UIY: Allah Menjadikan Agama Ini Mudah
“Allah SWT menjadikan agama ini mudah. Allah menginginkan kemudahan tidak menginginkan kesulitan. Dan tidaklah Allah menjadikan di dalam agama ini kesulitan,” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) dalam Tausiyah: Takwa dan Totalitas Perjuangan, Rabu (27/4/2022) melalui Channel Youtube Aspirasi News.
UIY lalu membacakan al-Quran surat al Baqarah ayat 185. Yurîdullahu bikumul yusra walâ yurîdu bikumul ‘usra (Allah menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan).
Oleh karena itu, menurutnya, secara pasti seluruh perintah Allah SWT di dalam agama ini bisa dilaksanakan oleh hambaNya. "Allah SWT menjamin hal itu di dalam Al-Quran, laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha (Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kemampuannya),” simpulnya.
Artinya lanjut UIY, bahwa seluruh kewajiban itu pada dasarnya bisa dilaksanakan oleh manusia siapa pun. Ketika kemampuan manusia itu menurun, Allah akan memberikan rukhsah.
“Shalat misalnya, pada awalnya harus ditunaikan dengan berdiri. Tetapi ketika kita tidak mampu berdiri, bisa ditunaikan dengan duduk. Kalau duduk pun tidak mampu kita bisa tunaikan sambil berbaring sekedar menggerakkan anggota tubuh kita,” jelas UIY memberikan contoh.
Begitu juga dengan puasa, lanjutnya, puasa pasti bisa dilaksanakan oleh siapa pun karena Allah SWT tidak meminta kita untuk tidak makan dan minum berhari-hari. Rata-ratanya hanya 12 jam. Ketika kemampuan manusia menjalankan puasa menurun, Allah memberikan rukhshah.
“Siapa yang dalam perjalanan atau sakit maka baginya boleh tidak berpuasa dengan syarat mengganti di hari yang lain,” terangnya mengutip al-Quran Surat al-Baqarah ayat 185 memberikan contoh rukhshah itu.
“Karena itu, maka sesungguhnya yang diperlukan dalam kita melaksanakan kewajiban agama ini adalah kemauan. Karena setiap orang pasti memiliki kemampuan. Tetapi ketika tidak ada kemauan maka perkara yang mudah pun akan tampak menjadi sulit. Perkara yang ringan akan terasa berat ” terangnya.
Menurutnya, itulah yang terjadi pada manusia dewasa ini. Banyak sekali kewajiban agama yang sesungguhnya sangat ringan, seperti zakat hanya dua setengah persen, shalat lima waktu yang ditempuh kurang lebih sekitar 3-4 menit pun ditinggalkan. Apalagi untuk perkara-perkara yang lebih berat dari itu.
Kemauan untuk Taat
UIY menilai bahwa puasa ini sesungguhnya menempa umat Islam untuk memiliki kemauan. Kemauan untuk taat kepada Allah SWT.
“Pada bulan puasa kita diminta untuk meninggalkan yang sejatinya pada bulan biasa itu dihalalkan oleh Allah SWT. Makan di siang hari, berhubungan dengan suami dan istri kita itu halal, tetapi di siang hari bulan Ramadhan, itu semua dilarang oleh Allah SWT. Dan hasilnya ternyata kita bisa,” tukasnya.
Jadi, ketika ada kemauan, umat Islam bisa meninggalkan, jangankan yang haram yang halal sekalipun juga bisa. Intinya adalah kemauan. “Kemauan untuk taat itulah taqwa,” tegasnya.
“Ujung dari puasa ini adalah takwa. Karena itu penting bagi kita untuk menunaikan shaum Ramadhan dengan penuh penghayatan, agar kita bisa memetik hikmah terbesar dari puasa yaitu lahirnya takwa. Yaitu kemampuan untuk taat kepada Allah SWT dengan taat setaat-taatnya,” nasehatnya memungkasi penuturan. [] Irianti Aminatun
UIY lalu membacakan al-Quran surat al Baqarah ayat 185. Yurîdullahu bikumul yusra walâ yurîdu bikumul ‘usra (Allah menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan).
Oleh karena itu, menurutnya, secara pasti seluruh perintah Allah SWT di dalam agama ini bisa dilaksanakan oleh hambaNya. "Allah SWT menjamin hal itu di dalam Al-Quran, laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha (Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kemampuannya),” simpulnya.
Artinya lanjut UIY, bahwa seluruh kewajiban itu pada dasarnya bisa dilaksanakan oleh manusia siapa pun. Ketika kemampuan manusia itu menurun, Allah akan memberikan rukhsah.
“Shalat misalnya, pada awalnya harus ditunaikan dengan berdiri. Tetapi ketika kita tidak mampu berdiri, bisa ditunaikan dengan duduk. Kalau duduk pun tidak mampu kita bisa tunaikan sambil berbaring sekedar menggerakkan anggota tubuh kita,” jelas UIY memberikan contoh.
Begitu juga dengan puasa, lanjutnya, puasa pasti bisa dilaksanakan oleh siapa pun karena Allah SWT tidak meminta kita untuk tidak makan dan minum berhari-hari. Rata-ratanya hanya 12 jam. Ketika kemampuan manusia menjalankan puasa menurun, Allah memberikan rukhshah.
“Siapa yang dalam perjalanan atau sakit maka baginya boleh tidak berpuasa dengan syarat mengganti di hari yang lain,” terangnya mengutip al-Quran Surat al-Baqarah ayat 185 memberikan contoh rukhshah itu.
“Karena itu, maka sesungguhnya yang diperlukan dalam kita melaksanakan kewajiban agama ini adalah kemauan. Karena setiap orang pasti memiliki kemampuan. Tetapi ketika tidak ada kemauan maka perkara yang mudah pun akan tampak menjadi sulit. Perkara yang ringan akan terasa berat ” terangnya.
Menurutnya, itulah yang terjadi pada manusia dewasa ini. Banyak sekali kewajiban agama yang sesungguhnya sangat ringan, seperti zakat hanya dua setengah persen, shalat lima waktu yang ditempuh kurang lebih sekitar 3-4 menit pun ditinggalkan. Apalagi untuk perkara-perkara yang lebih berat dari itu.
Kemauan untuk Taat
UIY menilai bahwa puasa ini sesungguhnya menempa umat Islam untuk memiliki kemauan. Kemauan untuk taat kepada Allah SWT.
“Pada bulan puasa kita diminta untuk meninggalkan yang sejatinya pada bulan biasa itu dihalalkan oleh Allah SWT. Makan di siang hari, berhubungan dengan suami dan istri kita itu halal, tetapi di siang hari bulan Ramadhan, itu semua dilarang oleh Allah SWT. Dan hasilnya ternyata kita bisa,” tukasnya.
Jadi, ketika ada kemauan, umat Islam bisa meninggalkan, jangankan yang haram yang halal sekalipun juga bisa. Intinya adalah kemauan. “Kemauan untuk taat itulah taqwa,” tegasnya.
“Ujung dari puasa ini adalah takwa. Karena itu penting bagi kita untuk menunaikan shaum Ramadhan dengan penuh penghayatan, agar kita bisa memetik hikmah terbesar dari puasa yaitu lahirnya takwa. Yaitu kemampuan untuk taat kepada Allah SWT dengan taat setaat-taatnya,” nasehatnya memungkasi penuturan. [] Irianti Aminatun