Tinta Media: Tawuran
Tampilkan postingan dengan label Tawuran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tawuran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Juli 2024

Tawuran Memakan Korban Lagi

Tinta Media - Tawuran memakan korban lagi, seakan-akan nyawa begitu tidak berharga. Korban tawuran mati sia-sia meninggalkan duka mendalam bagi keluarga. Inilah yang dialami oleh keluarga Almarhum M Arief, remaja yang tewas dalam tawuran yang terjadi di Kota Palembang, Sumatra Selatan (Senin, 24/06/2024) sekitar pukul 03:00 dini hari. Menurut Kanit Reskrim Polsek Kalidoni Iptu Cepi Aminuddin, aksi tawuran remaja terjadi di depan Indomaret simpang Celentang Palembang.(Kompas com)

Aksi-aksi tidak terpuji para remaja ini kian meresahkan dan nyaris terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Tidakkah umat dan para penguasa mengambil pelajaran berharga serta menggores benaknya untuk bertanya, apa yang menjadi penyebab utama terjadinya praktik-praktik tawuran kalangan remaja? Solusi tunas apakah yang harus diambil oleh negara untuk mewujudkan Indonesia emas di masa depan kalau perilaku generasi mudanya dihabiskan hanya untuk rebahan atau tawuran saja?

Korban Arief tewas dengan luka-luka akibat sabetan senjata tajam. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit Bom Baru usai kejadian. Namun, tidak berselang lama korban dinyatakan meninggal dunia. Teman-teman korban telah dipanggil untuk dimintai keterangan perihal aksi tawuran tersebut.

Atas seringnya terjadi aksi tawuran remaja yang kian meresahkan ini, Kepala Kepolisian Resort Kota Besar Palembang Kombes pol Harryo Sugihartono mengimbau warga agar melarang anak remajanya keluar rumah sampai larut malam dan perlu meningkatkan lagi pengawasan terhadap anak-anak remajanya guna antisipasi agar tidak terlibat aksi tawuran yang bisa membahayakan dan memakan korban.

Antisipasi sangatlah diperlukan. Lebih lanjut dari itu semua, diperlukan kerja sama antara penegak hukum, dalam hal ini negara, orang tua, dan lingkungan masyarakat. Pencegahan ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada orang tua semata. Faktor lainnya seperti lingkungan yang abai,  pergaulan bebas atas nama hak asasi manusia, serta tontonan tanpa saringan atau filter dari negara juga berindikasi besar membangun perilaku remaja yang kian meresahkan.

Belum lagi kita bicara tentang pendidikan yang didapatkan. Apakah kurikulum pendidikan sudah terbukti mampu mencetak generasi yang takwa, berakhlak mulia, sehat jiwa raganya? Semua pihak harus terlibat langsung dan sepenuh hati menjaga generasi bangsa ini agar tidak semakin rusak dan jauh dari syariat agama Islam yang kaffah.

Negara harus hadir sebagai bentuk tanggung jawab sebagai junnah, pengurus, pelindung masyarakat. Saat ini pemerintah hanya hadir separuh hati. Terbukti dengan kurang tegasnya pemerintah dalam memberikan hukuman atau solusi tuntas untuk menyelesaikan akar masalah yang terus bertambah di kalangan remaja khususnya, dan problematika kehidupan umat pada umumnya.

Kehadiran negara akan sepenuh hati ketika syariat Islam di pahami dan amalkan oleh pemimpin suatu daerah. Di tangan merekalah segala kebajikan dilahirkan. Kebijakan harus diambil sesuai kebutuhan, bukan keinginan, apalagi pesanan.

Buruknya sistem buatan manusia peninggalan kaum penjajah sudah terbukti nyata membuat kehidupan remaja kian bebas tanpa arah dan batasan. Masihkah sistem gagal, rusak, dan merusakkan ini mau dipertahankan? Wallahu alam biswaab.

Oleh: Yeni Aryani, Sahabat Tinta Media

Rabu, 17 Juli 2024

Tawuran untuk Cari Cuan, Cermin Generasi Berkualitas?

Tinta Media - Baru setengah tahun berlalu dari tahun 2024, aksi tawuran sudah pecah di beberapa tempat. Aksi ini melibatkan banyak warga, terutama generasi muda.

Di Cipinang Besar Utara diduga terjadi tawuran yang sengaja dilakukan untuk mencari cuan dari media sosial.

Selain itu, terjadi juga aksi tawuran antar genk motor di wilayah Ciomas. Sebanyak 8 pelaku yang masih usia remaja kini ditangkap beserta barang bukti di Polsek Ciomas.

Hal serupa terjadi juga di kawasan Sidotopo Dipo Surabaya, 6 remaja anggota genk motor yang menamai diri Pasukan Angin Malam diringkus polisi. Para remaja tersebut mengaku ikut grup yang ada dan berjanji akan melaksanakan tawuran di sekitar Sidotopo Dipo Surabaya.

Kebanyakan tawuran yang terjadi di kalangan remaja adalah karena saling ejek ataupun ada dendam yang belum terselesaikan, juga saling provokasi antarkelompok sehingga memicu kemarahan yang mengakibatkan terjadinya tawuran.

Selain itu, ada dugaan bahwa tawuran tersebut dijadikan sebagai bahan konten karena aktivitas masyarakat saat ini erat kaitannya dengan media sosial.

Terungkap juga bahwa pelaku tawuran sudah janjian melakukan aksi lewat media sosial. Saat terjadi tawuran, mereka melakukan aktivitas live camera. Ketika ditelusuri oleh pihak berwajib, pelaku mengatakan bahwa ini dilakukan hanya untuk mencari konten, mencari followers, dan keuntungan lain di media sosial.

Banyaknya peristiwa tawuran yang terjadi tentu saja membuat kita miris, terlebih hal tersebut dilakukan oleh pelajar yang seharusnya memanfaatkan waktu atau masa muda untuk belajar, menimba ilmu sedalam-dalamnya.

Tingkah anak muda yang melakukan tawuran sudah seperti gangster di film-film. Saat tawuran, mereka membawa senjata tajam dan saling serang. Tak jarang korban pun berjatuhan menghilangkan nyawa. Mirisnya, budaya tawuran ini seolah diwariskan dari generasi ke generasi.

Banyaknya tawuran bukan hanya karena jiwa muda mereka yang sedang menyala-nyala. Terbukti saat diamankan polisi dan dihadirkan orang tua, banyak dari mereka yang menangis seperti anak kecil.

Banyak dari mereka yang tampak seperti dewasa, padahal tingkah mereka masih seperti anak kecil. Mereka belum memahami konsekuensi dari apa yang mereka lakukan sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan ketenaran, memperbanyak followers, atau ingin terkenal karena konten di media sosial untuk mendapatkan cuan.

Ini merupakan bukti bahwa generasi saat ini sudah rusak. Sangat jelas bahwa kebahagiaan yang ingin diraih hanya berdasarkan materi semata, sehingga mereka rela melakukan hal apa pun demi mendapatkan kebahagiaan maupun cuan (uang). Di sisi lain, hal ini juga menggambarkan bahwa sistem pendidikan yang ada saat ini telah gagal mencetak generasi berkualitas.

Gagalnya sistem pendidikan yang  dibuktikan dengan banyaknya kasus tawuran, mestinya membuat kita berpikir ulang tentang kelayakan sistem yang ada saat ini dalam menyelesaikan.

Sementara, Islam memiliki konsep yang jelas dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan, termasuk tawuran di kalangan pelajar.

Hal yang paling mendasar adalah menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam kehidupan. Hal ini menjadikan setiap aktivitas dan perilaku warga negara termasuk generasi muda terikat dengan pemahaman Islam. Mereka menyadari bahwa setiap individu akan dihisab atas amal perbuatannya, sehingga tidak ada yang bisa berbuat seenaknya. Dengan menggunakan aturan Islam, akan lahir generasi-generasi gagah yang berani maju ke medan perang untuk meninggikan agama Allah. Hati mereka akan dipenuhi dengan keimanan dan ketakwaan yang akan menebarkan kebaikan dan menyebarkan Islam dan menghapuskan segala kemaksiatan. Wallahualam bissawab.

Oleh: Yuri Ayu Lestari, S. Pd., Sahabat Tinta Media

Jumat, 12 Juli 2024

Demi Cuan, Tawuran Diviralkan

Tinta Media - Cuan menjadi ukuran kebahagiaan setiap insan pada era sekarang. Materi kini menjadi syarat dalam meraih setiap tujuan, hingga tawuran pun menjadi jalan keluar. Sungguh memprihatinkan hidup di sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Kali ini, tawuran kembali terjadi di jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Perbuatan memalukan ini melibatkan warga RW 01 dan RW 02, Kamis (27/6), sekitar pukul 05.30 WIB lantaran dipicu warga yang saling ejek sampai terjadi aksi balas dendam.

Akhirnya, tawuran terulang kembali dengan menggunakan berbagai benda, seperti batu, petasan, dan senjata tajam. Mirisnya, ada dugaan bahwa aksi tawuran tersebut sengaja dibuat untuk mencari cuan melalui medsos.

Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan bahwa ada sejumlah faktor yang menyebabkan tawuran kembali terjadi, seperti faktor ekonomi, pendidikan, kehidupan sosial dan budaya, serta kurangnya pengawasan orang tua.

Begitu juga tawuran secara live yang terjadi di  Surabaya. Enam remaja anggota Gangsar yang menamakan diri sebagai “Pasukan Angin malam” diringkus polisi, Kamis (27/6/2024). Mereka diringkus saat hendak tawuran di sekitar kawasan Sidotopodipo Surabaya. Meski belum terjadi tawuran, para pelaku telah bersiap dengan membawa clurit, gergaji, dan parang.

Cuan Menjadi Tujuan Tawuran

 

Lagi-lagi cuan menjadi pemicu tawuran. Ini disebabkan karena orientasi kehidupan saat ini adalah materi. Tawuran pun diviralkan demi meraih pundi-pundi cuan.

Di tengah sistem sekuler kapitalisme yang materialistik saat ini, fakta kerusakan generasi terjadi secara mengerikan dari hari ke hari. Bahkan, mereka melakukan apa pun demi kesenangan dengan mengejar viral konten media sosial untuk meraup sebesar-besarnya cuan, hingga tawuran pun diterjang dan diviralkan melalui media sosial.

Bentukan sistem saat ini membuat generasi mengalami krisis identitas atau kehilangan jati diri sebagai muslim yang taat kepada Allah Swt. Yang membawa kebaikan kepada masyarakat.

Mereka tidak memahami tujuan hidup yang benar di dunia. Kontrol diri mereka lemah. Arus globalisasi atau digitalisasi media dan tayangan yang kurang mendidik menyebabkan mereka berperilaku liberal dengan menghalalkan segala cara.

Tawuran yang berulang kali terjadi menunjukkan gagalnya sistem pendidikan yang berasaskan sekuler buah dari penerapan sistem kapitalisme.  Dengan cara berpikir dan gaya hidup yang jauh bebas tanpa aturan, terbentuklah lingkungan dan pribadi yang bebas berekspresi, individualistis, dan minim empati terhadap sesama.

Untuk itu, butuh adanya perubahan secara mendasar untuk menyelesaikan berbagai persoalan, khususnya tawuran dengan solusi yang komprehensif.

Solusi Islam

Syariat Islam punya solusi yang hakiki untuk keluar dari kerusakan sistem sekuler kapitalisme. Islam memberikan pedoman tingkah laku, adab, dan akhlak yang baik. Dalam hal ini, kita membutuhkan dukungan keluarga.

Orang tua berperan penting dalam mendidik anak dengan panduan Islam, serta didukung dengan lingkungan sosial yang peduli dengan sesama, seperti saling support antartetangga, beramar makruf nahi mungkar, menguatkan ketakwaan. 

Negara berperan sebagai raa’in atau pengurus umat yang wajib membangun ketakwaan pada setiap individu dan menerapkan aturan. Negara mengatur sistem pendidikan untuk menghasilkan pribadi yang kuat ketakwaan dan pengetahuannya. Negara juga mewujudkan hukuman yang tegas dengan melarang kekerasan, menyakiti orang lain, melakukan kejahatan baik verbal maupun fisik.

Negara pun menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, mulai dari kurikulum berbasis akidah Islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, tenaga pengajar profesional, sampai sistem gaji guru yang menyejahterakan.

Begitulah pendidikan berbasis sistem Islam yang memadukan tiga peran sentral, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara.

Terbentuknya kepribadian Islam mengharuskan adanya pola pikir dan pola sikap Islam yang membuat seseorang akan senantiasa terikat dengan syariat Islam.

Negara menerapkannya syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan. Syariat inilah jawaban atas berbagai problem yang melanda generasi sekarang, termasuk tawuran. Hukum Islam yang paripurna ini tidak akan berfungsi secara sempurna kecuali dalam wadah institusi khilafah. Wallahu Alam bisshowab.

Oleh: Avin, Muslimah Jember

Kamis, 11 Juli 2024

Tawuran sebagai Ajang Mencari Cuan

Tinta Media - Kondisi generasi muda saat ini sangat memprihatinkan. Mereka kerap mempertontonkan kejadian yang tidak bermoral seperti pergaulan bebas, narkoba, pencurian, tawuran sampai kasus pembunuhan. Pemicu semua ini berawal dari masalah sepele, tetapi terus berulang tanpa ada solusi yang tepat bahkan semakin liar hingga hilang kendali.

Aksi tawuran kembali terjadi di jalan Basuki Rahmat (Bassura) Cipinang Besar Utara Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Tawuran ini melibatkan antar warga sekitar pukul 05.30 WIB. Pelaku menggunakan berbagai benda seperti batu, petasan dan senjata tajam.

Selain di Jakarta Timur, tawuran terjadi di Ciomas, Bogor. Polisi berhasil menangkap sebanyak 8 orang pelaku yang salah satunya  masih berusia 13 tahun. Mereka terlibat aksi tawuran antar geng motor pada Ahad dini hari. (radarbogor.jawapos.com. 30/06/2024)

Biasanya tawuran terjadi karena adanya provokasi dari pihak luar, saat ini sedang menjadi trend tawuran pun dijadikan muatan konten di media sosial oleh pelaku. Karena pada saat penangkapan oleh polisi didapati di salah satu HP pelaku tawuran sedang live streaming untuk mencari follower dan tujuan yang paling utama adalah untuk mendapatkan bayaran. Tawuran yang disiarkan langsung di media sosial disaksikan oleh pihak lain yang tidak berada di TKP.  Maka kepolisian menduga tawuran sengaja dibuat untuk kepentingan konten media sosial agar mendapatkan cuan. (News.detik.com. 30/06/2024)

Pelaku tawuran melakukan aksinya dilakukan dengan tidak sadar, mereka dipengaruhi oleh obat-obatan terlarang dan minuman keras, sehingga pelaku dengan keji dan bengis tanpa rasa takut saat mengikuti tawuran.

Tawuran ini mereka lakukan dengan sukarela dan bangga dipertontonkan hanya untuk mendapatkan cuan, padahal aksi ini sangat membahayakan bahkan dapat menghilangkan nyawa mereka. Apakah semurah itu harga nyawa mereka? sungguh sangat miris.

Berkaca dari kejadian di atas, hal ini menunjukkan rusaknya generasi dan jelas menunjukkan betapa kebahagiaan mereka berdasarkan materi telah menghujam kuat dalam diri bahkan menghalalkan segala cara.

Menelusuri akar permasalahan saat ini yaitu mereka dijejali paham sekularisme sejak dini, perbuatan yang mereka lakukan dijauhkan dari nilai-nilai agama, kemudian timbul rasa tidak takut dosa atau murka Allah sang Pencipta maka wajar jika generasi muda saat ini menjadi kehilangan arah dan pegangan dalam menjalani kehidupannya.

Disisi lain menggambarkan gagalnya sistem pendidikan yang seharusnya dapat mencetak generasi berkualitas tetapi malah semakin menunjukkan generasi muda yang semakin rusak. Maka sepertinya pembelajaran selama ini tidak berjalan dengan baik.

Adanya sistem pendidikan dan kurikulum yang dilaksanakan hari ini, mengacu kepada hasil pemikiran manusia, yakni sifat manusia yang serba kurang dan mengedepankan hawa nafsu, jauh dari nilai agama. Sesering apa pun negara mengganti kurikulum untuk perbaikan masa depan generasi, jika asasnya masih menggunakan sistem sekuler kapitalis maka generasi akan tetap mengandalkan akal dan berambisi untuk mendapatkan cuan sebanyak-banyaknya walaupun membahayakan nyawanya sendiri maka generasi muda ini akan sulit untuk diperbaiki.

Berbeda halnya jika Islam dijadikan sebagai acuan dasar dalam hidup, maka sudah banyak generasi muda pada jamannya yang bisa dijadikan sebagai panutan dan teladan hidup generasi muda saat ini, seperti Muhammad Al Fatih. Di usia belasan tahun dapat menaklukkan Konstantinopel. Beliau tumbuh dalam asuhan pendidikan Islam.

Dalam pendidikan Islam, penanaman akidah Islam yang kokoh menjadi fondasi utama sehingga pelajar mempunyai arah pandang yang jelas mana perbuatan baik ataupun buruk menurut prinsip Islam. Hal ini penting bagi mereka untuk terjun dalam kehidupan real.

Langkah selanjutnya mencetak para generasi muda menjadi generasi ulama yang unggul dalam menguasai agama dan sains, kemudian setiap perbuatan orientasinya adalah akhirat. Sehingga jika hal ini diterapkan maka akan terbentuklah gambaran generasi muda Islam adalah yang mempunyai kepribadian Islam, smart, inovatif kreatif dan berjiwa pemimpin.

Maka tidak akan ada lagi generasi muda yang mengisi kehidupannya dengan melakukan tawuran, perbuatan yang sia-sia bahkan nyaris membuat nyawanya melayang demi cuan rupiah yang tidak seberapa, generasi muda akan menjadikan diri mereka terlihat keren sebagai agent of change bagi kebangkitan Islam.

Wallahu'alam bishowwab.

Oleh : Irma Legendasari, Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 14 Oktober 2023

Tawuran Menciptakan Generasi Cemas, Bukan Emas

Tinta Media - Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa mengatakan, beberapa remaja terlibat tawuran di Jalan Sisingamangaraja Kota Medan dan sudah diamankan. Mereka adalah 4 pelajar dari berbagai sekolah. Namun, dari hasil pemeriksaan tersebut ada beberapa pelajar yang berhasil melarikan diri. 

Para pelajar yang tertangkap masih dalam pemeriksaan dan belum dijadikan sebagai tersangka. Mereka terlibat baku hantam dengan menggunakan kayu, batu, dan senjata tajam, dan masih menggunakan seragam sekolah.

Dari serangan tersebut, ada dua pelajar yang terluka dan dirawat di rumah sakit. Tidak hanya itu, penyerangan juga menyasar kendaraan yang terparkir di tengah jalan hingga mengakibatkan lalu lintas macet. (medan.tribunnews.com, 31/08/2023) 

Sungguh miris melihat pola tingkah pemuda zaman sekarang. Mereka pamit untuk pergi ke sekolah, menuntut ilmu agar bisa menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Namun sayang, mereka bukan pergi ke sekolah untuk belajar dengan rajin dan menyimak penjelasan guru, tetapi justru melakukan tawuran dengan menggunakan senjata tajam. Mereka saling serang seperti sedang memperagakan adegan gangster di film-film. 

Memang budaya tawuran antarsekolah ini seperti sudah diwariskan dari generasi ke generasi. Inilah yang membuat tawuran pelajar layaknya rantai yang sulit untuk diputuskan. Apa sebenarnya yang membuat mereka melakukan tindakan yang buruk ini? 

Pangkal Kerusakan Remaja

Awal dari kerusakan remaja adalah karena krisis identitas. Pelajar gagal memahami hakikat untuk apa dia diciptakan di dunia dan mereka bingung menghabiskan masa muda untuk apa. 

Seharunya, masa muda dihabiskan untuk hal-hal yang bermanfaat, tetapi malah disisi dengan kegiatan yang buruk, seperti tawuran. Tidak hanya itu, mereka juga tidak mampu mengontrol amarah dan emosi yang merupakan manifestasi dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqa').

Rupanya, asas sekularisme sudah memengaruhi diri mereka, yaitu hidup sekehendak hati tanpa membawa agama atau memisahkan agama. 

Kasus tawuran ini bukan semata membicarakan jiwa muda yang menyala-nyala. Memang secara fisik, mereka terlihat dewasa, tetapi jiwa dan kepribadian mereka masih jauh dari kata dewasa. Mereka dengan mudahnya ikut-ikutan dalam melakukan keburukan demi untuk meraih eksistensi diri.

Remaja pun tidak paham bahwa apa yang mereka lakukan adalah perbuatan dosa, yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Selain itu, tercatat bahwa pelajar yang terlibat tawuran ini adalah anak yang suka bolos dan berbuat onar dalam lingkungan kehidupan.

Sistem yang diterapkan negara juga memengaruhi tingkah laku individu yang ada di negara tersebut. Kita ketahui bahwa sistem negara ini menggunakan asas kapitalisme yang menjadikan pendidikan berfokus pada pencapaian nilai akademi di atas kertas, tetapi abai pada pembinaan kepribadian para pelajar. 

Agama sudah di minimalisir, bahkan akan dihapuskan dalam pendidikan formal. Selanjutnya, definisi sukses bagi kapitalisme adalah tercapainya materi sebesar-besarnya. Maka, tidak heran, banyak guru mata pelajaran yang sibuk mengarahkan pelajar untuk membuat produk atau konten, bahkan mengarahkan remaja untuk andil dalam e-sport.

Solusi Problem Tawuran

Nampaknya, penguasa gamang dalam penyelesaian kasus tawuran pelajar. Para pelaku hanya sekadar diberikan pembinaan, lalu dilepaskan tanpa memberikan efek yang jera. Alasan dibuatnya aturan yang tidak mampu memberikan efek jera adalah karena mereka masih anak-anak yang belum berusia 18 tahun. Akibatnya, negara tidak bisa memberikan hukuman yang tegas. 

Dari sini jelas bahwa sistem kapitalisme bukan hanya sekadar gagal dalam menyelesaikan berbagai kasus, termasuk masalah tawuran, melainkan justru membuat masalah baru.

Lalu bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah tawuran ini? 

Pertama, Islam akan membentuk karakter pelajar yang baik melalui pendidikan berbasis Islam, ditambah dukungan orang tua untuk mendidik anak, mengajarkan kepada mereka tentang pembentukan keimanan yang kuat agar dia paham untuk apa dia diciptakan. 

Kedua, lingkungan masyarakat yang positif, saling mendukung antartetangga, adanya pengontrolan tingkah laku pelajar agar mereka tahu batasan halal dan haram. 

Ketiga, negara dengan sistem Islam (Khilafah) akan membentuk kepribadian pelajar melalui kurikulum pendidikan yang berakidah Islam. Pelajar tidak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga sekaligus mahir dalam ilmu agama (akhirat). 

Para pelajar akan menghabiskan waktunya untuk menggapai rida Allah. Mereka akan menjadi ulama, ilmuwan, mujahid, mujtahid, pemimpin yang taat kepada Allah, dan dapat berkontribusi dalam kejayaan Islam. 

Rasulullah bersabda, 

"Ada tujuh golongan yang dilindungi Allah dalam naungan-Nya pada hari itidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yakni imam yang adil, seorang pemuda yang menyibukan dirinya dengan beribadah kepada Allah."(HR.Bukhari)

Islam juga memiliki hukum yang tegas bagi pelanggar syariat yang terkategori usia baligh, yaitu mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan Allah. 

Jika remaja terbukti melakukan tindakan kriminal, maka mereka harus dihukum sesuai dengan syariat. Dengan demikian, penerapan sistem Islam akan mampu menyelesaikan masalah tawuran secara sempurna. Para pemuda atau remaja akan menjadi generasi emas bukan cemas. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd.
Sahabat Tinta Media


Sabtu, 28 Januari 2023

Tawuran, Tradisi Kekerasan yang Harus Diubah

Tinta Media - Tawuran sudah menjadi gerakan heroik bagi sebagian besar siswa untuk pembuktian eksistensi diri, meski tak jarang berujung kematian. Mereka rela berkorban nyawa dengan motivasi memperebutkan daerah kekuasaan untuk geng-geng terbesar di masing-masing sekolah tersebut. 

Hal ini terjadi ketika sistem pendidikan di Indonesia jauh dari pendidikan Islam. Mereka dipecah belah menjadi kelompok-kelompok yang saling berlawanan, mereka diadu oleh media Barat yang sengaja menyebarkannya dalam bentuk game online ataupun video yang berbau kekerasan.

Dengan kejadian inilah tentu harus menjadi evaluasi bagi Kementrian pendidikan, para pendidik dan juga orang tua, karena mereka lah yang bertanggung jawab atas kerusakan yang dilakukan oleh pemuda.

Sekularisme Akar Permasalahan

Sekularisme menjadi akar utama permasalahan tersebut, karena dalam pendidikan sekularisme sekolah hanya menjadi transfer ilmu dengan nilai patokan dinas. Kurikulum yang jauh dari Islam pun menambah rusaknya pemuda negeri ini. Belum lagi guru yang disibukkan oleh administratif sekolah sehingga guru yang seharusnya mengajar dan mendidik malah disibukkan oleh sisi lain dunia pendidikan.

Selain itu, pemuda sekarang disuguhkan oleh video-video kekerasan dan juga disibukkan oleh game online yang berbau kekerasan. Akibatnya, mereka tergiur untuk melakukannya di dunia nyata dengan melakukan aksi-aksi yang berbau kekerasan seperti tawuran. Karena masa-masa seperti mereka, masih dalam masa kelabilannya, sehingga mereka mudah menirukan apa-apa yang sering dilihat ataupun dimakannya.

Maka dari itu, yang harus jadi evaluasi besar bagi sistem pendidikan di negeri ini adalah bagaimana pola pikir pemuda diubah menjadi pola pikir islami dengan pelajaran adab ataupun ukhuwah sebagai sesama muslim. 

Ditambah peran orang tua yang harus mampu menjaga anak dari tontonan-tontonan dan juga game online yang berbau kekerasan. Selain itu, guru juga harus menjadikan dirinya sebagia teladan terbaik bagi muridnya, karena pemuda akan menirukan sesuatu yang sering ia lihat. Guru pun juga harus fokus mengajari muridnya tanpa terbebani oleh administratif sekolah.

Begitu pun sekolah, tidak menjadi tempat mengejar nilai patokan dinas saja, akan tetapi menjadi tempat awal penerapan ilmu tersebut. karena jika sekolah hanya menjadi tempat pengejar nilai, maka ilmu tersebut hanya menjadi teori belaka  tanpa adanya manfaatnya.

Maka dari itu, yang dibutuhkan seorang pemuda adalah bukan sekedar teori belaka, akan tetapi ilmu terapan yang dapat ia gunakan dan bermanfaat bagi masyarakat dan juga dunia luar. Dengan dibantu oleh peran orang tua dan dicontohkan oleh seorang guru sebagai teladan, dilengkapi dengan ilmu tsaqofah yang mumpuni dan ahli ibadah, maka jadilah pemuda yang hebat anti kekerasan, yang bertakwa dan bermanfaat bagi masyarakat dan  dunia luar. Maka, dari sinilah sebuah negara akan maju dengan pemuda-pemuda hebat dari berbagai sisi. 
Allhu a'lam bish showab

Oleh: Amrullah
Santri kelas IX IBS Al Amri
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab