Hakim Agung Terseret OTT KPK, MMC: Akibat Penerapan Sistem Batil Sekuler Demokrasi Kapitalisme
Tinta Media - Menanggapi kasus Hakim Agung yang terseret OTT oleh KPK, Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai fenomena korupsi para pejabat tersebut, bukan masalah moral individu tetapi penerapan sistem batil sekuler demokrasi kapitalisme.
"Fenomena korupsi yang menjadi kebiasaan di kalangan para pejabat bukan masalah moral individu rendah, integritas kerja yang kurang ataupun sistem struktural lembaga yang kurang pengawasan. Ada hal yang lebih fundamental dari itu, yakni penerapan sistem batil sekuler demokrasi kapitalisme," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Hakim
Agung Terseret OTT, Pemberantasan Korupsi Mimpi dalam Sistem Demokrasi? Di kanal YouTube Muslimah Media Center, Ahad (2/10/2022).
Menurutnya, sistem kehidupan ini adalah sistem batil sehingga apapun aturan yang keluar dari sistem ini hanya akan membawa kerusakan. Sekularisme adalah akidah batil karena memisahkan agama dari kehidupan. Manusia yang terjangkiti sekularisme tidak menjadikan tolak ukur agama sebagai pemutus perkaranya. "Mereka tidak mengenal halal haram, baik buruk, boleh tidak boleh, sebagaimana yang diatur oleh syariat. Manusia bebas mengatur kehidupan mereka sesuai kehendaknya," ujarnya.
"Sistem politik yang mendukung eksistensi sekularisme adalah demokrasi," imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa demokrasi menjadikan manusia berdaulat atas hukum. Mereka bisa membuat, merevisi dan menghapus aturan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Seperti mekanisme meraih kekuasaan. Dalam demokrasi, suar mayoritas adalah syarat legal untuk berkuasa. "Maka para calon penguasa harus memiliki sokongan dana dari sponsor untuk memenangkan kontestasi pemilu," bebernya.
Ia menilai bahwa inilah penyebab korupsi akut di kalangan pejabat. Sementara mindset Kapitalisme yang menguasai kehidupan manusia saat ini, menjadikan materi sebagai orientasi kehidupan. Uang, jabatan, prestise adalah segalanya. "Maka tak ayal, yang seharusnya merupakan pemberi keadilan menjadi sarang para mafia peradilan," tuturnya.
Dengan demikian, lanjutnya, problem korupsi adalah program sistem dan cacat bawaan sistem yang tidak bisa diberantas tuntas, meski ada lembaga super anti korupsi.
Solusi
Narator mengatakan, umat membutuhkan sistem pengganti yang sudah terbukti mampu mewujudkan pemberantasan korupsi dari akar hingga daun. "Sistem ini adalah sistem Islam yang secara fiqih disebut sistem khilafah," terangnya.
Menurutnya, penerapan sistem khilafah akan membawa kebaikan untuk umat dan seluruh alam. Sebab sistem kehidupan yang menjadi dasar berdirinya Daulah khilafah adalah akidah Islam, sehingga ketika menyelesaikan sebuah perkara pun sesuai dengan syariat Islam.
Ia mengutip penjelasan Syeikh Abdulrahman al Maliki dalam kitab Nidzamul Uqubat bahwa kasus Korupsi dalam Islam disebut dengan perbuatan khianat dan tidak termasuk definisi mencuri atau sariqah karena perbuatan tersebut termasuk penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang.
Ia melanjutkan bahwa sebuah hadist dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan termasuk koruptor yang merampas harta orang lain dan penjambret. Hadist riwayat Abu Daud," ucapnya.
Berdasarkan hadits di atas maka sanksi atau uqubat bagi pelaku korupsi adalah takzir, Qadhi atau Hakim akan memberi hukuman sesuai level kejahatan yang dilakukan. Sanksi ini bisa mulai dari yang paling ringan seperti nasihat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda atau qharamah, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk hingga sanksi yang paling tegas yaitu hukuman mati.
"Ini adalah upaya kuratif dari Daulah khilafah yang akan menimbulkan efek jawabir yakni sebagai penebus dosa pelaku di akhirat dan efek zawajir sebagai pencegah di masyarakat," jelasnya.
Selain itu, ia melanjutkan bahwa untuk menciptakan suasana bebas korupsi, khilafah akan menerapkan paling tidak ada enam langkah sebagai langkah preventif
Pertama, Khilafah merekrut pegawai sesuai profesionalitas dan integritas bukan berasaskan konektivitas atau nepotisme. Untuk aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah yakni kapabilitas dan kepribadian Islam atau syakhsiyah Islamiyah.
Kedua, Khilafah melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.
Ketiga, memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada seluruh aparatnya sehingga tidak ada alasan bagi pegawai melakukan korupsi.
Keempat, Khilafah melarang para pejabatnya menerima suap dan hadiah. "Syeikh Abdul Qodir Zallum dalam Al Amwal di Daulah Khilafah menjelaskan untuk memantau harta kekayaan pejabat, Khilafah membentuk badan pengawas atau pemeriksa keuangan seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab Radhiallahu Anhu. Beliau mengangkat Muhammad bin maslamah sebagai pengawas keuangan, tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara," ungkapnya.
Kelima, adanya teladan dari pemimpin. Dan yang keenam, adanya pengawasan oleh negara dan masyarakat.
"Inilah mekanisme tuntas penanganan korupsi yang ditawarkan oleh Khilafah," pungkasnya.[] Ajira