Tinta Media: Tahun Baru
Tampilkan postingan dengan label Tahun Baru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tahun Baru. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Januari 2024

Pesta Pora Akhir Tahun, Otakmu di Mana?



Tinta Media - Melansir dari CnnIndonesia.com, bukan hal yang tabu lagi, budaya akhir tahun identik dengan pesta pora. Ada yang quality time dengan keluarga ke tempat wisata, stay cation, dan pastinya di temani dengan pesta kembang api. Di Jakarta sendiri ada 9 titik lokasi pesta kembang api, dan di seluruh penjuru Indonesia mayoritas terlibat agenda akhir tahun ini. (31/12/2033) 

Jika ditelisik jauh lebih dalam, budaya ini sudah ada sejak nenek moyang bahkan sudah turun temurun dan mendarah daging. Mereka beranggapan melewati 1 tahun penuh lika-liku sehingga ini adalah bentuk apresiasi pada diri sendiri untuk have fun. Momen yang tepat untuk melepas penat bersama orang terkasih. 

Memaknai pergantian tahun dengan pesta kembang api merupakan bagian dari budaya selain Islam, pasalnya Islam tidak mengajarkan untuk foya-foya, melakukan aktivitas yang lebih mendatangkan mudharat dari pada kebaikan, dan belum pernah di contohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Bahkan Rasulullah pernah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal yang berbunyi, “Man tasyabaha biqoumin fahuwa minhum” yang artinya : "Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka“. Menariknya, budaya ini menggambarkan jati diri orang kafir, mengedepankan hura-hura di tengah gempuran bom terhadap Gaza. 

Menuju 100 hari saudara kita di Gaza di genosida, seluruh negeri muslim menyuarakan sebatas kemanusiaan sehingga bantuan pun tidak luput dari galang donasi hingga doa bersama. Belum lagi Muslim Rohingya dengan status stateless korban genosida Junta Militer Myanmar, tetapi media menggoreng hoaks mendudukkan kesamaan mereka dengan zionis Yahudi. Ditambah problem internal seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, aborsi, pelajar mengajukan dispensasi menikah dini meningkat, dan diimbangi korupsi menjadi wabah. 

Seperti itulah wajah buruk sesungguhnya sistem demokrasi dengan asas sekularisme. Ideologi ini ketika melakukan pertunjukan memakai topeng kesejahteraan dengan undang-undang buatan manusia yang mendudukkan pencipta alam semesta (Allah) di bawah mereka. Padahal akal manusia itu terbatas, dengan keegoisan mereka, UU itu melahirkan HAM, UU Ciptaker, UU Omnibus law, dan aturan lainnya dengan alih-alih memberi problem solving malah menjadikan rakyat tumbal karena keuntungan berpihak kepada pemilik modal. 

Kaum muslimin semakin terpelosok ke jurang lembah kenistaan, maksiat menjadi hal lumrah dan wajar. Selama kaum muslimin masih memakai semua produk barat termasuk ideologinya, selama itu pula kaum muslimin menjadi budak oligarki karena mereka menancapkan kekuatan hegemoninya dengan penjajahan non fisik, apa itu? Ghazwul fikri atau perang pemikiran. Misalnya Kesultanan Turki Utsmani runtuh karena mengadopsi ide-ide sekuler. Seperti hadist Rasulullah bahwa umat Islam ibarat satu tubuh satu bagian, selayaknya anggota tubuh ada luka di tangan anggota lain ikut merasakan. Seperti itulah umat Islam sesungguhnya. Realita hari ini umat hidup dengan slogan "Urusin Hidup Masing-Masing." 

Belajar dari sejarah, dalam perang apa pun ketika kaum muslimin itu kalah pasti pemikirannya terpecah-belah. Padahal setiap kemenangan jihad, kaum muslimin kalah jumlah pasukan perang, seakan-akan mustahil jika menang. Berhubung kebangkitan umat itu ada pada pemikirannya, dalam tinta sejarah ketika kaum muslimin pemikirannya masih satu padu jihad fisabilillah kemenangan itu berpihak pada kaum muslimin. 

Penjajahan itu masih berlanjut hingga detik ini, sesungguhnya semua prodak barat ini hanya upaya mereka menunda kebangkitan Islam. Sudah se-effort apa kita ketika taken kontrak sama Allah mengaku beriman tetapi mendudukkan agama sebagai prasmanan. Ambil sesuka sesuai keinginan, agama harus mengikuti kepentingan bukan sebaliknya. 

Penjajahan ini akan berakhir ketika menjadikan Islam sebagai satu-satunya mabda aturan kehidupan. Hampir 14 abad Islam memimpin dunia dengan 3 entitas agama di dalamnya hidup sejahtera dan Palestina bagian dari daulah Islamiyah. Ini saatnya melanjutkan kehidupan Islam dengan bingkai khilafah. 

wallahu'alam bisowab.



Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Pegiat Literasi) 

Perayaan Tahun Baru, Jangan Sampai Rusak Akidahmu!




Tinta Media - Tidak terasa kita sudah memasuki tahun yang baru, yakni tahun 2024. Sebelum memasuki tahu baru, setiap akhir bulan Desember, biasanya kebanyakan masyarakat merayakan pergantian tahun dengan pesta kembang api, tiupan trompet beserta hiburan-hiburan yang lainnya, seperti panggung musik di berbagai daerah. 

Euforia pesta pergantian tahun tersebut ternyata tidak hanya ada di perkotaan saja. Di pelosok desa-desa pun masyarakat ikut riuh merayakannya. Bak sudah menjadi rutinitas tahunan yang wajib dilakukan, rasanya tak afdol jika malam tahun baru tidak ada perayaan. Karena itu, pasti setiap tahun selalu ada. 

Memang, tidak ada yang salah dengan tahun baru. Akan tetapi, kita sebagai umat Islam harus lebih teliti dan menyeleksi. Kita harus tahu dan mencari tahu, apakah kegiatan atau perbuatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam perayaan tahun baru ini dibenarkan menurut agama atau tidak? Kita juga harus tahu, apakah kegiatan kita sudah sesuai dengan aturan Allah atau tidak? Jangan sampai apa yang kita lakukan justru melenceng dari tuntunan agama atau bahkan merusak akidah kita. 

Jika berbicara mengenai tahun baru Masehi, tidak lengkap rasanya jika tidak menguak sejarah penanggalan tahun Masehi. Asal muasal kalender Masehi yang saat ini digunakan sebagai penanggalan di sebagian besar penduduk dunia, ternyata berasal dari kalender yang dibuat seorang kaisar dari negeri Romawi yang bernama Kaisar Julian, kemudian kalendernya dinamai Kalender Julian. Setelah itu, kalender tersebut diambil dan dimodifikasi oleh Paus di Vatikan, yang bernama Paus Gregorius. 

Hasil modifikasi inilah yang kemudian berubah menjadi Gregorius Kalender. Hingga pada suatu ketika, dalam suatu pertemuan yang dilakukan oleh Perkumpulan Bangsa-Bangsa (PBB), Kalender Georgian ini disepakati sebagai kalender yang akan digunakan secara seragam di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang masuk anggota PBB. Artinya, kalender Masehi ini memang bukan berasal dari Islam, tetapi dari nonmuslim. 

Memang, sebagai umat Islam, kita diperbolehkan menggunakan benda/barang buatan nonmuslim, termasuk kalender tadi. Kendati demikian, jika hal tersebut sudah menyentuh persoalan akidah atau kepercayaan, maka tidak boleh memakai, meniru, mengucapkan, dan melakukannya karena tidak dibenarkan oleh agama kita, dan hukumnya adalah haram. Contohnya ketika sudah masuk ke dalam ritual, budaya, ataupun kebiasaan. 

Seperti meniup trompet, hal itu merupakan ritual/kebiasaan yang sering dilakukan oleh kaum Yahudi, sehingga sebagai umat Islam, kita dilarang untuk meniru/melakukan kegiatan tersebut. Begitu pun dengan penggunaan atribut keagamaan lainnya di luar Islam. Itu juga jelas dilarang, karena berkaitan dengan akidah dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) kebiasaan nonmuslim, meski perbuatan tersebut tidak dilakukan berdasarkan niat sekalipun. 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan, 

"Suatu perbuatan yang merupakan tasyabbuh, tidak disyaratkan adanya niat untuk tasyabbuh, maka bentuk dari perbuatan tasyabbuh itu terjadi, walau tidak dimaksudkan demikian. Jika terjadi suatu perbuatan yang merupakan bentuk dari tasyabbuh, hukumnya terlarang. Tidak disyaratkan adanya niat, selama di sana terjadi satu bentuk tasyabbuh (maka terlarang)." 

Selain itu, dari Ibnu Umar r.a, Nabi saw. bersabda, 

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). 

Memang, tidak ada yang salah terkait dengan pergantian tahun baru Masehi. Akan tetapi, perayaannya acap kali membuat kaum muslimin ikut kebablasan. Hal-hal yang tidak diperbolehkan justru dilakukan. Banyak sekali kaum muslimin yang mengikuti budaya nonmuslim pada malam tahun baru itu. Meskipun tampak sepele, kita sebagai umat Islam justru harus berhati-hati terhadap budaya nonmuslim yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, yang justru dapat menjerumuskan kepada kemaksiatan. 

Hendaknya kaum muslimin lebih banyak melakukan hal-hal yang bermanfaat dan sejalan dengan perintah agama. Harus kita pahami dan sadari pula bersama bahwa pangkal dari lemahnya akidah umat saat ini adalah akibatkan dari sistem kapitalis yang berasaskan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), yang diterapkan. 

Banyak umat Islam menjadi awam terhadap agamanya sendiri, bahkan tidak sedikit yang membenci ajaran (aturan) Islam. Belum lagi propaganda yang selalu diembuskan oleh para pembenci Islam, berupa islamofobia, sehingga menambah rasa takut terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya, membuat umat semakin jauh dari agamanya sendiri. 

Akhirnya, umat pun merasa asing dengan ajaran (aturan) Islam, bahkan banyak yang sampai beranggapan bahwa aturan Islam tidak cocok untuk diterapkan, astagfirullah! 

Inilah akar dari masalah yang sebenarnya, yang menjadi PR kita bersama, dan harus segera dicari solusinya. Solusi yang tepat untuk semua permasalahan umat saat ini, tidak lain adalah kembali pada aturan yang berasal dari Sang Pencipta, yakni Allah Swt. Dengan aturan Allahlah semua permasalahan akan tertuntaskan. 

Tentu dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah. Hanya dengan jalan inilah, ketakwaan individu, masyarakat, dan negara akan tercapai. Dengan begitu, manusia hanya akan tunduk kepada aturan Rabb-Nya, bukan kepada aturan yang lain. Negara pun akan berperan besar dalam menjaga akidah umat, sehingga akidah umat akan selalu terjaga, tak akan tergoyahkan oleh akidah agama lain. WalLahua'lam.

Oleh: Ummu Aiza, 
Muslimah Bandung 

Senin, 08 Januari 2024

It's Clear



Tinta Media - It's clear. Iya benar, mestinya ini sudah clear (jelas) terkait persoalan perayaan tahun baru Masehi. Namun, mengapa setiap menjelang perayaan ganti tahun Masehi masih banyak umat Islam yang ikut-ikutan merayakannya? Wah, gawat, kan? Ini kebablasan namanya. 

Persoalan perayaan tahun baru Masehi berkaitan dengan akidah. Karena itu, tidak boleh bagi kaum muslimin merayakannya bersama umat lain. Ini sangat prinsip. 

Harusnya perkara ini sudah selesai alias clear. Maknanya, ketika umat lain merayakan hari besar, silakan, tanpa mengajak kita untuk merayakannya. Begitu juga saat kita merayakan hari besar, mereka pun tidak diajak untuk merayakannya. Inilah yang dinamai toleransi. Ini pernah dicontohkan langsung oleh Baginda Rasulullah terkait praktik beragama dalam hal toleransi. 

Saat itu Rasulullah mendakwahkan Islam kepada kaum Quraisy yang menyembah berhala. Namun, kaum Quraisy menolak ajakan Rasulullah saw. Mereka malah menawarkan harta, kedudukan, dan wanita. Rasulullah menolak semua itu. Kaum Quraisy juga menawarkan agar Rasulullah menyembah tuhannya kaum Quraisy, selanjutnya nanti mereka akan menyembah Allah. Hal ini pun ditolak oleh Baginda Nabi Muhammad saw. 

Perbuatan Rasulullah ini menjadi contoh bagi umat Islam, betapa tegasnya Rasulullah jika berkaitan dengan agama Islam. Jadi, stop stigma negatif jika ada yang tidak mengucapkan perayaan tahun baru Masehi atau merayakan hari-hari besar agama lain! Jangan cap mereka intoleransi, apa pun narasi, dalil, dan dalih Anda yang katanya paling Pancasilais! 

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'anul Karim di surah Al Kafirun ayat 1-5, "Katakanlah (Muhammad)! Wahai orang-orang kafir. Aku tidak menyembah apa yang engkau sembah. Engkau tidak menyembah apa yang aku sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku. 

Begitu tegas Allah memerintahkan kepada kita untuk menjalankan agama kita dan mereka. Umat lain melaksanakan agamanya sendiri, tanpa mencampuradukkan dengan akidah kita. Ini juga tamparan keras bagi mereka yang mencampuradukkan akidahnya, ikut serta merayakannya, dan juga mengembannya. 

Kemaksiatan yang terjadi saat perayaan tahun baru Masehi tidak hanya terkait akidah saja. Kemaksiatan zina, berkhalwat, dan tasyabuh bil kuffar (tindakan menyerupai orang kafir) acap kali terjadi. Mengapa kemaksiatan ini terus berulang? Apakah umat Islam mau terus dalam kubangan kemaksiatan? 

Yuk, mari kita berpikir. Dari proses berpikir ini nantinya menghasilkan pemikiran. Sebagaimana yang disampaikan Syeikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Iqtishady, "Pemikiran merupakan harta yang luar biasa agungnya." 

Tentunya berpikir sebagaimana yang Allah perintahkan. Pemikiran yang benar datang dari Allah, yaitu pemikiran yang berlandaskan Islam, berasal dari proses berpikir dengan menjawab tiga simpul besar (uqdatul kubra) secara sahih. Jawaban sahih inilah yang menjadikan kaum muslimin mempunyai pemikiran cemerlang. 

Pemikiran Islam akan menjadikan pemahaman kaum muslimin berdasarkan Islam, selanjutnya perasaan, dan aturan kehidupan kaum muslimin juga selalu berpedoman pada syariat Islam. 

Miris, saat kita melihat kondisi sebagian umat yang ikut merayakan Natal dan tahun baru. Hal itu merupakan upaya orang-orang kafir untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ini juga langkah kaum kafir mendistorsi ajaran Islam sehingga umat Islam inferior terhadap agamanya. 

Tidak itu saja, makar atau konspirasi kaum kafir yang hendak menghancurkan Islam tampak jelas di depan mata. Lihat saja, kondisi rakyat Palestina yang tanpa air, tanpa makan, tanpa listrik, dan tanpa perbekalan. Saudara muslim di Palestina hidup dalam gempuran dan dentingan peluru. Penjajahan ini belum berhenti karena Barat tidak menghendaki tegaknya syariat Islam. Karena itu, mereka siang malam berupaya mencegahnya. 

Begitu urgensi pemikiran Islam ini. Ketika pemikiran ini timbul di tengah-tengah kaum muslimin, maka akan terbentuk kesadaran umum umat Islam. Dengan kesadaran itu, mereka mengetahui solusi tuntas setiap problematika kehidupan manusia itu. Tentunya, solusi itu adalah tegaknya syariat Islam dalam sebuah institusi politik, yakni Khilafah ala minhajin nubuwah.

Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 07 Januari 2024

Sisi Gelap Kemeriahan Malam Tahun Baru



Tinta Media - Setiap pergantian tahun baru Masehi pasti dimeriahkan oleh perayaan makan-makan dan kembang api. Semua orang berkumpul di lapangan terbuka yang luas untuk menikmati cahaya indah dari ribuan kembang api yang di tembakkan ke langit. 

Sedihnya yang paling banyak meramaikan perayaan ini adalah umat muslim. Mulai dari penjual trompet, printilan natal dan tahun baru seperti hiasan, dan bando, penjual aneka makan, penjual kembang api hingga pembelinya juga kebanyakan kaum muslim. 

Dalam laman Lombokpost.jawapost.com 28/12/2023. Malam tahun baru identik dengan kaum muda-mudi yang kasmaran, mereka bukan berkumpul di lapangan atau di tempat makan tapi menyepi di pinggir pantai atau memang langsung main ke hotel, mulai dari yang bintang lima hingga ke bawahnya, melati, kos-kosan hingga wisma biasanya akan penuh. 

Mereka melakukan biasanya untuk pembuktian cinta, maka dari itu di awal tahun akan banyak permohonan pernikahan di bawah umur, kasus kehamilan tidak diinginkan, aborsi, hingga kasus kekerasan berujung kematian. 

Aktivis perempuan Lombok, Nur Jannah mengatakan bahwa kunci membentengi diri adalah keluarga. Remaja zaman sekarang sangat mudah tergoda rayuan gombal yang merupakan modus laki-laki demi mendapatkan keinginannya. Maka dari itu peran orang tua sangat penting dalam melindungi anak agar jangan sampai terjerumus seks bebas. 

Efek Buruk Sistem Sekuler Liberal 

Sistem saat ini memisahkan agama dari kehidupan, membicarakan agama harus di mesjid saja, jangan di tempat umum. Di dakwahi banyak yang menolak merasa masih panjang umur, perjalanan masih jauh, jadi harus dinikmati. Padahal ajal bisa datang kapan saja, tidak tunggu tua, namun mereka tidak paham juga, padahal Allah Swt. maha melihat yang mereka lakukan. 

Gaya hidup bebas yang hedon juga sangat mempengaruhi kaum pemuda, mereka tidak ingin di kritik, meskipun bermesraan di depan umum, tidak peduli norma dan agama, mereka berpakaian sesukanya, bahkan banyak perempuan yang saat ini berpakaian dengan begitu terbuka. 

Konsumtif yang tinggi membuat mereka harus mencari cara mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, dengan cara instan dan mudah, yakni dengan menjajakan diri kepada para lelaki hidung belang. Malam tahun baru adalah momen yang sangat menguntungkan bagi mereka, momen satu malam ini membuat mereka menghasilkan begitu banyak rupiah, tidak peduli pada dosa dan neraka sebab dunia surga mereka. 

Islam Memaknai Pergantian Tahun 

Meskipun bukan tahun baru Islam, namun pergantian tahun Masehi tetap di maknai dengan rasa syukur, sebab berakhirnya waktu setahun yang tidak sebentar, dan menjadi momen muhasabah, sudah berapa lama Allah Swt. izinkan kita hidup di bumi-Nya, dan apakah masih banyak waktu kita untuk hidup di dunia. Sebanyak apa dosa-dosa yang sudah kita lakukan sepanjang tahun, dan bertaubat serta berkomitmen tidak mengulanginya serta menjadi pribadi yang lebih baik di tahun yang akan datang jika Allah Swt. mengizinkan. 

Namun sedihnya pergantian tahun malah diwarnai maksiat, berdesak-desakan campur baur antara laki-laki dan perempuan, berdua-duaan, meniup trompet, memakai topi kerucut, atau menghidupkan api unggun, menjadi ajang momen menunggu berakhirnya tahun. Padahal Islam telah melarang umat Islam bertasyabbuh bil kuffar, atau meniru orang kafir, seperti dalam hadist: 

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ." أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ ، وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان 

Artinya: ''Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.'' (HR. Ahmad dan Abu Dawud) 

Namun masih banyak yang tetap melakukannya, belum lagi maksiat lain yang juga menimbulkan dosa, bagaimana mungkin kita berharap akan mendapatkan keberkahan dan rezeki sementara kita mengawalinya dengan maksiat yang tentu akan mengundang murka Allah Swt. 

Khatimah 

Selain peran keluarga mendidik agar anak tidak terlalu bereuforia saat pergantian tahun Masehi, peran masyarakat juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya perbuatan zina dengan melarang pemuda-pemudi berdua-duaan di tempat gelap dan sepi, untuk skala yang lebih besar negara yang bertanggung jawab. 

Negara yang berasaskan Islam akan melarang kaum muslim ikut andil dalam perayaan tahun baru agama lain, baik dalam hal berjualan makanan dan pernak pernik yang mengandung hadharah,  meramaikan perayaan, apalagi ikut andil dalam perayaan tersebut. 

Demikian, hanya dalam naungan Islam kita umat muslim akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki, sebab negara Islam tidak akan menyengsarakan dan membiarkan rakyatnya berada dalam kesesatan dan kejahiliahan. 

Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh: Audina Putri
Aktivis Muslimah 

Selasa, 19 Desember 2023

Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru, Mengapa Selalu?



Tinta Media - Sudah menjadi rahasia umum setiap akan ada hari-hari besar seperti lebaran, natal, dan tahun baru maka akan terjadi lonjakan harga beberapa bahan pokok di pasar, dan ini selalu terjadi setiap tahun nya, umumnya bahan pokok yang mengalami kenaikan adalah cabai, telur, ayam, dan lainnya. 

Dalam Tribunnews.pekanbaru (10/12/2023). Untuk mengatasi kenaikan harga bahan pokok pemerintah menggelar pasar murah yang akan dilakukan di sejumlah daerah di Riau. Dan di Pekanbaru akan diadakan di depan Masjid Babussalam di Rumbai. Hal ini dilakukan demi menekan inflasi besar-besaran di akhir tahun nanti, dan pemerintah juga kembali mengingatkan masyarakat untuk menanam cabai di pekarangan rumah agar lebih hemat. Benarkah solusi ini? 

Demokrasi dan Kebahagiaan Ilusi 

Slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat tampaknya hanya omong kosong belaka, buktinya apa pun yang terjadi pada rakyat pemerintah hanya bisa memberikan solusi seadanya, seperti saat harga beras naik, rakyat diminta untuk tidak makan nasi dan menggantinya dengan ubi, kentang, pisang atau lainnya. 

Sementara mereka tetap bisa makan enak dengan nasi sebagai makanan pokok utamanya. Tampak bahwa janji-janji manis jelang pemilu hanya tinggal janji, mereka lupa dan abai pada nasib rakyatnya setelah kepentingannya dicapai, rakyat hanya sebagai batu loncatan untuk naik ke tempat lebih tinggi. 

Beginilah demokrasi yang berasal dari sistem sekuler kapitalis, buah dari pemisahan agama dan kehidupan, kepentingan menjadi alasan dan tolak ukur perbuatan, sangat jauh bertolak belakang dengan nilai-nilai islam. Jika Demokrasi terus dijalankan, mungkin rakyat hanya akan semakin mengalami penderitaan. 

Namun bangsa ini seolah telah terkekang oleh Demokrasi, padahal kebijakan demi kebijakan dilaksanakan namun tak ada yang berpihak atau menguntungkan rakyat, politik Demokrasi hanya akan terus menguntungkan para-para pemilik modal, hal ini terbukti dari berbagai kebijakan yang tetap di sah kan walau terjadi penolakan dan pergolakan ditengah rakyat, hingga rakyat mengadakan demo pun ketok palu tak dapat dihindarkan, sebegitu tunduknya sistem ini pada cuan. 

Islam Mengayomi Setiap Masyarakatnya 

Pasar murah hanya solusi sementara , dan untuk jangka panjang pemerintah tetap belum ada solusinya. Islam mewajibkan pemenuhan kebutuhan pokok terhadap seluruh masyarakatnya secara gratis. Negara mengatur pengelolaan bantuan pada masyarakat dari baitul mal (penyimpanan harta) yang didapat dari pembayaran jizyah (pajak) oleh kafir dzimmi (mau tunduk pada Islam), zakat, infaq, sedekah, dan ghanimah (harta rampasan perang). 

Negara Islam memberikan bantuan berupa penyediaan lahan gratis bagi siapa saja yang ingin bertani, dan bantuan dana untuk yang membutuhkan, negara juga menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya, memberikan gaji yang layak, memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan gratis, sebab seluruh biaya ditanggung oleh negara. Dilihat dari seluruh hal ini harga bahan pangan atau pokok tidak mungkin mengalami kenaikan, juga mata uang yang dipakai adalah emas yang memiliki nilai tetap. 

Kepala pemerintahan atau Khalifah juga akan turun tangan langsung dalam mengawasi penyebaran atau pendistribusian bahan pokok, sehingga tak ada kecurangan saat bahan berpindah dari petani ke penyalur, Khalifah juga memastikan stok bahan pokok aman dan mencukupi untuk masyarakat, sehingga tidak akan ada kelangkaan yang menyebabkan kenaikan harga, agar masyarakat bisa terus membeli dengan harga terjangkau. 

Dengan Penerapan Syariat Islam oleh negara membuat masyarakat mendapatkan keadilan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan, sebab syariat yang bersumber dari Allah SWT pasti membawa maslahat untuk seluruh umat manusia jika diterapkan dengan sempurna. 

Oleh: Audina Putri
Aktivis Muslimah

Rabu, 04 Januari 2023

Waspada Bencana di Saat Nataru

Tinta Media - Menjelang liburan natal dan  tahun baru, di Kabupaten Bandung diprediksi akan membludak para wisatawan untuk berlibur. Karena beberapa tempat wisata di Kabupaten Bandung rawan terjadi bencana, maka pemerintah Kabupaten Bandung mengimbau kepada wisatawan untuk selalu waspada. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bandung Wawan A Ridwan, Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (22/12/2022) usai launching Calender of Event 2023.

Menurut Wawan, ada beberapa tempat wisata yang masuk kategori 'zona merah' (rawan), kebanyakan ada di area  Bandung Selatan, seperti glamping-glamping yang di pinggir sungai. Glamping yang ada tegakan dan juga akses ke daerah wisata rawan longsor itu yang harus diperhatikan. 

Untuk mengantisipasi bencana saat libur Nataru (Natal dan Tahun Baru), pihak pemerintah daerah sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak agar berbagai kegiatan Nataru bisa berjalan dengan aman dan tertib.

Dalam rangka menyongsong tahun 2023, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar ) kabupaten Bandung mempersiapkan berbagai event yang berskala nasional dan internasional. 

Untuk skala internasional ada tiga event, yaitu  Piala Dunia U-20, City Summit, dan Pornas, 
Sedangkan skala nasional, yaitu kegiatan yang mengusung tema olahraga hingga kebudayaan. Wawan berharap, kegiatan-kegiatan itu dapat memancing jumlah wisatawan dan menumbuhkan perekonomian di Kabupaten Bandung.

Sudah menjadi agenda rutin tahunan bahwa ketika liburan Nataru, volume jalan raya akan padat dan ramai, Banyak masyarakat yang menggunakan waktu liburan untuk berkunjung ke tempat wisata atau mengunjungi sanak saudara di luar kota. 

Bukan tidak mungkin, angka kecelakaan pun biasanya meningkat, apalagi dalam beberapa bulan belakangan ini sering sekali terjadi bencana alam. Itu juga salah satu yang harus diwaspadai oleh pengguna jalan raya. 

Selain itu, kecelakaan maut di jalan raya pun sering terjadi akibat tabrakan antar sesama pengendara, entah karena faktor mengantuk, ataupun karena kecapean dan juga faktor lainnya. 

Ada juga para pengendara motor yang cenderung arogan sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Banyak pengendara motor dari kalangan anak muda yang suka brutal ketika menggunakan jalan umum, kebut-kebutan, konvoi ketika menuju tempat wisata untuk merayakan tahun baru. 

Menjelang Nataru biasanya digunakan oleh sebagian masyarakat, khususnya para anak muda untuk berlibur dan berhura-hura, bahkan tidak sedikit yang melakukan pesta seks dan mabuk-mabukan. Hal itu terbukti dengan ludes dan larisnya penjualan alat pengaman (Kondom). Tidak adanya keterikatan pada hukum syara' menyebabkan mereka tanpa malu-malu untuk berbuat sesukanya. Itu karena sistem hari ini memang menafikan agama dalam urusan kehidupan.  

Bencana alam merupakan sebuah qadha dari Allah. Namun,  bukan semata mata karena faktor alam, tetapi  merupakan sebuah teguran dari Allah untuk manusia. Ketika manusia berbuat semaunya tanpa mengikuti aturan Allah, di situlah Allah murka. Disadari atau tidak, di situ ada peran manusia yang menjadi penyebab terjadinya bencana itu sendiri, dan juga lalainya negara dalam mengurus rakyatnya. 

Liberalisasi sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur yang asal-asalan menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana. Ini karena dalam sistem sekarang ini, negara memang tidak betul-betul mengurusi rakyatnya dengan baik. Negara hanya sebagai regulator saja, sedangkan rakyat dibiarkan berjuang sendiri. 

Negara lebih mementingkan cuan yang masuk, tidak mementingkan kondisi rakyat yang semakin susah. Begitulah gambaran ketika berada dalam sistem yang rusak, yaitu sistem kapitalisme sekuler. Negara lalai dalam mengurus rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Islam adalah solusi yang tepat. Allah telah memberi sebuah aturan yang komprehensif (menyeluruh) untuk makhluk ciptaan-Nya, untuk mengatur semua masalah yang terjadi dalam kehidupan. Kita tidak bisa menyalahkan datangnya bencana itu disebabkan karena faktor alam semata, tetapi harus menyadari bahwa setiap yang terjadi ada juga karena ulah manusia itu sendiri dan juga karena sebuah qadha Allah Swt. dan atas ijin-Nya. Semuanya  tak lepas  dari sistem yang diterapkan saat ini.  

Karena itu, sudah seharusnya untuk muhasabah diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan menjalankan seluruh syariat-Nya dalam kehidupan dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam Islam, khilafah mempunyai langkah yang strategis dalam menempuh kebijakan, yaitu preventif dan kuratif. Islam tegak di atas akidah Islamiyyah. Semua pengaturannya berdasarkan syariat yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. 

Pembangunan sarana prasarana fisik dalam rangka mencegah terjadinya bencana pun dilakukan dengan cara membangun bendungan kanal, penanaman kembali dan menjaga kebersihan lingkungan, memelihara aliran sungai dari pendangkalan, serta menutup celah bagi korporasi untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam. Itu sebuah langkah yang dilakukan oleh Khalifah.

Langkah selanjutnya adalah membentuk mindset agar masyarakat mempunyai pemahaman yang benar serta peka terhadap bencana. Negara juga membentuk tim SAR dengan dibekali peralatan yang bagus dan berkualitas tinggi supaya selalu siap.

Selain itu, khilafah juga mengedukasi masyarakat dan membangun mindset agar memiliki persepsi yang benar terhadap bencana, peka dan melakukan tindakan yang benar saat dan pasca bencana. Mereka dibekali peralatan-peralatan canggih agar selalu siap sedia bergerak aktif ketika proses evakuasi korban. Kemudian,. mereka melakukan pemulihan mental masyarakat yang terdampak agar kondisi psikisnya pulih dan dan tenang kembali. Selaim itu, negara jugq melakukan perbaikan-perbaikan pada bangunan atau insfratruktur yang rusak dengan cepat.

Begitulah tanggung jawab seorang pemimpin (Khalifah) terhadap bencana. Semua dilakukan dengan amanah, didasari dengan akidah yang kokoh. Memang itulah hakikat seorang pemimpin dalam Islam. Ia betul-betul mengurusi rakyat dengan baik karena yakin bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban, terutama saat mengurus rakyatnya.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).

Sudah saatnya, marilah beralih ke Islam sebagai way of life, satu-satunya sistem yang sempurna yang datang dari Allah Swt. Dengan mengelola sumber daya alam sesuai syariat Islam, maka keseimbangan dan keharmonisan alam akan selalu terjaga sebagai upaya mencegah terjadinya bencana.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 24 Desember 2022

Surplus Stok Pangan Jelang Nataru, Harga Tetap Naik?

Tinta Media - Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2022 dan dihadapkan pada fenomena rutin tahunan, Nataru (Natal dan tahun baru), yaitu kenaikan harga barang dan jasa. Kondisi ini membuat rakyat semakin sulit, di tengah banyaknya PHK dan pengurangan jam kerja buruh akibat krisis ekonomi yang terjadi. Pendapatan mereka tetap, bahkan berkurang, sedangkan pengeluaran membengkak akibat naiknya harga-harga. Apakah kenaikan harga ini akibat kurangnya persediaan di pasaran, sementara permintaan bertambah? 

Terkait masalah ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah memastikan bahwa ketersediaan stok 11 komoditas pangan strategis, yakni beras, jagung, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, gula pasir, cabai besar dan cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih, mencukupi di 27 kabupaten/kota menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2023. (POJOKBANDUNG.com)

Bahkan, menurut Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana di Bandung, Kamis (8/12/2022), sampai akhir November 2022, berdasarkan data aplikasi neraca yang diinput oleh kabupaten/kota, secara rata-rata 11 komoditas pangan strategis tersebut mengalami surplus.

Jika memang surplus, mengapa harga-harga tetap naik dibandingkan sebulan yang lalu?Seperti tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga akhir tahun akan berlanjut hingga awal tahun baru nanti. Jika ketersediaan barang-barang komoditas tersebut surplus, seharusnya tidak mengalami kenaikan harga, bahkan turun harga dari bulan sebelumnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pasar di tengah masyarakat. Hal ini tentu menjadi masalah yang harus dicari tahu penyebabnya.

Inilah akibat diterapkan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini yang salah dalam tata kelola ekonomi. Keberadaan pemerintah hanya sebagai regulator, sementara operatornya diserahkan kepada para pengusaha (kapitalis) yang menguasai sektor pertanian, dari hilir hingga hulu, dari penyediaan pupuk hingga pemasaran. Oleh karena itu, pengusahalah yang berwenang menentukan harga. 

Dengan alasan natal dan tahun baru, kenaikan harga akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa, padahal ada para pengusaha yang meraup keuntungan besar dari kesulitan masyarakat akibat kenaikan harga-harga ini. 

Kebijakan pemerintah yang memberikan peran besar kepada para pengusaha menunjukkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan para pemilik modal, dan tidak pro rakyat. Karena itu, surplusnya ketersediaan barang-barang komoditas kebutuhan rakyat, tidak berdampak positif bagi rakyat.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengaturan dalam Islam. Penguasa berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat (ra'in). Penguasa ibarat seorang penggembala yang tidak akan membiarkan gembalaannya kelaparan atau kenyang sepihak, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Al Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari) 

Maka, negara dalam Islam adalah pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memfasilitasi para pengusaha (korporasi) berjual beli dengan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, termasuk ketersediaan pangan.

Islam menjadikan kendali distribusi ada di tangan pemerintah, bukan korporasi. Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan, tetapi tidak mampu mengaksesnya karena miskin atau tidak mampu bekerja, maka negara hadir menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya dijamin oleh negara. 

Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengan syariat, sehingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak mampu membeli kebutuhan pangan sehari-hari. Di sinilah wajibnya negara dalam menjaga rantai tata niaga di tengah rakyat, dengan menegakkan aktivitas produksi hingga perdagangan berjalan sesuai dengan syariat Islam.

Di antaranya, mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan melarang penimbunan, melarang riba, melarang tengkulak, kartel dan lain sebagainya. Islam telah memerintahkan negara untuk menjaga terealisasinya perdagangan yang sehat, di antaranya adalah:

Pertama, larangan untuk mematok harga, baik harga batas atas maupun batas bawah. Alasannya karena hal tersebut akan menyebabkan kezaliman pada penjual atau pembeli. Negara Islam, yakni khilafahlah yang mengurusi rantai perdagangan dan menegakkan sanksi bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran, 

Qadhi Hisbah akan bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan toyib.

Kedua, operasi pasar. Jika khilafah perlu melakukan operasi pasar, kebijakan ini seharusnya berorientasi pada pelayanan, bukan bisnis. Sasaran operasi pasar adalah para pedagang dengan menyediakan stok pangan yang cukup, sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah dan dapat menjualnya kembali dengan harga yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Inilah peran negara khilafah dalam menjamin terpenuhinya pangan setiap individu rakyat. Jika ketersediaan pangan ini surplus, maka bukan hanya terpenuhi kebutuhan pangan rakyat, bahkan mereka bisa mendapatkan harga pangan  yang lebih murah.

Islam memang solutif dan selalu tuntas dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat melalui tata kelola perekonomian. Ini merupakan bagian dari penerapan syariah Islam kaffah oleh negara khilafah. 

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhaidah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 21 Desember 2022

Bebas Miras Hanya Saat Nataru?

Tinta Media - Menyambut Natal dan tahun baru (nataru) 2023, pihak kepolisian Kabupaten Bandung gencar melakukan operasi penggerebekan minuman keras. Hal ini dilakukan untuk mengamankan perayaan Natal dan tahun baru yang telah dua tahun terhalang karena Covid-19. Bahkan, polisi menggerebeg sebuah rumah yang dijadikan gudang penyimpanan minuman keras ilegal. Sebanyak 8.400 botol miras berbagai merk diamankan dari sebuah rumah di salah satu komplek perumahan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung pada Jumat (9/12/2022).

Mirisnya, pemilik gudang miras tersebut bukan kali ini saja terkena razia. Bahkan, warga sekitar tidak merasa heran akan razia tersebut karena memang sudah sebanyak tiga kali terulang. Yang lebih mencengangkan lagi, warga sekitar mengetahui adanya gudang dan penjualan miras, tetapi tidak merasa terganggu. Pasalnya, miras tersebut tidak dijual kepada warga sekitar, terlebih pemilik gudang miras merupakan sosok yang baik dan dermawan.

Minuman keras atau yang sering disebut miras merupakan minuman mengandung senyawa alkohol atau etanol. Adanya alkohol pada minuman tersebut mengakibatkan minuman mempunyai sifat khamr atau memabukkan hingga menghilangnya kesadaran. Ketika tingkat kesadaran menurun, seseorang akan lepas kontrol terhadap apa yang dia lakukan. Ia tidak akan mampu memahami apa-apa yang membahayakan dirinya atau orang lain. Mereka bisa melakukan apa saja, mulai dari tindakan asusila hingga kriminalitas, bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain.

Nabi Muhammad saw. sendiri secara tegas telah menyebut bahwa khamr adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan).

“Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)

Jauh-jauh hari, Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemadaratan. Dalam kehidupan masyarakat, termasuk di negeri ini, begitu banyak fakta yang menegaskan bahwa mengonsumsi miras erat kaitannya dengan kasus kejahatan. Salah satu fakta yang pernah terjadi, adalah seorang oknum polisi yang dalam keadaan mabuk, menembak empat orang, tiga di antaranya meninggal. 

Miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya, tetapi juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Oleh karena itu, pemberantasan miras harus dilakukan secara sistematis bukan hanya untuk pengamanan sesaat, seperti menjelang nataru.

Faktanya selalu berulang, pasca natura, miras kembali diizinkan beredar meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi peredarannya, semisal untuk di tempat hiburan malam dan pariwisata. Namun, sudah menjadi rahasia umum, bahwa peredaran miras cenderung menyebar di tengah masyarakat secara ilegal, dengan dukungan dari oknum aparat yang meraup keuntungan dari praktek ilegal tersebut. 

Inilah realitas masyarakat kapitalisme sekularisme yang diterapkan di negeri ini. Aturan agama (syariah) dicampakkan. 
Selain asas manfaat yang menjadi landasan dalam kehidupan, dan moral oknum aparat yang lemah, serta masyarakat yang hidup bebas dan hedonis, menjadikan aturan buatan manusia melalui mekanisme demokrasi yang erat dengan kapitalisme, sebatas formalitas, termasuk dalam pelarangan miras selama nataru ini, hanya sesaat saja. 

Tolok ukur kapitalisme dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat adalah keuntungan atau manfaat semata, terutama manfaat ekonomi. Ini menjadikan penguasa negeri ini mengeluarkan kebijakan yang justru membuka keran investasi miras.

Perpres investasi miras, tepatnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. mengindikasikan legalisasi produksi miras oleh penguasa. Alasan investasi yang dipandang akan memberi keuntungan secara ekonomi, telah mengalahkan efek buruk dari miras yang terjadi di tengah masyarakat. Gaya hidup sekular- kapitalis, liberal, dan hedon telah meniscayakan hadirnya sarana-sarana pemenuhannya, termasuk miras.

Oleh karena itu, selama sistem sekulerisme kapitalisme masih diterapkan dan syariah Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala madaratnya. 

Hal ini tentu berbeda jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Keharaman miras begitu jelas dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah: 219.

Keharaman khamr (miras) ini diperkuat dengan penerapan sanksi tegas bagi orang yang meminum miras, berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Selain itu, pihak-pihak yang berhubungan dengan miras walaupun tidak meminumnya, akan dikenai sanksi berupa ta'zir, yang bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Yang jelas, sanksi itu harus memberikan efek jera. 

Produsen dan pengedar khamr akan dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Pasalnya, mereka menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat. Mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang telah melanggar keharaman miras, sebagaimana hadits berikut:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamr: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta di antarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan. (HR. Tirmidzi)

Maka pelarangan khamr (miras) wajib secara totalitas, yang hanya dapat diberlakukan ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah.

Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Thaqqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab