Tinta Media: Tani Pekarangan
Tampilkan postingan dengan label Tani Pekarangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tani Pekarangan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Desember 2023

Tani Pekarangan, Solusi Pragmatis Kemiskinan

Tinta Media - Kemiskinan di Kabupaten Bandung yang diklaim turun ternyata tak sesuai dengan kenyataan. Terbukti, untuk mengatasi kemiskinan, saat ini pemerintah membuat program tani pekarangan dengan spirit menumbuhkan etos kerja baru sekaligus menyuplai gizi. 

Gerakan tani pekarangan ini diinisiasi oleh Yayasan Odesa Indonesia di kampung Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, bekerja sama dengan Bayan Tree Global Foundation dari Bintan. Saat ini, warga binaan untuk program tahun 2023 sudah mencapai 400 warga. 

Skema tani pekarangan dinilai sangat tepat untuk mengatasi kemiskinan di pedesaan dan mempunyai nilai yang setara dengan bantuan sosial dari pemerintah. Tani pekarangan bisa dijadikan sebagai kerja sampingan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih. Jika petani menanam sayuran di ladang hanya bisa panen 2 atau 3 kali dalam setahun, maka tani pekarangan bisa panen 7-8 kali dalam setahun. 

Bagi buruh tani yang memiliki lahan pekarangan sempit, mereka bisa menanam antara 100 hingga 200 sayuran dalam polybag. Kegiatan ini bisa berjalan dengan adanya penggerak lokal yang benar-benar serius dalam menjalaninya. 

Kegiatan tani pekarangan bisa melibatkan ibu rumah tangga dalam mengisi waktu luang dengan aktivitas menanam dan menjual, sehingga ibu-ibu tidak perlu membeli sayuran dan secara ekonomi bisa menghemat pengeluaran. 

Untuk menunjang skill dalam menanam, maka mereka diberi ilmu, edukasi, dan leadership melalui pendampingan jangka panjang dan berulang-ulang. Semua dilakukan dengan penuh kesabaran dan telaten sehingga mampu membuahkan etos kewirausahaan. Tentunya, tani pekarangan ini mempunyai kelebihan, yaitu bisa dijalankan di musim kemarau panjang, sementara bertani di ladang hanya bisa dijalankan saat musim hujan. 

Berbagai program telah dicanangkan, bahkan dilaksanakan oleh pemerintahan guna mengentaskan kemiskinan. Bantuan sosial pun terus mengalir walaupun dalam pendistribusiannya banyak yang tak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Begitu pun dengan program kartu tani untuk para petani, program smart farming, regenerasi pertanian, bantuan pupuk gratis dll. 

Pada kenyataannya, semua itu tak mampu mengentaskan permasalahan kemiskinan.
Jika saat ini program tani pekarangan menjadi inisiatif untuk mengurangi jumlah kemiskinan, tentu dalam hal ini pemerintah harus dengan sepenuh hati mengurusnya. Karena pada faktanya, banyak warga yang tinggal di sepetak tanah tanpa pekarangan dengan kondisi rumah berimpitan, kemudian juga banyak dari warga yang tidak mempunyai penghasilan tetap. 

Oleh karenanya, jangankan untuk modal tani pekarangan, untuk makan sehari-hari saja mereka pusing tujuh keliling. 

Di sisi lain, para petani yang memiliki lahan pertanian seakan-akan hidup mereka sulit untuk merasakan kesejahteraan. Setiap program yang diwacanakan selalu gagal saat direalisasikan. Pada akhirnya, mereka memilih untuk mengalihkan kepemilikan lahan. 

Tentu ini menjadi jalan mulus bagi para investor untuk berinvestasi yang disambut baik oleh pemerintah dengan harapan bisa meningkatkan perekonomian wilayah setempat. Pada akhirnya, lahan pertanian dijelma menjadi perumahan, tempat wisata, industri dan perusahaan besar. Sementara, tak banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat selain menerima nasib tanpa masa depan. 

Begitu banyak beban yang ditanggung oleh masyarakat dan terasa semakin berat. Penurunan kemiskinan hanya sebatas klaim pemimpin. Kehidupan sejahtera itu hanya milik para pengusaha. Kemewahan yang sering kali dipertontonkan oleh para selebriti menjadi sebuah hiburan bagi sebagian rakyat kecil. Adapun si miskin, mereka hanya menjadi objek konten para pemburu adsense dan untuk pencitraan belaka. 

Maka jelas, kemiskinan adalah masalah  kompleks yang berakar dari penerapan sistem politik ekonomi yang asasnya rusak. Sistem ini telah nyata menghilangkan kemandirian dan  melumpuhkan kemampuan negara. 

Negara tak mampu menyejahterakan rakyat dengan segala sumber daya alam yang dimiliki. Dari sistem ini, lahir individu-individu rakus yang berkolaborasi dengan kelompok pemilik modal dan korporasi, yang menyetir kekuasaan untuk melegalisasi perampokan sumber daya alam. 

Maka jelas, kemiskinan yang terjadi saat ini karena masyarakat dimiskinkan oleh sistem yang diterapkan, yakni sistem kapitalisme neoliberalisme yang berasaskan manfaat. Ide dasar kebebasannya menjadikan sumber daya alam yang melimpah ruah dikuasai oleh para oligarki dan dinikmati oleh segelintir orang, yaitu para pemilik modal. Sistem kapitalisme menjadikan negara abai dan lalai terhadap tanggung jawab dalam mengurusi segala urusan rakyat. 

Lain halnya dengan sistem Islam yang aturannya lahir dari Sang Maha Pencipta Alam Semesta, Yang mengatur seluruh kehidupan dan manusia. Pertanggungjawaban atas segala permasalahan oleh sistem Islam  dalam menjamin kesejahteraan, keadilan, dan keberkahan bagi semua umat akan benar-benar dengan nyata direalisasikan. Terbukti selama belasan abad, sistem Islam tegak dengan peradaban yang gemilang. 

Pemimpin dalam sistem Islam benar-benar akan memfungsikan dirinya sebagai pengurus dan pelindung umat. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang harus siap dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Hukum Islam dilaksanakan secara konsisten, terutama pada sistem politik ekonomi Islam. Negara mampu berdiri sendiri tanpa campur tangan asing. 

Islam mempunyai paradigma dalam mengatur ekonomi, yaitu sistem ekonomi Islam yang mengatur soal kepemilikan, distribusi kekayaan, sistem moneter dan keuangan, sistem perdagangan dan politik luar negeri, juga sistem hukum dan sanksi. Sistem Islam menjadikan sumber daya alam yang melimpah ruah sejatinya adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai secara individu dan wajib dikelola negara untuk rakyat. 

Negara dalam sistem Islam, wajib memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya berdasarkan kepada paradigma ruhiyah, sehingga dalam pelaksanaannya senantiasa dibarengi oleh rasa takut kepada Allah akan hisab di akhirat kelak. 

Negara akan memberikan kemudahan kepada rakyat untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan memberikan fasilitas lapangan kerja sebanyak-banyaknya, terutama untuk laki-laki yang memiliki kewajiban memberi nafkah kepada keluarga. 

Adapun bagi laki-laki yang tidak mampu untuk bekerja, mempunyai keterbatasan dalam fisik atau lemah, maka negara akan menjamin kebutuhan secara kolektif, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 

Bagi yang miskin dan memiliki kemampuan bertani, pemimpin dalam Islam akan memberikan modal, seperti sebidang tanah, traktor, bibit, hingga pupuk. Selain itu, para petani akan diberikan pengarahan terkait teknologi pertanian di bawah dinas perindustrian. 

Jika rakyatnya terkategori miskin, tetapi memiliki kemampuan yang lain, maka negara akan memberikan modal untuk membangun usaha secara mandiri. Kesejahteraan dalam Islam benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh umat, bukan hanya sekadar wacana belaka, melainkan bukti nyata yang diwujudkan oleh para pemimpinnya. Wallahu'alam bishawaab.

Oleh: Tiktik Maysaroh 
Aktivis Muslimah Bandung
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab