Tiktok Shop Dihapus, Benarkah Menyejahterakan Sektor Riil?
Tinta Media - Kabar bahwa pemerintah tidak memperbolehkan TikTok Shop untuk berjualan menjadi perbincangan, terlebih bagi pihak yang langsung menggunakan TikTok sebagai lahan untuk jualan dan beberapa pengguna yang memanfaatkan program afiliasinya sebagai peluang untuk meraup pundi-pundi rezeki.
Teten Masduki, Menkop UKM mengungkap alasan dari larangan tersebut bahwa selama ini TikTok Shop hanya memiliki izin Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A). Larangan tersebut tercantum dalam revisi Permendag nomor 50 tahun 2020 mengenai Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (BBC News Indonesia).
Karena itu pemerintah mengeluarkan larangan TikTok Shop dengan alasan melindungi UMKM dan pedagang, dalam rangka membentuk sistem kerja yang lebih adil dan aman untuk perdagangan elektronik di Indonesia. Namun, faktanya banyak pedagang dan afiliatornya yang juga merasa dirugikan, sehingga menjadi pertanyaan tepatkah kebijakan tersebut ditetapkan?
Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaturan dalam sistem perekonomian, termasuk perdagangan dan pemasaran di negeri ini memiliki cacat dan malah membawa dampak buruk bagi masyarakat. Faktanya, ada banyak hal yang berpengaruh terhadap aktivitas perdagangan, yakni adanya pedagang bermodal besar yang menguasai pasar sehingga bisa melakukan monopoli hingga pengaturan pajak yang berbasis pada perusahaan secara fisik. Semua berasal dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini, yang hanya menguntungkan pihak pemilik modal besar.
Di tengah arus pemahaman kapitalisme, sistem perekonomiannya hanya mengarah pada keuntungan dan minim kajian pada dampak kerugian bagi sebagain pihak. Ini juga dipengaruhi oleh berkembangnya berbagai pusat layanan perbelanjaan online yang memiliki masalah di beberapa sisi.
Kondisi ini menggambarkan bahwa upaya pemerintah agak lamban dalam menjaga UMKM dan pedagang. Masyarakat yang telah menggantungkan usaha pada media tertentu akan merasakan dampak besarnya. Dari sini, tampak bahwa masyarakat tidak mendapatkan keadilan yang sama dalam menjalankan aktivitas ekonomi.
Penurunan daya beli masyarakat menjadi faktor dominan dalam lesunya perekonomian, termasuk sepinya tempat belanja offline. Oleh karena itu, pemerintah semestinya bisa berfokus untuk mencari cara dalam menaikkan daya beli masyarakat sebab mayoritas pelaku usaha, baik offline maupun online, adalah UMKM.
Adapun hal yang memengaruhi daya beli suatu masyarakat salah satunya adalah diterapkannya kebijakan Omnibuslow Ciptaker yang berdampak pada pendapatan riil masyarakat. Bahkan, kebijakan tersebut memudahkan suatu perusahaan untuk mem-PHK karyawannya.
Hal ini juga memmengaruhi pendapatan masyarakat yang kian menurun kemudian berpengaruh pada daya beli masyarakat karena harus melakukan penghematan demi memenuhi keperluan pokoknya.
Namun, alih-alih menyejahterakan rakyat, malah kebijakan yang diterapkan justru menyengsarakan rakyat. Belum lagi beban hidup yang kian berat, seperti tarif listrik dan air yang kian tinggi, harga bahan pokok yang juga tinggi, ditambah biaya sekolah, kesehatan, dan lainnya yang juga kian tinggi. Alhasil, pedagang di sektor rill (yang kebanyakan menjual bahan sandang) akan sepi, sebab uang masyarakat sudah habis hanya untuk membeli sembako.
Fakta di atas akan berbeda ketika menggunakan sistem Islam, karena Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin keadilan dalam aktivitas ekonomi bagi seluruh lapisan rakyat. Sistem ekonomi Islam juga melindungi pedagang dalam negeri dan pelaku usaha lainnya.
Di dalam sistem Islam, negara akan bersifat independen, baik sistem ekonomi, politik, dan lain-lain yang akan bebas dari kepentingan selain kepentingan umat. Sistem politiknya yang berdasarkan akidah Islam akan membentuk penguasa yang amanah dan taat syariat. Seluruh aturan yang ditetapkan tidak akan pernah lepas dari Al-Qur’an dan sunah.
Begitu pun dalam masalah ekonomi, semua diselesaikan dengan sudut pandang Islam. Islam sangat mendukung perkembangan teknologi. Kebijakannya sangat terbuka terhadap kemajuan teknologi.
Jual beli online merupakan wasilah yang jika dijaga sesuai syariat akan tampak kemaslahatan di dalamnya.
Salah satu contoh yaitu pada masa Khalifah Umar bin Khaththab dan Khalifah Utsman bin Affan terjadi masalah ekonomi yang menyebabkan daya beli menurun. Upaya yang dilakukan oleh khalifah adalah dengan menyuntikkan dana di tengah umat dengan berbagai cara. Maka, para pelaku bisnis akan mudah tumbuh dan berkembang. Secara otomatis, pendapatan karyawannya meningkat.
Selain meningkatnya pendapatan, maka kesejahteraan pun akan dijamin oleh negara. Namun, tidak menutup kemungkinan semua kepala rumah tangga mampu untuk mendapatkan pendapatan layak. Nah, jika ada kepala rumah tangga yang cacat atau sudah tidak sanggup bekerja, maka negaralah yang akan bertanggung jawab menyantuni mereka.
Hal ini bisa dijamin melalui sitem kas keuangan baitulmal yang ditunjang oleh regulasi kepemilikan. Misalnya, kepemilikan umum seperti barang tambang dan sumber daya alam yang tak terukur jumlahnya maka haram dikuasai swasta.
Negaralah yang berkewajiban mengelola dan mengembalikan hasilnya demi kemaslahatan umat dengan berbagai jaminan fasilitas dan kebutuhan, seperti listrik, air, BBM, sembako, dan lain-lain. Pengelolaannya secara langsung dilakukan oleh negara, sehingga kalaupun ada harga yang ditetapkan, maka harga tersebut dijamin terjangkau bagi semua kalangan dan cenderung tidak mahal seperti sekarang karena pengelolaannya diserahkan pada swasta. Wallahualam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd. (Aktivis)