Jatuh Bangun Sopir Angkot di Kabupaten Bandung Akibat TMP
Tinta Media - Sudah jatuh tertimpa tangga berkali-kali, mungkin itulah yang dirasakan Sobirin (53), sopir angkot di Kabupaten Bandung. Ia hanya bisa menyaksikan Trans Metro Pasundan (TMP) melaju perlahan, menyapu bersih penumpang yang biasa duduk berdempetan di kursi angkotnya.
Sejak adanya angkutan umum Trans Metro Pasundan (TMP), para penumpang lebih memilih untuk menggunakan jasa angkutan tersebut.
Ada juga Muhamad Rizki (28), salah seorang pengusaha angkot Soreang-Leuwi Panjang. Ia mengatakan bahwa dampak yang paling terasa dari hadirnya TMP adalah setoran dari sopir angkot yang berkurang.
Pada dasarnya, negara memang mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi pelayanan transportasi. Adanya bus TMP (Trans Metro Pasundan) merupakan salah upaya untuk memberikan pelayanan tersebut. Alasannya untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara dengan harga yang terjangkau, sekitar Rp2.500/ Rp5.000 saja.
Mungkin masyarakat juga merasa senang dengan adanya Bus TMP. Namun, apakah pemerintah tidak melihat dan mempertimbangkan dengan cermat akan imbasnya? Karena ternyata jalur Bus itu adalah jalur angkot yang dikelola oleh pengusaha kecil.
Supir angkotnya juga masyarakat biasa yang sehari-hari hanya mengandalkan pendapat dari menarik angkot. Para supir tersebut merasa sangat dirugikan dengan adanya bus TMP karena berimbas pada pendapatan yang semakin merosot.
Ketika belum ada Bus TMP saja, para supir sudah susah dengan banyaknya gojek dan grab yang semakin eksis. Ditambah dampak pandemi yang membuat harga melonjak, seperti pertalite dan harga bahan-bahan pokok, membuat tambah miris dan menyesakan dada.
Seharusnya pemerintah lebih bijak dalam mengambil solusi. Jangan sampai solusi yang ditawarkan justru akan mematikan pihak lain. Seharusnya pihak swasta, negara, dan masyarakat bisa saling bersinergi agar tidak terjadi konflik antarmasyarakat dengan pemerintah.
Namun, apalah daya. Sudah pasti, rakyat kecilah yang akan selalu menjadi korban. Kebijakan sistem kapitalis selalu lebih mementingkan pengusaha besar. Para supir angkot yang protes, seolah tak digubris oleh pemerintah. Tidakkah pemerintah memikirkan secara matang?
Karut-marut pengelolaan transportasi ini semakin menambah persoalan baru, misalnya persaingan sesama angkutan umum. Semua terjadi tanpa menemukan solusi. Itulah problem yang terjadi di sistem kapitalisme yang hanya mementingkan kepentingan pengusaha besar. Seharusnya kebijakan pemerintah dipertimbangkan dari segala sisi, agar tidak ada yang merasa jadi korban atas kebijakan tersebut. Selama masih tercengkram oleh kapitalis, maka masalah akan terus terjadi.
Negara wajib memberikan pelayanan yang tidak timpang sebelah. Namun, rasanya sangat susah ketika pemerintah memang hanya sebagai regulator saja. Fakta-fakta ketidakadilan pun sudah sangat nyata
di tengah-tengah masyarakat dari berbagai aspek.
Berbeda dengan konsep dalam Islam. Islam telah meletakkan konsep yang sahih berbasis akidah, yang menghasilkan kebaikan dalam mengatur ekonomi, politik, juga transportasi sebuah negara.
Beberapa konsep tersebut adalah:
Pertama, transportasi adalah kebutuhan publik.
Kedua, negara bertanggung jawab sepenuhnya atas pelayanan transportasi untuk semua orang.
Seperti sabda Rasulullah saw. yang artinya:
Imam (Khalifah) adalah pemimpin manusia. Ia (laksana) penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan ) rakyatnya. ( HR al-Bukhari).
Rasulullah mengatur langsung departemen-departemen dan mengangkat sekretaris untuk mengurus administrasi, termasuk transportasi publik. Rasullullah pernah mengatur kemaslahatan publik di Madinah, termasuk transportasi publik. Dalam Islam, negara harus meri'ayah rakyat tanpa ada yang dikomersilkan layaknya jual-beli.
Negara harus bersedia menanggung seluruh anggaran. Murah atau mahal, ada atau tidaknya anggaran, menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Begitulah, konsep-konsep cemerlang akan terwujud jika negara menerapkan seluruh aturan yang sahih, yang bersandar pada Islam (khilafah Islamiyyah), yaitu penerapan Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan dalam bingkai khilafah yang aturan dan undang-undangnya jelas bersumber dari pemilik kehidupan, yaitu Allah Swt.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media