Tinta Media: Tiga Periode
Tampilkan postingan dengan label Tiga Periode. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tiga Periode. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 April 2023

YUSRIL IHZA MAHENDRA MENCARIKAN LEGITIMASI MEMPERPANJANG USIA KEKUASAAN JOKOWI BERDALIH CHAOS DAN PENDAPAT AHLI HUKUM ISLAM?

"Para ahli hukum Islam mengatakan, lebih baik ada sultan yang zalim daripada tidak ada sultan sama sekali; artinya, sultan itu zalim tapi masih ada yang bertanggung jawab, ada yang memimpin, tapi kalau tidak ada sultan sama sekali yang terjadi adalah kekacauan. Ahli hukum Islam sudah membicarakan itu 1.200 tahun yang lalu tentang keadaan seperti itu bisa terjadi."

[Yusril Ihza Mahendra, 2/4/2023]

Tinta Media - Meskipun telah terjadi skandal di kementrian keuangan soal dana cuci uang sebesar Rp349 triliun, yang merupakan konfirmasi kegagalan rezim Jokowi, jangan pernah berfikir Jokowi akan mundur karena malu. Bahkan, rezim Jokowi masih terus memupuk bibit mimpi memperpanjang kekuasaannya dengan berbagai dalih dan modus operandi.

Belum lama ini, mantan Menkumham yang juga ketua umum Partai Bulan Bintang, kembali menyanyikan lagu perpanjangan kekuasaan Jokowi berdalih kondisi chaos. Yusril menyatakan, dampak eksekusi putusan tunda Pemilu dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bisa berimplikasi pada Negara Dalam Keadaan Kekacauan dan Anarki Pada 20 Oktober 2024.

Menurutnya, penundaan Pemilu berimplikasi kepada masa jabatan masa jabatan DPR habis, presiden habis, menteri habis, DPD habis, MPR habis, dan berikutnya negara dalam kondisi chaos (kekacauan), anarki. Lalu, Yusril kemudian bernarasi tentang pentingnya Indonesia tetap memiliki pemimpin meskipun pemimpin tersebut zalim.

Yusril, berusaha mencari dalih atas urgensi 'pemimpin zalim tetap dipertahankan' dengan mengutip pendapat ahli hukum Islam (para Fuqoha). 

Yusril kemudian mengatakan:

_"Para ahli hukum Islam mengatakan, lebih baik ada sultan yang zalim daripada tidak ada sultan sama sekali; artinya, sultan itu zalim tapi masih ada yang bertanggung jawab, ada yang memimpin, tapi kalau tidak ada sultan sama sekali yang terjadi adalah kekacauan."_

Terhadap pernyataan Yusril ini, perlu kita telaah secara kritis dengan dielektika sebagai berikut:

*Pertama,* pernyataan para ahli hukum Islam atau para ahli fiqh khususnya fiqh siyasah terkait pentingnya ada Sultan, itu ditujukan pada urgensi adanya seorang Imam (Khalifah) untuk memimpin Negara Khilafah, yang bertujuan untuk menegakkan al Qur'an dan as Sunnah. Qoul para ulama ini tidak ditujukan dan bukan untuk dijadikan dalih untuk mempertahankan kekuasaan yang zalim, yang tidak menerapkan hukum Islam, yang mengabaikan al Qur'an dan as Sunnah.

Menggunakan pendapat ahli hukum Islam, tetapi digunakan untuk mempertahankan kekuasaan sekuer yang zalim, apalagi jika nantinya digunakan untuk memperanjang usia kekuasaan Jokowi baik dengan modus operandi menerbitkan Dekrit, ataupun mengamandemen Konstitusi, *adalah bentuk pemerkosaan pendapat Ulama untuk tujuan dunia, yakni untuk melegitimasi kekuasaan zalim Jokowi.*

*Kedua,* patut diduga kuat Yusril sedang menjalankan pengkondisian opini publik untuk mengeksekusi rencana perpanjangan usia kekuasaan Jokowi, sebelum akhirnya blue print rencana ini dieksekusi. Sebagaimana kita ketahui, sebelumnya Yusril telah memberikan celah untuk memperpanjangan usia kekuasaan Jokowi melalui tiga cara: 1. Amandemen Konstitusi, 2. Tebitkan Dekrit, dan 3. Konvensi.

Semua narasi yang diedarkan oleh Yusril dapat dijadikan sarana justifikasi secara hukum untuk memperpanjang usia kekuasaan Jokowi. Yusril tidak pernah menulis, pembangkangan terhadap konstitusi dan pengkhiantan terhadap amanah rakyat dapat berujung digantungnya Jokowi oleh rakyat seperti raja Louis di Perancis.

*Ketiga,* meskipun PBB lolos Pemilu, tetapi Yusril jarang mengendorse partainya agar dipilih rakyat. Sebab, *Yusril mungkin juga sadar partainya akan kembali menjadi partai yang hanya menjadi peserta Pemilu tetapi tidak lolos Parlementiary Treshold.*

Karena itu, posisi mengendorse alasan tunda Pemilu, mendukung kekuasaan Jokowi, tetap memiliki Pemimpin (baca: Jokowi) meskipun zalim, tentu lebih menguntungkan posisi tawar PBB. Setidaknya, benefit PBB akan meningkat, bukan sekedar hanya mampu menempatkan Afriansyah Noor (Sekjen PBB) menjadi Wamenakertrans.

Yusril dan Sekjennya, dalam forum partainya memuji-muji Jokowi sebagai pemimpin terbaik. Tidak ada pemimpin sebaik Jokowi, yang lainnya hanya omong doang.

*Keempat,* sejatinya kalau 20 Oktober 2024 tidak ada Presiden pengganti Jokowi dari hasil Pemilu, sebenarnya mudah saja menjatuhkan Jokowi secara konstitusi karena kontrak politik berakhir, dan segera mencari pemimpin baru. Rujukannya tidak harus konstitusi, karena perubahan juga dapat terjadi secara ekstra konstitusi.

Reformasi 1998 juga terjadi diluar konstitusi, namun karena disetujui rakyat akhirnya perubahan itu diadopsi secara konstitusi. Jadi, rakyat jangan mau dibodoh-bodohi atau ditakut-takuti, kalau tidak ada penguasa akan chaos, dan dipaksa menerima Jokowi untuk melanjutkan kekuasaannya meskipun zalim. 

Justru rakyat-lah sang pemilik kekuasaan. Rakyat harus menyadari, bahwa rakyat dapat mencabut kekuasaan dan memberikan kekuasaan kepada siapapun, selain kepada Jokowi. Dan dibalik itu semua, Allah SWT lah hakekatnya pemilik kekuasaan yang sejati.


قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26)
 
_"Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."_

*[QS Ali Imran : 26].*

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/


Jumat, 23 Desember 2022

WASPADA, MODUS MEMPERPANJANG USIA KEKUASAAN JOKOWI DENGAN WACANA KEMBALI KE UUD 1945 ASLI MELALUI DEKRIT PRESIDEN

Tinta Media - Jumat, 16 Desember 2022, Ketua DPD RI La Nyalla Mataliti melalui BIRO PERS, KOMUNIKASI DAN INFORMASI mengeluarkan SIARAN PERS yang bertema Barisan Pejuang Konstitusi Dukung Ketua DPD RI Kembalikan UUD 1945 Naskah Asli Melalui Dekrit Presiden. Kelompok ini mengusulkan mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli untuk kemudian disempurnakan dengan adendum. 

Seolah, ide ini adalah ide perjuangan untuk melawan oligarki dan kezaliman rezim Jokowi. Padahal, jika ide ini mendapatkan dukungan publik, maka ide ini bisa dieksekusi untuk memperpanjang usia kekuasaan Jokowi.

Dalam UUD 1945 asli, tidak ada pembatasan jabatan Presiden. Seorang Presiden, bisa menjadi Presiden berkali-kali tanpa ada batasan periode jabatan, seperti yang terjadi di era Rezim Soeharto.

Ide kembali ke UUD 1945 asli ini tentu akan sangat didukung Jokowi. Dia, akan setuju mengeluarkan dekrit agar dirinya bisa menjadi Presiden kembali berkali-kali dan tanpa perlu mengadakam Pilpres.

Ilustrasinya demikian:

*Pertama,* Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit yang isinya kembali ke UUD 1945 asli.

*Kedua,* Pemilu hanya untuk memilih Partai Politik, seperti era Orba.

*Ketiga,* Pilpres cukup via MPR dimana syaratnya tidak ada lagi batasan 2 periode jabatan Presiden.

*Keempat,* Jokowi maju sebagai Capres lagi dan dimenangkan secara aklamasi oleh MPR RI.

Jadi, waspada pada ide kembali ke UUD 1945 asli melalui penerbitan dekrit. Apalagi, setelah penolakan publik yang keras pada wacana Jokowi tiga periode dan tunda Pemilu.

Iming-iming 'amandemen terbatas' setelah kembali ke UUD 1945 hanyalah gula-gula untuk mengelabui publik agar memberikan dukungan terbitnya dekrit. Apalagi meminjam narasi umat Islam pasti akan setuju kembali ke UUD 1945 naskah asli adalah klaim yang menipu. Soal catatan apapun yang akan diamandemen atau adendum itu bersumber dari Kitab Suci Alquran, tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Semua itu hanyalah jebakan politik, untuk mempertahankan usia kekuasaan Jokowi, setelah wacana tiga periode dan tunda Pemilu ditentang publik. Ini juga merupakan komitmen lanjutan La Nyalla yang mendukung Jokowi untuk terus berkuasa, setelah sebelumnya bicara soal wacana tunda Pemilu dengan dalih pandemi. 

La Nyalla, telah memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua DPD RI bukan untuk mewakili kepentingan Daerah, melainkan melayani kepentingan oligarki yang menginginkan Jokowi terus menjadi Presiden RI.

Melalui dekrit ini, biaya dan teknis untuk memperpanjang usia kekuasaan Jokowi menjadi lebih murah dan simple, ketimbang harus dengan Pemilu tiga periode, atau menunda Pemilu. Dengan kembali ke UUD 1945, seolah rezim mengikuti aspirasi rakyat, padahal ingin membonceng gerbong ini untuk mempertahankan kekuasannya. 

Umat Islam tidak boleh terjebak dan ditarik ke gerbong perjuangan palsu ini. Umat Islam harus teguh dan komitmen kembali kepada hukum Allah SWT, dengan menerapkan syariat Islam dalam seluruh dimensi kehidupan. 

Yakinlah, hanya dengan kembali kepada hukum Allah SWT, negeri ini akan menjadi negeri yang baldatun, thayyibatun, warabbun ghafur. Negeri yang penuh berkah dengan jaminan keadilan dan kesejahteraan yang berlimpah.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

_"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."_

QS Al A'raf: 96. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum LBH LESPASS (Lex Sharia Pacta Sunt Servanda)

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab