Tinta Media: Teroris
Tampilkan postingan dengan label Teroris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teroris. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Desember 2023

Zionis Yahudi Tidak Disebut Teroris, Direktur Pamong Institute: Ini Ketidakadilan Dunia



Tinta Media - Menanggapi Zionis Yahudi yang menyerang anak-anak, sekolah, rumah sakit, dan pemukiman sipil tidak pernah disebut sebagai teroris, Direktur Pamong Institute Wahyudi al Maroky menilai sebagai ketidakadilan dunia.

“Jadi ini ketidakadilan dunia,” nilainya pada rubrik yang berjudul Zionis Yahudi Itu Teroris Internasional, Anak-anak dan Sekolah Diserang, RS, Rumah Ibadah Dibombardir di kanal YouTube Media Dakwah Jambi, Kamis (30/11/2023).

Menurut Wahyudi, sebenarnya kalau dikategorikan kejahatan internasional, Zionis telah melakukan kejahatan, karena rumah sakit diserang. “Jadi, Zionis itu, rumah sakit diserang, sekolah diserang, masjid diserang, bahkan ada gereja juga,” ungkapnya.

Ia merasa aneh, sampai sekarang orang masih tidak melabeli Zionis Yahudi Laknatullah itu sebagai teroris internasional yang paling besar. “Ya karena sebenarnya labelnya mereka yang pegang. Label teroris itu hanya disematkan kepada gerakan Islam, organisasi Islam. Sementara yang membunuh sampai ribuan anak-anak, belasan ribu korban itu tidak disebut teroris,” tuturnya.

“Ketika ketidakadilan menimbulkan perlawanan, perlawanannya disebut teroris lagi,” sesalnya.

Wahyudi mengungkap pernyataan Zionis yang mengatakan di rumah sakit itu ada terowongan yang dikaitkan dengan terowongan Hamas adalah fitnah. “Sebenarnya dunia juga sudah tahu bahwa Zionis itu selalu menebar fitnah. Dari dulu fitnah. Memang tukang memfitnah dia,” ungkapnya.
“Kalaupun tidak ada argumen juga, dia nyerang, nyerang aja,” tambahnya.

Dikatakannya dalam peraturan internasional memang rumah sakit tidak boleh diserang. “Tapi kan faktanya mereka serang aja itu, Zionis Yahudi itu menyerang dan tidak ada hukuman buat dia sebagai pelanggaran,” ujarnya.

“Kenapa tidak hukum tidak ada satu institusi yang menegakkan hukum untuk dia?” tanyanya melanjutkan.

Menurutnya, tidak ada yang bisa diharapkan dari institusi PBB maupun negara lain. “Kalau kita berharap institusinya PBB, ternyata PBB kan ya cincai sama dia, gak berbuat apa-apa. Kita berharap sama negara Amerika yang katanya menjunjung tinggi HAM, gak ada istilah ham-haman itu situ,” tegasnya.

Ia mengungkap tidak berfungsinya semua instansi internasional. “Kita berharap PBB ngurusi yang anak-anak, berapa ribu anak yang meninggal dibunuh? Coba bayangkan itu kan gak diurus sama PBB,” ungkapnya.
 
“Jadi, di situ kita bisa melihat PBB, komnasham, negara-negara OKI, International Court Criminal Justice, semua tidak berfungsi kalau korbannya umat Islam,” imbuhnya.

Memang menurutnya umat Islam butuh organisasi sendiri, butuh negara sendiri, butuh pemimpin sendiri yang bisa membantu menyelesaikannya. “Itulah yang disebut kalau kita bilang ya minimal kepemimpinannya, kepimpinan Islam baru bisa menyelesaikan masalah ini,” tuturnya.

Kalau ada korban, kena bom, kena tembak, kena runtuhan bangunan, menurutnya, wajar diurus oleh dokter. “Gitu wajar masuk rumah sakit, tapi pelaku yang membuat runtuh, membuat luka tembak, ini harusnya diurus oleh tentara,” ujarnya.

“Jadi kalau mau menghentikan itu, kirim tentara ke sana! Karena ya adilnya gitu. Harusnya begitu. Jadi jangan tentara dihadapi dokter, itu korban lagi nanti,” tegasnya.

Kalau tidak mau menyelesaikan masalah Palestina, Wahyudi berpandangan tentu tidak akan terjadi itu pengiriman pasukan. “Tentu harus ada penyadaran umat supaya bantuan dilakukan terus, tetapi juga penyadarannya terus untuk supaya punya kepemimpinan yang kuat, supaya bisa mengusirlah, minimal itu mencegah supaya tidak menyerang lagi,” pungkasnya. [] Raras

Kamis, 16 November 2023

Nada Teroris dalam Konflik dan Menjelang Pemilu



Tinta Media - Dalam situasi yang kini sedang genting antara dua negara yang berkonflik, serta semakin dekatnya pesta rakyat menjelang pemilu, nyanyian "terorisme" kembali dibunyikan, seakan permasalahan utama dalam negeri ini hanya radikalisme.

Dilansir dari Sindonews.com (03/11/2023), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa perang Yahudi-Palestina bisa membangkitkan sel teroris di Indonesia. Karena itu, Kapolri telah meminta anggotanya siaga dan menindak tegas semua hal yang mengganggu keamanan, termasuk ancaman terhadap Pemilu 2024. 

Hal tersebut didukung oleh Pimpinan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, KH. Ibnoe Athaillah Yusuf. Menurutnya, tindakan Kapolri terkait konflik Yahudi-Palestina adalah hal wajar demi menjaga keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), apalagi hal ini mencakup keamanan dunia Internasional. 

Adanya konflik antara Yahudi-Palestina, dengan potensi konten media sosial mampu menghidangkan fakta yang ada tentang permasalahan yang terjadi. Hal ini menyadarkan umat, khususnya umat Islam di seluruh dunia bahwa konflik yang menelan banyak korban jiwa di Palestina akibat dari serangan Zionis Yahudi ini bukan hanya sekadar persoalan kemanusiaan, tetapi lebih kepada persoalan agama. Tidak sedikit dari umat Islam yang pro-penjajah Yahudi karena terbawa arus opini menyimpang dan sesat yang diembuskan Barat yang licik dalam memutarbalikkan fakta. 

Namun, kesadaran yang jernih tentunya mampu membangkitkan umat untuk merespon dan menentukan di posisi mana ia akan berdiri, yang tentunya semata hanya mencari rida Allah Swt. Kebangkitan ini mampu menggerakkan pemikiran, perasaan, serta sampai pada tindakan untuk membantu saudara-saudara di Palestina. Namun, kesadaran ini sepertinya menjadi hal yang diwaspadai di negeri ini. Mengapa?

Belum lagi di sepanjang bulan Oktober 2023, Densus 88 antiteror Polri telah menangkap sebanyak 18 tersangka pelaku tindak terorisme di sejumlah daerah di Indonesia. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah aksi teror, khususnya menjelang pelaksanaan pemilu 2024. 

Hal ini seolah menjadi rutinitas negeri dengan alasan tindakan preventif pengamanan Pemilu. Meski begitu, kadang penangkapan terjadi di lapangan pada seseorang yang masih berstatus terduga teroris. Fakta ini mengindikasikan kuatnya program deradikalisasi dan moderasi beragama. 

Terlebih, pasca diasahkan PP No.58 Tahun 2023 mengenai penguatan moderasi beragama. Di sini, umat harus sadar bahwa program deradikalisasi dan moderasi beragama ini sejatinya adalah program yang disetting secara global dan dibidani oleh Amerika. 

Amerika sebagai negara pengemban ideologi kapitalisme memahami betul akan potensi kekuatan kaum muslimin dan berusaha menghilangkan kekuatan tersebut bagi mereka. Sangat berbahaya jika kaum muslimin menyadari pentingnya persatuan umat di bawah kepemimpinan Islam. 

Karena itu, kaum muslimin harus menyadari betapa mulianya aktivitas dakwah dan jihad. Jika kesadaran itu terwujud, maka sekelompok negara kapitalisme akan hilang. Karenanya, sebuah lembaga 'think tank' milik Amerika, seperti Rand Corporation membuat rencana besar untuk menancapkan moderasi Islam, atau Islam sesuai Barat.

Semua kebijakan Barat ditujukan untuk menjauhkan umat Islam dari pemahamannya. Untuk itu, Amerika mengajak sekutunya mengadopsi kebijakan ini. Beberapa istilah ajaran Islam yang dianggap Barat berbahaya akan dikaburkan maknanya, seperti jihad, khilafah, dan lainnya. Bahkan, istilah-istilah itu busa diganti sesuai tujuan mereka. 

Kaum muslimin yang mengkaji Islam secara mendalam akan mendapat cap dan narasi-narasi, seperti teroris, radikalis, dan lainnya. Allah Ta'ala menurunkan syariat jihad sebagai salah satu ajaran yang mulia, bukan ajaran terorisme, sebagaimana narasi Barat saat ini.

Seiring narasi yang bergulir, patut juga diduga bahwasanya kewaspadaan itu ditujukan pada konten-konten dakwah kaffah yang mereka sebut “radikal atau fundamental”. Padahal, masih banyak konten yang lebih berbahaya, yakni konten liberalisme, sekularisme, hedonisme, pornografi, dan lainnya yang jelas lebih merusak dan menghancurkan bagi generasi negeri. Mengapa hal ini tidak disebut sebagai  ancaman berbahaya bagi NKRI? 

Penguasa negeri ini juga terkesan lebih rela generasi negeri ini berkepribadian sekuler, berpikir liberal, dan bergaya hidup hedonistik ketimbang berkepribadian Islam yang taat pada syariat Islam. Faktanya, definisi terorisme atau radikalisme sendiri sampai saat ini tidak jelas dan samar, bisa ditarik sesuai tujuan dan kepentingan. Buktinya, narasi ini selalu digunakan untuk menstigma Islam dan kaum muslimin. 

Di sisi lain, jihad didegradasikan maknanya oleh Barat dengan makna bahasa, yaitu bersungguh-sungguh, apa pun aktivitasnya. Padahal, menurut makna syara', jihad merujuk pada akivitas perang. Hal ini dapat dibuktikan dengan nas-nas terkait jihad. 

Di antara dalilnya adalah dalam QS. At-Taubah ayat 29 dan 41. Syekh Taqiyuddin An Nabani menjelaskan definisi jihad dalam kitab Asyahsiyah Islamiyah jilid 2, yakni jihad adalah mencurahkan kemampuan untuk berperang di jalan Allah secara langsung atau dengan bantuan harta, pemikiran, memperbanyak perbekalan dan sebagainya.  

Al-Hafizh Ahmad bin 'Ali bin Hajar al-'Asqalani rahimahullah dalam kitab Fathul Baari (VI/3) menjelaskan bahwa jihad secara syar'i adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir. Secara implementasi adalah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. 

Jihad ada dua bentuk, yaitu:

Pertama, jihad secara ofensif (Futuhat) adalah jihad yang dilakukan ketika kaum muslimin memiliki negara atau Daulah Islam (Khilafah). Jihad ini bertujuan untuk mendakwahkan Islam. Salah satu contoh jihad ofensif yang dilakukan pada masa Rasulullah adalah perang Hunain dan Tabuk. Sedangkan di masa para khalifah, jihad ini terjadi pada penaklukan Persia, Syam, Mesir, Andalusia, dan Semenanjung Balkan. 

Wajib dipahami bahwa jihad futuhat ini berbeda dengan penjajahan dalam kapitalisme. Futuhat bukanlah merampas kekayaan alam, tetapi justru mengurus rakyat dalam naungan Islam dan mewujudkan kesejahteraan. Peradaban Islam ini telah tertoreh dalam tinta emas sejarah selama 13 abad lamanya. 

Kedua, jihad defensif, yaitu jihad yang dilakukan saat kaum muslimin mendapat serangan musuh. Tanah mereka diduduki, kemerdekaan mereka dirampas di wilayah yang mereka tinggali. Contoh jihad ini adalah jihad kaum muslimin yang kini dilakukan oleh rakyat Palestina melawan Zionis Yahudi.

Pada faktanya dengan adanya jihad, musuh-musuh Islam akan gentar, seperti pada masa Rasulullah saw. dan kekhilafahan. Saat itu tidak ada negara yang berani menghinakan kaun muslimin seperti hari ini. Ketika ada kaum muslimin yang berdakwah memperjuangkan Islam agar semua syariat dapat terlaksana, maka dikatakan sebagai tindakan yang menebar teror. Akan tetapi, justru mereka sedang menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan dalam firman Allah:

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka iitulah orang-orang yang beruntung." (TQS. Ali Imran ayat 104). Wallaahu a'lam.

Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media

Senin, 01 Mei 2023

IJM: Status Siaga Tempur Darat TNI Hadapi KKB Papua Setengah Hati

Tinta Media - Peningkatan status di Papua menjadi siaga tempur oleh Panglima TNI Laksamana Yudho Margono setelah terjadinya serangan dari kelompok kriminal bersenjata atau KKB yang menewaskan seorang prajurit TNI dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardhana masih setengah hati karena pragmatisme elit politik.

“Secara technically siaga tempur darat yang dilakukan oleh Pak Yudho Margono menurut saya pribadi sudah tepat, tapi masalahnya TNI menjadi setengah hati karena pragmatisme dari elit politik negeri ini, khawatir Amerika dan Inggris membawa masalah ini menjadi kasus HAM internasional sehingga menyebabkan Papua bisa lepas,” ungkapnya dalam dalam Kabar Petang: Ganyang KKB di Papua! melalui kanal Youtube Khilafah News Channel, Selasa (25/04/2023).

Menurut Agung, ketika status wilayahnya sudah siaga tempur darat, seharusnya didukung dengan tambahan anggaran, pasukan, peralatan tempur dan lain sebagainya. Tapi beberapa pihak elit politik kurang mendukung, malah melakukan pendekatan-pendekatan humanis dan lobi-lobi.

“Pak Jokowi mendekati Egianus Kogoya, berharap ada pendekatan-pendekatan humanis ada lobi-lobi, itu tidak berguna. Karena yang mereka minta, masalah Papua setelah membara, masuk ke meja perundingan, berarti membawa kasus Papua ini pada ranah internasional dan menjadikan PBB sebagai penengah. Kalau PBB jadi penengah maka Indonesia berpeluang kalah sangat besar, karena kita tahu bahwa di belakang layarnya ada kekuatan asing yang punya kedekatan dengan PBB, ditambah lingkup cara berpikir PBB dan dunia hari ini dengan pendekatan HAM, Indonesia akan kejebak,” tuturnya.

Menurutnya, penyelesaian masalah Papua secara komprehensif adalah dengan menghentikan seluruh campur tangan asing, mengusir semua kekuatan negara imperialis yang bercokol di Papua dan segera membangun Papua secara serius dalam segala bidang kehidupan.

“Penyelesaian masalah Papua secara komprehensif, poin dasarnya adalah pertama, menghentikan seluruh campur tangan asing termasuk campur tangan dari mereka-mereka yang men-support Papua merdeka juga mengultimatum mereka yang ingin membawa kasus Papua ini pada konteks internasional. Kedua, mengusir semua kekuatan negara imperialis yang bercokol di Papua, baik dalam bentuk perusahaan, kekuatan politik maupun jurnalis. Ketiga, segera membangun Papua secara serius dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, kesejahteraan dan peradabannya, tapi bukan dengan pendekatan otonomi khusus yang seperti sekarang ini,” jelasnya.

Agung menegaskan, hanya dengan Khilafah Islamiyah yang menerapkan Islam secara kaffah di negeri Papua dan negeri Islam lainnya, maka keberanian untuk melawan, mengusir semua kekuatan asing dari bumi Papua dan kemauan untuk menyejahterakan Papua itu baru bisa dilaksanakan.

“Kami berpikir bahwa segera, dalam tempo sesingkat-singkatnya untuk menegakkan Khilafah Islamiyah. Karena hanya dengan Khilafah Islamiyah yang menerapkan Islam secara kaffah di negeri Papua dan negeri Islam lainnya, maka rekomendasi yang tadi saya sarankan, yakni keberanian untuk melawan asing, mengusir semua kekuatan asing dari bumi Papua, menyejahterakan Papua, baru bisa dilaksanakan,” pungkasnya. [] Evi

Jumat, 13 Januari 2023

Tudingan Radikal dan Teroris Karena Mendakwahkan Khilafah, Gus Uwik: Jelas Salah!

Tinta Media - Adanya tudingan pihak tertentu yang menggolongkan beberapa web Islam ke dalam situs web pro radikal dan teroris karena konsisten mendakwahkan khilafah sebagai ajaran Islam, menurut Peneliti Pusat kajian Peradaban Islam Gus Uwik penggolongan tersebut jelas salah.

“Jelas salah tudingan tersebut. Karena khilafah itu bagian syariat Islam, bukan ideologi apalagi ajaran sesat,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (12/1/2023).

Gus Uwik juga merasa heran terhadap tudingan tersebut. “Bagaimana mungkin syariat Islam dikatakan berbahaya? Justru syariat Islam itu akan membawa rahmatan lil 'alamin sebagaimana janji Allah SWT. Itu janji dari Sang Pencipta Alam Semesta. Pasti tidak pernah salah. Masak kita mau ingkar dengan janji Allah? Tentu tidak,” ujarnya.

Di sisi lain, menurutnya dakwah hukumnya adalah fardhu kifayah. “Artinya wajib ada dari sebagian umat Islam yang melakukannya. Jika tidak maka akan berdosa. Dan saat ini, salah satu bentuk dakwah adalah dengan tulisan yang bisa disebar melalui web. Artinya mendakwahkan bagian dari syariat Islam, yakni Khilafah adalah sebuah fardhu kifayah,” tandasnya. 

Jika kedudukannya seperti di atas, ia menilai hal yang konyol jika dakwah khilafah melalui media digolongkan pro radikal dan terorisme. “Itu jelas ngawur dan pasti tidak ada logika tepat dan benar yang mendasarinya. Lebih banyak pada dugaan dan halusinasi semata,” imbuhnya.

Ia menjabarkan banyak dalil yang menjelaskan akan adanya Khilafah dan kewajiban akan adanya khilafah. “Semua sudah dijelaskan secara detail oleh empat Mazhab, sebagaimana jelasnya menjelaskan bab thoharoh. Tidak ada yang samar. Kalau lah ada perbedaan, itu hanya pada hal-hal pendetailan saja. Secara pokok tentang kewajiban khilafah tidak ada perselisihan. Jadi kalau ada yang menyalahkan atau bahkan menuduh Khilafah adalah ajaran yang tertolak apalagi teroris, jelas ini menyelisihi pendapat jumhur ulama. Tidak ada dalilnya. Yang ada hanya karena islamofobia,” urainya.

Terkait dengan dalil kewajiban Khilafah, ia menyarankan untuk membuka buku karya ulama Nusantara yang dari dulu menjadi salah satu rujukan di sekolah menengah dan perguruan tinggi Islam di Indonesia dan Malaysia. Buku tersebut adalah buku karya Sulaeman Rasyid berjudul Fiqih Islam yang menjelaskan di bab akhir tentang kewajiban Khilafah. 

Di dalam buku tersebut, ia menyampaikan bahwa Sulaeman Rasyid, sebagaimana banyak penulis kitab fiqih lainnya, menyatakan hukum mendirikan khilafah adalah kewajiban atas semua kaum muslimin. “Berikut kutipan pernyataan Sulaeman Rasyid : ‘Kaum muslim (ijma’ yang mu’tabar) telah bersepakat bahwa hukum mendirikan khilafah itu adalah fardu kifayah atas semua kaum muslim.’ Sulaeman Rasyid juga menyebutkan alasan kewajiban mendirikan khilafah adalah berdasarkan: (1) Ijma’ Shahabat, sehingga mereka (para shahabat) mendahulukan musyawarah untuk memilih khalifah daripada menyelesaikan pengurusan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; (2) Kaidah Maa laa yatimmu al-waajib Illaa bihi fahuwa waajib, tidak mungkin dapat menyempurnakan kewajiban –misalnya membela agama, menjaga keamanan, dan sebagainya– selain dengan adanya khilafah; dan (3)beberapa ayat Al-Qur'an dan al-Hadits,” bebernya

Dari penjelasan dalam buku karya Sulaeman Rasyid tersebut, ia menegaskan sekali lagi bahwa sudah sangat jelas bukti dan hukumnya bahwa Khilafah itu ajaran Islam.

Syariah Baik untuk Negeri Ini

Gus Uwik menilai menilai bahwa negeri ini bahkan dunia tidak sedang baik-baik saja. “Ekonomi morat-marit di ambang resesi. Implikasinya PHK semakin banyak, harga-harga semakin meloncat, beban ekonomi semakin sulit, dll. Belum lagi diperparah dengan sumber daya alam yang banyak di jarah oleh Oligarki, Korupsi semakin membabi buta, dll. Ini semua disebabkan oleh sistem kapitalis yang rakus. Memberikan kebebasan dan ‘melegalkan’ kepada para oligark untuk berkuasa dan memeras,” paparnya.

Dalam bidang pendidikan, ia melihat bahwa pendidikan saat ini menegasikan keimanan dan ketaqwaan. ”Ujungnya mencetak peserta didik yang orientasinya hanya untuk bekerja. Akhirnya muncul watak merusak, menghalalkan segala cara untuk meraih cita-cita. Itu semua karena tidak adanya iman dan Islam,” bebernya.

Selain itu, ia menyampaikan adanya narkoba dan seks bebas itu muncul karena budaya hedonis dan kebebasan. “Bebas bertingkah laku sehingga bebas seks bebas dan mabok. Dan masih banyak lagi kerusakan akibat diberlakukannya sistem kapitalis,” ucapnya prihatin.

Islam melalui konsep khilafahnya, menurutnya, akan melahirkan era baru yang penuh kedamaian, stabilitas, dan kemakmuran bagi dunia Islam. “Khilafah akan menggunakan seluruh sumber daya untuk melindungi kepentingan Islam dan kaum Muslim. Dengan sistem khilafah akan membalik kondisi yang sebelumnya orang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin menjadi merata dengan sistem ekonominya,” tambahnya.

Pendidikan dalam Islam, lanjutnya akan menjadikan perserta didik yang beriman dan bertakwa. Tidak berani melanggar aturan karena takut sama Allah. Dan takut di siksa di akhirat kelak. Tidak berani bergaul bebas. Apalagi sampai seks bebas, narkoba, dll. Semuanya berdosa dan melanggar syariat. “Dan masih banyak lagi rahmatan lil 'alaminnya Islam jika diterapkan secara paripurna,” pungkasnya.[] Erlina

Selasa, 20 Desember 2022

Pletak-pletuk Gorengan Lama, Menyasar Ajaran Islam?

Tinta Media - Gerah, inilah yang penulis rasakan atas tuduhan berulang yang menyasar ajaran Islam yang mulia. Tuduhan ini sering kali dikaitkan dengan isu terorisme. Padahal, framing ini muncul dari Barat yang secara historis membenci penerapan Islam kaffah. 

Musuh Islam sangat paham jika sistem Islam kembali diterapkan dalam bingkai khilafah, maka cengkeraman mereka terhadap penguasaan sumber daya alam, perekonomian, politik, pendidikan, budaya, dan hukum tak bisa lagi diintervensi asing maupun swasta. 

Begitu juga dengan kebebasan pribadi, jika diatur sesuai syariat Islam, maka mereka tidak bisa mengikis kekritisan generasi muda terhadap kezaliman yang mendominasi dunia. 

Kita merujuk pada metode dakwah Rasulullah saw. yang tak pernah memakai kekerasan, apalagi membunuh. Beliau mulai dari tatsqif (pembinaan), berinteraksi dengan umat, dan penerimaan kekuasaan. Dakwah beliau dan para sahabatnya dibalas cacian tak jarang siksaan fisik dari kaum musyrikin Quraisy. 

Kejadian yang sama juga turut dirasakan pengemban dakwah hari ini. Sejarah membuktikan beberapa daftar genosida paling mengerikan yang pernah ada, yaitu invasi penaklukan Mongol abad ke-13. Sebanyak 60 juta hingga 100 juta korban dan holocaust Nazi Jerman tahun 1941 sampai tahun 1945 korban mencapai 7 hingga 11 juta. Jelas pembantaian atau teror ini bukan dari kaum muslimin. 

Kita bisa melihat kasus yang terjadi di Palestina. Tanahnya dirampok oleh kaum zionis Israel dengan siasat licik bersama Inggris dan menyisakan sedikit wilayah bagi kaum muslimin di sana. 

Di Suriah, penduduk dibantai oleh rezim Bashar Al-Assad, padahal mereka melawan karena geram dengan kezaliman yang dirasakan. Sayangnya, para pelaku beserta penguasanya tak pernah berlabel teroris. 

KKB Papua dicap kriminal bersenjata dengan jumlah korban yang banyak tanpa belas kasihan. Penghinaan terhadap Rasulullah saw. dengan mudah dilakukan oleh pembenci Islam. Ketika kaum muslimin membela diri, malah dicecar dengan alasan melanggar hak asasi manusia. 

Lebih menggemaskan karena isu terorisme digoreng setiap kali menjelang akhir dan awal tahun, serta menjelang Ramadan. Seakan mereka yang mengamalkan Islam kaffah akan membawa keburukan pada negeri mana pun. 

Saya turut prihatin melihat berita yang berseliweran di sosial media, tak sedikit yang memberitakan kerusakan generasi, sementara dakwah Islam hadir untuk menangkal pemikiran rusak. Sayangnya, dakwah dipandang sebagai kanker oleh kalangan umat Islam sendiri. 

Kasus Sambo harusnya menjadi pelajaran jika sesama anggota Polri saja dengan mudahnya memalsukan, bahkan menghilangkan bukti kejadian perkara, maka hal serupa juga bisa menimpa masyarakat biasa. Lucunya, isu terorisme seperti bom bunuh diri menjadi cerita klise, tetapi menimpa umat Islam saja. 

Jelas, ini menimbulkan islamophobia pada penganutnya. Ajaran Islam semakin dikerdilkan. Demi tersemat pujian toleran, seorang muslim rela menggadaikan akidahnya sendiri dengan mengucapkan atau membantu perayaan agama lain, padahal nonmuslim tak pernah punya masalah  dibantu atau tidak. 

Tak jarang isu terorisme juga seakan mengalihkan deretan kasus korupsi pejabat. Tuduhan ini tidak sesuai realita rakyat dengan masalah yang menonjol terkait pemerataan ekonomi. Mereka yang minim edukasi karena keterbatasan pendidikan sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Begitu juga dengan yang berpendidikan tinggi. Inilah yang menambah angka kemiskinan. 

Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, ditambah ancaman kelaparan, gizi buruk, pergaulan bebas, kasus HIV, kesehatan yang dikomersialkan, serta pendangkalan akidah semakin memperburuk kondisi negeri ini. Semua lini kehidupan jelas saling berkaitan kerusakannya. 

Wahai saudaraku, mereka yang selama ini dituduh teroris, faktanya menjadi korban teror, baik di negeri mayoritas ataupun minoritas muslim. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh diam, sebab opini dakwah Islam harus terus digaungkan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. ketika beliau difitnah sebagai tukang sihir, orang gila, dan lain-lain. Kelak umat akan melihat siapa yang memperjuangkan kebenaran dan siapa yang loyal pada kebatilan demi materi semata.

Oleh: Nurjannah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 26 November 2022

Akar Masalah Tak Diatasi, Kerusuhan Papua Terus Terjadi

Tinta Media - Hingga hari ini konflik yang berujung pada kerusuhan masih terus terjadi di Papua. Baru-baru ini seorang prajurit TNI berinisial Serka IDW mengalami luka tembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, pimpinan Numbuk Telenggeng.
Saat peristiwa terjadi, aparat TNI sedang melaksanakan patroli gabungan di gereja Golgota, Gome, Ilaga, Papua Tengah pada Ahad (13/11/22).

Sehari sebelumnya tepatnya sabtu (12/11/22), kerusuhan juga terjadi di wilayah Ikebo Kabupaten Dogiyai, Papua. Kejadiannya bermula dari meninggalnya seorang anak berusia 6 tahun usai ditabrak oleh seorang sopir pendatang. Saat memundurkan truknya, sang sopir tidak menyadari jika ada seorang anak di belakangnya, yang akhirnya terlindas hingga tewas.

Kecelakaan tersebut membuat keluarga korban marah dan menyerang perkotaan. Masa kemudian membakar 1 unit rumah, 2 kendaraan, dan 6 kantor pemerintahan. Masa juga sempat mendatangi polres dan hendak melakukan penyerangan karena sopir truk diamankan polisi. Sebelumnya, sopir truk tersebut bahkan sempat dibacok masa.

Pemerintah tentu sangat menyadari keadaan di Papua yang sangat mudah terjadi kasus kekerasan serta konflik senjata. Karena itu, dalam sebuah pertemuan, pemerintah berjanji akan menggunakan pendekatan yang lebih humanis terhadap penanganan masalah-masalah yang terjadi di Papua.

Direktur Jendral Hak Asasi Manusia, Kementrian Hukum dan Ham (kemenkumham) Mualimin Abdi mengatakan, pemerintah akan terus melakukan sejumlah evaluasi terhadap kegiatan militer di Papua. Mualimin menyatakan bahwa saat ini salah satu fokus permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Papua ialah adanya kelompok bersenjata. Ia menyebut, potensi timbulnya konflik kekerasan antara pasukan militer Indonesia dengan kelompok bersenjata sulit untuk dihindari.

Kerusuhan di Papua yang berulang kali terjadi, mulai dari konflik penduduk asli dan pendatang, hingga kerusuhan oleh KKB akan terus berlanjut selama akar permasalahan tak diselesaikan oleh pemerintah pusat.

Ada banyak faktor yang memicu konflik di Papua, seperti ketimpangan kesejahteraan, keamanan, keadilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah harus berkomitmen menyelesaikan akar masalahnya, tak hanya terfokus pada satu atau dua masalah saja, seperti ekonomi dan pembangunan.

Sampai hari ini, kesejahteraan rakyat Papua belum juga terwujud. Pada Maret 2022, Papua masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinanan tertinggi di Indonesia. Kekayaaan alam melimpah yang dimiliki Papua seharusnya membuat rakyat Papua dan Papua Barat sejahtera. Mereka berhak atas keadilan dan kehormatan penegakan hukum, serta kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan yang dijunjung tinggi dan dihormati. Maka, harusnya mereka juga disatukan dan bisa hidup berdampingan secara aman dan damai.

Namun, inilah wajah buruk penerapan sistem kapitalisme-demokrasi. Negara gagal menjamin keamanan dan kesejahteraan, serta persatuan warga negaranya hingga memicu konflik. Mirisnya, dalam sistem saat ini, kerusuhan kadang kala dipelihara karena menjadi salah satu sumber keuntungan pihak-pihak tertentu, baik kekuasaan maupun ekonomi.

Berbeda dengan Islam. Sistem yang tegak di atas ideologi Islam justru menjadi satu-satunya haparan masyarakat saat ini. Sistem ini tegak di atas ideologi yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia sehingga dipastikan akan mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan dan kesejahteraan yang dicarinya.

Sistem ini telah tegak selama belasan abad dalam bangunan sebuah negara bernama khilafah yang luasnya meliputi 2/3 dunia. Sejarah mencatat bahwa pada masa itu khilafah berhasil menyatukan suku, ras, budaya dan agama. Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan dan keamanan yang luar biasa.

Ideologi Islam dengan sistem khilafahnya justru akan menentang dan melenyapkan kerusuhan rezim kapitalis neoliberal yang kini menghancurkan Papua dan dunia saat ini. Hal ini karena sistem Islam menetapkan bahwa seluruh kekayaan alam yang melimpah ruah adalah hak milik umat yang diwajibkan atas negara untuk mengurusnya semata-mata demi kepentingan umat.

Islam bahkan memandang bahwa semua investasi asing yang legal dalam sistem kapitalisme, justru merupakan jalan penjajahan yang diharamkan. Faktanya, penderitaan Papua justru diawali dengan dibukanya keran investasi dengan dalih pembiayaan pembangunan.

Sistem Islam pun menetapkan bahwa seluruh rakyat, siapa pun mereka, apa pun ras dan agamanya berhak menikmati keadilan dan kesejahteraan yang wajib diwujudkan oleh negara. Bahkan, sepanjang mereka tunduk pada aturan negara di luar urusan agama dan peribadatan, mereka berhak dilindungi sebagaimana kaum muslimin yang menjadi warga negara.

Islam menetapkan bahwa haram hukumnya bagi siapa pun yang melanggar kehormatan, harta, dan nyawa warga negara khilafah, baik muslim maupun nonmuslim. Sampai-sampai, sanki pun berhak dijatuhkan bagi muslim yang mencederai hak-hak nonmuslim. Ini karena tidak ada diskriminasi dalam penerapan sistem Islam.

Hanya dalam Daulah Khilafah, keadilan, kesejahteraan, dan keamanan akan terwujud. Ini karena negara adalah pengatur dan penjamin kebutuhan rakyat.

Oleh: Ratna Ummu Rayyan
Sahabat Tinta Media

Selasa, 27 September 2022

USTAZ BUKAN TERORIS

Tinta Media - Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (QS Al Baqarah : 1-5).

Ayat-ayat Al Qur’an diatas dengan jelas memberikan pemahaman bahwa Al Qur’an sebagai firman Allah berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang bertaqwa. Ketakwaan adalah upaya menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Hal ini sejalan dengan ayat-ayat lain dalam Al Qur’an yang memang berisi terkait hukum-hukum perbuatan dengan kategori wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.

Beberapa hari ini heboh seorang yang mengaku pendeta yang membuat konten youtube yang berpotensi menista agama Islam, karena meminta kepada menteri agama untuk menghapus 300 ayat Al Qur’an yang dituduh memuat paham terorisme. Dia juga menuduh bahwa pesantren adalah sarang radikalisme. Padahal narasi terorisme dan radikalisme adalah narasi transnasional dari barat yang jelas tidak relevan jika dikaitkan dengan ayat-ayat Al Qur’an.

Tidak hanya sampai disitu, para pendakwah dan ustadz juga menjadi sasaran tuduhan sebagai kaum radikal bahkan teroris. Ini adalah tuduhan keji yang dilontarkan oleh para cecunguk asing aseng. Sebab pendakwah atau ustadz adalah orang yang justru menebarkan kebaikan dengan menyampaikan ajaran Islam secara kaffah. Jadi jelas seorang ustadz itu bukan teroris. Menuduh Al Qur’an berpaham terorisme, pesantren sebagai sarang radikalisme dan ustadz sebagai teroris adalah tindakan penistaan atas Islam.

Ustaz atau sering dieja Ustad dan Ustadz (Bahasa Arab: الأستاذ al-`Ustāż); (Bahasa Persia: استاد Ustaad) adalah kata dalam bahasa Indonesia yang bermakna pendidik. Kata ini diserap dari bahasa Arab dan Bahasa Persia dari kata, pelafalan dan makna yang sama yaitu guru atau pengajar. Dalam bahasa Indonesia, kata ini lebih merujuk kepada guru, pengajar. "Ustaad" juga adalah gelar kehormatan untuk pria yang digunakan di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Ini digunakan dalam berbagai bahasa di Dunia Muslim, termasuk Bahasa Persia, Bahasa Urdu, Bahasa Bengali, Bahasa Punjabi, Bahasa Pashto, Bahasa Turki dan Bahasa Kurdi.

Gelar ini mendahului nama dan secara historis di Asia Selatan biasanya digunakan untuk guru dan seniman yang dihormati, paling sering musisi, dan diterapkan dan digunakan melalui perjanjian sosial informal. Contohnya, penyanyi Qawwali Sufi ternama dari Pakistan yaitu Ustaad Nusrat Fateh Ali Khan. Selain sebagai penggunaan gelar kehormatan, "Ustaad" umumnya juga digunakan oleh arti harfiahnya untuk merujuk pada guru, pendidik atau seorang ahli dalam Bahasa Urdu, Bahasa Bengali, dan Bahasa Punjabi. Di Persia dan di negara-negara berbahasa Arab, "Ustaad" mengacu pada seorang profesor universitas atau dosen. Di Indonesia, "ustad" digunakan untuk gelar pendidik agama Islam.

Delik penodaan agama yang kerap disebut penistaan agama yang diatur dalam ketentuan Pasal 156 huruf a KUHP ini sesungguhnya bersumber dari Pasal 4 UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama (UU No. 1/PNPS/1965) yang berbunyi: ”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Prof. Suteki menganggap ucapan pendeta itu sebagai serius crime, yakni kejahatan serius, selain melanggar UU penodaan agama, juga dinilai telah melanggar UU ITE. Prof. Suteki menekankan bahwa Indonesia itu, selain sebagai negara hukum, juga sebagai negara religius, terutama berdasarkan sila satu Pancasila. Oleh sebab itu semestinya pendeta itu segera diproses hukum. Namun faktanya negeri ini seringkali tak menegakkan hukum secara adil. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seringkali tidak terwujud. Yang ada justru sering terjadi diskriminasi hukum.

Penyebutan pesantren sebagai sarang radikalisme tanpa memberikan indikator berkaitan radikalisme justru akan berpotensi menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat muslim. Pesantren itu kan lembaga yang memiliki program utama pendidikan Islam. Pesantren justru telah banyak memberikan sumbangsih bagi kemajuan negeri ini, terkhusus dalam meletakkan dasar-dasar keimanan dan akhlak bagi generasi bangsa di tengah sistem pendidikan sekuler yang destruktif.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan khas nusantara yang lahir jauh sebelum negara ini lahir. Para kyai, ustadz dan santri yang tinggal di pesantren inilah yang justru berperan besar dalam melawan dan mengusir penjajah yang berlangsung hingga 400 tahun. Penjajah seperti Portugis, Perancis, Belanda, Jepang dan lainnya harus berhadapan para pahlawan ulama yang dengan semangat jihad melawan dan mengusir para penjajah hingga pada akhirnya negeri ini mencapai kemerdakaan pada tahun 1945.

Pesantren dalam sejarah negeri ini adalah lembaga yang dengan sangat konsisten berjuang melawan penjajah. Penjajahan Belanda bagi pesantren jelas tergolong kedzaliman yang harus dilawan jika mereka diperangi. Sejak P. Diponegoro, lalu Imam Bonjol dan Teuku Tjik di Tiro adalah pemimpin pesantren yang melakukan perlawanan menghadapi Belanda selama kurun hampir 100 tahun. Perang  yang dipimpin Diponegoro yang disebut sebagai Perang Jawa adalah perang yang membangkrutkan VoC. Serikat dagang Belanda itu akhirnya harus diambil alih kerajaan Belanda.

Bahkan Belanda harus mengirim Snouck Hurgronje ke Mekkah dan Aceh untuk merumuskan strategi penaklukan Tengku Cik di Tiro dan Tjut Nyak Din untuk memenangkan Belanda dalam perang di Aceh. Setelah upaya mencampuri urusan pengelolaan pesantren melalui UU no 18/2019 tentang Pesantren, dan Perpres 82/2021 tentang Penyelenggaran Pendanaan pesantren, memetakan pesantren dalam perspektif radikalisme adalah sama dengan tindakan  permusuhan penjajah atas pesantren di masa kolonial.  (Pemetaan Pesantren, Daniel Mohammad Rosyid, ©RosyidCollegeOfArts).

Dengan gambaran ini, maka narasi radikalisme yang dikaitkan dengan pesantren adalah kontraproduktif atau bahkan paradoks. Narasi terorisme yang disematkan kepada sumber hukum Islam Al Qur’an adalah tuduhan keji dari manusia-manusia sampah. Narasi teroris yang disematkan kepada seorang ustadz adalah narasi basi dari para cecunguk asing aseng.

Sebab narasi terorisme dan radikalisme sendiri lahir beberapa tahun belakangan yang digaungkan Amerika. Artinya ada korelasi antara narasi terorisme dengan strategi politik Amerika. Narasi terorisme yang menyasar umat Islam di Indonesia sesungguhnya tidak berdiri sendiri, sebab istilah terorisme itu sendiri berasal dari bahasa inggris, sementara yang selalu menjadi sasaran adalah Islam dan umat Islam. Inilah persoalan mendasar yang mesti dipahami terlebih dahulu.

Karena narasi terorisme berasal dari Barat, maka indokatornyapun dibuat oleh mereka. Indikator terorisme ala Barat inilah yang menjadi faktor utama berbagai kegaduhan akhir-akhir ini. Narasi terorisme juga jika ditilik secara historis, maka para penjajah negeri ini juga dahulu menuduh para ulama yang tidak mau tunduk kepada penjajah sebagi kaum ekstrimis.

Oleh sebab itu, pihak kepolisian seharusnya segera melakukan penangkapan kepada siapapun yang terindikasi melakukan penodaan agama Islam. Sebab jika tidak segera dilakukan, maka selain dianggap diskriminasi, juga akan menimbulkan kegaduhan dan kemarahan umat Islam yang lebih luas.

Sebab meski seharusnya tidak terprovokasi, namun umat Islam dididik untuk membela agamanya. Berbeda lagi dengan jika negeri ini menerapkan hukum Islam. Semestinya juga orang non muslim tidak ikut campur urusan agama lain. Sebagaimana umat Islam yang tidak pernah ikut campur urusan agama lain. Itulah esensi toleransi yang justru sedang digaungkan oleh negara ini.

Katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (QS Al Kafiruun : 1-6)

(AhmadSastra, KotaHujan, 26/09/22 : 13.45 WIB)

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB)

Referensi: https://www.ahmadsastra.com/2022/09/ustadz-bukan-teroris.html?m=1

Selasa, 13 September 2022

JAHAT SEKALI D3N5US 88, MELABELI ULAMA DENGAN SEBUTAN TERORIS

Tinta Media - Pasca sidang pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu lalu (31/8), penulis dan sejumlah Advokat yang tergabung dalam 'Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam' memang geram, dan mengajukan protes. Sampai-sampai Bang Herman Kadir juga memberikan pernyataan keras. Bang Herman tidak terima, Ustadz Farid Okbah yang dikenal alim, santun, seorang Ustadz yang dikenal sebagai Guru dan Pendidik umat, dilabeli teroris.

Bang Azham Khan bahkan mengungkapkan rasa keheranannya. Dakwaan JPU yang menuduh Ustadz Farid Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (Para Ustadz) melakukan tindak pidana terorisme terlihat sangat lucu. Mengingat, jangankan teror bom atau bukti senjata tajam, bukti silet saja tidak ditemukan.

Bang Ismar Syafrudin selaku koordinator Tim Penasehat Hukum juga mengungkapkan hal serupa. Tindakan zalim terhadap para ustadz ini benar-benar sudah berada diluar batas kewajaran. Sementara Rekan Ricky Fattamazaya, mengungkap adanya upaya menghalang-halangi tim pengacara untuk memasuki ruang sidang.

Jadi, kasus para ustadz ini sudah seperti kasus Ferdy Sambo saja. Banyak dugaan rekayasa kasus, juga sejumlah tindakan yang patut diduga sebagai tindakan 'Obstruction Of Justice', yakni menghalangi proses penegakan hukum dengan modus operandi menghalangi pengacara untuk menjalankan fungsinya sebagai pembela di persidangan.

Padahal, Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hammat (Para Ustadz) adalah Ulama, Guru dan pendidik umat. Kasus terorisme yang ditimpakan kepada para ustadz ini jelas-jelas adalah tuduhan yang sangat keji, jahat dan sangat melukai hati umat Islam. *Para Ustadz tidak pernah melakukan tindakan kejahatan terorisme baik termasuk tetapi tidak terbatas pada tindakan :* dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek‑obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Para ustadz ini kami kenal baik, santun, berakhlak dan beradab. Banyak pihak yang memberikan memberikan kesaksian bahwa para ustadz adalah ulama sholeh yang ikhlas berjuang untuk umat, dan tidak percaya terhadap segala macam bentuk tuduhan terorisme yang dialamatkan kepada para ustadz.

Atas dasar itulah, kami selaku tim penasehat hukum berkomitmen akan selalu membersamai, mendukung dan membela para Ustadz. Kami juga mengajak kepada segenap umat Islam agar tidak mempercayai tuduhan terorisme yang disematkan kepada para ustadz, serta turut membersamai, mendukung dan membela para Ustadz.

Memang tidak mudah, berjuang melawan fitnah terorisme yang selama bertahun-tahun seolah telah menjadi mitos benar-benar ada. Padahal, korban isu terorisme ini adalah umat Islam, pelaku yang dituduh melakukan tindakan terorisme juga umat Islam. Coba, darimana logikanya, DALAM ISU TERORISME INI UMAT ISLAM DITUDUH SEBAGAI PELAKU SEKALIGUS KORBANNYA ?

Penulis sendiri dalam kesempatan wawancara media pasca sidang, tegas menyatakan agar densus 88 dibubarkan. Namun, sebelum dibubarkan Densus 88 juga harus diaudit. Audit Densus 88 juga dilakukan bersamaan dengan audit Satgasus Merah Putih. Karena ada dugaan kuat, Densus 88 menjalankan misi terorisasi atas atensi dari Satgasus Merah Putih.

Kami tidak ingin, fitnah terorisasi yang ditimpakan kepada para ustadz ini menimpa ustadz-ustadz dan ulama lainnya. Cukuplah, kasus yang menimpa Ustadz Farid Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat sebagai kasus terakhir. Jangan ada lagi ulama dan para da'i yang dikriminalisasi dengan tuduhan terorisme.

Dan terakhir, semoga tim hukum, keluarga, dan umat Islam solid membela para ustadz. Sebab, upaya untuk melemahkan pembelaan bisa dilakukan oleh lawan dengan menciptakan praduga dan saling adu domba diantara umat Islam, termasuk dengan mengedarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan jahat untuk mengalihkan fokus pembelaan. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam

https://heylink.me/AK_Channel/

Rabu, 27 Juli 2022

MMC: Pemerintah Lalai dalam Menangani KKB di Papua

Tinta Media - Narator MMC (Muslimah Media Center) menganggap pemerintah lamban dalam menangani KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Papua, padahal telah banyak korban berjatuhan.

"Sekalipun bukti-bukti sudah menunjukkan bahaya keberadaan KKB di Papua, sikap pemerintah terkesan lamban dalam menyelesaikannya," ungkapnya dalam acara Serba-serbi MMC: Ter0r KK8 Berulang, Pemerintah Gagal Tangani Sep4r4tisme di kanal YouTube MMC, Ahad (24/07/2022). 

Sebelumnya, lanjut narator, pemerintah menetapkan gerakan separatisme Papua sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bukan terorisme. "Padahal aksi mereka sudah lebih dari cukup dikatakan sebagai aksi terorisme," paparnya.

Ia melanjutkan, status terorisme baru ditetapkan pada April 2021 lalu, berdasarkan UU no. 5 tahun 2018. "Inilah gambaran jelas ketika kepemimpinan diatur oleh sistem kapitalisme," jelasnya.

Ia mengatakan sistem kapitalisme menghendaki negara tidak ikut campur dalam hal kepemilikan apapun, termasuk kekayaan alam.

"Tugas negara adalah hanya pembuat kebijakan (regulator) yang memuluskan para korporat menguasai Sumber Daya Alam (SDA) yang notabene adalah milik rakyat," beber narator.

Padahal, tuturnya, privatisasi SDA menyebabkan kemiskinan sistemik. "Buktinya nasib rakyat negeri ini, terkhusus Papua. Freeport justru dikuasi Amerika bukan Papua," terangnya.

Alhasil, lanjutnya, kekayaan alam memang berlimpah, namun tidak memberikan kesejahteraan sedikitpun pada rakyat. "Karena keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam itu masuk ke dalam kantong-kantong korporat," pungkasnya.[] Wafi

Jumat, 22 Juli 2022

DUKA UNTUK INDONESIA, TERORIS KKB DILUAR BATAS KEMANUSIAAN

Tinta Media - Duka Papua juga duka Indonesia. Belum lama ini, Kelompok Teroris Kriminal Bersenjata (KTKB) di Nduga, Papua, menyerang warga sipil dan menyebabkan 10 orang tewas dan dua luka-luka. Polda Papua mengatakan jumlah penyerang itu sekitar 20 orang. (Sabtu, 16/7).

Dari 10 korban meninggal, 9 dievakuasi ke Timika dan satu orang diambil keluarganya di Distrik Kenyam Kabupaten Nduga. Sementara untuk dua korban luka-luka juga di Evakuasi ke Timika.

Dua korban luka-luka dievakuasi menggunakan Heli Bell Polri, tiga korban meninggal dunia dievakuasi menggunakan pesawat Rimbun Air, enam korban meninggal dievakuasi menggunakan Heli Caraca milik TNI AU, dan satu korban telah diambil keluarganya guna dimakamkan di Kenyam Kabupaten Nduga.

Ini benar-benar tindakan yang memenuhi unsur Terorisme, yakni perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan, sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Terorisme.

BNPT harus segera berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengambil serangkaian tindakan pencegahan dan antisipasi. Densus 88 harus segera dikirim ke Papua untuk memburu KTKB Papua, hidup atau mati.

Jangan sampai, Densus 88 hanya garang terhadap Ustadz dan Ulama. Jangan hanya represif terhadap umat Islam.

Namun, mungkinkah itu terjadi?

Ahmad Khozinudin 
Sastrawan Politik 

https://youtu.be/KkcG_XmWGYA
https://youtu.be/KkcG_XmWGYA
https://youtu.be/KkcG_XmWGYA
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab