Tawuran Pelajar Akibat Krisis Identitas, Ajang Eksistensi Diri?
Tinta Media - Aksi tawuran pelajar di Indonesia memang tidak ada habisnya. Pada hari Ahad, 23 Juli 2023 seorang pelajar berlumuran darah akibat dibacok saat tawuran di Teluknaga, Tangerang (tangerangnews.com).
Selanjutnya, Rabu 03 Agustus 2023, di kawasan Klapanunggal, Bogor terdapat seorang pelajar yang terluka karena sabetan celurit (detik.com).
Sementara itu, sebulan yang lalu di Petamburan, Jakarta Barat, Polisi menangkap 106 pelajar yang diduga hendak melakukan tawuran dengan barang bukti puluhan sajam di antaranya celurit (cnnindonesia.com 13/06/2023).
Fakta-fakta ini tentunya membuat masyarakat merasa resah dengan perilaku pelajar saat ini. Tidak sedikit orang tua mereka terkejut akan tindakan anaknya.
Selain itu, banyaknya jumlah remaja yang tawuran juga menjadi fakta yang tak terelakkan di sini. Apakah yang menyebabkan kondisi ini terjadi?
Kondisi remaja yang lebih memilih tawuran dibandingkan menuang prestasi dan orang tua yang abai dalam memandu anaknya menjadi generasi islami?
Hal ini terjadi sebab dipicu oleh krisis identitas. Krisis identitas terjadi karena remaja yang tidak mendalami agamanya sendiri sehingga beranggapan bahwa beribadah hanyalah sekadar mengamalkan rukun islam dan tidak berhubungan dengan kehidupan dan masalah sehiari-sehari. Hal ini terjadi dikarenakan asas sekuler yang menjadi asas negeri ini.
Krisis identitas ini menyebabkan penafsiran remaja mengenai kehidupan adalah untuk bersenang-senang, mengikuti tren yang bertolak belakang dengan ajaran islam, dan tidak peduli halal-haram demi meraih suatu kepuasan.
Seperti yang disampaikan Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan Kompol Harry Gasgari mengungkapkan bahwa motif tawuran yang dilakukan kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara pada Selasa (18/7) hanyalah sekadar ingin mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial.
"Mereka ingin eksis. Mungkin buat konten juga di situ sehingga viral," ujar Harry seperti dilansir dari antaranews.com.
Selain faktor krisis identitas, tawuran juga disebabkan hilangnya peran lingkungan dari keluarga dan sekolah. Keluarga sangat berperan penting dalam mendidik dan membangun kepribadian anak.
Begitu pula sekolah yang menjadi tempat menuntut ilmu dan berkembang. Namun, ketika keduanya tidak mampu menjadi contoh dan tempat belajar para remaja maka mereka dapat cenderung menjadi bibit-bibit pelaku kriminal.
Selain itu, dengan sistem pendidikan sekolah yang sekuler liberal akan menyebabkan diri mereka yang kosong dari keimanan dan nilai-nilai islam. Keadaan ini menyebabkan remaja mudah frustasi, nirempati, salah pergaulan yang berujung pada tawuran.
Sistem pendidikan ini tidak bisa dilepaskan dari negara. Karena negaralah yang merancang dan menentukan sistem pendidikan yang dilaksanakan. Mengurusi urusan rakyat adalah kewajiban dari penguasa. Kelalaiannya jelas membawa kepada dosa.
Padahal, seorang penguasa wajib mengurusi semua urusan rakyatnya, termasuk menjamin ketaatan rakyatnya.
Untuk mencegah kedua faktor tersebut, diperlukan pencegahan dengan membentuk kepribadian islami generasi muda oleh keluarga, masyarakat, dan negara.
Dari keluarga dengan mendampingi dan menuntun anaknya dalam masa pertumbuhan untuk menjadi generasi islami, Masyarakat dengan menumbuhkan kepedulian terhadap masalah remaja, kemudian negara yang menerapkan sistem kehidupan islam secara kaffah.
Dengan ada peran penuh dari ketiganya maka pelajar akan terkondisikan menjadi remaja yang berkepribadian islam.
Oleh: Muthiah Atiqoh
Mahasiswi Biologi Universitas Negeri Yogyakarta