Tinta Media: Tajikistan
Tampilkan postingan dengan label Tajikistan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tajikistan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Juli 2024

Tajikistan Larang “Hijab”: Wabah Sekularisme di Negeri Muslim

Tinta Media - Beberapa hari yang lalu dunia dihebohkan dengan pengesahan pernikahan sesama jenis di Thailand. Pengesahan ini didasarkan kepada hak asasi manusia yang setiap orang berhak menentukan kehidupan privatnya dan menentukan kecondongan yang ia inginkan. Selanjutnya kita disajikan dengan kabar Tajikistan yang merupakan salah satu negara mayoritas Muslim di Asia melarang penggunaan hijab untuk perempuan. Larangan ini dituangkan dalam Undang-undang baru yang menggantikan UU lama soal Aturan Tradisi dan Perayaan. (CNNIndonesia, 26/6/2024)

Presiden Tajikistan Emomali Rahmon menyatakan alasan pelarangan tersebut adalah untuk melindungi “budaya Tajik” dan mengurangi pengaruh agama di kalangan masyarakat. Selama menjabat sebagai Presiden, Rahmon terlihat berambisi sekali untuk menerapkan sekularisme di Tajikistan dengan alasan mengurangi ekstremisme. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kebijakan yang diambilnya, misalnya mencukur jenggot dengan paksa, membatasi usia orang yang masuk mesjid, melarang penggunaan hijab dan menutup mesjid besar-besaran. (CNNIndonesia, 26/6/2024)

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa anggapan “ekstremisme” atau propaganda “terorisme” yang diidentikkan dengan “Islam” merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan di Tajikistan terutama dari sisi pemerintahnya. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan “Islam” harus dihapuskan. Fobia Islam yang luar biasa bahkan yang membuat kita heran ini dilakukan oleh negara yang mayoritas muslim. Wabah fobia ini ternyata berhasil masuk ke dalam negeri-negeri muslim di dunia. Propaganda Barat pun berhasil.

Propaganda yang telah dirancang oleh Barat ke seluruh dunia tidak terkecuali untuk negeri-negeri muslim memperlihatkan bahwa barat sangat takut dengan Islam. Takut akan kebangkitan Islam. Ketakutan ini yang membuat mereka lupa bahwa mereka juga telah mempropagandakan kebebasan dan hak asasi manusia yang akhirnya menjadi bumerang karena faktanya mereka yang membuat aturan tersebut justru mereka yang melanggarnya. Dengan alasan mempertahankan tradisi Tajikistan pun telah melanggar Hak Asasi Manusia yang telah diatur oleh hukum Internasional. Mengapa atas nama HAM pelegalan perbuatan keji yakni pernikahan sesama jenis dapat dilegalkan? Sedangkan hak untuk berpakaian sesuai tuntutan beragama malah dilarang?

Inilah ambiguitas penerapan HAM yang tidak berlaku jika berhubungan dengan umat Islam atau dengan identitas Islam. Beragama adalah hak alamiah (natural right) yang dimiliki manusia dan merupakan hak dasar dari hak asasi manusia. setiap orang berhak untuk menentukan agamanya masing-masing dan tidak ada larangan untuk memeluk agama tersebut. hal ini jelas tertuang dalam Pasal 18 Piagam Deklarasi Undang-undang Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama, dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan  dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menaatinya baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain di muka umum maupun sendiri.” Begitu pun dalam ICCPR (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) Pasal 18 ayat (1) menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama.” 

Namun, kembali lagi semua aturan tersebut akan pincang jika untuk umat Islam karena aturan tersebut lahir dari sistem kapitalisme-sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga aturan dalam kehidupan ditetapkan oleh manusia. Selain itu, kapitalisme berstandarkan manfaat/kepentingan. Jika ada manfaat/kepentingan maka aturan bisa dibuat atau dihapus dengan begitu saja. ini lah yang terjadi di seluruh negeri-negeri Islam saat ini.

Hal ini berbeda jauh dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Khaliq yakni Allah Swt. yang satu-satunya berhak untuk membuat aturan. Islam mengatur bagaimana menjaga hak-hak syar’i setiap manusia. Bukan hanya muslim tapi setiap individu yang berada dalam naungan sistem Islam yang dijalankan dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin seorang Khalifah. Manusia tidak boleh dipaksa untuk meyakini dan memeluk agama (Islam). Namun bukan berarti muslim dibiarkan gonta-ganti agama. Islam tidak memaksa memeluk agama (Islam) namun ketika telah memilih Islam dilarang untuk murtad atau keluar dari Islam. Jika hal ini terjadi maka dia akan dinasihati dan jika dia menolak maka akan dikenakan sanksi oleh negara. Hal ini dilakukan dalam rangka penjagaan akidah sehingga tidak mudah mempermainkan akidah. Disisi lain, penganut agama lain dijamin untuk dapat menjalankan agamanya.

Secara histori pun telah terbukti bagaimana Islam di Spanyol lebih dari tiga abad tiga agama (Islam. Kristen dan Yahudi) dapat hidup rukun dan sejahtera. Di bawah kekuasaan Islam orang Yahudi dan Nasrani beribadah dengan bebas tanpa rasa takut akan penganiayaan. Sungguh Islam merupakan sistem yang sempurna dan paripurna. Satu-satunya sistem yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam rahmatan lil alamin, betul sekali rahmatnya tidak hanya untuk kaum muslim tapi untuk seluruh alam termasuk non-muslim. Sistem yang akan menyejahterakan manusia di semua lini kehidupan. Sudah saatnya kaum muslim khususnya negeri-negeri muslim saat ini sadar bahwa hanya dengan kembali pada Islam dan menerapkan syariat secara kaffah dalam sebuah institusi di bawah satu komando yakni Khalifah yang akan melindungi dan menjaga umat agar dapat menjalankan semua kewajiban dari Sang Khaliq.

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H., Sahabat Tinta Media 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab