Senin, 11 September 2023
Minggu, 16 Juli 2023
Terulangnya Pembakaran Al-Qur'an di Swedia, Bukti Nyata Islamofobia
Senin, 10 Juli 2023
Pembakaran Al-Qur’an di Swedia, UIY: Umat Islam Wajib Mengutuk
Minggu, 09 Juli 2023
UIY : Harus Ada Tuntutan Hukum Internasional bagi Pelaku Pembakaran Al-Qur’an
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa diperlukan tuntutan hukum internasional untuk menghukum pelaku pembakaran Al-Qur’an agar tidak kembali berulang kejadian tersebut di masa mendatang.
“Kepada
yang bersangkutan harus ada tuntutan hukum. Artinya tuntunan hukum bukan hanya
mengandalkan hukum Swedia, tentu saja harus tuntutan internasional,” ujarnya di
Fokus to The Point: Pembakaran Al-Qur’an, Bagaimana Menghukum Swedia? melalui kanal You Tube UIY Official, Senin
(3/7/2023).
Hal
tersebut disampaikan karena menurutnya akan efektif dalam menghukum pelaku
pembakaran. “Tindakan efektif itu apa ukurannya? Tindakan efektif itu adalah
jika dengan tindakan itu tidak terulang kejadian serupa,” tegasnya.
UIY
kemudian mencontohkan Salman Rusdi yang dulu telah melakukan kejahatan melawan
IsIam dengan bukunya Satanic Verses. Karena itu dunia Islam memutus bahwa dia
bersalah dan dihukum menjadi buronan internasional.
Meskipun beberapa negara di Arab dan juga Turki termasuk Indonesia memprotes keras aksi pembakaran ini, namun menurut UIY itu dirasa kurang efektif.
“Protes itu bagus. Ketika kasus Paludan membakar Al-Qur’an, ada juga protes, tapi kemudian diulang oleh Salwan. Itu menunjukkan bahwa protes yang kemarin berkenaan dengan Paludan itu tidak cukup efektif,” singgungnya.
Ia mengatakan, selain sosok Salwan sebagai individu yang harus dihukum, Swedia sebagai
sebuah negara yang melindungi dan menganggap bahan yang ilegal, juga harus
dihukum. Baik secara politik, hukum maupun ekonomi.
"Tindakan politik pemutusan hubungan diplomatik seluruh dunia Islam
yang berjumlah lebih dari 50 negara dengan Swedia. Kemudian pemutusan hubungan
ekonomi, misalnya ekspor impor dihentikan, saya kira itu akan sangat berdampak
besar," imbuhnya.
UIY juga menyayangkan kelemahan kekuatan politik umat Islam yang
jumlahnya hampir dua miliar tak berdaya menghadapi seorang Salwan dan Paludan
atau sebuah negara kecil Swedia.
Menurutnya, jika Khilafah Islam ada seperti di era Khilafah Ustmaniyah, aksi penghinaan itu sangat bisa dicegah.
"Sangat bisa. Mengapa? Karena
Khilafah itu mempunyai kekuatan efektif.
Kekuatan efektif
itu artinya kekuatan yang dilihat oleh mereka
secara nyata, yakni jihad yang dikenal oleh mereka bukan sekedar
sebagai sebuah retorika. Dan itulah
yang saat sekarang ini tidak ada," pungkasnya. [] Langgeng
Selasa, 04 Juli 2023
IJM: Pembakaran Al-Qur’an adalah Penghinaan Luar Biasa terhadap Kitabullah
Minggu, 05 Februari 2023
Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat
Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat
Selasa, 31 Januari 2023
Muhammadiyah Kutuk Keras Pembakaran Al-Qur'an di Swedia
Muhammadiyah Kutuk Keras Pembakaran Al-Qur'an di Swedia
Sabtu, 28 Januari 2023
Kasus Pembakaran Al-Qur'an: Penistaan Terus Berulang, Sistem Rusak Kian Meradang
Tinta Media - Aksi pembakaran Al-Qur’an terulang kembali. Sabtu pekan lalu (21/1/2023), seorang politisi rasis sayap kanan, Rasmus Paludan, telah membakar salinan kitab suci Al-Qur'an di luar kedutaan Turki di Stockholm, Swedia (sindonews.com, 23/1/2023). Tak kurang dari 1,5 milyar kaum muslim dunia terluka. Sebelumnya pembakaran Al-Qur'an pun pernah dilakukan oleh politisi yang sama di Swedia pada 18 April 2022 lalu (tempo.co, 18/4/2022).
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes Rasmus terhadap Islam dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (sindonews.com, 23/1/2023). Hal ini pun terungkap dari izin yang diberikan pihak kepolisian setempat. Dikutip dari media asing, Reuters (23/1/2023), dari izinnya dengan pihak kepolisian, aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap aturan Islam dan upaya Presiden Turki untuk mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. Tak hanya itu, aksi ini pun dipicu karena Turki tak juga memberikan persetujuan pada Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Alasannya, negara "Nordik"(negara-negara bagian utara Eropa), itu menyembunyikan perusuh Turki (tempo.co, 22/1/2023). Finlandia dan Swedia menandatangani perjanjian tiga arah dengan Turki pada tahun 2022, demi mengatasi keberatan Ankara atas keanggotaan keduanya di NATO. Swedia mengatakan telah memenuhi bagian dari memorandum tersebut tetapi Turki menuntut lebih, termasuk ekstradisi 130 orang yang dianggap teroris (CNBCIndonesia.com, 23/1/2023).
Aksi Paludin ini menuai kecaman berbagai negara di dunia. Kementrian Arab Saudi mengutuk keras otoritas Swedia yang telah memberikan izin kepada Paludan untuk melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an. Kementrian Luar Negeri Indonesia pun mengecam keras aksi tersebut (CNBC.com, 23/1/2023). Kemenlu RI pun menegaskan bahwa kebebasan berekpresi tak bisa dieksploitasi dan harus dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara
di Istanbul, aksi besar-besaran terjadi. Sekitar 200 pengunjuk rasa membakar
bendera Swedia di depan Konsulat Swedia sebagai aksi balasan atas pembakaran Al-Qur'an beberapa hari lalu. Beragam kecaman dan kritikan pun dilayangkan
negara-negara di dunia.
Sistem yang kini diterapkan dalam tatanan pengaturan kehidupan, memantik menjamurnya aksi kekerasan dan penistaan agama. Berbagai pemikiran yang dikembangkan kaum barat selalu menjurus pada upaya mengkambinghitamkan Islam dalam setiap kasus. Tak terkecuali kasus pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan Paludan. Tentu saja, aksi ini menikam kaum muslimin dunia.
Sistem liberalisme yang sekuler, mengandalkan nilai kebebasan di atas apapun. Menggadang-gadang nilai toleransi, pluralistis, kebebasan sebagai sumber kedamaian dunia. Namun, ironis, mereka sendiri tak bisa menghormati Islam sebagai aturan kehidupan. Aksi pembakaran Al-Qur’an adalah simbol bahwa mereka begitu benci aturan yang ditetapkan Allah SWT. dalam syariatNya. Islamofobia kian akut.
Sistem sekularisme yang dijadikan sandaran pun memberikan lahan terbuka yang bebas untuk mereka dalam berekspresi. Karena menganggap agama tak diperlukan dalam pengaturan kehidupan. Wajar saja, segala bentuk aksi brutal kian menjamur dalam sistem yang rusak.
Namun sayang, segala bentuk kecaman atas aksi brutal pembakaran Al-Qur'an tak dapat serta merta menghentikan kasus yang terjadi. Butuh solusi sistemik yang dapat tuntas menyelesaikan.
Rasulullah
SAW bersabda, "Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi daripada Islam" (HR. Baihaqi).
Tak ada yang layak menghina Islam. Dan tak ada layak menista atau menodai segala simbol Islam, termasuk Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT. Di dalamnya termaktub aturan/ syariat Islam. Orang-orang semacam Paludan merupakan orang liberal yang hina dan rusak pemikirannya. Membahayakan Islam dan seluruh umat muslim di dunia. Jelaslah, sistem demokratis yang liberal gagal menjaga akidah umatnya.
Kejadian ini seharusnya menjadi pemantik kaum muslimin untuk sesegera mungkin menerapkan syariat Islam dalam pengaturan kehidupan. Terlebih karena barat memfasilitasi segala bentuk penistaan terhadap Islam serta simbol-simbolnya. Dan selayaknya umat muslim menyadari bahwa Paludan dan orang-orang sejenisnya, adalah para penista, penjahat agama yang terus mempromosikan paham sesat yang merusak pemikiran umat. Selayaknya mereka dihukum seberat-beratnya, atau bahkan dihukum mati atas segala perbuatannya.
Al-Qur'an, merupakan salah satu mukjizat terbesar Rasulullah SAW. yang abadi sepanjang masa. Di dalamnya termuat firman Allah SWT. berupa aturan-aturan kehidupan bagi seluruh umat. Dan wajib ditaati dengan sebaik-baiknya ketaatan. Sebagai kaum muslimin, sudah seharusnya kita mengimani, mempelajari, menerapkan serta mendakwahkan isi kandungan Al Qur'an. Perbuatan menistakan Al Qur'an, apalagi membakarnya, adalah perbuatan zalim yang mengundang murka Allah SWT.
Sekat-sekat nasionalisme negara-negara Islam menjadi salah satu sebab tak berdayanya kaum muslim membela agamanya sendiri. Tak mampu membela Al-Qur'an. Sungguh kita butuh kekuatan luar biasa untuk meluluhlantakkan kezaliman yang dilakukan para penista agama.
Segala fakta ini menunjukkan kita membutuhkan instutusi khas yang menjamin penjagaan akidah umat. Umat membutuhkan negara yang menegakkan sistem Islam berpondasikan syariat Islam. Penetapan hukuman yang adil hanya dapat terselenggara dalam wadah negara bersistemkan Islam, Khilafah Islamiyyah. Menjaga kemuliaan Islam dan umatnya.
Sistem Islam dalam wadah Khilafah ala manhaj An Nubuwwah menghilangkan sekat antar bangsa. Sehingga kaum muslimin dapat menyatukan kekuatan untuk menindak tegas segala kezaliman yang terjadi. Hukum yang ditetapkan sistem Islam bersifat tegas dan menjamin timbulnya efek jera bagi para perusak agama. Sehingga tak akan terulang lagi kasus-kasus penistaan agama. Segala masalah ini pun dapat tuntas dihentikan dari akarnya.
Dalam Islam, hukuman bagi penista agama adalah dengan membunuhnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku penista agama dan pembelajaran bagi masyarakat. Al-'Allamah al-Qadhi Iyadh dalam kitab Asy-Syifa mengutip riwayat Ibnu Wahb dari Imam Malik, ia berkata, "Siapa saja yang berkata bahwa selendang nabi kotor, dengan bermaksud menghina, maka dia harus dibunuh."
Negara pun wajib mengedukasi setiap warga negaranya. Menjaga setiap pemahaman umat dari pemahaman barat yang destruktif. Meyakinkan pada umat, Islam-lah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Dan senantiasa menegaskan bahwa syariat Islam adalah hukum dari segala hukum tertinggi. Sehingga tak ada yang berani menghina atau menistakan setiap ajaran Islam beserta simbol-simbolnya.
Tak ada yang lebih mulia daripada syariat Islam. Karena di dalamnya terkandung aturan sempurna demi tercurahnya rahmat Allah SWT. untuk seluruh umat.
Wallahu
a'lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor