Aktivis Muslimah: Rencana Penghapus Tenaga Honorer Timbulkan Masalah Baru
Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah menyatakan rencana penghapusan tenaga honorer justru menimbulkan masalah baru.
“Rencana penghapusan tenaga honorer justru menimbulkan masalah baru,” tuturnya dalam Program Muslimah Talk: Rencana Penghapusan Tenaga Honorer. Apa Dampak dari Kebijakan Ini? Kamis (30/6/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
Dikatakannya, kebijakan (rencana penghapusan tenaga honorer) ini bukan hanya menimbulkan masalah baru tapi juga tidak menyelesaikan masalah yang ada. “Kalau dikatakan ini akan meningkatkan kesejahteraan tenaga honorer maka kesejahteraannya dimaksud hanya terbatas pada segelintir orang yang bisa diangkat sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK),” katanya.
Ia mengkritisi kebijakan ini justru memberi dampak lainnya. “Sementara ada lebih banyak lagi tenaga honorer yang justru kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran,” kritiknya.
Ia mengungkapkan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini, antara lain:
Pertama, akan memberikan dampak makin bertambahnya jumlah pengangguran karena tidak diangkatnya semua tenaga honorer dan tidak ada guru honorer sehingga tentu berdampak pula pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
“Tenaga honorer selama ini mendapatkan gaji dari APBD yang dialokasikan oleh setiap pemerintah daerah, baik itu bagi tenaga kependidikan ataupun tenaga honorer lainnya di bidang administratif dan layanan publik, maka nanti bulan November tahun 2023 itu ditiadakan,” ungkapnya.
Hal ini, menurutnya, akibat dari kebijakan pemerintah untuk menghapus tenaga honorer itu maka pemerintah daerah tidak lagi mengalokasikan dana dari APBD atau pun menghidupkan dana-dana lain untuk menggaji tenaga non ASN atau non PPPK.
Kedua, kita akan menemukan kekosongan pos-pos, baik itu tenaga kependidikan atau pelayanan publik yang akan mengganggu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar maupun berlangsungnya layanan-layanan publik yang ada.
Iffah menilai, ketika kebijakan ini diberlakukan maka sekolah yang jauh dari perkotaan dan selama ini tidak cukup mendapat perhatian dan bergantung pada guru-guru sukarelawan ataupun honorer tidak mendapat pembelajaran semestinya.
“Demikian dengan layanan-layanan publik, fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan pembuatan surat-surat ataupun layanan-layanan administratif lainnya. Itu boleh jadi ada kekosongan, dari aspek pelayanannya akan berkurang kualitasnya karena jumlah yang dibutuhkan lebih banyak dari tenaga yang diangkat sebagai ASN ataupun PPPK,” paparnya.
Ketiga, kebijakan ini memunculkan masalah-masalah baru terkait dengan kondisi sosial, politik, maupun masalah baru itu terkait dampak dari kedua aspek di atas.“Kebijakan ini menghasilkan masalah baru,” ujarnya.
Paradigma Kapitalisme
Ia menuturkan pangkal persoalan munculnya kebijakan yang justru menghasilkan masalah baru ini disebabkan paradigma pengelolaan negara berdasarkan sistem kapitalisme.
“Sistem kapitalisme pada hari ini, perekrutan tenaga kerja oleh negara bukan didasarkan pada kebutuhan tapi lebih banyak disandarkan pada ketersediaan dana yang dialokasikan untuk tenaga-tenaga yang dimaksud,” tuturnya.
Menurutnya, pemerintah seringkali beralasan anggaran negara tidak mencukupi untuk mengangkat pegawai negara yang baru atau memberikan tunjangan lebih besar pada tenaga kependidikan ataupun pegawai-pegawai negara yang lain.
Masalah klasik ini, kata Iffah, hanya dapat diselesaikan dengan perubahan pengelolaan sumber daya alam maupun pengelolaan kekayaan milik negara maupun kekayaan milik umum sesuai Islam.
“Kesejahteraan bagi tenaga kerja di negeri ini, tidaklah cukup hanya dengan kebijakan merekrut menjadi ASN dan memberikan gaji yang naik secara berkala tanpa adanya perubahan pada pemberian layanan publik yang ditanggungkan kepada negara, diberikan secara gratis oleh negara dan berkualitas kepada setiap individu rakyat,” bebernya.
“Dan setiap tenaga kerja menikmati gaji yang mereka dapatkan untuk makin meningkatkan kesejahteraan bukan terkuras habis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya saja,” urainya.
Ia menegaskan jika hukum-hukum Allah diterapkan akan memberikan hasil terbaik.
“Bukankah hukum-hukum Allah ini, kalau kita lakukan secara nyata menghasilkan kesejahteraan, keadilan, dan tidak memunculkan masalah baru,” tegasnya.
Baginya, kesejahteraan yang diberikan saat ini tidak dinikmati oleh semua tenaga kerja. Karena meskipun gaji tenaga kerja dinaikkan ataupun gaji aparatur negara terus mendapat kenaikan, tetapi harga-harga barang kebutuhan makin naik melambung.
“Demikian juga kebutuhan publik berupa kesehatan, pendidikan mengambil porsi yang tidak sedikit dari gaji yang didapatkan oleh para tenaga kerja,” pungkasnya. [] Ageng Kartika