Tinta Media: TNI
Tampilkan postingan dengan label TNI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TNI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Mei 2023

MEMBACA SUASANA KEBATINAN MILITER YANG RISAU PADA PEMILU 2024

"Ketika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton menjadi resah dan tidak nyaman, maka “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum akan jadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu."

[Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo]


Tinta Media - Baru saja penulis membaca artikel menarik. 10 April 2023 lalu, Tribun Jabar menerbitkan artikel dengan judul 'Etika Menuju 2024 Menurut Pangdam III/Siliwangi'. Artikel ini ditulis oleh Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo.

Meski tidak diberikan keterangan artikel tersebut adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi, namun penulis berkeyakinan tulisan yang dibuat oleh Jenderal TNI bintang dua tersebut cukup mewakili suasana kebatinan militer, yang sedang risau dengan kondisi negeri ini. Sebuah konfirmasi sikap batin TNI yang sedang dalam kondisi prihatin, khawatir, cemas, sekaligus tidak berdaya menyaksikan berbagai kerusakan di negeri ini, lebih spesifik ketika mencermati perpolitikan di negeri ini.

Kecemasan itu terlihat jelas, bagaimana Sang Jenderal berusaha memotret situasi komunikasi politik para elit hingga akar rumput, apalagi di era sosial media yang memasuki iklim kebebasan yang nyaris tanpa batasan. Pangdam Siliwangi mendeskrepsikan situasi tersebut dengan ungkapan 'Kencangnya suhu yang dibangun serta kuatnya terpaan media menjadikan komunikasi politik begitu dinamis, fluktuatif, sekaligus sarat muatan provokatif'.

Selanjutnya, meminjam pisau analisis dan teori Craig Allen Smith (Smith, 1992), Pangdam berusaha mengajak segenap elemen anak bangsa beranjak dari kondisi faktual yang mengkhawatirkan, menuju kondisi ideal dimana komunikasi politik semestinya dilaksanakan dalam masyarakat yang beradab, tidak asal bicara di dalam berpolitik.

Walau akhirnya, Pangdam juga menginsyafi bahwa realitasnya politik memang menyangkut suara orang yang mesti dibicarakan. Artinya, politik adalah komunikasi di mana semua orang terlibat dalam proses sosial untuk memahami kepentingan, masalah, otoritas konstitusional, sanksi, sekutu, dan sekaligus musuh.

Pembelahan dukungan politik, polarisasi politik antar partai dan Capres, 'perang terbuka' komunikasi para aktor politik, relawan dan buzzer, hingga potensi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 adalah kondisi faktual yang ada di negeri ini. Jadi, yang dikhawatirkan Pangdam bukan saja soal proses komunikasi politik jelang Pemilu yang berpotensi mengganggu keamanan dan kedaulatan Negara, tetapi juga potensi konflik dan keterbelahan anak bangsa akibat adanya hasil Pemilu 2024 yang curang.

Yang menarik adalah, ketika Pangdam bicara soal bagaimana peran dan fungsi TNI ketika komunikasi politik brutal telah menyeret potensi perpecahan anak bangsa, yang mengancam pertahahan dan keamanan Negara. Pangdam, mengambarkan situasi politik yang mungkin terjadi dan preferensi tindakan yang akan diambil oleh TNI dengan ungkapan:

_"Ketika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton menjadi resah dan tidak nyaman, maka “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum akan jadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu."_

Lalu, apa parameter kondisi faktualnya, sehingga keadaan dan situasi bangsa telah menjadi heboh? Atau, apa pula deskripsi situasi  dan kondisi yang resah, sehingga hal itu menjadi dasar legitimasi bagi TNI untuk tampil dalam proses itu? Apakah, TNI akan tampil secara mandiri untuk dan atas nama Negara melakukan tindakan menstabilisasi keadaan, atau bahkan mengambil peran partisan untuk mengambil alih kendali kekuasaan?

Tentu, Pangdam tak akan mungkin mengungkap sejumlah parameter dan deskripsi kongkrit tentang situasi dan kondisi bangsa ini diruang publik. Namun, tulisan Pangdam telah mengkonfirmasi bahwa Negara sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Sebenarnya, secara substansi tulisan Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo ini tidak berbeda jauh dengan apa yang ditulis oleh Denny Indrayanan soal dukungan Jokowi ke Ganjar, mencadangkan Prabowo termasuk menghalangi Anies Baswedan. *Ada proses Pemilu 2024 yang bermasalah. Ada potensi Pemilu 2024 yang curang.* Namun, tulisan Pangdam ini lebih kuat objektifitasnya karena lepas dari bias kepentingan kontestasi. Sementara Denny Indrayana, di beberapa bagian terdapat nuansa 'Playing Victim Partai Demokrat', karena Denny Indrayana diketahui dekat dengan SBY dan pernah menjadi Wamenkumham di era SBY.

Hanya saja keduanya, baik Deny Indrayana maupun Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo sedang dalam kondisi tidak berdaya. Keduanya paham atas sejumlah soal dalam proses Pemilu, namun tak tahu harus mengambil langkah apa.

Karena itulah, Pangdam berusaha men-delivery pengetahuannya atas proses Pemilu yang bermasalah tersebut agar diketahui dan menjadi atensi seluruh rakyat. Dengan harapan, ada kontrol langsung dari rakyat dan ketika setiap saat TNI mengambil tindakan 'terapi' akan didukung oleh segenap rakyat.

Al hasil, tulisan yang dibuat Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo ini mengkonfirmasi bahwa kegelisahan dan kecemasan yang dirasakan oleh segenap rakyat telah merembet ke relung batin militer. Situasinya, militer juga hanya bisa mengambil sikap _'Wait n See',_ untuk mengambil momentum strategis dalam rangka melakukan operasi terapi untuk menyelamatkan Negara.

Karena itu, butuh jembatan komunikasi yang intensif antara TNI dengan rakyat agar terjadi sinergi antara keduanya untuk menyelamatkan Negara. Terapi yang ditempuh militer, tidak akan mujarab tanpa dukungan rakyat. Gerakan perbaikan oleh segenap elemen rakyat, juga tak akan maksimal tanpa dukungan dan bekingan dari TNI. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

[Tulisan ini memberikan tanggapan atas Artikel yang berjudul 'Etika Menuju 2024 Menurut Pangdam III/Siliwangi']

Nb.

Tulisan ini dibuat dalam perjalanan Bus Jakarta - Solo, 04 Mei 2023.

Selasa, 05 April 2022

Rekrutmen Keturunan PKI Masuk TNI, PUI: Itu Agenda Sistemik, Berbahaya dan Harus Dihentikan

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1AmVbMqG2gwIg1GeE54SSDyiEs8r0Vf9F

Tinta Media - Menanggapi rekrutmen dari keturunan PKI di TNI, Ketua Pergerakan Umat Islam (PUI) Ustaz Rahmat Mahmudi M.D menyatakan itu sebagai agenda sistemik yang sangat berbahaya dan harus dihentikan.

“Rekrutmen dari keturunan PKI kalau kita melihat dari suatu agenda yang sistemik, itu sangat berbahaya maka saya sepakat ini harus dihentikan,” tuturnya dalam Live streaming FGD Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) #47: PKI dan Underbouwnya, Antara Larangan dan Peluang, Sabtu (2/4/2022) di kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Ia menilai statement yang disampaikan oleh Jenderal Andika yang membolehkan keturunan PKI masuk TNI merupakan suatu rangkaian berurutan sebagai skenario yang sistematis.

“Sesungguhnya kalau kita mau merangkai ini bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Saya pikir ini adalah sebuah proses yang berurutan dari apa yang terjadi sebelum-sebelumnya,” ujarnya.

Ia mengkritisi keinginan keturunan PKI dianggap sebagai korban. Ada semacam upaya untuk meminta permintaan maaf dari pihak pemerintah dan seterusnya.
“Itu adalah skenario-skenario yang saya pikir sistematis itu dibuat. Mereka punya agenda-agenda bagaimana PKI itu bisa tetap ekses meskipun tidak harus memakai baju PKI dan tidak harus menamakan dirinya PKI,” kritiknya.

Pendapatnya, target PKI menginginkan dan terus berjuang untuk diposisikan sebagai korban sehingga bisa masuk ke berbagai lembaga negara. “Pada sisi lain, mereka ingin melaksanakan apa yang menjadi agenda-agenda mereka dan kemudian masuk di dalam berbagai lini. Sudah banyak survei dan pemberitaan tentang adanya keturunan PKI di berbagai lembaga negara. Kalau kita berpikir secara lebih kritis. Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang cukup membahayakan,” kritiknya.

Ia menuturkan selama ini kita berpikir TNI itu masih clear, masih steril dari keturunan PKI tetapi ada statement yang disampaikan oleh Panglima ini sangat mengagetkan. “Kalau ini nanti kemudian menjadi gol maka tidak ada lagi lembaga negara yang steril dari itu (PKI). Ini sangat membahayakan,” tuturnya.

Ia mengemukakan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh keturunan PKI masuk ke dalam berbagai lini jika tidak dihentikan akan sangat membahayakan, ibarat sebuah bom akan meledak pada saatnya. Bukan tidak mungkin itu bagian dari skenario besar. Diawali dengan masuknya ke dalam berbagai lembaga negara, terjadi pengkondisian step by step sampai kepada titik tertentu nanti TNI pun akan dimasuki. “Kita jangan hanya melihat apa yang disampaikan oleh Jenderal Andika tetapi kita juga melihat runtutannya sampai Jendral Andika sekarang berani menyampaikan seperti itu,” katanya.

Ia mengungkapkan agenda rekrutmen merupakan hasil pengkajian bahwa situasinya sudah cukup memadai untuk berani melakukan statement seperti itu. Hal ini harus dihentikan karena TNI adalah garda dalam lembaga negara yang masih cukup steril.
Statement dari Jenderal Andika ini sudah rencana untuk rekrutmen anggota TNI, membuka peluang bagi keturunan PKI untuk masuk ini dihentikan, karena kita tidak ingin satu-satunya garda di dalam lembaga negara kita, TNI yang selama ini dikenal masih cukup steril nanti juga akan dimasuki sehingga tidak ada lagi lini yang tidak dimasuki oleh keturunan PKI,” ungkapnya.

Ia mengatakan bagi kelompok pergerakan Islam, mengetahui selama ini perilaku dari PKI itu jelas islamofobia dan bertentangan dengan Islam.
“Saya sangat mendukung penolakan kita terhadap apa yang dilakukan oleh Jenderal Andika,” ungkapnya.

Rekonsiliasi Bertahap

Ia berpikir ke depannya harus mendesak pemerintah untuk segera menyusun satu agenda besar, rekonsiliasi agar objektif terhadap keturunan PKI.
“Memang kita harus berpikir secara objektif, sesungguhnya tidak ada dosa yang diwariskan. Kita tidak bisa menghukum anak-cucu PKI karena perbuatan dari kakeknya. Harus kita pahami bersama tidak boleh kemudian kita mencap PKI kepada keturunan yang dulunya teribat dalam peristiwa PKI dan langsung didiskualifikasi dalam kegiatan apa pun. Itu juga tidak betul,” ucapnya.

Sangat berbahaya pola pikir seperti itu, ia menjelaskan artinya ke depan proses rekonsiliasi untuk menerima keturunan PKI tetapi harus dilakukan kajian. Kapan direkonsiliasi itu memberikan peluang kepada anak keturunan PKI itu. “Itu bisa kita lakukan secara sudah aman dan tidak akan terjadi bangkitnya PKI. Inilah yang dikaji, harus dikaji, mungkin ada tahapan-tahapan misalnya sampai kepada generasi ke-3, ke-4, sampai betul-betul nanti bebas, misalnya seperti itu,” katanya.

Ia menilai terlalu dini untuk saat ini keturunan PKI masuk dilembaga negara, legislatif, eksekutif, bahkan ada di dalam konsistensi pejabat publik.
“Inilah yang terjadi sekarang, dulu semangat rekonsiliasi dan kemudian ada KKR (Komisi Kebenaran Rekonsiliasi) dan sebagainya. Itu terus kemudian terjadilah sekarang ini, banyak keturunan PKI yang sudah masuk ke dalam parlemen maupun lembaga negara lainnya,” ujarnya.

Ia menguraikan, akhirnya kebijakan-kebijakan dan kecenderungan-kecenderungan yang diambil pemerintah itu sekarang ini menjadi nuansa kekirian.
“Jadi nuansa-nuansa kekirian itu sangat kental sekarang. Kenapa itu terjadi? Karena kesusupan tadi. Harusnya pemerintah sudah berpikir tentang rencana rekonsiliasi dibuat satu kajian bagaimana dilakukan rekonsiliasi secara bertahap. Saya melihat kondisi sekarang ini terlalu tergesa-gesa,” bebernya.
Baginya belum saatnya keturunan PKI itu diberi ruang angin karena bisa dimanfaatkan. Dan ini sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Dimanfaatkan ruang-ruang itu untuk memulihkan lagi PKI, menumbuhkan lagi PKI, mengampanyekan ideologi komunisme dan sebagainya. Dan itu sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Keturunan PKI Boleh Masuk Anggota TNI, Prof Suteki: Ini Moderasi Komunisme

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1vXY2nTArUtXRPIRPh2gfa_Ia0NO7BqWA

Tinta Media - Terkait pernyataan bolehnya keturunan PKI masuk anggota TNI, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum menyatakan bahwa itu adalah moderasi komunisme.

"Itu yang kita sebut sebagai moderasi komunisme," tuturnya pada acara segmen Tanya Profesor: Bahaya Keturunan PKI Masuk Anggota TNI, Ini Moderasi Komunisme, Jumat (1/4/2022) di kanal YouTube Prof. Suteki.

Moderasi, lanjut Suteki adalah sebagai pemahaman dari sisi yang berlawanan dari radikalisasi. Lebih tepatnya mencari narasi yang berlawanan dengan radikalisasi adalah moderasi.

Menurutnya, moderasi adalah sebuah upaya  melunakkan keradikalan suatu pemikiran baik melalui sikap maupun tindakan. "Moderasi adalah sebuah proses melunakkan keradikalan suatu pemikiran. Termasuk sikap maupun tindakan, melalui sarana narasi maupun keputusan kongkrit," terangnya.

Komunisme itu, kata Suteki, merupakan paham yang radikal dan revolusioner. Keradikalannya itu telah terbukti dengan adanya pemberontakan di tahun 1948. Dari sisi korban, umat Islam banyak sekali yang menjadi korban. Kemudian di tahun 1965 dengan G 30 S PKI. Di sana terdapat banyak sekali korban. Tindakan tersebut merupakan makar.

Ia juga menilai sepanjang era reformasi ada upaya untuk melakukan moderasi itu. "Untuk melunakkan seolah-olah ideologi Komunis tidak lagi radikal melalui berbagai kebijakan," paparnya.

Selanjutnya ia menyebutkan ada enam kebijakan publik yang terindikasi melakukan moderasi terhadap komunis. "Saya mencatat ada enam kebijakan publik yang terindikasi melakukan moderasi terhadap komunis," ujarnya.

Pertama, pencabutan TAP MPRS nomor 25 tahun 1966, dilakukan pada masa Abdurahman Wahid tumbang.
Kedua, tidak menjadikan TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 sebagai pertimbangan dalam pembentukan rancangan undang-undang yang dikenal dengan haluan ideologi Pancasila tahun 2020.
Ketiga, hak pilih diberikan kembali sesuai dengan keputusan MK nomor 11 sampai 17 tahun 2003.
Keempat, penerbitan SKKPH (Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM) oleh KOMNAS HAM bagi orang-orang eks Partai Komunis Indonesia.
Kelima, upaya rekonsiliasi PKI sebagai korban.
Keenam, ini yang terbaru diperbolehkannya keturunan PKI menjadi anggota TNI.

Terakhir, Suteki menegaskan bahwa berbagai kebijakan yang ada mengarah kepada moderasi tersebut. "Ini luar biasa sekali. Kalau saya melihat potretnya ke arah moderasi Komunisme melalui kebijakan publik," pungkasnya. [] Nur Salamah

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab