Tinta Media: Tinggi
Tampilkan postingan dengan label Tinggi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tinggi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 Februari 2024

Tingginya Beban Hidup Matikan Fitrah Keibuan



Tinta Media - Sering kita dengarkan  sebuah penggalan lagu, "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia..." Sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa besar kasih sayang ibu kepada anaknya. Dan sebaliknya betapa anak sangat mengagumi sosok ibunya yang penuh kasih sayang.

Tapi sungguh miris, saat ini betapa banyak kita temui ibu tega berbuat kekerasan kepada anaknya hingga berujung sampai hilangnya nyawa sang anak.

Seperti kabar dari Belitung, tepatnya di desa Membalong , seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang baru lahir di kamar mandi. Kamis, 18 Januari 2024 ( Bangkapos.com ).

Alasan ibu yang tega menghabisi sendiri nyawa buah hatinya tersebut adalah karena tidak cukup biaya untuk membesarkan karena suaminya hanya seorang  buruh.
Hal serupa sebelumnya terjadi di Gunung Kidul. Seorang ibu membekap anaknya yang masih bayi hingga meninggal juga dengan alasan karena kesulitan ekonomi. Selasa, 7 November 2024 ( Radar Jogja ).

Hal apa yang bisa mematikan fitrah ibu yang seharusnya penuh cinta kasih pada anaknya? Padahal idealnya ibu yang mencintai anaknya akan menjaga anaknya selama 24 jam.
Ternyata semua fitrah keibuan itu akan padam saat seorang ibu dibenturkan dan harus menghadapi buruknya keadaan hasil dari sistem sekuler kapitalis.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi, yakni karena lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu.

Ibu masa kini adalah ibu yang mempunyai beban berat di pundaknya. Dalam sistem demokrasi ibu harus mengorbankan waktu dengan anaknya untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga yang semua serba mahal. Istri harus turut serta membantu suami mencari nafkah bahkan menggantikan peran suami sebagai tulang punggung keluarga.

Buah dari sebuah sistem yang tidak manusiawi, sistem yang mengesampingkan pemenuhan kebutuhan hidup umatnya. Negara tidak bisa menjadi penjaga dan pelindung bagi umatnya.

*Adakah solusi Islam untuk menyejahterakan ibu dan anak?*

Hal tersebut tentunya tidak akan pernah terjadi jika kita menerapkan sistem Islam yang diridhoi Allah Swt. dalam naungan khilafah.

Hukum asal seorang perempuan adalah : sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga.

Maka dalam sistem Islam tidak akan kita temui ibu yang lelah dan pusing dalam mencari nafkah. Karena sistem Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara.

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya.
Ibu tidak harus mencari kesejahteraannya sendiri, sehingga bisa fokus menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya sebagai ibu dan istri.

Wanita dalam Islam boleh bekerja karena untuk mengamalkan ilmu bagi kepentingan umat. Dengan catatan tanggung jawab sebagai istri dan ibu tetap terlaksana dengan baik.

Islam juga memerintahkan para ibu untuk mencari sebanyak-banyaknya tsaqofah Islam. Sebagai bekal dalam mendidik anaknya dan menjalani hidup yang diridhoi Allah swt.

Hanya dalam naungan khilafah ibu bisa fokus mencetak generasi cemerlang. Sistem ini telah terbukti bertahan sepanjang 13 abad lamanya. Dan telah menempatkan ibu dalam posisi yang sangat tinggi, karena berhasil mencetak anak-anak peradaban cemerlang yang sejarahnya telah tercatat dengan tinta emas. Sebagaimana Fatimah binti Ubaidilah Azdiyah ibunda Imam Syafi'i.

Kesejahteraan anak, ibu dan keluarga akan terwujud dalam sebuah sistem yang diridhoi Allah SWT yakni sistem Islam dalam naungan khilafah Islamiyah.

Waalahu a'lam bishawaab.

Oleh : Rahma
Sahabat Tinta Media 

Senin, 01 Januari 2024

Sistem Pergaulan Islam: Solusi Tepat untuk Mengatasi Tingginya Kasus Aborsi


Tinta Media - Pergaulan bebas adalah salah satu fenomena sosial yang terus menghantui masyarakat Indonesia, terutama para generasi muda. Meskipun masih banyak argumen yang membahas topik ini, namun salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah besarnya dampak negatif yang ditimbulkan akibat pergaulan bebas tersebut. Satu di antaranya adalah meningkatnya kasus kehamilan yang tidak diinginkan yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab meningkatnya kasus aborsi di masyarakat. 

Alasan mengapa banyak kasus aborsi sulit terdeteksi adalah karena privasi, semisalnya dalam pengambilan keputusan terkait aborsi. Para pengguna layanan aborsi, biasanya ingin menjaga kerahasiaan dan privasi mereka. Dengan kata lain kehamilan yang mereka dapatkan dengan cara yang tidak sah, dan ingin mereka tutupi dari publik seperti hasil dari  pacaran atau perselingkuhan .Hal inilah yang menjadi kesempatan bagi para penipu memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakan aborsi ilegal. Seperti kasus yang terbaru di Jakarta utara, lima perempuan ditangkap karena terlibat dalam kasus aborsi ilegal. Tak cukup itu, beberapa dari mereka bahkan berpura-pura menjadi dokter, meski tanpa memiliki latar belakang medis yang memadai. Perbuatan tersebut telah dilakukan oleh para pelaku selama dua bulan terakhir dan tarifnya bervariasi, berkisar antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 12 juta. 
(www.rri.co.id/21/12/2023)


Sistem kapitalisme sekuler menempatkan kebebasan individu dalam pengambilan keputusan terkait kehidupan pribadi sebagai hak dasar yang diakui oleh negara dan masyarakat. di tambah lagi dengan minimnya peran agama dalam kehidupan, yang menempatkan agama hanya sebatas dalam ruang pribadi, tanpa boleh mengatur urusan umum, serta kesalahan manusia sekuler dalam mengartikan kebahagiaan, sebatas kenikmatan jasmani, menjadi faktor yang  mempengaruhi keputusan dan aksi individu dan masyarakat terhadap maraknya seks bebas hingga aborsi. 

Secara ekonomis, besarnya permintaan pasar akan aborsi tentunya tidak disia-siakan oleh para penipu untuk meraup pundi-pundi rupiah. Kendati mengakhiri pergaulan bebas bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan upaya yang serius. Seperti mencari akar masalahnya dan menyingkirkannya 

Adapun upaya negara yang mengampanyekan pentingnya pendidikan seksual serta anjuran penggunaan kondom  dalam mencegah kasus kehamilan yang tidak diinginkan, pemicu tindakan aborsi ilegal. Tidak bisa menjadi solusi, sebab sekencang apa pun kita berupaya dan menyerukan masyarakat untuk melihat dampak negatif yang dihasilkan dari perilaku tersebut, jika paham kebebasan yang menjadi akar masalah tetap dijadikan pijakan, maka itu menjadi sia-sia


Berbeda dengan pergaulan bebas yang memiliki pola interaksi sosial yang melibatkan aktivitas seksual yang dilakukan di luar norma dan aturan masyarakat. Di dalam Islam, pergaulan antara pria dan wanita secara asasnya harus dipisahkan dan diatur dalam koridor hukum Islam. Sebagaimana Islam memerintahkan laki-laki untuk menundukkan pandangannya dan menjaga auratnya, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup auratnya. 

Adanya Larangan berkhalwat dan ikhtilat antara pria dan wanita yang bukan mahramnya diatur sehingga hanya diperbolehkan dalam perkara tertentu seperti perkara pendidikan, peradilan, kesehatan, dan perdagangan. Mendorong para muslim dan Muslimah untuk terdidik dan memahami hukum-hukum Islam serta menyelesaikan urusan rumah tangga dengan baik juga menjadi fokus dalam sistem pergaulan Islam.


Pendidikan yang berlandaskan Akidah juga sangat di perlukan sebagai pembentuk akhlak, yang merupakan sumber kekuatan sekaligus melahirkan pekerti luhur. Dan dengan imannya yang teguh, seorang muslim sanggup berpikir jauh ke depan dengan berusaha untuk menjadi  ummat terbaik yang memiliki orientasi kehidupan bukan hanya di dunia namun hingga ke akhirat. Halal dan haram menjadi tolak ukur perbuatan sebab pemahamannya akan kebahagiaan adalah keridhoan pencipta-Nya 


Maka kesimpulannya, pergaulan bebas harus dihentikan dengan mencabut air masalahnya yaitu sistem kapitalisme sekuler dan menggantinya  dengan sistem Islam sehingga sistem pergaulan dalam Islam dapat di terapkan. Sebab hanya sistem pergaulan dalam Islam memberikan batasan-batasan yang jelas dan tegas dalam pergaulan antara pria dan wanita, serta mendorong terciptanya keharmonisan rumah tangga yang sehat dan saling menghargai. 

Selain itu pentingnya pendidikan yang berakidah Islam untuk membentuk karakter Islami pada diri tiap individu hingga menjadi masyarakat. Oleh karenanya mari bersama-sama mencegah dan mengatasi kasus-kasus aborsi dan penipuan yang masih terus mengancam masyarakat kita. Dengan menerapkan Islam secara kaffah.

Wallahu 'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Selasa, 20 September 2022

Perubahan Persyaratan Masuk Perguruan Tinggi Menurunkan Kualitas Intelektual Muda

Tinta Media - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan akan menghapus tes mata pelajaran dalam seleksi bersama masuk perguruan tinggi (SBMPTN). Tes mata pelajaran ini akan diganti dengan tes skolastik yang menekankan pada kemampuan bernalar dan berpikir kritis. Dalam kebijakan ini akan terdapat tiga jalur seleksi masuk PTN, yakni seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan tes, dan seleksi secara mandiri oleh perguruan tinggi. Untuk jalur prestasi atau SNMPTN, Nadiem tidak akan membedakan calon mahasiswa berdasarkan jurusannya di pendidikan menengah. Hal ini dilakukan agar siswa dapat dengan leluasa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini karena minat dan bakat bisa berubah seiring dengan perkembangan waktu. (bbc.com)
 
Kebijakan penghapusan tes mata pelajaran ini diambil oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar agar seleksi masuk PTN lebih inklusif dan transparan. Selama ini dia menilai, banyaknya materi akademik yang diujikan untuk masuk PTN membuat siswa terbebani. Sehingga mereka banyak yang harus mengikuti bimbingan belajar. Untuk itu maka orang tua harus mengeluarkan biaya lagi agar anaknya bisa meraih program studi di kampus ternama. (tempo.co)
 
Kebijakan ini menuai pro kontra di tengah masyarakat, terutama dari orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Pengamat pendidikan, Itje Chodijah, mengatakan bahwa kebijakan ini memiliki tantangan yang besar, yaitu kapasitas guru di Indonesia yang masih rendah dalam mengmplementasi kebijakan tersebut. Karena selama ini guru-guru terbiasa mengajar dengan kurikulum yang padat. Hal ini dikarenakan para siswa ditargetkan untuk mengikuti sistem seleksi perguruan tinggi dengan materi yang penuh hafalan (bbc.com).
 
Rencana perubahan SBMPTN ini juga mendapatkan respon dari Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Mohammad Nasih. Beliau menuturkan bahwa kebijakan tersebut perlu untuk diperinci dan ditinjau ulang, terutama mengenai lintas jurusan. Menurut beliau, peminatan sejak SLTA tetap harus menjadi bahan pertimbangan agar peserta didik dapat mengikuti perkuliahan dengan baik. Selain itu menurut Nasih, linearitas antara SLTA dan perguruan tinggi tetap harus dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan pada jenjang universitas, mahasiswa juga dituntut untuk memiliki dasar yang cukup mumpuni untuk mengikuti mata kuliah yang diajarkan. (republika.co.id)
 
Di sisi lain, Wakil Rektor Bidang Akademik UNESA, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., mengatakan bahwa kampusnya siap menyambut baik kebijakan tersebut. UNESA akan mengikuti aturan yang baru sembari menyiapkan segala hal yang diperlukan dalam implementasinya di lapangan (Unesa.ac.id).
 
Kebijakan Menteri ini tentu membawa efek pada input perguruan tinggi. Keberadaan ujian masuk PTN diharapkan bisa menjadi saringan bagi murid yang hendak masuk perguruan tinggi. Perubahan seleksi masuk PTN ini tentu memberikan efek pada kualitas input mahasiswa. Apalagi dengan kurikulum merdeka yang cenderung 'memandirikan' mahasiswa dalam belajar. Hal ini tentu akan memberikan dampak semakin jauhnya kualitas mahasiswa dari kualitas sebagai intelektual muda.
 
Ini jelas berbeda dengan Islam. Islam memiliki tiga tujuan dari pendidikan tinggi, yaitu: 

Pertama, memfokuskan dan memperdalam kepribadian Islam pelajar perguruan tinggi dan mengangkat kepribadian ini untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani persoalan umat yang utama. 

Kedua, membentuk sekelompok tugas yang mampu melayani kepentingan umat dan mampu membuat rencana jangka panjang serta jangka pendek.

Ketiga, menyiapkan sekelompok tugas yang mampu menjaga urusan-urusan umat.
 
Dengan tujuan pendidikan tinggi yang sedemikiam rupa, maka Khilafah akan menyelenggarakan institusi-institusi yang mampu merealisasikan tujuan tersebut. Di antaranya institusi tehnik, institusi layanan sipil, universitas, pusat riset dan pengembangan, serta pusat riset dan akademi militer. 

Institusi inilah yang akan mencetak para intelektual muda yang akan menjadi problem solver di tengah umat, mulai dari insinyur, teknisi, perawat, ilmuwan, pemimpin militer, dsb. 

Untuk memasuki jenjang ini dan institusi tertentu di dalamnya, maka seorang pelajar harus memiliki kriteria tertentu yang mampu menunjang dia dalam mempelajari dan menerapkan ilmu yang akan didapatkannya di pendidikan tinggi tersebut. 
 
Untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi, pelajar harus melampaui tiga tahapan. Yang pertama, lulus pada  ujian umum. Setelah itu akan dilakukan spesifikasi bagi pelajar untuk masuk di bidang sains, budaya, perdagangan, dsb. Dalam tahap ketiga, pelajar akan ditentukan berdasarkan spesialisasi yang dia pilih. 

Murid dari Fakultas Ilmu Fiqih dan Syariah harus memiliki nilai yang tinggi dalam Budaya Islam dan Bahas Arab. Adapun murid yang memilih menjadi insinyur, mereka harus unggul dalam Matematika dan Fisika. Pelajar yang hendak memilih Ilmu Medis harus unggul dalam Ilmu Biologi dan Kimia, dsb. 

Kriteria ini ditentukan untuk semakin memudahkan mereka dalam menuntut ilmu di pendidikan tinggi. Selain itu, akan mampu memberikan jaminan bagi kualitas intelektual muda yang akan terbentuk nantinya. Wallahu 'alam bish shawab.

Oleh: Desi Maulia
Praktisi Pendidikan
 

Minggu, 28 Agustus 2022

Di Balik Tingginya Angka Perceraian

Tinta Media - Perceraian, perbuatan halal yang paling dibenci Allah ini angkanya justru semakin tinggi.  Data menyebutkan bahwa ada 50 kasus perceraian sah terjadi setiap jam.
 
Sebagian orang mengatakan bahwa perceraian terjadi karena masalah ekonomi, rapuhnya ketahanan keluarga, serta pernikahan dini. Akan tetapi, sesungguhnya sebab-sebab di atas hanyalah masalah cabang. Ada masalah pokok yang memicunya, yaitu sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara.
 
Kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan membuat manusia merasa tidak bahagia saat semua kebutuhan, baik primer maupun sekunder tidak terpenuhi.
 
Dikatakan bahagia jika seseorang mempunyai rumah bagus, makan enak,  baju bagus, perhiasan, kendaraan, jalan-jalan, dll. Karena itu, semuanya menjadi kebutuhan. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka ia merasa kurang bahagia hingga muncul konflik di tengah keluarga.
 
Kapitalisme menjadikan semua kebutuhan menjadi ladang bisnis. Pendidikan dan kesehatan menjadi teramat mahal. Tidak heran jika tekanan hidup makin meningkat, suami rentan melakukan KDRT, istri mudah mengambil keputusan cerai.
 
Sisi lain, melimpahnya sumber daya alam di negeri ini hanya bisa diakses oleh kaum bermodal, hingga gap antara yang kaya dan miskin semakin  jauh.  Angka kemiskinan semakin tinggi dan menjadi salah satu pemicu perceraian.
 
Kapitalisme juga beririsan dengan liberalisme (kebebasan). Pergaulan tanpa batas, campur baur laki-laki perempuan, berdua-duaan, aurat terbuka, menjadikan perselingkuhan marak di tengah masyarakat. Ditambah menjamurnya media sosial, peluang selingkuh menjadi terbuka lebar, tak jarang berujung pada perceraian.
 
Sekulerisme membuat umat memandang agama sebagai ritual saja. Dalam kehidupan sehari-hari, agama ditinggalkan, ketakwaan hilang, suami tak paham kewajiban menafkahi, menelantarkan keluarga, berpoligami secara tidak adil, sehingga berujung pada perselisihan dan keretakan rumah tangga. Kondisi tersebut sering diakhiri dengan gugat cerai istri.
 
Penguatan keluarga yang ditawarkan negara dengan  memberdayakan ekonomi perempuan justru memunculkan persoalan baru. Anak-anak menjadi terabaikan.
 
Pergaulan bebas, tawuran, narkoba, anak-anak korban kekerasan, semua lepas dari perlindungan dan pengawasan keluarga.
 
Pencegahan pernikahan dini juga bukan solusi mengatasi perceraian. Masalahnya bukan pada umur berapa seseorang harus menikah, tetapi pada kematangan emosi dan pemahaman yang benar tentang pernikahan.
 
Islam Meminimalisasi Perceraian
 
Islam memiliki seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan, termasuk dalam kehidupan berumah tangga. Dengan aturan ini, perceraian bisa diminimalisasi. Kesejahteraan dalam Islam diukur dengan terpenuhinya kebutuhan individu per individu, baik kebutuhan pokok individual seperti pangan, sandang, papan,  maupun kebutuhan kolektif seperti pendidikan dan kesehatan, dengan mekanisme tertentu. Pemenuhan kebutuhan ini menjadi tanggung jawab negara dengan mekanisme yang sudah digariskan oleh hukum syara.
 
Islam mewajibkan suami menafkahi keluarga. Apabila suami tidak mampu karena suatu sebab, kewajiban berpindah kepada para wali jalur suami. Apabila semua jalur wali miskin, negara yang akan memenuhi kebutuhan mereka.
 
Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang luas agar para suami bisa bekerja. Islam juga mewajibkan negara mengelola sumber daya alam milik rakyat. Dengan sumber daya alam yang melimpah, negara bisa menciptakan lapangan kerja yang sangat luas dan menjamin kebutuhan individu warganya. Dengan mekanisme seperti ini, penyebab perceraian dari faktor ekonomi dapat dihindari.
 
Islam juga memberi kebebasan pada wanita untuk beraktivitas di luar rumah dengan seperangkat aturan untuk menjaga kehormatan mereka.
Untuk mencegah dampak negatif keberadan perempuan di ruang publik, Islam mewajibkan laki-laki dan perempuan terikat dengan seperangkat aturan tersebut. Mereka wajib menutup aurat, tidak berkhalwat, menjaga dan menundukkan padangan, serta menjaga kehormatan.
 
Khusus bagi perempuan, mereka wajib berjilbab, tidak tabaruj, dan tidak bepergian lebih dari satu hari satu malam tanpa disertai mahrom.
 
Islam juga memberikan seperangkat aturan dalam rumah tangga untuk menjaga agar tidak mudah terjadi perceraian. Salah satunya dengan menyolusi setiap perselisihan antara suami istri sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an surat an-Nisa ayat 35.
 
Media masa dalam Islam berkewajiban mengedukasi umat dengan Islam, menjaga akidah, menjaga kemuliaan akhlak, serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat.
 
Dengan aturan Islam, ketakwaan dan kemuliaan masyarakat akan terjaga, perselingkuhan bisa dicegah sehingga keberlangsungan rumah tangga terjaga.
 
Wallahu a’lam bi shawab.

Oleh: Irianti Aminatun 
Sahabat Tinta Media

 


 
 

Rabu, 17 Agustus 2022

PKAD: Sistem Politik Demokrasi Memiliki Konsekuensi Politik Berbiaya Tinggi

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menegaskan, politik demokrasi memiliki konsekuensi politik berbiaya tinggi.

“Sistem politik demokrasi liberal yang dianut memiliki konsekuensi politik berbiaya tinggi,” ungkapnya di Kabar Petang: Biaya Politik Demokrasi Melonjak, Korupsi Merebak? Senin (1/8/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, mahalnya biaya politik ini setidaknya tercermin dalam dua hal.  

Pertama, nomination buying atau mahar partai politik. "Seorang legislator yang ingin masuk ke partai politik tertentu, biasanya harus melobi dengan uang untuk bisa menjadi calon legislator dari partai tersebut. Atau seorang calon kepala daerah, harus melobi beberapa partai untuk memenuhi ambang batas tertentu agar bisa diusung,” jelasnya.

Kedua, lanjutnya, biaya jual beli suara, termasuk money politic atau serangan fajar menjelang hari pemilihan. “Hal ini hampir ditemukan di seluruh wilayah,” bebernya.

Menurutnya, kondisi ini secara normatif melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi liberal karena bukan memilih orang yang kompeten, melainkan memilih yang membayar sejumlah uang. 

“Hanya saja, secara fakta, hal ini belum bisa mendelegitimasi sistem demokrasi karena sistem ini bertemu dengan kondisi rendahnya taraf kesadaran poltik rakyat. Dalam hal ini, rakyat akan memilih yang memberikan benefit jangka pendek baginya, bukan karena  visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan,” paparnya.

Terlebih, sambung Fajar, partai politik juga tampak menikmati kondisi ini, bahkan terjadi pembiaran karena cara ini dipandang mudah mencapai kekuasaan.

“Belum lagi, calon-calon legislator dari partai politik ini bertemu dengan investor politik yang memberikan sejumlah investasi untuk mendapatkan keuntungan di kemudian hari. Investor politik ini pun bermain di dua kaki sepanjang menguntungkan baginya,” analisisnya.
 
Oleh karena itu, Fajar menilai, wajar ketika calon legislator, kepala daerah, atau kepala negara yang mengeluarkan biaya tinggi untuk kontestasi sulit mengembalikan biaya tersebut, tanpa intervensi investor politik.

“Dari sinilah memunculkan peluang abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dan korupsi politik. Akibatnya, perilaku partai politik dan para politikus menjadi oportunistik, tidak betul-betul memikirkan kemaslahatan umat. Yang dipikirkan adalah cara agar kekuasaan yang dipegangnya bisa dipertahankan, kalau bisa selama-lamanya,” ungkapnya.
 
Bahkan, ia menyatakan, partai politik saat ini ibarat mesin pengumpul uang. “Mereka menawarkan kepada publik yang memiliki modal besar untuk bergabung. Maka, tidak heran dijumpai kader-kader politik yang instan dan menghasilkan penguasa yang menjadi pengusaha dan pengusaha yang menjadi penguasa. Paradigma yang ada, 'saya mendapatkan apa?' sehingga parpol berubah menjadi lembaga bisnis dan tidak mencerminkan kehendak rakyat, menghasilkan politik kartel dan 'lingkaran setan' korupsi,” tegasnya.

Sistem Politik Islam

Fajar menilai, yang paling rasional untuk mengganti sistem politik demokrasi  adalah sistem politik Islam karena meletakkan kontrol dalam tiga tingkatan. “Pertama, kontrol individu dengan memberikan amanah kepada individu yang saleh untuk mengurus urusan rakyat. Kedua, kontrol masyarakat. Ketiga, kontrol negara,” urainya.

Fajar menegaskan, sistem Islam meletakkan orientasinya pada pelayanan terbaik, bukan kekuasaan an sich.

“Tanpa sistem Islam, saya pesimis politik kartel dan 'lingkaran setan' korupsi bisa diputus. Ini karena sistem selain Islam merupakan sistem buatan manusia yang memiliki limitasi-limitasi yang tidak bisa diatasi. Sedangkan, sistem politik Islam adalah sistem yang berasal dari Zat Yang Mahasuci yang bisa menyelesaikan sengkarut politik yang ada saat ini,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab