YUSRIL IHZA MAHENDRA MENCARIKAN LEGITIMASI MEMPERPANJANG USIA KEKUASAAN JOKOWI BERDALIH CHAOS DAN PENDAPAT AHLI HUKUM ISLAM?
"Para ahli hukum Islam mengatakan, lebih baik ada sultan yang zalim daripada tidak ada sultan sama sekali; artinya, sultan itu zalim tapi masih ada yang bertanggung jawab, ada yang memimpin, tapi kalau tidak ada sultan sama sekali yang terjadi adalah kekacauan. Ahli hukum Islam sudah membicarakan itu 1.200 tahun yang lalu tentang keadaan seperti itu bisa terjadi."
[Yusril Ihza Mahendra, 2/4/2023]
Tinta Media - Meskipun telah terjadi skandal di kementrian keuangan soal dana cuci uang sebesar Rp349 triliun, yang merupakan konfirmasi kegagalan rezim Jokowi, jangan pernah berfikir Jokowi akan mundur karena malu. Bahkan, rezim Jokowi masih terus memupuk bibit mimpi memperpanjang kekuasaannya dengan berbagai dalih dan modus operandi.
Belum lama ini, mantan Menkumham yang juga ketua umum Partai Bulan Bintang, kembali menyanyikan lagu perpanjangan kekuasaan Jokowi berdalih kondisi chaos. Yusril menyatakan, dampak eksekusi putusan tunda Pemilu dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bisa berimplikasi pada Negara Dalam Keadaan Kekacauan dan Anarki Pada 20 Oktober 2024.
Menurutnya, penundaan Pemilu berimplikasi kepada masa jabatan masa jabatan DPR habis, presiden habis, menteri habis, DPD habis, MPR habis, dan berikutnya negara dalam kondisi chaos (kekacauan), anarki. Lalu, Yusril kemudian bernarasi tentang pentingnya Indonesia tetap memiliki pemimpin meskipun pemimpin tersebut zalim.
Yusril, berusaha mencari dalih atas urgensi 'pemimpin zalim tetap dipertahankan' dengan mengutip pendapat ahli hukum Islam (para Fuqoha).
Yusril kemudian mengatakan:
_"Para ahli hukum Islam mengatakan, lebih baik ada sultan yang zalim daripada tidak ada sultan sama sekali; artinya, sultan itu zalim tapi masih ada yang bertanggung jawab, ada yang memimpin, tapi kalau tidak ada sultan sama sekali yang terjadi adalah kekacauan."_
Terhadap pernyataan Yusril ini, perlu kita telaah secara kritis dengan dielektika sebagai berikut:
*Pertama,* pernyataan para ahli hukum Islam atau para ahli fiqh khususnya fiqh siyasah terkait pentingnya ada Sultan, itu ditujukan pada urgensi adanya seorang Imam (Khalifah) untuk memimpin Negara Khilafah, yang bertujuan untuk menegakkan al Qur'an dan as Sunnah. Qoul para ulama ini tidak ditujukan dan bukan untuk dijadikan dalih untuk mempertahankan kekuasaan yang zalim, yang tidak menerapkan hukum Islam, yang mengabaikan al Qur'an dan as Sunnah.
Menggunakan pendapat ahli hukum Islam, tetapi digunakan untuk mempertahankan kekuasaan sekuer yang zalim, apalagi jika nantinya digunakan untuk memperanjang usia kekuasaan Jokowi baik dengan modus operandi menerbitkan Dekrit, ataupun mengamandemen Konstitusi, *adalah bentuk pemerkosaan pendapat Ulama untuk tujuan dunia, yakni untuk melegitimasi kekuasaan zalim Jokowi.*
*Kedua,* patut diduga kuat Yusril sedang menjalankan pengkondisian opini publik untuk mengeksekusi rencana perpanjangan usia kekuasaan Jokowi, sebelum akhirnya blue print rencana ini dieksekusi. Sebagaimana kita ketahui, sebelumnya Yusril telah memberikan celah untuk memperpanjangan usia kekuasaan Jokowi melalui tiga cara: 1. Amandemen Konstitusi, 2. Tebitkan Dekrit, dan 3. Konvensi.
Semua narasi yang diedarkan oleh Yusril dapat dijadikan sarana justifikasi secara hukum untuk memperpanjang usia kekuasaan Jokowi. Yusril tidak pernah menulis, pembangkangan terhadap konstitusi dan pengkhiantan terhadap amanah rakyat dapat berujung digantungnya Jokowi oleh rakyat seperti raja Louis di Perancis.
*Ketiga,* meskipun PBB lolos Pemilu, tetapi Yusril jarang mengendorse partainya agar dipilih rakyat. Sebab, *Yusril mungkin juga sadar partainya akan kembali menjadi partai yang hanya menjadi peserta Pemilu tetapi tidak lolos Parlementiary Treshold.*
Karena itu, posisi mengendorse alasan tunda Pemilu, mendukung kekuasaan Jokowi, tetap memiliki Pemimpin (baca: Jokowi) meskipun zalim, tentu lebih menguntungkan posisi tawar PBB. Setidaknya, benefit PBB akan meningkat, bukan sekedar hanya mampu menempatkan Afriansyah Noor (Sekjen PBB) menjadi Wamenakertrans.
Yusril dan Sekjennya, dalam forum partainya memuji-muji Jokowi sebagai pemimpin terbaik. Tidak ada pemimpin sebaik Jokowi, yang lainnya hanya omong doang.
*Keempat,* sejatinya kalau 20 Oktober 2024 tidak ada Presiden pengganti Jokowi dari hasil Pemilu, sebenarnya mudah saja menjatuhkan Jokowi secara konstitusi karena kontrak politik berakhir, dan segera mencari pemimpin baru. Rujukannya tidak harus konstitusi, karena perubahan juga dapat terjadi secara ekstra konstitusi.
Reformasi 1998 juga terjadi diluar konstitusi, namun karena disetujui rakyat akhirnya perubahan itu diadopsi secara konstitusi. Jadi, rakyat jangan mau dibodoh-bodohi atau ditakut-takuti, kalau tidak ada penguasa akan chaos, dan dipaksa menerima Jokowi untuk melanjutkan kekuasaannya meskipun zalim.
Justru rakyat-lah sang pemilik kekuasaan. Rakyat harus menyadari, bahwa rakyat dapat mencabut kekuasaan dan memberikan kekuasaan kepada siapapun, selain kepada Jokowi. Dan dibalik itu semua, Allah SWT lah hakekatnya pemilik kekuasaan yang sejati.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26)
_"Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."_
*[QS Ali Imran : 26].*
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/