Tinta Media: TPPO
Tampilkan postingan dengan label TPPO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TPPO. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 April 2024

Kasus TPPO Mahasiswa, IJM: Bongkar dan Adili Para Pelaku yang Terlibat



Tinta Media - Menyoroti kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan mahasiswa, Direktur Indonesia Justice Monitor  (IJM) Agung Wisnuwardana menyerukan, agar kasus tersebut dibongkar dan para pelaku yang terlibat diadili.

“Bongkar dan adili siapa pun yang  terlibat dalam perdagangan orang dengan modus magang ferienjob (program kerja yang mengandalkan tenaga fisik) ke Jerman!” ujarnya dalam program Aspirasi: Pihak Kampus dan Menteri Nadiem ikut Bertanggung Jawab? Di kanal YouTube Justice Monitor, Senin (1/4/2024).

Menurutnya, para pelaku tampak mempunyai jaringan rapi untuk meyakinkan mahasiswa dan kampus agar mau bergabung.

“Jaringan ini, ternyata terhubung dengan agen tenaga kerja di Jerman yang ujungnya adalah tindakan TPPO,” ungkapnya.

Selain itu, Agung menduga ada perusahaan yang bertugas mempromosikan ferienjob di kampus-kampus seluruh Indonesia. 

Lalu, sambungnya, ada perusahaan penyedia layanan administratif, termasuk kontrak kerja bagi kampus dan mahasiswa yang berminat dengan program ferienjob tersebut.

“Diduga, mereka juga bekerja sama dengan oknum akademisi untuk meyakinkan para petinggi kampus di Indonesia,” tandasnya.

Sebelumnya, Agung mengungkapkan, sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja dengan modus magang di Jerman pada Oktober sampai Desember 2023. 

Kasus ini diketahui terkait dengan adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

“Mahasiswa tersebut dipekerjakan secara nonprosedural sehingga tereksploitasi,” pungkasnya.[] Muhar

Senin, 14 Agustus 2023

Waspadai TPPO di Dunia Pendidikan

Tinta Media - Pendidikan merupakan bagian penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dimana, pendidikan sebagai sarana untuk pembelajaran ilmu pengetahuan dan keterampilan bagi peserta didik. Adanya pendidikan vokasi maupun pendidikan tinggi diharapkan bisa memperbaiki kualitas sumber daya manusia negeri ini agar bisa bersaing di era globalisasi. 

Oleh karena itu perlu adanya teori dan praktik dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga penting adanya kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha maupun dunia industri. Makanya ada program magang yang dilakukan oleh siswa ataupun mahasiswa di dunia usaha maupun dunia industri agar bisa memiliki kompetensi keahlian. 

Apa jadinya kalau diindikasikan adanya TPPO di dunia pendidikan? 

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah mengatakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang sudah terjadi sejak 15 tahun lalu. Anis menjelaskan, modus ini menyasar anak anak tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mahasiswa yang memiliki program magang. Hal itu Anis sampaikan merespons kejahatan TPPO yang terjadi di perguruan tinggi Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. (https://national.kompas.com/08/07/2023).

Magang pada pelajar maupun mahasiswa ternyata rawan menjadi celah TPPO. Magang yang seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung untuk mempraktikkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didapatkan di sekolah dan kampus bagi siswa maupun mahasiswa. Magang jelas berbeda dengan bekerja. Sayangnya magang disalah gunakan akibat kerakusan oknum. 

Ini terjadi dalam kehidupan yang menggunakan pedoman kapitalis sekuler dalam pendidikan maupun perekonomian. Dimana, kapitalis sekuler itu menggunakan asas manfaat dan mencari keuntungan dalam kegiatannya. Sehingga adanya TPPO dalam pendidikan untuk bisa mengambil manfaat dalam meraih keuntungan bisnis dan ekonomi. 

Perlu mewaspadai adanya TPPO di dunia pendidikan dalam praktik PKL. Dimana siswa didik seharusnya belajar langsung untuk bisa meningkatkan kompetensi keahlian. Namun faktanya banyak siswa yang dipekerjakan dan tanpa gaji karena dianggap sedang magang. Ada peluang untuk dieksploitasi orang lain dalam rangka mendapatkan keuntungan sendiri. Fakta ini terjadi dalam kapitalis sekuler yang berasaskan manfaat dan meraih keuntungan yang besar dengan pengorbanan yang kecil. 

Kalau kita mau merujuk bagaimana pendidikan dalam Islam. Dimana, Islam menjadikan sistem pendidikan terbaik sehingga mampu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Islam juga menyediakan pendidikan praktis guna menguatkan pembelajaran. Selain itu, adanya penekanan kepribadian Islam sesuai Al-Qur'an untuk membentuk pelajar dan mahasiswa yang berakhlakul karimah. Sehingga diharapkan kualitas pendidikan itu bisa membentuk sumber daya manusia yang ahli pengetahuan, ketrampilan, teknologi dan berakhlakul karimah.

Oleh: Puji Yuli
Sahabat Tinta Media 

Senin, 22 Mei 2023

Nasib Malang Mengadu Nasib di Negeri Orang

Tinta Media - Niat hati ingin bekerja di negara tetangga agar mendapat gaji lebih banyak, nyatanya, bukan gaji yang didapat jutru keselamatan nyawa menjadi taruhan. Beberapa waktu lalu dikabarkan ada sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) diduga disekap di Myawaddy, Myanmar. Terhadap kasus ini, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang memberikan perhatian besar dan terus berusaha memberikan perlindungan terhadap WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Myanmar. 

Kasus perdagangan orang bukan sekali ini saja terjadi. Rata-rata perdangangan manusia ini melalui modus online scam. Menurut data yang disampaikan oleh Kemenlu, dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah mengalami dan menyelesaikan 1.841 kasus online scam. Kasus semacam ini pun menurutnya tak cuma terjadi di RI, tetapi juga di berbagai negara ASEAN.

Namun, ada hal yang paling menggelitik dari kasus ini, yakni para korban tidak kapok untuk bekerja di perusahaan online scam luar negeri kembali setelah dipulangkan. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mencontohkan, Kementerian Luar Negeri dengan KBRI di Ibu Kota Vientiane sudah memulangkan 15 warga Indonesia yang menjadi korban online scam di Laos. Ternyata, sebelas orang di antaranya berangkat kembali ke luar negeri dan bekerja di perusahaan online scam lagi.
Dari realita ini, kita bisa melihat betapa masyarakat nekat mencari kerja, sekalipun nyata-nyata di luar negeri sana tidak aman untuk mereka. 

Kemiskinan ekstrem di dalam negeri menjadi faktor utama masyarakat mengadu nasib di negeri orang. Minimnya literasi, skill, pengetahuan, dan janji seribu lapangan pekerjaan yang tak kunjung nyata, membuat mereka mudah tertipu hanya dengan iming-iming gaji besar tanpa persyaratan berbelit untuk ke luar negeri. Fakta maraknya perdangangan orang lintas negara pun tak mampu menghentikan kenekatan mereka. Alhasil, banyak warga negara yang menjadi korban perdangangan orang di luar negeri.

Kondisi ini perlu segera diselesaikan. Sayangnya, solusi yang diberikan penguasa justru tidak menyentuh akar permasalahan sama sekali. Ketika ada kasus TPPO, penguasa hanya berusaha mengembalikan warganya ke dalam negeri. Setelah mereka pulang, tidak ada jaminan pekerjaan yang didapat. Padahal, mereka nekat keluar negeri karena mencari remahan cuan untuk menyambung kehidupan.

Sementara di dalam negeri, solusi yang diberikan penguasa menanggulangi kemiskinan begitu pragmatis berbasis bisnis. Janji seribu lapangan pekerjaan tidak dirasakan oleh seluruh rakyat. Yang ada, penguasa justru mendatangkan TKA dalam jumlah banyak. Penguasa mengklaim telah memberikan pelatihan-pelatihan prakerja. Nyatanya, pelatihan itu pun dijadikan ajang bisnis oleh perusahaan penyelenggara. 
Seperti inilah realita lapangan pekerjaan yang diatur dalam sistem kapitalisme. Lapangan pekerjaan begitu mewah sehingga sulit dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Penguasa hadir juga bukan sebagai pe-riayah (pengurus), melainkan sebagai fasilitator. Para kapital pemilik lapangan pekerjaan pun hanya berorientasi untung yang menghalalkan segala cara, termasuk memperdangangkan orang.  

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan dalam negara khilafah ketika mengatur lapangan pekerjaan. Islam memandang lapangan pekerjaan adalah sebuah sarana bagi laki-laki untuk mendapatkan gaji yang layak sehingga mereka bisa memberi nafkah keluarganya dengan ma’ruf. Beban ini tidak hanya ditanggung oleh individu saja. Islam memerintahkan negara pun memiliki kewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan. 

Dalam khilafah, lapangan pekerjaan begitu mudah didapatkan dan tersedia sangat cukup bagi warga negara. Hal ini karena tidak ada sektor ekonomi non-riil, yang ada hanya sektor ekonomi riil. Negara mengoptimalkannya sebagai penyedia lapangan kerja, seperti di sektor pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. 

Dalam bidang pertanian, khilafah akan mendorong dan memfasiltasi petani untuk mengelola lahan mereka secara optimal. Khilafah menyediakan pupuk subsidi, bibit unggul, prakiraan cuaca, bahkan memberikan pelatihan tentang teknologi pertanian. Bagi mereka yang memiliki skill, tetapi tidak memiliki lahan, khilafah akan memberikan tanah (i’tha’) kepada mereka secara cuma-cuma.  

Dalam bidang perdagangan, khilafah akan menciptakan suasana pasar yang bersih dari berbagai hal yang mendistorsi pasar (seperti penimbunan, kanzul mal, riba, monopoli, penipuan), menyediakan informasi ekonomi dan pasar, mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan dan profesional, menghilangkan berbagai pungutan, retribusi, cukai dan pajak yang bersifat tetap, dan menghilangkan sektor non-riil, sehingga produksi barang dan jasa di sektor riil akan meningkat. Kebijakan ini tentu akan menciptakan suasana pasar yang memudahkan siapa pun untuk bermuamalah.

Dalam bidang industri, khilafah akan berfokus pada industri berat (seperti industri baja), industri pengelolaan sumber daya alam, industri transportasi, industri alat perang, industri tekstil, industri manufaktur, dan industri lainnya yang menunjang kehidupan manusia. Sektor industri tentu memerlukan tenaga ahli maupun terampil dalam jumlah banyak. Alhasil, lapangan pekerjaan akan tersedia sangat luas dari sektor ini. Adapun dalam bidang jasa, khilafah akan membutuhkan banyak pegawai untuk membantu melayani kebutuhan masyarakat, seperti hakim, jaisy (tentara), guru, tenaga medis, dan sejenisnya. 

Seperti inilah khilafah menyediakan lapangan pekerjaan hingga akan dipastikan tidak ada satupun laki-laki dalam khilafah yang tidak mendapat pekerjaan. Dengan demikian tidak akan ada lagi yang perlu mengadu nasib di negeri orang, apalagi yang bernasib malang. Wallahu a’lam.

Oleh: Nonik Sumasih, S.Si.
Aktivis Dakwah Kampus Surabaya
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab