Tinta Media: Taqwa
Tampilkan postingan dengan label Taqwa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Taqwa. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Maret 2024

Menjadi Taqwa Tak Cukup dengan Puasa



Tinta Media - Ternyata untuk bisa menjadi orang bertakwa tak cukup hanya lewat puasa Ramadhan. Di dalam al-Quran ada 6 ayat yang ujungnya diakhiri dengan frasa “la’allakum tattaqun” (agar kalian bertakwa) sebagaimana yang terdapat dalam QS al-Baqarah ayat 183 terkait kewajiban puasa Ramadhan. 

Di sini saya hanya akan menyebutkan 4 ayat saja:

Ayat yang memerintahkan manusia untuk menyembah (beribadah kepada) Allah SWT. Para ulama memaknai ibadah tak hanya melulu yang bersifat ritual (mahdhah) seperti shalat, puasa, haji, dll; tetapi mencakup semua jenis ketaatan kepada Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan (ghayr mahdhah) seperti dalam bidang ekonomi, politik, pemerintahan, hukum, pendidikan, sosial, dll. 

Hakikat ubudiah sendiri, menurut Imam Ja’far ash-Shadiq, mencakup tiga hal:

(1) Seorang hamba menyadari bahwa apa yang ada pada dirinya bukan miliknya, tetapi milik Allah SWT yang kebetulan Dia titipkan kepada dirinya; 
(2) Seorang hamba wajib tunduk dan patuh tanpa membantah pada semua perintah Allah SWT tanpa kecuali; 
(3) Seorang hamba tidak boleh membuat hukum/aturan apa pun di luar hukum/aturan yang telah Allah SWT buat. Mereka hanya berkewajiban menerapkan seluruh hukum/aturan (syariah)-Nya. 

Terkait semua itu, Allah SWT berfirman:

 يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 

(Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 21).

Ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk menegakkan semua sanksi hukum (hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat), khususnya hukum qishash. Allah SWT berfirman:

  وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

(Dalam penegakan hukum qishash itu ada kehidupan bagi kalian agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 179).

Ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk menunaikan shaum Ramadhan. Allah SWT berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

(Hai kaum beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas kaum sebelum kalian, agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183).

Ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk hanya mengikuti “jalan lurus”, yakni Islam dan seluruh syariahnya, dan haram mengikuti jalan-jalain lain yang bisa mengakibatkan mereka menyimpang dari ideologi dan sistem Islam. Allah SWT berfirman: 

 وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 

(Inilah jalanku yang lurus. Karena itu, ikutilah oleh kalian jalan itu, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain sehingga bisa mengakibatkan kalian tercerai-berai (menyimpang) dari jalan tersebut. Itulah wasiat Allah kepada kalian agar kalian bertakwa (QS al-An’am [6]: 153).

Atas dasar itu, dalam momentum Idul Fitri ini, marilah seluruh umat Islam bersegara menerapkan seluruh syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan di bawah naungan institusi Khilafah ‘ala mihaj an-Nubuwwah. Hanya dengan itulah ketakwaan paripurna bisa benar-benar terwujud dalam diri umat. 
Marilah kita amalkan ayat berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 

(Hai kaum yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara totalitas, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh kailan yang amat nyata (QS al-Baqarah [2]: 208).
WalLahu a’lam.

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []


Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor).

Selasa, 12 Desember 2023

Taqwa adalah Pakaian yang Terbuat dari Cahaya-Nya


Tinta Media - Sobat. Kemuliaan orang yang beriman adalah ketika Allah mencegah dirinya untuk menyembah nafsu, birahi, setan, dunia dan sesuatu yang diciptakan baik yang tak terlihat dan yang terlihat, yang ada di dunia dan akhirat. Taqwa adalah pakaian yang terbuat dari cahaya-Nya, melihat dunia dengan sifat-sifat-Nya, dan menjalankan ketakwaan dengan zat-Nya. Itu merupakan suatu kebaikan dan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
وَٱلَّذِي جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ لَهُم مَّا يَشَآءُونَ عِندَ رَبِّهِمۡۚ ذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik,” ( QS. Az-Zumar (39) : 33-34 )

Sobat. Adapun orang yang membawa kebenaran yaitu Muhammad saw dan orang-orang yang membenarkannya, yaitu para sahabat dan pengikutnya sampai hari Kiamat. Mereka selalu bertakwa kepada Allah, tidak menyembah patung dan berhala, selalu menunaikan kewajiban syariat, dan melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar sambil mengharapkan pahala dan menghindari azab-Nya. Mereka itulah yang dimaksudkan golongan orang-orang yang bertakwa.

Sobat. Mereka akan memperoleh pahala dan kehormatan di sisi Allah yang selalu mereka taati dan sembah. Di dalam surga, mereka akan memperoleh apa saja yang mereka kehendaki di sisi Allah. 

Dalam beberapa hadis yang sahih dijelaskan bahwa dalam surga mereka akan menjumpai berbagai nikmat yang belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbayang dalam hati. Itulah balasan bagi mereka yang selalu mengutamakan amal kebajikan, dengan hati yang ikhlas dalam keadaan sembunyi atau terang-terangan, yang selalu menjaga amal perbuatan dan ucapan mereka, baik mengenai soal berat atau ringan, yang besar maupun yang kecil. Mereka menghadapi semua itu dengan penuh rasa tanggung jawab.

Allah SWT berfirman :
وَٱصۡبِرۡ وَمَا صَبۡرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ وَلَا تَحۡزَنۡ عَلَيۡهِمۡ وَلَا تَكُ فِي ضَيۡقٖ مِّمَّا يَمۡكُرُونَ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحۡسِنُونَ  
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. ( QS. An-Nahl (16) : 127-128 )

Sobat. Allah mempertegas lagi perintah-Nya kepada Rasul agar bersifat sabar dan tabah dalam menghadapi gangguan orang kafir Quraisy dan hambatan mereka terhadap dakwahnya. Namun Allah menyatakan kepada Nabi bahwa kesabaran itu terwujud dalam batin disebabkan Allah memberikan pertolongan dan taufik kepadanya. Kesabaran merupakan daya perlawanan terhadap gejala emosi manusia dan perlawanan terhadap nafsu yang bergejolak. Itulah hidayah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki.

Pernyataan Allah ini membesarkan hati Nabi SAW, kesulitan-kesulitan menjadi terasa ringan berkat anugerah Allah. Rasul SAW tidak perlu merasa risau, cemas dan bersedih hati terhadap sikap lawannya yang menjauh dari seruannya, atau sikap permusuhan mereka yang mendustakan dan mengingkari wahyu yang diturunkan kepada-Nya. Apalagi jika Rasul SAW merasa kecil hati dan putus asa terhadap keingkaran yang mereka lakukan, seperti beliau dituduh penyihir, dukun, penyair dan sebagainya, hal demikian lebih tidak dibenarkan oleh Allah. Sebenarnya segala tuduhan itu bermaksud menghalangi orang lain untuk beriman kepada Rasul saw. Dalam ayat yang lain Allah melarang Nabi berkecil hati terhadap gangguan orang kafir. Firman-Nya:

(Inilah) Kitab yang diturunkan kepadamu (Muhammad) maka janganlah engkau sesak dada karenanya, agar engkau memberi peringatan dengan (Kitab) itu dan menjadi pelajaran bagi orang yang beriman. (al-A'raf/7: 2)

Meskipun pelajaran-pelajaran di atas ditujukan kepada Nabi SAW, namun berlaku bagi para pengikutnya.

Sobat. Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan alasan mengapa Nabi diperintahkan bersabar dan dilarang untuk cemas dan berkecil hati. Allah SWT menegaskan bahwa Dia selalu ada bersama orang yang bertakwa dan orang yang berbuat kebaikan sebagai penolong mereka. Allah selalu memenuhi permintaan mereka, memperkuat, dan memenangkan mereka melawan orang-orang kafir.

Orang-orang yang takwa selalu bersama Allah swt karena mereka terus menyucikan diri untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan melenyapkan kemasygulan yang ada pada jiwa mereka. Mereka tidak pernah merasa kecewa jika kehilangan kesempatan, tetapi juga tidak merasa senang bila memperoleh kesempatan. 

Demikian pula Allah selalu menyertai orang yang berbuat kebaikan, melaksanakan kewajiban mereka kepada-Nya, dan selalu menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Pernyataan Allah kepada mereka yang takwa dan berbuat ihsan (kebaikan) dalam ayat ini mempunyai pengertian yang sama dengan pernyataan Allah dalam firman-Nya kepada Nabi Musa dan Harun a.s.:

Dia (Allah) berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (thaha/20: 46)

Juga mempunyai pengertian yang sama dengan firman Allah kepada malaikat:

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman." (al-Anfal/8: 12)

Sobat. Jika kau ingin selamat dari musuh ( setan ), ikhlaslah dalam beramal hanya karena Allah dengan syarat berilmu dan tidak rela terhadap apa yang nafsumu perbuat.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Senin, 13 November 2023

Penghargaan bagi Orang Bertaqwa



Tinta Media - Sobat. Dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an Allah memberi penghargaan yang tinggi bagi mereka yang bertakwa kepada Allah. Ada tiga penghargaan yang sangat digandrungi manusia; Dua penghargaan berupa kenikmatan lahiriah dan satu lagi kenikmatan ruhani. 

1. Surga yang sangat indah, rindang, teduh, menentramkan hati yang dibawahnya sungai-sungai mengalir.

2. Mendapatkan isteri cantik jelita atau pasangan yang bersih dari segala kekotoran.

3. Mendapatkan ridha dari Allah Yang Maha Pengasih.

Sobat. Inilah puncak semua kenikmatan yaitu bertemu dengan Sang Kekasih. Mereka yang bertakwa itu mempunyai sifat dan karakter sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :

ٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلۡقَٰنِتِينَ وَٱلۡمُنفِقِينَ وَٱلۡمُسۡتَغۡفِرِينَ بِٱلۡأَسۡحَارِ  

“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” ( QS. Ali Imran (3) : 17 )

Sobat. Pada ayat ini disebutkan sifat-sifat orang beriman yang membedakan mereka dari yang lain. Dengan sifat tersebut mereka mendapatkan keridaan Allah swt. Semua sifat tersebut mereka miliki, dan masing-masing sifat itu mempunyai tingkatan keutamaan, berkat sifat-sifat itu mereka memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepada mereka. Sifat-sifat tersebut ialah:

1. Sabar. Sabar yang paling sempurna, ialah sabar dan tabah menderita di dalam melaksanakan ketaatan dan menjauhi larangan Allah. Apabila gelora syahwat sudah bergejolak, dan jiwa pun sudah tunduk untuk melakukan kemaksiatan maka kesabaranlah yang akan membendungnya. Sifat sabar pulalah yang menetapkan (mengokohkan) iman dan memelihara ketaatan pada batas-batas yang telah ditetapkan syariat (hukum agama). Sabarlah yang dapat memelihara martabat manusia di waktu mendapat kesulitan di dunia, dan memelihara hak-hak orang dari gangguan tangan orang yang rakus. Sifat sabar merupakan syarat bagi tercapainya sifat-sifat jujur, taat, dan istigfar.

2. Bersifat benar. Benar adalah puncak kesempurnaan. Benar dan jujur dalam iman, perkataan dan niat.

3. Taat. Taat ialah ketekunan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan tunduk dan khusyuk kepada Allah. Tunduk dan khusyuk adalah jiwa dan intisari ibadah. Tanpa tunduk dan khusyuk ibadah menjadi hampa, bagaikan pohon tiada berbuah.

4. Membelanjakan harta di jalan Allah, baik yang bersifat wajib, maupun yang sunah, karena mengeluarkan harta untuk amal kebajikan sangat ditekankan dan dianjurkan oleh agama.

5. Beristigfar pada waktu sahur, yaitu waktu sebelum fajar menyingsing dekat subuh. Maksudnya salat tahajud di akhir malam, yaitu waktu tidur paling enak dan sukar untuk meninggalkannya. Tetapi jiwa dan hati pada waktu itu sangat bening dan tenang. Salat ini diikuti dengan bacaan istigfar dan doa. Terdapat di dalam kitab hadis Sahih Bukhari dan Muslim, dan dalam kitab-kitab musnad serta sunan, riwayat dari sejumlah sahabat.

Rasulullah berkata:

'Tuhan kita Yang Mahasuci dan Mahatinggi, turun pada setiap malam ke langit dunia pada waktu sepertiga akhir malam. Dia berfirman, "Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya". (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Sobat. Adapun istigfar (minta ampun) yang dimaksud oleh agama ialah istigfar yang disertai tobat nasuha, serta menyesuaikan perbuatan dengan ketentuan agama. Tobat nasuha adalah tobat dengan benar-benar menghentikan perbuatan dosa dan tidak mengulangi lagi, serta berusaha menggantinya dengan perbuatan yang baik.

Sobat. Dalam ayat di atas menjelaskan sifat dan karakter orang yang bertakwa itu: Pertama. Mereka yang istiqomah dan teguh dengan keimanan mereka, baik dengan hati atau lisan. Selalu meminta ampunan atas dosa-dosa mereka dan meminta agar dihindarkan dari siksaan api neraka.

Kedua. Mereka yang penyabar dalam beribadah kepada Allah dan dalam menghadapi kemelut kehidupan.

Ketiga. Mereka yang jujur lahir dan batin dalam segala situasi dan kondisi.

Keempat. Mereka yang patuh dan taat kepada Allah.

Kelima. Mereka yang selalu berinfak di jalan Allah baik infak wajib atau sunnah.

Keenam. Beristighfar pada akhir malam.

Sobat. Penghargaan Allah kepada mereka sungguh amat besar dibandingkan dengan apa yang mereka lakukan ketika di dunia. Marilah kita isi kehidupan kita dengan niat ibadah kepada Allah sepanjang hayat kita.

Sobat. Allah SWT  memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk bermunajat kepada-Nya di malam hari, dan menikmati munajat tersebut dengan-Nya. Beliau bangun di malam hari untuk beribadah sebagai pemuliaan terhadap Allah SWT. OLeh karena itu, Allah SWT  membalas penghormatan tersebut di atas semua makhluk-Nya dengan menempatkan beliau di tempat yang terpuji dan tempat syafaat yang agung.

وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةٗ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامٗا مَّحۡمُودٗا 

“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” ( QS. Al-Isra’ (17) : 79)

Sobat. Ayat ini memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin agar bangun di malam hari untuk mengerjakan salat tahajud. Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali memerintahkan Rasulullah mengerjakan salat malam sebagai tambahan atas salat yang wajib. Salat malam ini diterangkan oleh hadis Nabi saw:

Bahwasanya Nabi saw ditanya orang, "Salat manakah yang paling utama setelah salat yang diwajibkan (salat lima waktu)." Rasulullah saw menjawab, "Salat tahajud." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Dari hadis-hadis Nabi yang sahih, yang diriwayatkan dari 'A'isyah dan Ibnu 'Abbas dipahami bahwa Nabi Muhammad saw bangun untuk mengerja-kan salat tahajud, setelah beliau tidur. Kebiasaan Nabi ini dapat dijadikan dasar hukum bahwa salat tahajud itu sunat dikerjakan oleh seseorang, setelah tidur beberapa saat di malam hari, kemudian pada pertengahan malam hari ia bangun untuk salat tahajud.

Kemudian Allah swt menerangkan bahwa hukum salat tahajud itu adalah sebagai ibadah tambahan bagi Rasulullah di samping salat lima waktu. Oleh karena itu, hukumnya bagi Rasulullah adalah wajib, sedang bagi umatnya adalah sunat.

Dalam ayat ini, diterangkan tujuan salat tahajud bagi Nabi Muhammad ialah agar Allah swt dapat menempatkannya pada maqaman mahmudan (di tempat yang terpuji).

Yang dimaksud dengan maqaman mahmudan ialah syafaat Rasulullah saw pada hari kiamat. Pada hari itu manusia mengalami keadaan yang sangat susah yang tiada taranya. Yang dapat melapangkan dan meringankan manusia dari keadaan yang sangat susah itu hanyalah permohonan Nabi Muhammad saw kepada Tuhannya, agar orang itu dilapangkan dan diringankan dari penderitaannya. 

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw berkata, "Maksud maqaman mahmudan dalam ayat ini ialah syafaatku." (hadis hasan sahih) 
Ibnu Jarir ath-thabari mengatakan bahwa kebanyakan para ahli berkata, "Yang dimaksud dengan maqaman mahmudan itu ialah suatu kedudukan yang dipergunakan oleh Rasulullah saw pada hari kiamat untuk memberi syafaat kepada manusia, agar Allah swt meringankan kesusahan dan kesulitan yang mereka alami pada hari itu."

Diriwayatkan oleh an-Nasa'i, al-hakim, dan segolongan ahli hadis dari Hudzaifah, "Allah mengumpulkan manusia pada suatu daratan yang luas pada hari kiamat, mereka semua berdiri dan tidak seorang pun yang berbicara pada hari itu kecuali dengan izin-Nya. Orang-orang yang mula-mula diseru namanya ialah Muhammad, maka Muhammad berdoa kepada-Nya. Inilah yang dimaksud dengan maqaman mahmudan dalam ayat ini.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Jabir bin 'Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda: 

Barang siapa yang membaca doa setelah selesai mendengar azan, "Wahai Tuhanku, Tuhan Yang memiliki seruan yang sempurna dan salat yang dikerjakan ini, berilah kepada Muhammad wasilah dan keutamaan dan angkatlah ia kepada al-maqam al-mahmud (kedudukan yang terpuji) yang telah Engkau janjikan kepadanya," maka dia memperoleh syafaatku.

Sobat. Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri bahwa Rasulullah saw berkata, "Aku adalah pemimpin anak cucu Adam pada hari kiamat. Aku tidak membanggakan diri, dan di tangankulah terpegang liwa'ul hamdi (bendera pujian) aku tidak membanggakan diri. Tidak ada seorang nabi pun pada hari itu, sejak dari Adam sampai nabi-nabi yang lain, kecuali berada di bawah benderaku itu, aku adalah orang yang pertama kali keluar dari bumi, dan aku tidak membanggakan diri. Manusia saat itu ditakutkan oleh tiga hal yang menakutkan. Kemudian mereka mendatangi Adam. Mereka berkata, "Kamu adalah bapak kami, tolonglah kami kepada Tuhanmu." Adam menjawab, "Saya punya dosa yang menyebabkan saya diturunkan ke bumi. Datanglah kepada Nuh!" maka mereka mendatangi Nuh. (setelah mereka mengadukan masalahnya kepada Nuh), Nuh berkata, "Saya telah mendoakan penghuni bumi sehingga mereka dihancurkan. Tetapi datanglah kepada Ibrahim. Maka mereka mendatangi Ibrahim. Ibrahim kemudian menyuruh mereka mendatangi Musa.

Musa berkata, "Saya pernah membunuh orang. Datanglah kepada Isa." Isa kemudian berkata, "Saya pernah disembah selain Allah. Datang sajalah kepada Muhammad." Maka mereka mendatangi aku. Aku kemudian pergi bersama mereka, lalu aku pegang lingkaran pintu surga, kemudian aku tarik. Kemudian aku ditanya, "Siapa itu?" aku menjawab, "Muhammad." Kemudian mereka membukakan pintu untukku, dan berkata, "Selamat datang." lalu aku tersungkur bersujud. Kemudian Allah mengilhami aku untuk memuji, bertahmid, dan mengagungkan-Nya. Lalu aku diperintah, "Angkatlah kepalamu, mintalah! Kamu akan diberi. Mintalah hak syafaat, maka kamu akan diizinkan untuk memberi syafaat. Dan berkatalah, akan didengar perkataanmu.
Itulah maqam yang terpuji, yang difirmankah Allah, "Semoga Tuhanmu memberikan maqam yang terpuji kepadamu." (Riwayat at-Tirmidzi)

Dari ayat dan hadis-hadis di atas dipahami bahwa Nabi Muhammad saw dengan mengerjakan salat tahajud akan diangkat oleh Allah swt ke tempat dan kedudukan yang dipuji oleh umat manusia, para malaikat, dan Allah Tabaraka wa Taala, yaitu kedudukan untuk memintakan syafaat bagi umat manusia pada waktu berada di Padang Mahsyar dengan izin Allah. Umat manusia memang berhak mendapat syafaat karena amal saleh dan budi pekerti mereka semasa di dunia, yaitu diampuni dosanya oleh Tuhan atau dinaikkan derajatnya.

Pada firman Allah yang lain diterangkan bahwa bangun di tengah malam untuk salat tahajud dan membaca Al-Qur'an dengan khusyuk akan dapat membuat iman jadi kuat dan membina diri pribadi. Allah swt berfirman:
 
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (Yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan di waktu itu) lebih berkesan. (al-Muzzammil/73: 1-6)

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Sabtu, 25 Maret 2023

Prof Dr. Fahmi Amhar: Tolak Ukur Ketakwaan Dilihat dari Empat Aspek

Tinta Media - Anggota Ikatan Alumni Program Habibie, Prof Dr Fahmi Amhar menjelaskan tolak ukur sebuah ketakwaan dapat dilihat dari empat aspek.

"Ketakwaan itu bisa diukur dalam empat aspek yaitu tawadhu, qona'ah, wara', dan yakin," tuturnya saat menjadi pembicara Tarhib Ramadan 1444 H: Meraih Takwa di Segala Matra, Ahad (19/3/2023) di Batam.

Pertama, takwa itu harus dibuktikan dengan sikap tawadhu. Takwa itu tidak hanya cukup pada percaya saja, tapi juga dibuktikan dengan sikap tawadhu.

"Orang yang tawadhu, akan lebih berhati-hati terhadap pencitraan. Karena pencitraan, akan mengantarkan manusia pada perbuatan yang sia-sia, baik ia individu maupun sebagai penguasa," ujarnya. 

Ia menegaskan bahwa sikap tawadhu itu harus terus meningkatkan amal perbuatannya agar mencapai derajat yang tinggi dan mulia.

"Untuk meraih tawadhu, setiap amalannya harus mampu ditingkatkan sehingga akan melejit kualitasnya. Tawadhu juga sebagai dasar pemersatu, sehingga setiap orang tidak akan membanggakan materi atau kedudukan, dapat melatih kesabaran, menjadi dasar kepribadian seorang pemimpin, sehingga ia menjadi insan yang takwa," bebernya.

Kedua, orang yang bertakwa harus qana'ah atau merasa cukup. "Qana'ah di saat mengkonsumsi menu berbuka, qana'ah menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber hukum tertinggi bagi umat islam, serta apapun yang ditetapkan Allah Ta'ala pada dirinya, ia akan menerima dan merasa cukup terhadap pilihan hidupnya," ungkapnya.

Ketiga, orang yang bertakwa harus memiliki sifat wara' (berhati-hati). "Orang yang bertakwa juga harus memiliki sifat waro atau berhati-hati dalam ibadah, dalam bersikap dan dalam mengambil keputusan," terangnya.

Standar wara', menurutnya, adalah hukum syariat, butuh pembuktian dengan cara yang benar atau kausalitasnya, meliputi aspek ruhiyah dan sakhsiah, harus dalam kesatuan jama'ah untuk saling menguatkan. Oleh karenanya perlunya daulah untuk menjaga urusan agama. Adapun kehati-hatian itu dilakukan secara global.

Keempat, bahwa ketakwaan itu harus ada keyakinan secara totalitas. "Ketakwaan itu harus ada keyakinan secara totalitas yang didasarkan pada dalil syara' sebagai landasan," katanya.

Orang yang bertakwa, tuturnya, emosionalnya tetap terjaga dan tunduk pada syari'at, diiringi dengan kecerdasan intelektual, berupaya ikut menguatkan finansial dan rela mengeluarkan harta, dan istikomah dalam lingkup sosial dan jangka waktu yang panjang.
 
Ia menegaskan bahwa keempat aspek itu harus dimiliki oleh mereka yang menjadi penguasa agar meraih gelar takwa. "Keempat aspek itu harus dimiliki oleh seorang penguasa agar mencapai derajat takwa di segala matra," tegasnya.

Di dalam Al-Qur'an, katanya, banyak sekali muncul kata takwa. "Misalnya pada surat al Baqarah ayat 1, yang bermakna percaya kepada yang gaib, meliputi percaya Allah Ta'ala, percaya kepada malaikat, kepada Nabi dan Rasul, percaya pada hari kebangkitan, dan qada dan qadar," pungkasnya.[] Neni

Kamis, 28 April 2022

UIY: Allah Menjadikan Agama Ini Mudah


“Allah SWT menjadikan agama ini mudah. Allah menginginkan kemudahan tidak menginginkan kesulitan. Dan tidaklah Allah menjadikan di dalam agama ini kesulitan,” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) dalam Tausiyah: Takwa dan Totalitas Perjuangan, Rabu (27/4/2022) melalui Channel Youtube Aspirasi News.

UIY lalu membacakan al-Quran surat al Baqarah ayat 185. Yurîdullahu bikumul yusra walâ yurîdu bikumul ‘usra (Allah menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan).

Oleh karena itu, menurutnya, secara pasti seluruh perintah Allah SWT di dalam agama ini bisa dilaksanakan oleh hambaNya. "Allah SWT menjamin hal itu di dalam Al-Quran, laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha (Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kemampuannya),” simpulnya.

Artinya lanjut UIY,  bahwa seluruh kewajiban itu pada dasarnya bisa dilaksanakan oleh manusia siapa pun. Ketika kemampuan manusia itu menurun, Allah akan memberikan rukhsah.

“Shalat misalnya, pada awalnya harus ditunaikan dengan berdiri. Tetapi ketika kita tidak mampu berdiri, bisa ditunaikan dengan duduk. Kalau duduk pun tidak mampu kita bisa tunaikan sambil berbaring sekedar menggerakkan anggota tubuh kita,” jelas UIY memberikan contoh.

Begitu juga dengan puasa, lanjutnya, puasa pasti bisa dilaksanakan oleh siapa pun karena Allah SWT tidak meminta kita untuk tidak makan dan minum berhari-hari. Rata-ratanya hanya 12 jam. Ketika kemampuan manusia menjalankan puasa menurun, Allah memberikan rukhshah.

“Siapa yang dalam perjalanan atau sakit maka baginya boleh tidak berpuasa dengan syarat mengganti di hari yang lain,” terangnya  mengutip al-Quran Surat al-Baqarah ayat 185 memberikan contoh rukhshah itu.

“Karena itu, maka sesungguhnya yang diperlukan dalam kita melaksanakan kewajiban agama ini adalah kemauan. Karena setiap orang pasti memiliki kemampuan. Tetapi ketika tidak ada kemauan maka perkara yang mudah pun akan tampak menjadi sulit. Perkara yang ringan akan terasa berat ” terangnya.

Menurutnya, itulah yang terjadi pada manusia dewasa ini. Banyak sekali kewajiban agama yang sesungguhnya sangat ringan, seperti   zakat hanya dua setengah persen, shalat lima waktu yang  ditempuh kurang  lebih sekitar 3-4 menit pun ditinggalkan. Apalagi untuk perkara-perkara yang lebih berat dari itu.

Kemauan untuk Taat

UIY menilai bahwa puasa ini sesungguhnya menempa umat Islam untuk memiliki kemauan. Kemauan untuk taat kepada Allah SWT.

“Pada bulan puasa kita diminta untuk meninggalkan yang sejatinya pada bulan biasa itu dihalalkan oleh Allah SWT. Makan di siang hari, berhubungan dengan suami dan istri kita itu halal, tetapi di siang hari bulan Ramadhan, itu semua dilarang oleh Allah SWT. Dan hasilnya ternyata kita bisa,” tukasnya.

Jadi, ketika ada kemauan, umat Islam bisa meninggalkan, jangankan yang haram yang halal sekalipun juga bisa. Intinya adalah kemauan. “Kemauan untuk taat itulah taqwa,” tegasnya.

“Ujung dari puasa ini adalah takwa. Karena itu penting bagi kita untuk menunaikan shaum Ramadhan dengan penuh penghayatan, agar kita bisa memetik hikmah terbesar dari puasa yaitu lahirnya takwa. Yaitu kemampuan untuk taat kepada Allah SWT dengan  taat setaat-taatnya,” nasehatnya memungkasi penuturan. [] Irianti Aminatun

Kamis, 07 April 2022

UIY: Takwa Itu Istimewa


https://drive.google.com/uc?export=view&id=1wUo3bZV9MVeLmiDM8rJMi0nRQxd3hT0k

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa takwa itu istimewa.

“Bulan Ramadhan disebut sebagai  penghulunya para bulan. Artinya ini bulan yang istimewa. Pasti di dalamnya ada hal yang istimewa. Apa yang istimewa itu? Allah SWT sudah sebutkan di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183 yang istimewa itu takwa. Tidak ada lagi yang istimewa dari itu,” tuturnya dalam acara Dialog Ramadhan: Meraih Kemuliaan Ramadhan, Sabtu (2/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Reborn.

UIY berikan alasan kenapa takwa itu istimewa. Karena, pertama, takwa inilah yang akan menentukan derajat manusia dihadapan Allah SWT. “Bukan pangkat, derajat, kekayaan, kedudukan, kegagahan, kecantikan roman muka kita.  Bukan itu semua, tapi takwa kita,” tegasnya.

“Yang kedua  takwa pulalah yang akan menentukan posisi kita di akhirat kelak.  Di akhirat kelak posisi manusia itu itu hanya ada dua kemungkinan.  Kemungkinan yang pertama menjadi bagian dari ashabul yamin (golongan kanan) yaitu ashabul jannah atau kemungkinan yang kedua menjadi bagian dari ashabul syimal (golongan kiri) yaitu ashabul naar (ahli neraka/penghuni neraka),” imbuhnya.

Menurut UIY, tidak mungkin manusia menginginkan menjadi penduduk neraka. Sebab  neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Siksa paling ringan di dalam neraka adalah ketika kaki dikenakan terompah  dari api  membuat otak mendidih. Sementara manusia yang bertakwa dimasukkan dalam Surga Zumara.

Oleh karena itu, lanjutnya,  maka takwa ini haruslah menjadi pusat perhatian. “Kalau ada hal yang semestinya menjadi pusat perhatian dan karenanya seluruh energi kita itu kita kerahkan, seluruh pikiran waktu tenaga bahkan hidup kita dikerahkan untuk meraih itu. Itulah takwa,” tegasnya.

UIY menegaskan bahwa takwa itu pula yang akan membuat kita dalam menjalani kehidupan dunia ini penuh dengan kebaikan. Karena Allah SWT  menyatakan barangsiapa yang bertakwa maka  akan diberikan jalan keluar dari setiap persoalan hidup.

“Hidup yang paling nikmat itu bukan hidup yang tanpa persoalan itu tidak mungkin. Ciri orang hidup itu pasti bersama dengan persoalan.  Cuma ada yang dia bisa menyelesaikan masalah persoalan itu ada yang tidak. Bahkan ada yang tidak tahu apa persoalannya. Yang paling  pusing adalah orang yang jangankan menyelesaikan,  persoalannya apa itu saja  enggak  tahu,”jelasnya.

UIY menyimpulkan bahwa buah dari takwa adalah di dunia mendapatkan jalan keluar dari semua persoalannya dan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Kemudian di akhirat akan menjadi orang yang paling mulia disisi Allah dan akan ditempatkan sebagai penghuni surga.

“Saking istimewanya takwa ini sampai-sampai Allah SWT memfasilitasi kita satu bulan penuh untuk men-drive pikiran kita, jiwa kita untuk menjadi tunduk kepada Allah SWT,” tegasnya.

Kalau ada riyadhah jasadiah (latihan fisik), katanya, maka bulan Ramadhan disebut sebagai riyadhah ruhiyah (latihan mental), latihan kerohanian, spiritualisme kita untuk bisa menjadi orang yang bertakwa.

Menurut UIY, takwa itu sederhana, melaksanakan semua kewajiban meninggalkan semua yang dilarang Allah SWT. “Cara melatihnya dengan kita diperintahkan untuk meninggalkan yang halal. Kita tidak makan minum itu bukan karena makanan minuman itu haram, itu halal, tapi Allah perintahkan untuk meninggalkan. Ternyata bisa. Yang halal saja bisa kita tinggalkan apalagi yang haram,” bebernya.

“Jadi mestinya kalau kita menghayati betul , tubuh kita, jiwa kita,  ini akan terlatih  untuk tunduk dan patuh kepada Allah.  Jangankan meninggalkan yang haram meninggalkan yang halal pun ternyata bisa kalau kita ada  kemauan,” tambahnya.

UIY menegaskan bahwa kemauan untuk taat  itulah yang disebut dengan takwa.  “Takwa inilah yang semestinya kita punyai selepas Ramadhan. Harus ada penilaian pribadi untuk mengukur apakah takwa kita meningkat setelah Ramadhan,” tegasnya.

“Cara mengukurnya, apakah ada semangat ,ada sikap yang lebih besar ketundukan kita kepada Allah SWT.? Jika itu ada  itu tanda  bahwa buah takwa itu meningkat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Rabu, 06 April 2022

Ustazah Rif'ah Kholidah: Sambut Ramadan Dengan Gembira Itu Tanda Keimanan

https://drive.google.com/uc?export=view&id=11Ul6BTdp3KNzwQMQrhHJUs_Zdz5O1Bgw

Tinta Media - Ustazah Rif'ah Kholidah menjelaskan bahwa menyambut datangnya bulan Ramadan sebagai salah satu tanda keimanan. Hal ini disampaikannya dalam program acara Jelang Kemenangan: Bagaimana Menyambut Ramadan dengan Gembira? Sabtu (2/4/2022)  di kanal YouTube MMC.

"Salah satu tanda keimanan dari seorang Muslim adalah bergembira ketika menyambut datangnya bulan Ramadan. Mengapa harus disambut dengan gembira? Karena di dalam bulan Ramadan banyak kemuliaan dan keistimewaan," tuturnya.

Ustazah Rif'ah menerangkan, banyak keistimewaan dari Bulan Ramadan diantaranya dilipatgandakannya pahala, dibelenggunya setan-setan, dibukanya pintu surga, dan ditutupnya pintu neraka.

"Pada bulan Ramadan, pahala ibadah sunah seperti pahala ibadah wajib, pahala ibadah wajib dilipatgandakan oleh Allah hingga 70 kali dan setiap amal kebaikan yang dilakukan di bulan Ramadan Allah lipatkan 10 sampai dengan 700 kali, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dibanding dengan seribu bulan," ungkapnya.

Dalam kesempatan akhir, Ustazah Rif'ah menekankan, tujuan dari puasa adalah memperoleh derajat takwa, dan berpesan untuk menggencarkan dakwah sebagai salah satu amal saleh dan tanda keimanan kita, sehingga umat semakin faham tentang pentingnya penerapan Islam kaffah.

Menurutnya, tujuan dari puasa Ramadan yakni la'allakum tattaqun tercapai. “Mewujudkan derajat kita sebagai seorang yang bertakwa. Tidak kalah pentingnya di bulan Ramadan adalah kita semakin menggencarkan dakwah untuk memahamkan umat akan pentingnya penerapan Islam secara Kaffah dalam naungan Khilafah,” ungkapnya.

“Semoga Allah segera memberikan keberkahan dan kebaikan untuk umat islam sedunia hingga Allah SWT memberikan kemenangannya pada umat Islam dengan tegaknya Khilafah," pungkasnya. []Rufaida Aslamiy

Selasa, 05 April 2022

UIY: Taqwa Memastikan Manusia Menjadi Bagian Ashabul Jannah

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1URySmPgq3Sxhxs5i7TvX-0U1LbYVtv5_

Tinta Media - Begitu pentingnya takwa dalam agama Islam, hingga dapat membawa seseorang menjadi bagian ahli surga. “Taqwalah yang akan memastikan kita menjadi bagian dari ashabul yamin (golongan kanan), ashabul jannah (ahli surga),” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) pada Tausiyah Sahur: Jalan Keluar Setiap Permasalahan, Ahad(3/4/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.

“Sebagaimana Allah sampaikan: ‘Kumasukkan orang-orang yang bertaubat kepada Tuhan mereka dalam surga zumaroh’,” ujarnya.

UIY menjelaskan makna zumaroh tersebut. “Imam Ibnu Katsir mengatakan zumaroh itu maknanya adalah jamaatan ba'da jamaah tin. Secara kelompok berkelompok atau berjamaah,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan nasihat Rasulullah ketika diminta sahabat. “Beliau memberikan satu nasehat pendek tapi sangat menghujam dalam. Apa yang beliau katakan: ‘bertakwalah kamu dimanapun kau berada’. Taqwa inilah yang akan pemandu hidup kita di dunia dan insya Allah akan memberi kebaikan sampai di akhirat,” tuturnya.

Ustaz Ismail menggambarkan keadaan orang yang bertakwa di dunia dan di akhirat . “Kelak insyaAllah dia akan kekal abadi di dalam surga Allah. Sementara di dalam kehidupan dunia, orang yang bertaqwa akan mendapatkan banyak sekali kebaikan. Diantara kebaikan itu Allah SWT sebutkan siapa yang bertawa kepada Allah, maka Allah berikan bagi dia orang-orang yang bertakwa itu makhroja (jalan keluar),” jelasnya.

Menurutnya, hidup yang baik itu bukan hidup yang tanpa ada masalah. “Tidak mungkin orang hidup tidak punya masalah. Hidup yang baik dan membahagiakan adalah hidup yang setiap kali bertemu dengan masalah, kemudian segera mendapatkan jalan keluar,” paparnya.

Ia menjelaskan bahwa jalan keluar bisa diupayakan, bisa juga diberikan oleh orang lain. “Tapi melalui ayat ini, Allah subhanahu wa ta'ala menyampaikan bahwa orang yang bertaqwa Allah akan memberikan makhroja, dan ketika Allah memberikan makhroja,  insyaAllah tidak akan ada masalah yang tak terselesaikan,” jelasnya.

“Pun begitu, Allah subhanahu wa ta'ala mengatakan: ‘Dan Allah telah memberikan rezeki dari arah yang tidak diduga-duga’,” imbuhnya.

Menurut UIY, memang bisa menghitung seberapa banyak penghasilan, tetapi tetap itu hitungan matematis yang semuanya terkait dengan ikhtiar. “Sementara hitungan itu tetap berakhir menjadi sebuah ketidakpastian. Sebagian mungkin pasti, tapi mungkin sebagian lagi tidak pasti. Sementara Allah subhanahu wa ta'ala memberikan kepastian akan memberikan rezeki dari arah yang tidak diduga-duga,” bebernya.
Ia meminta umat Muslim melihat lebih banyak mana antara rezeki yang diduga dengan yang tidak diduga-duga. “Kita bisa menilainya sendiri. Karena itu tidak ada pilihan bagi seorang muslim sejati untuk dalam menjalani kehidupan ini dengan taqwa yang sebenar-benarnya. Sebagaimana Allah sampaikan bahwa puasa ini menimpa kita untuk menjadi orang yang semakin bertakwa insyaAllah,” ungkapnya

“Karena itulah sesungguhnya orang yang bertaqwa akan menjadi orang yang paling bahagia dalam hidupnya, karena ia bisa melewati setiap tahapan kehidupan itu dengan sebuah kebahagiaan, kepastian bahwa setiap persoalan terselesaikan dengan baik,” pungkasnya.[]Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab