nasional Ustadz Felix Siauw (UFS) bukan hiburan yang islami dan tidak sesuai syariat. 

“Karena ini adalah bagian yang walaupun tidak ada L68T, walaupun tidak ada perkara-perkara yang berbahaya, ini tetap sesuatu yang bukan menjadi hiburan yang islami atau hiburan yang sesuai dengan syariat,” ungkapnya dalam Fokus Live: Coldplay dan Fenomena Hedonisme, Ahad (21/5/2023) di kanal Youtube UIY Official.

Menurutnya, umat tetap tidak boleh diam dan bukan berarti tidak mendukung penolakan-penolakan itu. "Ini adalah bagian dari amar ma'ruf kita. Ketika ditanyakan, apa Felix Siauw mendukung konser Coldplay? Ya enggaklah. Apakah Felix Siauw mendukung pihak-pihak yang menolak konser itu? Ya jelas," ujarnya.

Ia menilai, yang menjadi problem besar bagi anak-anak muda zaman sekarang adalah ketika hiburan sudah menempati posisi lebih daripada hiburan. Melihat posisinya sudah sampai pada i'tikaf, sudah pada sesembahan.

"Jadi, ketika di dalam Al-Qur’an Nabi Ibrahim pernah bertanya pada orang-orang yang menyembah berhala pada saat itu. Pertanyaan yang sangat menarik mahazihi tamasilullati antum laha akifun? Apa ini, sesembahan-sesembahan ini, atau tamasil tamasil ini, permisalan-pemisalan atau hiburan-hiburan ini, yang Anda ini beritikaf kepadanya?). Jadi Nabi Ibrahim memakai kata i'tikaf di situ, kalian tuh beritikaf kepada dia," katanya. 

Kenapa beritikaf, lanjutnya, ulama-ulama menjelaskan iktikaf itu ada dua syarat.

"Pertama, mereka sangat manteng sampai mereka melupakan segala sesuatu yang lain. Jadi, mau ada hujan mereka tetap ada di depan patung, ada panas, mereka tetap di depan patung, ada orang terjadi apapun mereka tetap di depan patung, itu yang pertama. Manteng di situ dan sangat fokus di situ,” terangnya 

"Kedua, mereka kalau diganggu, marah. Nah, ini adalah ciri-ciri orang lagi beribadah. Jadi kayak kita shalat, kan kita harus fokus, mau ada apapun kita fokus," imbuhnya.

Menurutnya, hiburan akan menjadi problem kalau sudah beritikaf. "Ibu-ibu gara-gara suka drama ada kasus anaknya meninggal nggak dikasih makan, itu ada kasusnya. Ini menjadi problematika termasuk dalam kasus konser Coldplay ini,” tuturnya.

UFS menuturkan, sebenarnya yang bisa untuk mengontrol adalah dengan tsaqofah. Berarti praktisnya seperti apa, praktisnya ibu-ibu harusnya merasa konsen yang lebih besar kalau anaknya enggak mengkaji Islam.

"Anaknya enggak punya referensi-referensi Islam yang lebih banyak daripada referensi yang buruk. Ini referensi baiknya enggak lebih banyak daripada referensi buruk, sederhananya seperti itu,” pungkasnya [] Abi Bahrain

Jumat, 26 Mei 2023

Konser Coldplay, Pengamat: Dampak di Masyarakat Harus Dilihat Detail

Tinta Media - Terkait gelaran konser group musik Coldplay di Jakarta, Pengamat Sosial Politik Ustaz Iwan Januar menegaskan bahwa dampaknya di masyarakat harus dilihat secara detail. 

"Dampak yang muncul di masyarakat kita harus detail melihat," ungkapnya dalam Live Fokus: Coldplay dan Fenomena Hedonisme, Ahad (21/5/2023), di kanal Youtube UIY Official Channel. 

Pertama, dari sisi performancenya. Ia mengatakan performace itu bisa penampilan, baik itu di video klip atau pun juga di konser musik. Unsur-unsur panggung saat konser, mereka kadang melakukan atraksi-atraksi atau kostum-kostum mereka pakai untuk menciptakan fenomena kehebohan seringkali di luar nalar. 

"Misalnya dulu tahun 70an sampai atraksi minum darah binatang di atas panggung, makan kelelawar, telanjang di atas panggung itu tidak wajar," ujarnya. 

Kedua, dari sisi konten musik. Ia menjelaskan lirik yang diciptakan itu tidak sedikit memang yang mengandung muatan-muatan moral atau peradaban. Di beberapa negara misalnya ada yang terang-terangan mereka mengatakan anti Kris anti agama Kristen. 

"Ada juga grup musik yang menciptakan lagu-lagu yang mengajak pendengarnya untuk bunuh diri, melakukan pemujaan setan, nah memang liriknya mengajak kepada pemujaan syetan," imbuhnya. 

Selain juga ada grup-grup musik yang menciptakan lagu-lagu kritik sosial, kritik politik. Ia mengartikan tidak ada lagu ataupun musik yang bebas nilai. Ia menegaskan pasti ada nilai yang diusung di setiap musik, baik dari sisi lagunya, permoference  atau dari musisinya. 

“Faktanya banyak orang ketika mendengarkan lagu itu karena ada potensi perasaan tertentu. Misalnya ketika orang putus cinta dia akan mencari lagu-lagu itu yang membuat mereka kemudian semakin larut," katanya. 

Bahkan,  menurut Iwan ada beberapa grup musik seperti di Amerika sempat dituntut pengadilan, jaksa menuntut bahwa lagu-lagu mereka mendorong pendengarnya untuk melakukan tindakan bunuh diri. 

"Tetapi ada juga musik yang mendorong revolusi, misalnya runtuhnya Uni Soviet itu ada musik barat yang populer berjudul Penoce atau lagu The Beatles dari. Adalagi lagu imagine, seandainya dunia tanpa agama jadi nggak ada agama nggak ada kepemilikan, John Lennon. Pencipta lagu itu membuat lagu itu setelah dia membaca buku-buku karena poin pentingnya,” ungkapnya.


Antusias 

Dia mengatakan, antusias orang Indonesia untuk nonton konser Coldplay itu memang ada dua.

Pertama, memang yang mereka sebagai fanbase, yaitu para pendukung fanatik seperti grup musik Coldplay. 

Kedua, warga atau masyarakat yang memang senang dengan pentas-pentas musik seperti itu. "Jadi bukan karena mereka itu fanbase atau penggemar asli dari grup Coldplay," imbuhnya. 

Iwa mengatakan jenis kedua itu yang sangat luas di Indonesia. Sehingga kalau misalnya grup musik apapun itu dan memang sudah mendunia mereka akan datang. Mereka akan benar-benar datang seperti tapi tentu yang paling luar biasa itu adalah fanatiknya. 

"Jadi fanbasenya mereka lebih luar biasa dalam antusiasmenya kemudian juga pengorbanannya sampai jual perabotan rumah segala macam. Kemudian di tiket nonton konser grup musik yang mereka kagumi termasuk seperti Coldplay, begitu tertariknya," pungkasnya. [] Rohadianto

Rabu, 24 Mei 2023

LBH Pelita Umat: Pejabat Negara Sebaiknya Berhati-hati dalam Mengeluarkan Pernyataan


Tinta Media - Menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md yang mengungkapkan tentang isu L68T yang tengah ramai dibahas setelah pemberitaan konser Coldplay, Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan.,S.H.,M.H. mengatakan pejabat negara sebaiknya berhati-hati mengeluarkan pernyataan.
 
“Sepatutnya pejabat negara untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan di hadapan publik karena akan membuat gaduh masyarakat terlebih lagi mengeluarkan pernyataan yang berada di luar kompetensinya,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (23/5/2023).
 
Chandra memberikan contoh, jika ada yang mengeluarkan pernyataan seperti ini "....Orang L68T itu diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu tidak boleh dilarang. Tuhan yang menyebabkan dia (orang) hidupnya menjadi homo, lesbi, ...." Pernyataan tersebut kata Chandra khawatir seolah-olah menuduh Tuhan yang menciptakan L68T.
 
“Betul tidak ada norma yang secara jelas melarang L68T dalam Undang-Undang, tetapi bukan berarti tidak bisa dilarang. Jika Pemerintah konsisten terhadap Pancasila yang selalu diagung-agungkan mestinya L68T dilarang karena lesbian, gay, biseksual dan transgender tidak sesuai dengan norma Sila Pertama, dan tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia dengan kultur timur yang menjunjung religiusitas, sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik L68T,” tegasnya.
 
Chandra melanjutkan, semestinya negara hadir agar berbagai tontonan yang dapat dinilai mempromosikan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan/atau melegitimasi perilaku L68T harus dievaluasi kembali.
 
“Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas. Dan aparat penegak hukum sebaiknya melakukan penyelidikan untuk melihat adakah unsur pidananya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab