Tinta Media: Tanggung jawab
Tampilkan postingan dengan label Tanggung jawab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tanggung jawab. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Juli 2023

Hak Otonom Pendidikan Dinilai Bentuk Lepas Tangan Pemerintah

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai hak otonom kepada lembaga pendidikan adalah bentuk lepas tangan pemerintah terhadap tanggung jawabnya memenuhi pendidikan rakyat.

“Pemberian hak otonom kepada lembaga pendidikan ini artinya pemerintah lepas tangan terhadap tanggung jawabnya untuk memenuhi salah satu hak rakyat yang paling utama yaitu pendidikan,” ungkapnya dalam Ongkos Pendidikan "Membunuh" Buruh dan Tani? Selasa (4/7/2023) di kanal Youtube Indonesia Justice Monitor.

Ia menuturkan, hak otonom berupa pemberian otonomi dari pemerintah kepada komite sekolah atau pihak swasta khususnya pada jenjang perguruan tinggi. Hak otonomi ini diserahkan dalam hal pendanaan sehingga sering kali terjadi penyalahgunaan dan komersialisasi pendidikan.

“Banyak yang menjadikan sekolah sebagai ajang bisnis untuk meraup keuntungan yang akhirnya biaya sekolah melonjak tinggi setiap tahunnya,” tegas Agung.

Oleh karenanya, masyarakat tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak. Tingginya biaya pendidikan sudah menjadi beban tersendiri bagi rakyat.

“Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara yang harus dijamin oleh pemerintah,” pungkasnya.[] Yung Eko Utomo

Rabu, 01 Februari 2023

Kiai Labib: Bukan Hanya Individu, Perzinaan Ini Tanggung Jawab Negara

Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa masalah perzinaan bukan hanya tanggung jawab individu tapi juga negara.

“Perzinaan ini merupakan kejahatan besar, maka seharusnya yang punya kepedulian dan tanggung jawab bukan hanya individu saja tapi juga negara,” tuturnya dalam kajian Tafsir al-Wa'ie: Menghentikan Zina Butuh Negara Rabu (18/1/2023) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Menurutnya, ayat al-qur’an yang melarang untuk mendekati zina, tidak hanya ditunjukkan kepada individu-individu, tapi juga perintah kepada kaum muslimin yang dijalankan oleh negara untuk menghukum pelakunya.

“Faktanya, tidak semua orang bisa menjauhi perzinaan karena imannya lemah, maka penerapan sanki cambuk (jilid) 100 kali bagi para pelaku zina dalam surat an-Nuur ayat 2 ini ditujukan kepada kaum muslimin atau para amir yang mengurusi kaum muslimin,” tuturnya.

Tugas utama penguasa adalah menerapkan hukum Allah Swt. “Al Imam al-mawardi mengatakan Al imamatullah, yakni tugas seorang pemimpin itu adalah menjadi pengganti kenabian dalam dua hal, yaitu menjaga agama dan menegakkan hudud (iqomatul hudud),” ungkapnya. 

Ia mengatakan, kalau ada hukuman yang keras terhadap pelaku zina, maka perzinaan tidak akan merajalela. “Jika hukuman yang keras itu terjadi, maka akibatnya zina tidak merajalela. Mungkin dia tidak terlalu takut dengan azab akhirat karena tidak terlalu beriman kepada Al-Qur’an, tapi dia tidak berani melakukan zina karena takut dicambuk atau dirajam,” jelasnya.

Selain menerapkan hukum Allah Swt, negara tidak membiarkan rakyat memiliki keimanan yang lemah. “Negara tidak hanya menghukum pelaku zina, tapi juga harus melakukan pembinaan terhadap akidah Islam, pendidikan di keluarga, di masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah kepada umat supaya imannya tidak lemah, pada saat yang sama negara mencegah berbagai macam hal yang bisa mengundang munculnya syahwat seperti konten-konten porno pada media,” tuturnya.

Hukuman keras bagi pelaku zina, lanjutnya, tidak boleh diubah dengan bentuk hukuman lain, karena rasa iba terhadap pelakunya. 

“Allah mengatakan dalam ayat ini, rasa iba kepada keduanya itu membuat kamu tidak melaksanakan dalam mencegah kalian untuk melaksanakan hukum Allah Swt, berarti kamu tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Nah, ini menjadi qarinah yang menunjukkan bahwa hukuman cambuk bagi pezina hukumnya fardhu (wajib) dan pelaksanaannya harus disaksikan di hadapan sekelompok kaum muslimin,” jelasnya.

Hudud jika dilaksanakan memiliki dua fungsi, yakni sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus).

“Hudud memiliki fungsi, pertama sebagai jawazir (pencegah), memberikan efek lebih besar yang dirasa yakni selain hukuman fisik juga psikis (malu) untuk mengulang kembali dan bagi orang lain yang menyaksikan juga tidak berani untuk melakukan yang serupa. Kedua sebagai jawabir (penebus), kalau sudah dihukum di dunia maka hukuman kepada pelakunya pada perbuatan tersebut diamaafkan Allah Swt. Nabi mengatakan bahwa bagi dia, itu sudah menjadi kafarat dunia atau menjadi penghapus. Ini didasarkan dalam hadits Nabi saw dari hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa satu had (hudud) saja yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi manusia dibandingkan dengan diguyur hujan selama 30 hari atau 40 pagi,” pungkasnya. [] Evi

Kiai Labib: Bukan Hanya Individu, Perzinaan Ini Tanggung Jawab Negara

Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa masalah perzinaan bukan hanya tanggung jawab individu tapi juga negara.

“Perzinaan ini merupakan kejahatan besar, maka seharusnya yang punya kepedulian dan tanggung jawab bukan hanya individu saja tapi juga negara,” tuturnya dalam kajian Tafsir al-Wa'ie: Menghentikan Zina Butuh Negara Rabu (18/1/2023) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Menurutnya, ayat al-qur’an yang melarang untuk mendekati zina, tidak hanya ditunjukkan kepada individu-individu, tapi juga perintah kepada kaum muslimin yang dijalankan oleh negara untuk menghukum pelakunya.

“Faktanya, tidak semua orang bisa menjauhi perzinaan karena imannya lemah, maka penerapan sanki cambuk (jilid) 100 kali bagi para pelaku zina dalam surat an-Nuur ayat 2 ini ditujukan kepada kaum muslimin atau para amir yang mengurusi kaum muslimin,” tuturnya.

Tugas utama penguasa adalah menerapkan hukum Allah Swt. “Al Imam al-mawardi mengatakan Al imamatullah, yakni tugas seorang pemimpin itu adalah menjadi pengganti kenabian dalam dua hal, yaitu menjaga agama dan menegakkan hudud (iqomatul hudud),” ungkapnya. 

Ia mengatakan, kalau ada hukuman yang keras terhadap pelaku zina, maka perzinaan tidak akan merajalela. “Jika hukuman yang keras itu terjadi, maka akibatnya zina tidak merajalela. Mungkin dia tidak terlalu takut dengan azab akhirat karena tidak terlalu beriman kepada Al-Qur’an, tapi dia tidak berani melakukan zina karena takut dicambuk atau dirajam,” jelasnya.

Selain menerapkan hukum Allah Swt, negara tidak membiarkan rakyat memiliki keimanan yang lemah. “Negara tidak hanya menghukum pelaku zina, tapi juga harus melakukan pembinaan terhadap akidah Islam, pendidikan di keluarga, di masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah kepada umat supaya imannya tidak lemah, pada saat yang sama negara mencegah berbagai macam hal yang bisa mengundang munculnya syahwat seperti konten-konten porno pada media,” tuturnya.

Hukuman keras bagi pelaku zina, lanjutnya, tidak boleh diubah dengan bentuk hukuman lain, karena rasa iba terhadap pelakunya. 

“Allah mengatakan dalam ayat ini, rasa iba kepada keduanya itu membuat kamu tidak melaksanakan dalam mencegah kalian untuk melaksanakan hukum Allah Swt, berarti kamu tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Nah, ini menjadi qarinah yang menunjukkan bahwa hukuman cambuk bagi pezina hukumnya fardhu (wajib) dan pelaksanaannya harus disaksikan di hadapan sekelompok kaum muslimin,” jelasnya.

Hudud jika dilaksanakan memiliki dua fungsi, yakni sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus).

“Hudud memiliki fungsi, pertama sebagai jawazir (pencegah), memberikan efek lebih besar yang dirasa yakni selain hukuman fisik juga psikis (malu) untuk mengulang kembali dan bagi orang lain yang menyaksikan juga tidak berani untuk melakukan yang serupa. Kedua sebagai jawabir (penebus), kalau sudah dihukum di dunia maka hukuman kepada pelakunya pada perbuatan tersebut diamaafkan Allah Swt. Nabi mengatakan bahwa bagi dia, itu sudah menjadi kafarat dunia atau menjadi penghapus. Ini didasarkan dalam hadits Nabi saw dari hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa satu had (hudud) saja yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi manusia dibandingkan dengan diguyur hujan selama 30 hari atau 40 pagi,” pungkasnya. [] Evi

Senin, 17 Oktober 2022

Ambil Tanggung Jawab 100% atas Kehidupan Anda!

Tinta Media - Sobat. Jika Anda ingin berhasil, Anda harus bertanggung jawab 100% atas semua yang Anda alami dalam kehidupan Anda. Hal ini termasuk tingkat prestasi Anda, hal-hal yang Anda hasilkan, mutu hubungan Anda, kondisi kesehatan dan kebugaran fisik Anda, penghasilan Anda, utang anda, perasaan Anda – ya semuanya!

Sobat. Kenyataannya kebanyakan dari kita sudah terkondisi menyalahkan sesuatu di luar diri kita sendiri atas bagian kehidupan kita yang tidak kita sukai. Kita menyalahkan orang tua kita, atasan kita, teman kita, rekan kerja kita, klien kita, pasangan kehidupan kita, media, cuaca, kondisi ekonomi, buruknya keuangan kita – ya apa pun dan siapa pun yang bisa kita jadikan kambing hitam. Kita tak pernah mau melihat ke sumber masalahnya – yakni diri kita sendiri

Sobat. Dikisahkan ada seseorang lelaki yang sibuk sekali mondar-mandir memutari rumahnya dan berlutut seperti sedang mencari sesuatu yang hilang. Tetangganya yang lewat bertanya apa yang sedang dia cari, Ia menjawab bahwa sedang mencari kuncinya yang hilang. Maka tetangganya menawarkan bantuan lalu ikut berlutut dan mengitari rumahnya dan membantunya mencari kunci itu. Hampir satu jam lebih mencari tanpa hasil, kemudian tetangganya berkata,” Kita sudah mencari ke mana-mana dan belum menemukannya, Anda yakin kunci itu hilang di sini?”

Maka lelaki itu menjawab, "Tidak, saya kehilangan kunci itu di rumah karena listrik di rumah padam sehingga gelap , maka saya cari di luar rumah karena lebih terang dan lampu di luar menyala.”

Sobat. Sudah saatnya berhenti mencari jawaban di luar diri Anda sendiri – Jawaban mengapa Anda belum menciptakan kehidupan dan hasil yang Anda inginkan, karena Andalah yang menciptakan mutu kehidupan yang Anda jalani dan hasil yang anda buat. Sekali lagi Anda – Bukan Orang lain!

Sobat. Sekali lagi saya sampaikan bahwa untuk mencapai kesuksesan besar dalam kehidupan, untuk mencapai hal-hal yang paling penting bagi Anda, Anda harus mengambil 100% tanggung jawab atas diri Anda. Tidak bisa kurang dari itu.

Sobat. Jika Anda ingin menciptakan kehidupan impian anda, Anda harus bertanggung jawab 100% atas kehidupan Anda juga. Hal itu berarti berhenti berdalih, berhenti mengeluh menjadi korban, berhenti menggunakan semua alasan mengapa Anda tidak bisa dan belum sampai sekarang, dan berhenti menyalahkan keadaan di luar diri Anda. Anda harus berhenti melakukan semua itu selamanya.

Salam Dahsyat dan Luar Biasa!

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Sabtu, 27 Agustus 2022

Kiai Shiddiq Jelaskan Tanggung Jawab Khilafah Lahirkan Generasi Islami

Tinta Media - Pakar Fikih Kontemporer KH M. Shiddiq al-Jawi, S.Si., M.S.I. (USAJ) menjelaskan tanggung jawab negara khilafah dalam melahirkan generasi Islami.
 
“Negara Khilafah bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami itu melalui penerapan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan,” tuturnya di telegram pribadinya, Selasa (23/8/2022).
 
Penerapan syariah itu, jelas USAJ, antara lain, Pertama, menerapkan Sistem Pendidikan Formal. Sistem pendidikan merupakan metode utama dan langsung untuk melahirkan generasi islami. "Sebab tujuan sistem pendidikan adalah untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian islami (syakhshiyah Islam), yang berbekal ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan, baik ilmu keislaman (tsaqafah islam) maupun ilmu dalam cakupan sains dan teknologi,” jelasnya.
 
Negara, imbuhnya, menerapkan sistem pendidikan ini melalui sekumpulan undang-undang syariah (qanun syar’i) maupun undang-undang administrasi (qanun idari) yang terkait dengan pendidikan.
 
“Sistem pendidikan dalam negara Khilafah ada 2 (dua) macam. Pertama, sistem pendidikan formal (at-ta’lim al-manhaji), yaitu sistem pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan peraturan negara, baik diselenggarakan oleh negara maupun oleh swasta. Sistem pendidikan ini dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (at-ta’lim al-’aaliy). Kedua, sistem pendidikan non formal (at-ta’lim ghair al-manhaji), yaitu sistem pendidikan yang tidak tunduk pada peraturan negara dalam hal pengaturan pendidikan, misalnya pendidikan yang dilaksanakan di rumah, mesjid, pesantren, dan juga berbagai forum seperti seminar, konferensi, pelatihan/training, dan sebagainya,” bebernya.
 
Kedua, menerapkan syariah Islam secara umum. Negara bertanggung jawab menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam sistem pendidikan, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan (nizham ijtima’i), sistem  pidana (nizham uqubat), dan sebagainya. “Penerapan syariah ini secara tidak langsung juga menjadi cara untuk membentuk generasi yang Islami. Misalkan, sistem pendidikan formal yang cuma-cuma kepada seluruh rakyat. Kebijakan negara ini akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh rakyat, termasuk anak-anak dan remaja, untuk menikmati pendidikan gratis dan berkualitas dari negara,” ucapnya memberikan contoh.
 
Ketiga, mewujudkan lingkungan islami. Negara Khilafah bertanggung jawab untuk mewujudkan lingkungan yang baik (al-bi`ah as-shalihah) bagi generasi muda umat Islam. Hal ini karena lingkungan berpengaruh besar terhadap individu yang hidup di dalamnya. “Lingkungan yang buruk dapat merusak individu-individu yang baik, sebaliknya lingkungan yang baik dapat memperbaiki individu-individu yang buruk,” Ucap USAJ menukil kitab Fathi Salim, Bina` An-Nafsiyah Al-Islamiyah wa Tanmiyatuha, halaman 13.
 
Negara, jelas USAJ, melakukan tanggung jawabnya untuk membentuk lingkungan Islami ini dengan mengawasi 2 (dua) hal. Pertama, kebiasan atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat (‘urf ‘aam). Kedua, pendapat umum yang berkembang di masyarakat (ra`yu ‘aam).
 
“Negara juga akan melarang berbagai kafe, bar, klub, atau lokasi-lokasi wisata, seperti hotel, pantai, dan juga berbagai play station, warung internet (warnet) dan sebagainya yang umumnya menjadi tempat kumpulnya anak muda, jika di tempat-tempat tersebut terjadi penyimpangan syariah. Seperti membolos dari sekolah, beredarnya minuman keras, adanya transaksi narkoba, aktivitas pacaran, dan semisalnya,” ungkapnya.
 
Negara juga akan melakukan pengaturan dan pengawasan media massa, seperti koran, majalah, buku, tabloid, televisi, situs internet, termasuk juga sarana-sarana hiburan seperti film dan pertunjukan, berbagai media jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya. “Tujuan pengawasan ini agar semua sarana itu tidak menjadi wahana penyebarluasan dan pembentukan opini umum yang dapat merusak pola pikir dan pola sikap generasi muda Islam,” tukasnya.
 
Keempat, menerapkan sanksi hukum. “Negara Khilafah akan memberlakukan sanksi-sanksi syara’ (al-‘uqubat) yang tegas sebagai upaya kuratif terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran syariah, baik sanksi itu berupa hudud, jinayat, mukhalafat, maupun ta’zir.
 
“Penerapan sanksi-sanksi hukum oleh negara ini juga merupakan upaya kuratif untuk melahirkan generasi Islami. Sebab upaya preventif bisa jadi masih dilanggar juga. Maka dari itu, maka hukum-hukum syara’ yang bersifat kuratif ini akan memainkan perannya yang efektif,” bebernya.
 
Negara Khilafah, tandas USAJ,  akan menerapkan sanksi-sanksi syariah (al-‘uqubat) ini bagi siapa saja yang melanggar syariah Islam.
 
“Maka penerapan sanksi ini diyakini akan dapat turut melahirkan generasi Islami yang bermoral. Karena di balik sanksi-sanksi yang tegas itu sebenarnya tersembunyi suatu hikmah yang baik, yaitu menimbulkan efek jera (zawajir) di kalangan masyarakat luas, sehingga individu masyarakat (termasuk kaum mudanya) tidak berani melakukan pelanggaran syariah, seperti berzina atau melakukan liwath (homoseksual),” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab