Tinta Media: Syariah Islam
Tampilkan postingan dengan label Syariah Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syariah Islam. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Maret 2024

Mayoritas Muslim, Rumah Inspirasi Perubahan: Negeri Ini Sepantasnya Diatur Syariat Islam

Tinta Media - Direktur Rumah Inspirasi Perubahan Indra Fakhruddin mengungkapkan, negeri yang mayoritas muslim ini sepantasnya diatur oleh syariah Islam. 

"Negeri ini adalah mayoritas muslim, maka wajib dan memang sudah sepantasnya mereka ini hidup diatur oleh Syariah Islam," ungkapnya, dalam acara bedah kafah edisi 333: Mengembalikan Fungsi Kekuasaan Sesuai dengan Ajaran Islam di kanal YouTube Rumah Inspirasi Perubahan, Jumat (23/2/2024).

"Sebab Syariah Islam itu wajib dan layak untuk digunakan untuk mengatur urusan ekonomi, sosial, pendidikan, politik pemerintahan, hukum dan juga peradilan, sebabnya sangat jelas bahwa Islam bukan sekedar agama ritual spiritual dan moral belaka," jelasnya.

Namun ia menyayangkan, bahwa selama negara ini berdiri, sejak kemerdekaan, bangsa ini malah memilih sekuler yakni ide yang memisahkan agama atau Islam dari kekuasaan. Meski berpenduduk mayoritas muslim, Islam tidak dipilih untuk berdampingan dengan kekuasaan. 

"Islam selalu dijauhkan dari yang namanya kekuasaan bahkan isu Islam dan syariah yang sering disampaikan oleh para gerakan Islam ideologis justru banyak sekali absen dalam setiap momentum pergantian kekuasaan seperti saat pilpres atau pemilu yang sekarang ini sedang kita gaung-gaungkan dan menjadi opini publik," katanya.

"Padahal yang menjadi penting itu adalah sistem yang mau dipakai itu apa. Makanya saat ini, tidak ada satu pun paslon muslim atau partai Islam yang mengusung agenda penerapan syariat Islam. Jadi, seakan-akan sepi benar dari agenda yang bahkan ini seharusnya menjadi sesuatu yang sangat penting," imbuhnya.

Selain itu, menurutnya, hanya sedikit pula ulama yang menyerukan para calon penguasa agar memimpin dan mengurus rakyat dengan syariat Islam. Di dalam setiap pilpres ataupun juga pemilu tidak sedikit ulama termasuk Majelis Ulama Indonesia yang menfatwakkan umat Islam wajib memilih pemimpin dan haram golput.

"Itu yang sering disampaikan kemarin. Haram untuk golput. Namun, sedikit sekali ulama yang memfatwakan pemimpin atau penguasa ini wajib menegakkan syariah Islam secara kafah di dalam seluruh aspek kehidupannya," katanya.

"'Padahal kalau kita bicara tentang ulama ini, pemirsa tentu sangat paham, akrab dengan kitab-kitab para ulama," imbuhnya.

Ia menuturkan, di dalam kitab-kitab para ulama fikih tidak hanya dibahas bab tentang thaharah atau bersuci, ubudiah seperti shalat, zakat, haji saja, di dalamnya juga dibahas bab muamalah, termasuk ekonomi dan juga siyasah atau politik, hudud hingga imamah atau khilafah.

"Bahkan juga membahas tentang jihad atau perang fisabilillah. Dan banyak sekali maka sampai saat ini pun kitab-kitab para ulama fikih itu bahkan di antaranya ditulis sejak ratusan tahun yang lalu tetap saja masih dikaji oleh para santri dan juga diajarkan oleh para ulama atau kiai khususnya di pondok-pondok pesantren kitab-kitab fikih karya Imam Syafi'i rahimahullah taala," pungkasnya.[] Azzaky Ali

Sabtu, 23 Juli 2022

PANCASILA HANYA MENGHALANGI PENERAPAN SYARIAT ISLAM, MELANGGENGKAN KAPITALISME SEKULARISME

Tinta Media - Belum lama ini publik dikagetkan dengan pernyataan Saiful Mujani, pendiri SMRC yang menyebut Sila Ketuhanan Yang Maha-Esa di dalam dasar negara Pancasila hanya milik umat Islam, dan hanya menguntungkan umat Islam. Pernyataan ini dianggap kontroversi, karena seolah Pancasila hanya akomodatif terhadap nilai-nilai Islam melalui tafsir sila ketuhanan yang maha esa yang dianggap pengejawantahan nilai-nilai tauhid.

Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila, Syaiful Arif, menanggapi pernyataan pengamat politik, Saiful Mujani dengan menegaskan bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha-Esa di dalam dasar negara Pancasila tidak hanya milik umat Islam, dan tidak hanya menguntungkan umat Islam, tetapi milik semua umat beragama di Indonesia. (16/7).

Selama ini, diskursus Pancasila sejalan dengan Islam sebenarnya tidak berbasis data dan fakta. kebanyakan, penyesuaian Pancasila dengan Islam didasarkan pada dilektika cocokmologi. Bukan diukur dengan parameter nilai-nilai yang diimplementasikan dalam fakta kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kalau Pancasila sejalan bahkan dianggap bagian dari pengejawantahan nilai-nilai Islam, tentulah seluruh nilai-nilai Islam diterapkan di negeri ini, dan seluruh nilai-nilai sekulerisme kapitalisme enyah dari negeri ini.

Pada faktanya, nilai Islam hanya diberi ruang di ranah privat (sholat, zakat, puasa, haji). Sementara, nilai-nilai Islam yang bersifat publik seperti hudud, Qisos Diyat, Mukholafah dan Ta'jier tidak diterapkan. Model pengabaian terhadap nilai-nilai Islam yang bersifat publik dan hanya memberikan kebebasan untuk mengejawantahkan nilai-nilai privat ini adalah ciri dari penerapan sekulerisme.

Halalnya riba, zina, miras, yang secara terang-terangan terjadi di negeri ini tidak dianggap bertentangan dengan Pancasila. Belum ada, pabrik miras dibubarkan, zina diharamkan, riba dihapuskan, karena bertentangan dengan Pancasila.

Sementara itu, pembolehan riba, penyerahan SDA kepada swasta, asing dan aseng, penguasaan tambang, pemungutan pajak, dll, merupakan pengejawantahan sistem dan nilai-nilai ekonomi kapitalis. Dalam Islam, tambang dengan deposit melimpah terkategori barang publik. Kekayaan alam berupa hutan, padang, laut, sungai-sungai, lembah, gunung, semuanya milik umum (al Milkiyatul Ammah) sehingga haram bagi individu, swasta, korporasi asing dan aseng menguasainya.

Nyatanya, di negeri ini yang menerapkan Pancasila justru membebaskan seluruh kekayaan alam dan tambang dikuasai individu, swasta, korporasi asing dan aseng. Bahkan, ketika rakyat menolak UU Minerba, UU Migas, UU Omnibus Law Cipta Kerja, tetap saja MK Menolak. Padahal, negara berdasarkan Pancasila.

Karena itu, penulis tidak setuju kalau sila pertama bahkan keseluruhan Pancasila dianggap untuk umat Islam dan menguntungkan Umat Islam. Pancasila, justru menguntungkan sekulerisme kapitalisme untuk terus eksis menjajah negeri ini.

Bahkan, Pancasila sering digunakan untuk alat gebuk bagi umat Islam. Dengan dalih bertentangan dengan Pancasila, HTI dicabut BHP nya, FPI dibubarkan. Dulu, Pancasila digunakan untuk membubarkan Masyumi. Sementara PDIP memeras pancasila menjadi Tri Sila hingga Ekasila, aman saja.

Lalu, dimana letak Pancasila menguntungkan umat Islam? Atau minimal sejalan dengan nilai-nilai Islam?

Pancasila justru menjadi bungker sekulerisme kapitalisme agar tetap eksis dan lestari menjajah negeri ini. Pancasila juga dijadikan benteng untuk menghalangi penerapan syariat Islam. Upaya umat Islam yang ingin membebaskan negeri ini dari cengkeraman kapitalisme dengan syariat Islam dan Khilafah dibungkam, hanya dengan dalih anti Pancasila. Siapa yang mau membantah kenyataan ini?[].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Selasa, 31 Mei 2022

Syariat Islam Solusi Pemurtadan


Tinta Media - Sejumlah warga di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), dikabarkan keluar dari agama Islam (murtad). Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut mengungkap ada faktor eksternal dan internal yang diduga menyebabkan mereka memilih keluar. 

"Ada dua hal, faktor eksternal dan internal," kata Ketua Bidang Dakwah MUI Sumatera Utara, M. Hatta, kepada detikSumut, Minggu (Detik.com, 15/5/2022).

Dari faktor eksternal, karena adanya kelompok yang secara massif mengajak warga untuk keluar dari agama Islam. Kelompok itu mulanya menawarkan pekerjaan dan tawaran keuangan.

"Eksternal ini adanya upaya-upaya sistemik yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu sehingga terjadi goncangan dalam diri seseorang. Misalkan tawaran pekerjaan, tawaran keuangan, inilah eksternal," ucap Hatta.

Sementara itu, faktor internal terjadi karena lemahnya keimanan seorang muslim.

Pemurtadan masal dan sistematis atau mudahnya seseorang untuk murtad adalah bentuk pendangkalan akidah di negeri mayoritas muslim. Dengan keimanan yang lemah, seseorang akan mudah tergelincir dan terseret untuk murtad. Mereka tidak punya pegangan yang kuat untuk melindungi dirinya sendiri karena jauh dari Allah. Mereka sangat labil dalam menghadapi masalah kehidupan, cenderung mudah terpengaruh, dan mudah dibelokkan. Lemahnya iman karena minimnya ilmu agama menambah dangkalnya pemikiran. Kalaupun punya ilmu dari sekolah atau pesantren, tetapi ilmu itu sebatas tahu saja, tanpa ada realisasinya.

Semua itu adalah dampak dari penerapan sistem demokrasi kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Karena itu, seseorang merasa bebas bertingkah laku dan baragama. Bahkan, berpindah dari agama satu ke agama lain menjadi hal yang wajar terjadi. Mereka merasa biasa-biasa saja. Mereka bahkan boleh tidak beragama, karena demokrasi menyanjung kebebasan. Akibat demokrasi yang tidak mengambil ayat-ayat Al-Qur’an, segala aturan jadi jauh dari petunjuk Sang Mahakuasa. 

Kemudian dari faktor eksternal adalah karena keadaan sosialnya, misalnya kemiskinan dan sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan. Hal itu dimanfaatkan oleh suatu kelompok untuk melakukan pemurtadan secara sistematis dengan imbalan pekerjaan dan perkawinan. Ketika seseorang merasa kebutuhan semakin banyak, tetapi keadaan ekonominya tidak bagus, maka itu akan mendorong seseorang untuk menerima tawaran pekerjaan dengan syarat bersedia keluar dari agama Islam (murtad).

Ketika masalah perut tidak bisa dikompromi, maka saat itu pula akan mudah kena hasutan atau ajakan untuk murtad. Lagi-lagi masalah kemiskinan yang melanda negeri muslim adalah karena penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menyengsarakan rakyat. Sistem ekonomi kapitalis membuat jurang yang dalam antara si kaya dengan si miskin, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, begitulah memang adanya.

Islam Menjaga Akidah

Akidah adalah sesuatu hal yang sangat penting sebagai pondasi seseorang untuk menjalani kehidupan. Akidah yang kuat tidak datang secara tiba-tiba, melainkan harus dengan belajar ilmu agama. Tanpa akidah Islam, umat terbaik tidak akan lahir. Generasi terbaik pun tidak akan ada.

Namun, dalam sistem demokrasi kapitalis, akan sangat sulit bagi kita untuk menjaga akidah. Memang tidak ada harapan pada sistem ini.

Islam memiliki cara untuk menyelesaikan masalah ini, yaitu mendirikan sekolah dengan kurikulum yang berbasis Islam dan mengajarkan akidah Islam kepada murid muridnya, baik sekolah swasta atau negeri. Pelajaran ini sangat ditekankan untuk diamalkan, tentunya. Dengan begitu, seseorang akan menjadi kuat akidahnya dan tidak mudah terseret mengikuti ajakan yang menyimpang.

Pendidikan juga gratis, tidak dipungut biaya, baik muslim maupun nonmuslim. Itulah indahnya Islam. Islam tidak membeda-bedakan antara muslim dan nonmuslim.  Kemudian, upaya menjauhkan pemikiran yang bertentangan dengan Islam sangat ditekankan. Itulah cara-cara Islam menjaga akidah dari segi pendidikan. 

Islam juga tegas kepada pelaku murtad dan akan memberikan sanksi atau hukuman. Dalam Islam hukuman bagi orang yang keluar dari Islam adalah dibunuh. 

"Bagi siapa saja yang meninggalkan agamanya (murtad dari Islam) bunuhlah dia." (al-Bukhari-an-nasa'i).

Namun, ada prosedur yang dilakukan oleh pemimpin (Khalifah) sebelum melakukan sanksi, antara lain:

Pertama, dengan memberi waktu pada pelaku untuk bertaubat dan kembali kepada Islam.

Kedua, mendakwahi pelaku dengan memberi nasihat yang baik agar pelaku mau berubah dan mempunyai keinginan untuk kembali kepada Islam.
Begitulah cara negara yang memberlakukan syariah kaffah dalam menjaga umat.

Untuk bisa menghentikan pemurtadan secara sistematis, dibutuhkan negara yang memberlakukan syariah kaffah dan mempunyai tanggung jawab atas rakyatnya. Dengan demikian, umat akan terjaga dan terlindungi secara keseluruhan, baik akidah maupun kehormatan sebagai umat terbaik. Hanya syariah Islam solusi segala problematika kehidupan, aturan yang turun dari wahyu Allah Swt. yang maha tinggi di atas aturan buatan manusia.

Wallahu alam bi ash-shaw-wab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab