Tinta Media: Takwa
Tampilkan postingan dengan label Takwa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Takwa. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 April 2024

Inilah Perwujudan Takwa dalam Kehidupan Sosial

Tinta Media - Selain dalam kehidupan pribadi atau individu, menurut Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY), takwa juga harus tampak dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat di antaranya adalah ketika menjadi pemimpin dalam arti sempit maupun luas.

“Perwujudan takwa itu seharusnya tidak hanya muncul dalam kehidupan pribadi, namun juga harus tampak  dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat di antaranya adalah ketika menjadi pemimpin dalam arti sempit maupun luas,” ucapnya dalam Siaran Live: Hakekat Idul Fitri dan Taqwa: Taqwa Negara, Gimana? Di kanal Youtube UIY Official, Ahad (7/4/2024).

Yang dimaksud pemimpin dalam arti sempit, menurut UIY, adalah seperti pemimpin sebuah lembaga, badan, organisasi dan sejenisnya. Sedangkan pemimpin dalam arti luas adalah pemimpin sebuah negara.

“Sebagai muslim, takwa itu harus muncul di setiap waktu dan tempat di mana pun kalian berada. Artinya dalam setiap posisi apa pun, takwa itu harus muncul dan selalu melekat atau mentajasad. Tidak mungkin seorang muslim bertakwa hanya dalam kehidupan pribadi tapi tidak dalam kehidupan sosial, politik, dan masyarakat,” urainya.

UIY menjelaskan ketika semakin besar posisi atau kedudukan di dalam masyarakat, maka kebutuhan akan ketakwaan akan semakin besar. Hal ini karena jika ketakwaan itu membawa kebaikan maka semakin besar kedudukan seseorang, kebaikan itu juga akan semakin besar ditimbulkan oleh yang bersangkutan.

“Jika kedudukan dan kewenangannya makin tinggi, maka makin luas pengaruh jika kewenangannya disertai dengan ketakwaan yang akan menghasilkan kebaikan yang makin besar dan makin luas. Sebaliknya jika tidak disertai dengan ketakwaan maka akan menimbulkan kerusakan yang sangat besar dan sangat luas pula,” ulasnya.

UIY mengibaratkan andai disuruh memilih, lebih baik menyingkirkan takwa di dalam kehidupan pribadi karena dampak rusaknya hanya pada pribadi atau individu itu saja. Berbeda jika ketakwaan itu hilang dari kehidupan bernegara, maka dampak rusaknya akan sangat luas. Namun ia menegaskan pilihan ini tentu tidak boleh kita lakukan.

“Negara yang bertakwa digambarkan dengan sangat bagus oleh Imam Ghazali dalam kitab  Al- i'tiqod fii al-iqtishodi menyebutkan agama dan kekuasaan itu seperti saudara kembar. Jadi institusi negara harus punya landasan agama untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Inilah relasi takwa dalam kehidupan bernegara,” tutupnya.[] Erlina

Minggu, 17 Maret 2024

UIY: Takwa adalah Segalanya!



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyebutkan, takwa adalah segalanya.

"Takwa adalah segalanya!" ujarnya dalam program Mutiara Ramadan: Ramadan Bulan Istimewa, di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (16/4/2024).

Karena, menurutnya, takwalah yang akan menentukan posisi manusia di hadapan Allah Swt.

"Bukan pangkat, jabatan, harta kekayaan, bentuk badan tubuh kita. Bukan itu semua, tetapi takwa yang akan menentukan kehormatan kita di hadapan-Nya," tegasnya.

UIY mengingatkan, takwa pula yang akan menentukan posisi manusia di akhirat.

Posisi di akhirat itu, terang UIY, hanya ada dua kemungkinan, jikalau tidak menjadi golongan kanan penghuni surga (Ashabul Yamin) maka pasti akan menjadi golongan kiri penghuni neraka (Ashabul Syimal).

"Kita tentu tidak ingin menjadi bagian dari penghuni neraka (Ashabus Syimal), karena neraka disebut Allah sebagai seburuk-buruk tempat kembali, yang siksa paling ringan di dalamnya dipakaikan terompah dari api neraka dan itu cukup membuat otak mendidih," tuturnya.

Sebaliknya, ia pun mengutarakan bahwa kita pasti ingin menjadi bagian dari golongan kanan penghuni surga (Ashabul Yamin).

"Hanya, apa yang akan bisa memastikan menjadi bagian dari golongan kanan? Itu hanya satu, yaitu takwa kita kepada Allah Swt," jelasnya.

Mengutip Surat Az-Zumar, ayat 73, UIY kemudian menyampaikan, 

وَسِيقَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ إِلَى ٱلْجَنَّةِ زُمَرًا

“Orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka itu masuk ke dalam surganya berombong-rombongan pula.”

Selain itu, UIY juga mengemukakan, takwa pula yang akan membuat manusia  selalu mendapatkan jalan keluar (mahraja) dari Allah Swt. di dalam meniti kehidupan ini.

وَمَنۡ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجۡعَلْ لَّهٗ مَخۡرَجًا

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar," ungkapnya mengutip Surat At-Thalaq, ayat 2.

Bukan hanya itu, mengutip Surat At-Thalaq: ayat 3, sambung UIY bahwa Allah juga akan memberikan rezeki bagi orang yang bertakwa dari arah yang tidak diduga-duga.

.وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Dan Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak diduga-duga," kutipnya.

Lebih daripada itu, ungkapnya lagi, takwa pulalah yang akan membawa kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, bahkan dunia dipenuhi dengan keberkahan sebagaimana Allah Swt. katakan.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ 

Andai penduduk satu negeri itu beriman dan bertakwa maka Allah berjanji akan membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi. (Al-'Araaf: 96)

"Keberkahan, itulah hidup yang selalu bertambah segala kebaikan," pungkasnya. [] Muhar

Minggu, 18 Februari 2024

Bulan Ramadan: Saatnya Jadikan Takwa sebagai Visi Perubahan



Tinta Media - Beberapa saat lagi kita akan bertemu dengan bulan suci Ramadhan. Bulan yang mulia lagi utama disisi Allah. 

Bulan Ramadhan merupakan salah satu waktu yang paling utama bagi kaum muslimin untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah daripada bulan-bulan yang lainnya. Karena di bulan itu turunlah pedoman hidup umat Islam yang sempurna, yakni Al Quran. Allah berfirman yang artinya, 

"Bulan Ramdhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang benar dan yang salah). ... ". (QS.Al Baqarah:185). 

Saking utamanya bulan Ramadhan, puasa dan sholat malam yang dilaksanakan di dalamnya dapat menggugurkan segala dosa yang lampau orang beriman. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah yang artinya, 

"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dalam kondisi beriman dan semata-mata menjalankan perintah Allah. Niscaya diampuni segala dosanya yang telah lalu". (Muttafaq 'alaih). 

Dan Rasulullah pun bersabda, 

"Barang siapa yang mendirikan malam selama bulan Ramadhan dalam kondisi beriman dan semata-mata melaksanakan perintah Allah. Niscaya diampuni segala dosanya yang telah lalu". (Muttafaq 'alaih). 

Jadi, kaum muslimin hendaknya meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadahnya di bulan Ramadhan agar mendapatkan keutamaannya. Karena bulan ini merupakan momentum yang terbatas dan hanya terjadi satu tahun sekali. 

Beberapa aktivitas ibadah yang dapat dilakukan selama Ramadhan itu seperti, pertama, menyempurnakan pengamalan ibadah wajib. Contohnya, mengintensifkan sholat berjam'ah di masjid dan disiplin menghadiri kajian seputar tsaqafah Islam. 

Kedua, menambahkan dan mengonsistenkan ibadah sunnah. Contohnya, intens nderes baca Al Quran, merajinkan sedekah dan mengonsistenkan sholat-sholat sunnah. 

Ketiga, meminimalisir melakukan perkara yang sebatas boleh. Misalnya, main game dan scroll media sosial. 

Keempat, meninggalkan hal-hal yang makruh. Misalkan, memakan makanan yang tidak bau menjelang sholat taraweh dan ketika sahur menjelang imsak. 

Kelima, menghentikan diri dari melakukan hal-hal yang haram. Misalnya, batal puasa, judi slot dan trading. 

Lima perkara di atas itu pada dasarnya mesti dilanjutkan pasca bulan Ramadhan juga. Karena sebetulnya syariat-syariat itu senantiasa berlaku bagi seluruh kaum muslimin, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. 

Selain hal-hal di atas, ada satu hal penting yang harus difokuskan kaum muslimin secara universal di bulan Ramadhan nanti, yaitu mereka harus menentukan dan memperjuangkan secara sungguh-sungguh visi perubahan kaum muslimin ke depan. 

Visi perubahan ini bersifat mendesak. Visi perubahan ini bukan bersifat temporal dan parsial, tapi harus kokoh dan mendasar. Alasannya, karena itulah satu-satunya solusi kaum muslimin agar dapat hidup dalam suasana keimanan dan ketakwaan yang menyeluruh 

Visi perubahan ini bukan didasarkan pada perasaan dan rasa kebangsaan manusia. Namun, berasakan wahyu Allah. Allah berfirman yang artinya, 

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (QS.Al Baqarah:183). 

Memang benar, ayat di atas merupakan argumentasi kewajiban berpuasa. Namun di kata terakhirnya terdapat lafaz "agar kamu bertakwa". Lafazh ini jika merujuk kepada aktivitas shaum. Dengan aktivitas puasa, seharusnya kaum muslimin dapat menjadi pribadi yang penuh dengan ketakwaan. 

Ketakwaan adalah menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Selama bulan Ramadhan kaum muslimin diharapkan memiliki visi perubahan hakiki kepada takwa. Baik takwa pada masing-masing individu, yaitu menjadikan pribadinya  sholeh dan sholehah. Atau takwa pada masyarakat, dengan mengubah masyarakat menjadi pihak yang saling peduli dan saling menasihati dengan sesamanya. Ataupun takwa pada negara, dengan menjadikan negara didasari oleh Aqidah Islam, menjalankan syariah Islam secara total dan menegakkan kedaulatan di tangan Allah dalam sistem khilafah. 

Dengan demikian, puasa kaum muslimin akan lebih terjaga dan bisa sampai kepada derajat takwa yang sempurna. 

Maka, ayo kita jadikan bulan Ramadhan tahun ini sebagai momentum dalam menetapkan dan mewujudkan visi perubahan yang mengarah kepada ketakwaan secara total.

Oleh: Nurhilal AF Abdurrasyid
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 24 November 2023

UIY: Hukum Makin Jauh dari Aspek Takwa



Tinta Media - Menyoroti banyaknya ahli hukum yang terlibat korupsi, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menduga karena  pengajaran hukum makin jauh dari aspek  takwa.
 
“Pendidikan kadang hanya berhenti sampai pada aspek kognisi, sampai aspek pengetahuan saja. Hukum dipelajari hanya sebagai pengetahuan, bukan sebagai dasar dari sikap atau afeksi. Apalagi pengajaran hukum itu makin hari makin jauh dari apa yang disebut dengan takwa,” ungkapnya, di Focus To The Point: Pejabat Hukum, Guru Besar Hukum, Terjerat Korupsi, Ada Apa? Melalui kanal Youtube UIY Official, Senin (20/11/2023).
 
UIY melanjutkan, jika orang tidak lagi taat kepada hukum yang didasarkan kepada takwa, lalu dia dasarkan kepada apa?
 
“Kalau tidak lagi takut kepada Allah lalu mesti takut pada apa? Apalagi sebagai penguasa hari ini itu kan bisa mengatur semua-muanya,” prihatinnya.
 
UIY lalu menegaskan, ini sekaligus juga menunjukkan betapa pengetahuan itu satu hal, tindakan itu hal yang lain.
 
 “Pengetahuan itu penting, tetapi tindakan itu lebih dari sekedar pengetahuan, karena tindakan itu di sana ada unsur-unsur yang lebih dalam lagi yang kadang-kadang kita sering menyebut sebagai the secret life (sesuatu yang ada dalam diri),” ujarnya.

Sesuatu yang ada dalam diri ini, terangnya, yang absen dari kehidupan saat ini.

“Karena itulah maka orang-orang yang dari segi jabatannya sangat tinggi, dari pengetahuannya juga mentok, itu masih juga melakukan tindakan-tindakan yang dilakukan seperti oleh orang-orang yang enggak ngerti hukum sama sekali,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Minggu, 30 April 2023

Rezeki Orang yang Bertakwa

Tinta Media - Sobat. Rezeki di level ini adalah rezeki yang berkah dan selalu datang dari arah yang tidak disangka-sangka.Harta, jiwa dan hidupnya sudah dinafkahkan untuk agama Allah sehingga tidak ada kekhawatiran dalam dirinya akan kemiskinan. Orang yang pada level ini bukanlah orang yang malas, dan bukan pula orang-orang yang tidak berusaha. Akan tetapi, dia adalah orang yang senantiasa berikhtiar dengan penuh keyakinan, berusaha sepenuh kemampuan, namun tawakkal kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya tawakkal.

Sobat. Mereka adalah orang-orang yang hati, pikiran, lisan dan akhlaknya terjaga. Selalu menempatkan Allah sebagai tujuan akhir dari setiap ikhtiar yang dilakukannya. Merekalah pemilik kekayaan Sang pemilik kekayaan hakiki yang sesungguhnya. 

Rezeki yang dimiliki oleh orang-orang yang bertakwa adalah kekayaan sejati yang membawa berkah. Kekayaan yang membawa pemiliknya pada kemuliaan di dunia dan akherat. 

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa tujuannya akherat, pasti Allah SWT menyatukan seluruhnya, ia jadi kaya hati dan dunia merendah kepadanya, dan yang tujuannya semata harta dunia, maka Allah SWT memberantakkan urusannya, hidupnya selalu dibayang-bayangi kemiskinan dan harta dunia tiada diperoleh kecuali yang ada ketentuannya.”

Sobat. Umar bin Khaththab ra masuk ke rumah Nabi Muhammad SAW , beliau bangun di atas tikarnya yang membekas pada pinggangnya, lalu ia menangis melihatnya kemudian beliau bersabda, “ Kenapa engkau menangis wahai Umar?” Ingatanku pada Raja Kisra dengan segala kemewahan dan kemegahannya, padahal engkau adalah Rasul Allah SWT sampai di punggungmu membekas garis-garis tikar. Beliau Rasulullah SAW bersabda, “ Mereka diberi kesenangan kontan hanya di dunia, sedangkan kami kesenangannya kelak di akherat.”

Hakikat kaya menurut Luqman Al-Hakim, ”Orang kaya adalah orang yang apabila diminta, ia tidak akan menahan harta yang dimilikinya. Namun apabila ia tidak memiliki, ia tidak akan merendahkan diri dengan meminta pada orang lain.”

Sobat. Takwa merupakan kunci untuk memperoleh keberkahan yang hakiki yang didambakan oleh seluruh manusia. Kekayaan yang membawa berkah. Boleh jadi, dalam pandangan lahiriah manusia, seseorang yang memegang kunci takwa ini tidak kaya, namun juga tidak miskin. Dia tampak demikian bersahaja, tidak pernah kekurangan, namun tidak juga tampak berlebihan.

Sobat. Kenapa Takwa bisa menjadi kunci keberkahan? Takwa merupakan barometer kualitas manusia di hadapan Allah. Takwa akan mendatangkan cinta dan kasih sayang Allah. Orang yang bertakwa adalah orang yang hati, pikiran, ucapan, dan tindakannya terjaga. Sehingga dia selalu mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah. Orang yang bertakwa adalah orang yang selalu bersemangat dalam mengejar amal kebaikan.

۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ 

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-Baqarah (2) : 177 )

Sobat. Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit, termasuk umat Islam.

Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebajikan itu bukanlah sekadar menghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu, baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebajikan yang sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun Al-Qur'an dan lain-lainnya, jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian kitab yang diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau percaya kepada sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak percaya kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.

Iman tersebut harus disertai dan ditandai dengan amal perbuatan yang nyata, sebagaimana yang diuraikan dalam ayat ini, yaitu:

1. Memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya. Anggota keluarga yang mampu hendaklah lebih mengutamakan memberi nafkah kepada keluarga yang lebih dekat.

Memberikan bantuan harta kepada anak-anak yatim dan orang-orang yang tidak berdaya. Mereka membutuhkan pertolongan dan bantuan untuk menyambung hidup dan meneruskan pendidikannya, sehingga mereka bisa hidup tenteram sebagai manusia yang bermanfaat dalam lingkungan masyarakatnya.

Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan, sehingga mereka tidak terlantar dalam perjalanan dan terhindar dari pelbagai kesulitan.

Memberikan harta kepada orang yang terpaksa meminta minta karena tidak ada jalan lain baginya untuk menutupi kebutuhannya.

Memberikan harta untuk menghapus perbudakan, sehingga ia dapat memperoleh kemerdekaan dan kebebasan dirinya yang sudah hilang.

2. Mendirikan shalat, artinya melaksanakannya pada waktunya dengan khusyuk lengkap dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya. 

3. Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah at-Taubah ayat 60. Di dalam Al-Qur'an apabila disebutkan perintah: "mendirikan salat", selalu pula diiringi dengan perintah: "menunaikan zakat", karena antara salat dan zakat terjalin hubungan yang sangat erat dalam melaksanakan ibadah dan kebajikan. Sebab salat pembersih jiwa sedang zakat pembersih harta. Mengeluarkan zakat bagi manusia memang sukar, karena zakat suatu pengeluaran harta sendiri yang sangat disayangi.

Oleh karena itu apabila ada perintah salat, selalu diiringi dengan perintah zakat, karena kebajikan itu tidak cukup dengan jiwa saja tetapi harus pula disertai dengan harta. Oleh karena itulah, sesudah Nabi Muhammad saw wafat, para sahabat sepakat tentang wajib memerangi orang yang tidak mau menunaikan zakat hartanya.

4. Menepati janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian. Segala macam janji yang telah dijanjikan wajib ditepati, baik janji kepada Allah seperti sumpah dan nazar dan sebagiannya, maupun janji kepada manusia, terkecuali janji yang bertentangan dengan hukum Allah (syariat Islam) seperti janji berbuat maksiat, maka tidak boleh (haram) dilakukan, hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw:

Tanda munafik ada tiga: yaitu apabila ia berkata, maka ia selalu berbohong, apabila ia berjanji, maka ia selalu tidak menepati janjinya, apabila ia dipercayai, maka ia selalu berkhianat. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.).

5. Sabar dalam arti tabah, menahan diri dan berjuang dalam mengatasi kesempitan, yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi; penderitaan, seperti penyakit atau cobaan ; dan dalam peperangan, yaitu ketika perang sedang berkecamuk. 
 
Mereka itulah orang-orang yang benar dalam arti sesuai dengan sikap, ucapan dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Sobat. Itulah kebaikan-kebaikan utama yang disyariatkan oleh Allah dalam ayat-ayat-Nya. Kebaikan-kebaikan itu merupakan perintah Allah yang harus dijalankan, sebagai bukti keimanan dan sebagai gambaran ketakwaan kita kepada Allah SWT. Sobat. Perilaku takwa itu meliputi dua hal yaitu : Pertama. Ketaatan untuk menjalankan perintah-Nya.Kedua. Menjauhi larangan-Nya karena rasa takut akan ancaman dan kemarahan-Nya.

Sobat. Jadi wajarlah jika takwa menjadi kunci keberkahan yang akan mendatangkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, karena takwa sesungguhnya merupakan wujud karakter syukur tertinggi dari seorang hamba kepada Rabb-Nya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Sabtu, 29 April 2023

UIY: Takwa Penentu Kemuliaan di Hadapan Allah

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa takwa adalah sesuatu yang amat sangat penting karena menentukan posisi dan kemuliaan seorang muslim di hadapan Allah. 

"Takwa adalah sesuatu yang amat sangat penting. Takwa yang akan menentukan posisi kita di hadapan Allah, kemuliaan kita di hadapan Allah," tuturnya dalam pesan singkat Idul Fitri 1444 H:
“تهنئة أ. إسماعيل يوسانطو بمناسبة عيد الفطر المبارك 1444 ه”, Sabtu (22/4/2023) di kanal Youtube ALWaqiyahTV.

Menurutnya, Takwa pula yang akan menentukan posisi umat Islam di akhirat kelak. "Memastikan kita akan menjadi bagian dari ashabul yamin atau ashabul jannah. Dan takwa pula yang akan memberikan kebaikan dalam kehidupan di dunia baik dalam kehidupan pribadi, keluarga terlebih dalam kehidupan masyarakat dan negara,” ujarnya.

Betapa pentingnya takwa ini, Ustadz Ismail Yusanto, mengingatkan melalui firman Allah yang tersebut dalam surat Al-A’raf ayat 96 bahwa jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Allah akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Allah itu, maka Allah siksa mereka disebabkan perbuatannya.

“Pada akhirnya kita berdoa memohon kepada Allah agar diberi kesempatan umur panjang untuk berjumpa kembali dengan bulan yang sangat istimewa ini, insya Allah,” pungkasnya.[] Hanafi 

Minggu, 16 April 2023

Tiga Kualifikasi Wujudkan Keluarga Takwa

Tinta Media - Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah, Dra. Irianti Aminatun menyebut setidaknya ada tiga kualifikasi dalam mewujudkan keluarga takwa.
 
“Pertama, faqih fiddin, kedua, berfikir (al-aqlu), ketiga, benar dalam berkata,” ungkapnya di acara Teman Berbuka: Ikhtiar Mewujudkan Keluarga Takwa, melalui kanal You Tube Lembur dakwah, Ahad (9/4/2024).
 
Agar faqih fiddin, lanjutnya, keluarga  harus menjadi madrasah bagi setiap anggota keluarga untuk menguasai tsaqofah Islam (ilmu-ilmu terkait kehidupan). Tsaqofah  ini sebagai panduan dalam mengarungi kehidupan.
 
“Tsaqofah  yang mesti dikuasai mencakup hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan dengan dirinya sendiri, serta hubungan dengan sesama manusia,” terangnya.
 
Tsaqofah ini, sambungnya juga menjadi bekal dalam membentuk kepribadian Islam (sakhshiyyah al-Islamiyah) dari masing-masing anggota keluarga. “Oleh karena itu untuk  terus menyempurnakan kerpibadian tidak boleh berhenti belajar  tsaqofah Islam sampai ajal menjemput,” tambahnya.
 
Dalam menjelaskan kualifikasi kedua yaitu berfikir, Irianti mengatakan,  maknanya memfungsikan akal untuk mengaplikasikan tsaqofah yang sudah dimiliki dalam memecahkan masalah kehidupan, sehingga tsaqofahnya connect dengan tantangan zaman, bukan sekedar ibadah ritual saja.
 
“Saat muamalah ribawi merajalela keluarga takwa harus bisa menghukumi bahwa itu terjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam di bidang ekonomi,” ucapnya memberikan contoh.
 
Selain itu, Irianti juga menegaskan bahwa hukum halal dan haram harus senantiasa menjadi panduan dalam memutuskan penggunaan benda-benda.
 
“Poin ketiga tentang  benar dalam berkata, maknanya adalah menjadikan tsaqofah Islam sebagai satu-satunya standar dalam berkata benar. Selain standar Islam berarti standar hawa nafsu,” tandasnya seraya mengatakan orang tua mesti menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam berkata benar, tidak boleh standar ganda atau berkhianat.
 
Mulia
 
Selain itu,  Irianti juga menjelaskan bahwa  setiap anggota keluarga hendaknya senantiasa menjaga ketakwaan, karena ketakwaan ini sangat menentukan posisi manusia di hadapan Allah Swt. Ia mengutip Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13  sebagai sandarannya.
 
“Kalau ada hal yang  semestinya menjadi pusat perhatian seluruh anggota keluarga sehingga seluruh energi dikerahkan untuk meraih itu, itulah takwa,” tukasnya.
 
Takwa, ucap Irianti, akan membuat keluarga dalam menjalani kehidupan penuh dengan kebaikan yaitu diberikan solusi dari setiap masalah yang dijumpai sebagaimana  janji Allah dalam surat Ath-Thalaq ayat 2.
 
“Selain kebaikan di dunia, keluarga takwa juga akan masuk surga bersama-sama   sebagaimana dijelaskan dalam surat Ath-Thuur ayat 21,” imbuhnya.
 
Terakhir Irianti menyampaikan bahwa membangun keluarga itu hendaknya bukan hanya di dunia saja tapi juga  sampai di akhirat. “Jadi membangun keluarga itu bukan hanya sehidup semati tapi juga sehidup sesurga,” pungkasnya. [] Sri Wahyuni

Kamis, 30 Maret 2023

Shaum Tidak Otomatis Menjadi Pribadi Takwa, Tapi...

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustad Eri Taufiq mengatakan pribadi takwa tidak otomatis dibentuk ketika shaum.

"Ketika shaum, lalu otomatis kita jadi pribadi takwa, enggak, tapi kita dibentuk dalam shaum itu untuk berproses menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tuturnya dalam Nafsiyah Jelang Sahur: Ramadhan Saatnya Meraih Taqwa di kanal YouTube Rayah TV, Jumat (24/3/2023).

Ia menyatakan bahwa ramadhan itu adalah rajanya bulan. Di dalamnya penuh dengan kenikmatan. Pahala-pahala dilipatgandakan dan dosa-dosa digugurkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Dan yang lebih istimewanya lagi, ramadhan itu menjadikan kita orang yang siap untuk punya posisi paling tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala," bebernya.

"Kenapa? Karena memang tujuan dari shaum itu adalah untuk membentuk ketakwaan," tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa yang paling mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala justru adalah orang yang bertakwa. Karena itu bersyukur karena pertarungan di ketakwaan jadi fair. Kenapa, karena kalau bertarungnya di fisik, finansial tidak bakal ada orang yang menang. "Bersyukur kesempatan untuk bertarung di ketakwaan. Kenapa, karena semua orang, lepas dari fisiknya seperti apa, status sosialnya seperti apa, jabatannya seperti apa, secara finansial dia seperti apa, dia bisa menjadi yang paling tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala," tandasnya.[]Ajira

Selasa, 28 Maret 2023

UIY Ungkap Tujuan Utama Ibadah Ramadhan

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengungkapkan tujuan utama ibadah di bulan suci Ramadhan.

"Apa yang menjadi tujuan utama dari kita melaksanakan semua (ibadah) Ramadhan? Yakni diraihnya takwa," tuturnya dalam Teman Berbuka: Puasa Belum Tentu Menjamin Taqwa? Di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Kamis (23/3/2023).

Menurutnya, sedemikian penting soal takwa ini, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala menyediakan waktu secara khusus untuk menempa diri seorang muslim hingga betul-betul bisa mencapai derajat takwa, itulah Ramadhan. "Takwa menentukan posisi kita di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Menentukan posisi kita akan menjadi golongan kanan atau golongan kiri," ujarnya.

"Karena itulah maka semestinya kita  melaksanakan semua (ibadah) Ramadhan ini dengan penuh kesungguhan dan penghayatan," serunya.

Ia mengingatkan bahwa puasa tidak otomatis akan menghasilkan orang yang bertakwa. Puasa hanya akan menghasilkan sosok yang bertakwa hanya jika melaksanakan semua Ramadhan itu dengan sebaik-baiknya dengan penuh penghayatan, dengan kemauan, dengan keimanan, kemauan yang didasarkan pada keimanan. Menjadi seorang yang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taat yang sesungguhnya. "Buktinya kita bisa tinggalkan yang halal jika yang halal bisa kita tinggalkan apalagi yang haram, mestinya lebih bisa lagi dan itu dalam waktu yang cukup lama. Hanya ibadah puasa saja yang dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup panjang," tukasnya.

Ia mengingatkan untuk menjadikan takwa sebagai fokus perhatian. Dimana seluruh energi dikerahkan tak lain adalah takwa. Menjadi tema besar hidup seorang muslim, seluruh potensi hidup, waktu, tenaga, pikiran, harta, ilmu bahkan nyawa dikerahkan untuk meraih posisi takwa. "Dengan takwa yang sebenar-benarnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," terangnya.

"Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kelancaran dan kebaikan sedemikian sehingga kita bisa meraih derajat takwa yang sebenarnya, Insya Allah," tandasnya.[] Ajira

Rabu, 08 Februari 2023

Takwa dan Tawakal adalah Kunci Pembuka Pintu Rezeki

Tinta Media - Sobat. Agar rezeki Anda dilimpahkan oleh Allah dan kemiskinan kian dijauhkan dari hidup Anda, maka Anda harus yakin dengan kekuatan dan keajaiban takwa dan tawakal. Anda harus percaya dengan hukum Allah yang berbunyi :

 مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ
ۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا  

"Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. ( QS. Ath-Thalaq (65) : 2-3 )

Sobat. Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya mensukseskan urusannya. 

Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar, barulah ia bertawakal. Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah. 

Pernah terjadi seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi di Medinah dengan mengendarai unta. Setelah orang Arab itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi bertanya, "Apakah unta sudah ditambatkan?" Orang Badui itu menjawab, "Tidak! Saya melepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah." Nabi saw bersabda, "Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal."

Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada-Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya. (ar-Ra'd/13: 8)

Sobat. Dalam QS. Al-A’raaf (7) :96 Allah SWT berfirman :
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ  

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” ( QS. Al-A’raaf (7) : 96 )

Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa seandainya penduduk kota Mekah dan negeri-negeri yang berada di sekitarnya serta umat manusia seluruhnya, beriman kepada agama yang dibawa oleh nabi dan rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw dan seandainya mereka bertakwa kepada Allah sehingga mereka menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya, seperti kemusyrikan dan berbuat kerusakan di bumi, niscaya Allah akan melimpahkan kepada mereka kebaikan yang banyak, baik dari langit maupun dari bumi. Nikmat yang datang dari langit, misalnya hujan yang menyirami dan menyuburkan bumi, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman dan berkembang-biaklah hewan ternak yang kesemuanya sangat diperlukan oleh manusia. 

Di samping itu, mereka akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak, serta kemampuan untuk memahami Sunnatullah yang berlaku di alam ini, sehingga mereka mampu menghubungkan antara sebab dan akibat. Dengan demikian mereka akan dapat membina kehidupan yang baik, serta menghindarkan malapetaka yang biasa menimpa umat yang ingkar kepada Alllah dan tidak mensyukuri nikmat dan karunia-Nya.

Apabila penduduk Mekah dan sekitarnya tidak beriman, mendustakan Rasul dan menolak agama yang dibawanya, kemusyrikan dan kemaksiatan yang mereka lakukan, maka Allah menimpakan siksa kepada mereka, walaupun siksa itu tidak sama dengan siksa yang telah ditimpakan kepada umat yang dahulu yang bersifat memusnahkan. Kepastian azab tersebut adalah sesuai dengan Sunnatullah yang telah ditetapkannya dan tak dapat diubah oleh siapa pun juga, selain Allah.

Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ أَنَّهُمۡ أَقَامُواْ ٱلتَّوۡرَىٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِم مِّن رَّبِّهِمۡ لَأَكَلُواْ مِن فَوۡقِهِمۡ وَمِن تَحۡتِ أَرۡجُلِهِمۚ مِّنۡهُمۡ أُمَّةٞ مُّقۡتَصِدَةٞۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ سَآءَ مَا يَعۡمَلُونَ  

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS. Al-Maidah (5) : 66 )

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa apabila Ahli Kitab itu benar-benar menjalankan hukum Taurat dan Injil seperti mengesakan Allah dan berpegang kepada berita gembira yang terdapat dalam Taurat dan Injil tentang kenabian Muhammad, tentulah Allah akan melapangkan kehidupan mereka. Jadi jika pada ayat yang lalu Allah menjanjikan kebahagiaan akhirat kepada Ahli Kitab, apabila mereka beriman dan bertakwa, akan mendapat kebahagiaan duniawi dan kelapangan rezeki serta limpahan rahmat-Nya dari langit, dengan menumbuhkan berbagai tanaman. Meskipun demikian mereka tetap durhaka dan menentang rasul-rasul Allah.

Ayat ini juga menerangkan bahwa di antara orang-orang Yahudi ada golongan yang bimbang dalam beragama, tidak berpegang secara fanatik kepada pendapat-pendapat pendeta-pendetanya dan tidak pula memandang enteng. Memang mayoritas orang Yahudi itu sangat fanatik kepada pendapat-pendapat pendetanya. Golongan inilah yang buruk tingkah lakunya. Hal serupa itu terjadi dalam kalangan kaum Nasrani.

Menurut kebiasaan, meskipun golongan pertengahan dari masing-masing agama itu tidak banyak pengikutnya, namun dari kalangan mereka timbul orang-orang yang suka memperbaiki keadaan dan mengikuti perkembangan serta menerima kebenaran. Orang-orang seperti ini terdapat pada setiap umat dan tiap-tiap masa. Umpamanya Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya dari kalangan Yahudi menjadi pengikut Nabi Muhammad yang setia. 

Demikian pula Najasyi dan kawan-kawan dari kalangan Nasrani menjadi mengikut Nabi Muhammad yang setia pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi pemeluk agama adalah mencari kebenaran. Maka jika pemeluk suatu agama berpegang kepada petunjuk-petunjuk agama secara benar, tentulah dia tidak akan menjadi fanatik, kaku dan menerima agama yang dibenarkan di dalam kitab-kitabnya. Dalam mencari kebenaran itu modal utama adalah keikhlasan yang disertai ilmu pengetahuan. Mencari kebenaran dengan modal ini terdapat di dalam agama Islam. 

Pemeluk Islam sendiri yang tidak mengamalkan petunjuk-petunjuk Islam, tentulah kebenaran yang ada pada Islam itu tidak dapat diperolehnya. Sehubungan dengan ayat ini terdapat hadis Nabi yang diriwayatkan Ziad bin Labid yaitu: 

Dari Ziad bin Labid, ia berkata, "Nabi Muhammad saw, membicarakan sesuatu lalu beliau berkata, "Hal demikian itu adalah pada waktu ilmu pengetahuan telah lenyap. Ziad berkata, "Kami (para sahabat) berkata "Wahai Rasulullah bagaimanakah ilmu pengetahuan bisa lenyap, sedangkan kami membaca Al-Qur'an dan kami membacakannya pula kepada anak-anak kami dan anak-anak kami itu membacakannya pula kepada anak-anak mereka sampai hari Kiamat." Rasulullah. saw menjawab, "Celakalah engkau hai anak Ibnu Labid, jika aku mengetahui engkau adalah orang-orang yang paling banyak ilmunya di antara penduduk Medinah, tidakkah orang-orang Yahudi dan Nasrani itu membaca Taurat dan Injil, sedangkan mereka tidak mendapat manfaatnya sedikit pun." (Riwayat Ahmad).

Jelaslah dari hadis ini bahwa kaum Muslimin yang tidak mengamalkan petunjuk agamanya, mereka serupa dengan orang Yahudi dan Nasrani. Menurut riwayat Ibnu Abi hatim, setelah pembicaraan itu maka turunlah ayat 66 ini.
Allah SWT berfirman :

وَلَوۡ أَنَّهُمۡ رَضُواْ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَقَالُواْ حَسۡبُنَا ٱللَّهُ سَيُؤۡتِينَا ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَرَسُولُهُۥٓ إِنَّآ إِلَى ٱللَّهِ رَٰغِبُونَ

“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” ( QS. At-Taubah (9) : 59 )

Sobat. Jika mereka beriman kepada Allah dengan sebenarnya tentulah mereka tidak akan mencela atau membuat tuduhan terhadap Rasul. Seharusnya mereka rida dan bersyukur kepada Allah terhadap pembagian harta itu, baik mengenai pembagian harta rampasan maupun zakat. Mereka meyakini bahwa Allah merupakan tempat memohon dan yang akan memberikan rahmat dan rezeki kepada makhluk-Nya

Sobat. Tawakal itu mempunyai dua rukun yang harus dipenuhi. Pertama. Menyandarkah hati hanya kepada Allah dengan penyandaran yang benar dan nyata. Kedua. Menempuh sebab yang diizinkan syariat. 

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, " Jika saja kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kamu akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, ia pagi-pagi lapar dan sore hari telah kenyang." ( HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah )

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual

Sabtu, 22 Oktober 2022

Ustaz Adi: Pilihlah Pemimpin yang Bertakwa dan Menerapkan Syariat Islam!

Tinta Media - Guru dan Motivator Ustaz Adi S. Soeswadi mengajak umat agar memilih pemimpin yang bertakwa dan mau menerapkan syariat Islam.

“Memilih pemimpin itu tidak hanya yang bertakwa dalam arti hanya urusan ibadahnya sendiri tapi harus mau menerapkan syariat Islam,” tuturnya dalam Kajian Spesial Maulid: Siapa Pemimpin Seperti Rasulullah SAW? Kamis (13/10/2022), di kanal YouTube At Tafkir Channel. 

Menurutnya, seseorang dapat dipilih menjadi pemimpin ketika memenuhi dua hal, yakni:
Pertama, pemimpin yang kita pilih itu, dia memang benar-benar harus laki-laki yang bertakwa dan seorang muslim. 
“Bertakwa artinya dia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan dari Allah,” ujarnya. 

Kedua, seorang pemimpin dalam Islam harus melaksanakan syariat Islam. 
“Tidak hanya bertakwa untuk urusan pribadi tetapi ketika dia menjadi pemimpin masyarakat banyak harus dengan Islam. Itu syaratnya,” ucapnya. 

Karena penerapan syariat Islam merupakan jaminan akan adanya keadilan, kesejahteraan hidup, keberkahan hidup, dan kebahagiaan. 
“Itu jaminan sebab aturan yang ditetapkan oleh Islam itu adalah aturan dari Allah yang menciptakan manusia, “ bebernya. 

Islam itu diturunkan Allah dengan sempurna untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah dan mengatur hubungan antara manusia satu dengan yang lain.

“Tidak hanya mengatur bagaimana kita salat, puasa, dan seterusnya atau mengatur hanya untuk diri sendiri (makan, minum, pakaian, mana yang halal, mana yang haram). Tapi bagaimana hubungan manusia satu dengan lain, dalam dimensi pendidikan, hukum, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya,”  urainya. 

Ia mengungkapkan bahwa Islam itu mengatur sedemikian rupa dalam mengatur semua kebutuhan negara. Dengan tujuan agar manusia bisa hidup lebih baik, sejahtera, bahagia, dan adil karena aturannya dari Allah yang menciptakan manusia. 

“Karena semua aturan yang meliputi hubungan manusia satu dengan lain itu akan bisa diimplementasikan dalam kebutuhan negara,” ungkapnya. 

Hal ini seperti Rasulullah Saw. ketika memimpin di Madinah dengan menerapkan Islam sebagai aturan yang mengatur kehidupan masyarakat. 
“Ketika itu Islam menjadi aturan yang mengatur seluruh kehidupan yang ada di Madinah, kita bisa lihat bagaimana hukum-hukum yang terkait dengan muamalah, hukum potong tangan. Lalu Rasulullah melakukan hubungan diplomatik ke luar daerah,” jelasnya. 

Ia menegaskan pentingnya ketika memilih pemimpin tidak Asal kelihatan orangnya bagus saja, namun dilihat dulu apa yang mau diterapkan. 

“Pemimpin itu dilihat bagaimana ketika dia memimpin masyarakat. Apakah dengan Islam, itu yang harus diperhatikan. Kalau dia tetap memimpin pakai UU yang dibuat manusia, bisa dipastikan nanti ada kezaliman, ada ketidakadilan,” tegasnya. 

Maka jangan heran sekarang ini terjadi seperti itu (ada kezaliman dan ketidakadilan). “Karena pemimpinnya belum mau menerapkan syariat Islam. Nah itulah yang harus kita perjuangkan, “ pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 08 Mei 2022

Ustazah Iffah Ainur Rochmah: Mewujudkan Takwa Butuh Proses Berkelanjutan


Tinta Media  - Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah mengatakan bahwa mewujudkan takwa membutuhkan proses berkelanjutan.

"Bila kita sadar bahwa shaum Ramadhan kita untuk menggembleng diri menjadi insan takwa maka teruslah sadar bahwa mewujudkan takwa membutuhkan proses berkelanjutan," tuturnya kepada Tinta Media dalam Wawancara Khusus Edisi Syawal 1443 H, Ahad (8/5/2022).

Menurutnya, tiada takwa yang didapat secara instan, tiada diri yang otomatis terjaga kualitas takwanya tanpa ikhtiar. "Oleh karena itulah, bulan Syawal harus diisi dengan pencanangan komitmen menjaga dan meningkatkan amal shalih," tegasnya.

"Bulan Syawal adalah momen kita memetik buah shaum yaitu meningkatkan kualitas takwa. Itu bisa terukur dari makin besarnya ikhtiar setiap muslim untuk menjalankan ketaatan di semua lini hidupnya," imbuhnya.

Ustazah Iffah melanjutkan bahwa ketaatan yang Allah SWT tuntut adalah ketaatan total pada semua tuntunan wahyu. "Karena penyelenggaraan semua syariat membutuhkan adanya negara berdasar syariat yakni khilafah," paparnya.

"Maka amal paling utama yang mestinya dikejar bahkan diperjuangkan oleh setiap Muslim adalah menegakkan khilafah," tandasnya.[] Ajirah

Sabtu, 07 Mei 2022

Ustazah Ratu Erma: Pahami Makna Takwa dengan Benar


Tinta Media - Untuk menjaga ibadah pasca Ramadhan, Mubalighah Nasional Ustazah Ratu Erma menyampaikan pesan, "Pahami makna takwa dengan benar dan wujudkan," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (7/5/2022).

Menurutnya, banyak ayat dan hadis yang memerintahkan kita untuk takwa. "Kata takwa disebut Allah SWT dalam tiga puluh sembilan ayat, lebih banyak lagi dalam hadis, sulit untuk menghitungnya," ungkapnya.

Simpulan dari makna takwa, lanjutnya,  adalah takut dan khawatir terhadap Allah SWT dengan cara menjalankan seluruh perintah dan menjauhi semua larangan Allah SWT.

Diantara ayat yang memerintahkan takwa adalah surat al Maidah ayat 8:

{وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}

"Dan bertakwalah kepada Allah, karena Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Sedangkan dalam hadis, kata Ustazah Ratu, diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Dzar dan Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Saya mewasiatkan Anda untuk bertakwa kepada Allah dalam segala urusanmu, baik secara rahasia dan terbuka."

Dari Muadz radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku berkata, ya Rasulullah, beri aku wasiat, Rasul bersabda: "Kamu harus takut kepada Allah sebanyak yang kamu bisa." (Al-Mu`jam Al- Kabir).

"Orang-orang yang bertakwa akan mendapat dua kebaikan, di dunia dan di akhirat. Di akhirat Allah SWT menjanjikan bagi mereka kemenangan di surga dan pembebasan dari api neraka dan yang lebih besar dari itu, yaitu keridhaan Allah pada hari perhitungan di akhirat," jelasnya.

Sedangkan kebaikan di dunia, tambahnya,  Allah memberikan banyak hal, yaitu rizki yang tidak disangka-sangka, jalan keluar dari kesulitan (QS. Ath-thalaq 2-3), selamat dari kejahatan musuh-musuh Islam. 

"Allah juga memberi keberkahan bagi penduduk bumi jika mereka menaati perintah dengan menerapkan syari’ah-Nya dan menjauhi larangan-Nya," terangnya.

Ia mengutip firman Allah Quran surat Al-A'raf ayat 96: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi."

Dalam surat Al-Hadid ayat 28, lanjutnya, Allah akan memberi rahmat dua kali lipat, menjadikan cahaya untuk berjalan, yang berarti memberi petunjuk  dalam hidup.

"Dan banyak lagi kebaikan di dunia bagi umat Islam yang bertakwa.  Karena pada prinsipnya, Allah menciptakan umat manusia dan jin di dunia itu, adalah untuk beribadah kepada-Nya," tegasnya.

Dan ibadah itu, menurutnya, diwujudkan dalam bentuk ketaatan dengan semua perintah Allah SWT dalam aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan kehidupan bernegara. "Karena hukum-hukum Allah itu mencakup semua urusan hidup manusia. Yang dengan hukum-hukum itulah keberkahan dunia akan dirasakan," tandasnya.

Ustazah Ratu menegaskan bahwa ibadah yang paling utama dilakukan dalam situasi hukum-hukum Allah tidak ditegakkan, yang menyebabkan kondisi kehidupan umat manusia jauh dari keberkahan adalah dakwah. 

"Dakwah adalah ibadah yang dicontohkan para Rasul Allah,  yang dengannya kehidupan umat manusia berubah dari jahiliyah dengan perilakunya yang buruk kepada perilaku baik sesuai syari'at Allah," pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Selasa, 03 Mei 2022

Kemenangan Itu Diraih Jika Takwa Dirasakan


Tinta Media - “Sering dikatakan bahwa kita ini telah meraih kemenangan. Kemenangan apa? Kemenangan itu hanya mungkin bisa dirasakan dan karenanya kemudian bisa diakui, itu jikalau kita merasakan apa yang menjadi tujuan utama dari puasa itu, Itulah takwa. Di situ sebenarnya poinnya, ” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) dalam acara Dialog Ramadhan di Bulan Syawal : Memaknai Kemenangan Idul Fitri, Ahad (1/5/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Chanel Reborn.

Menurutnya, kemenangan bukan sekedar  selesai melaksanakan ibadah shaum Ramadhan selama satu bulan penuh. Karena shaum  itu hanya sarana dari sesuatu. Jadi shaum adalah medium  untuk meraih sesuatu. “Mediumnya sudah selesai.Tetapi apakah sesuatu itu teraih atau tidak Itu soal berikutnya. Karena medium itu bisa menghasilkan sesuatu, bisa tidak,” jelasnya.

 “Karena itulah maka Allah mengatakan la’ala. La’ala itu berharap, mudah-mudahan. Artinya dia bukan sesuatu yang bersifat pasti. Ibarat kata seperti kalau orang bermain air pasti basah, tidak bisa dipastikan demkian,” terangnya.

Hal ini, jelas UIY, diperkuat dengan sabda Rasul, betapa  banyak orang yang berpuasa dia tidak mendapatkan apa-apa. Itu menunjukkan bahwa puasa bukan  sebuah kegiatan yang pasti menghasilkan sesuatu, menghasilkan takwa.

“Karena itu kita mesti hati-hati memperhatikan kualitas  dari puasa itu. Kalau tidak maka kita akan masuk dalam kategori tadi berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga,” tegasnya.

Substansi Ibadah

Terkait dengan realitas bahwa bukan ketakwaan yang mewarnai  masyarakat sesudah idul fitri, UIY menegaskan ketika substansi ibadah termasuk puasa Ramadhan tidak tertangkap maka seseorang hanya akan bergerak dari satu ritual ke ritual lainnya tanpa memberi efek yang semestinya pada orang yang melaksanakan ibadah itu.

 UIY berikan contoh, seperti soal puasa ini ujungnya itu kan takwa. Takwa diartikan sebagai melaksanakan  seluruh kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. Kalau puasanya memberikan efek mestinya keharaman tidak lagi dilakukan.

“Tapi ini hari kan faktanya sangat banyak keharaman yang tetap dilakukan atau  dipertahankan. Sebagaimana juga masih sangat banyak kewajiban yang ditinggalkan,” sesal UIY.

Bahkan, lanjutnya, ada fenomena yang sangat mengkhawatirkan ini hari. Orang-orang yang berusaha untuk melaksanakan kewajiban malah dicap dan dikata-katai dengan aneka macam julukan.  “Seperti yang sempat viral bagaimana Muslimah yang memakai kerudung di situ dikatakan tutup kepala ala manusia gurun,” UIY mencontohkan.

 “Itu kan satu penghinaan luar biasa. Bagaimana bisa sebuah ketaatan seorang Nuslimah yang dia berusaha menutup auratnya dengan memakai khimar dikatakan dengan perkataan seperti itu oleh orang yang notabene dia seorang muslim,” herannya.

Menurut UIY, ini menunjukkan bahwa kacamata pandang orang  itu tidak berlandaskan kepada takwa. Mungkin dia puasa dan ikut lebaran, tetapi puasanya tidak membimbing dia untuk menjadikan takwa itu sebagai cara pandang.

“Ini kan menunjukkan bahwa ibadah itu memang ada dimensi yang bersifat physical ada dimensi yang bersifat substansial. Secara lahiriyah ibadah itu seluruhnya physical. Puasa lapar, lalu sholat itu  gerakan yang berdiri ruku sujud segala macam. Tapi itu semua ujungnya  tauhid.  Dan tauhid  Itu  non-physical  dan substansinya di situ. Ketika orang lupa menghayati seluruh ibadah yang bersifat fisik  untuk meraih sesuatu  yg bersifat substansial, maka dia kehilangan pijakan di dalam memandang suatu masalah,  berpikir,  menilai, bersikap,” terangnya.

Akibatnya, lanjut UIY, dia menjadi seorang muslim tapi aneh.  Menjadi begitu benci terhadap agamanya,  terhadap simbol-simbol agamanya. Dia menjadi oposan terhadap agamanya, dia menjadi oposan terhadap sesama muslim yang berusaha  mewujudkan takwa. Dan ini  bukan sekedar dalam realitas kehidupan pribadi tapi juga dalam kehidupan masyarakat dan negara.

“Ketika ada yang  berusaha mewujudkan takwa dalam kehidupan masyarakat, atau  negara dikatakan macam-macam termasuk dengan sebutan radikal-radikul yang akhir-akhir ini semakin menjadi  semacam model  untuk memojokkan, menyudutkan orang. Ini mengerikan,” bebernya.

Menurutnya, dengan jutaan orang berpuasa, mestinya jutaan efek itu terjadi, terutama untuk yang punya kekuasaan. "Dengan kewenangan dan kekuasaan yang didorong takwa itu dahsyat sekali. Seperti orang sering bilang  ada seribu seruan untuk menghilangkan kompleks pelacuran, misalnya.  Itu menjadi tidak berarti dibanding dengan satu goresan tanda tangan seorang pejabat untuk  menutup komplek lokalisasi itu. Nah itu tangan yang digerakkan oleh takwa tadi,” tukasnya.

“Tapi kalau tidak, penguasa juga sangat berbahaya, karena dengan kekuasaannya dia menghentikan semua hal yang bersifat takwa  dengan alasan radikal, Ini yang sedang terjadi ini hari,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab