Tinta Media: Swedia
Tampilkan postingan dengan label Swedia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Swedia. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 September 2023

Pembakaran Al-Qur’an di Swedia, IJM: Dunia Muslim Harus Bersatu Melawan

 
Tinta Media - Menanggapi aksi pembakaran Al-Qur’an oleh Salwan Momika di Stockholm, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana meminta dunia muslim bersatu melawannya.
 
“Dunia muslim harus bersatu melawan tindakan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh mereka yang ada di Barat tersebut,” ucapnya, dalam video: Kurang Ajar! Warga yang Cegah Pembakaran Al-Qur’an Malah Ditangkap di kanal YouTube Justice Monitor, Selasa (5/9/2023).

Menurutnya, untuk menciptakan ketertiban, maka prinsip saling menghormati harus ditegakkan. "Dan itu hanya bisa dilakukan oleh negara yang secara ekonomi, politik dan militer kuat,” jelasnya.
 
Selama negara ini belum dikuasai ekonomi, politik dan militer secara memadai dan mumpuni, maka kata Agung, kekuasaan belum berpindah. “Tetapi saya yakin dan percaya bahwa bila sudah waktunya, hal itu akan tiba,” tuturnya penuh keyakinan.
 
Ia meminta agar Islam dan kaum muslim punya pembela yang signifikan. “Maka umat Islam harus membangun kekuatan politik yang berlandaskan kepentingan Islam dan umat,  bukan berlandaskan pada prinsip-prinsip sekularisme ala negara-negara Barat,” ujarnya.
 
Dengan kekuatan politik yang berlandaskan islam, ucapnya, pembelaan terhadap kepentingan Islam dan umat Islam menjadi jelas. Tidak akan bercampur aduk dengan kepentingan-pentingan politik pragmatis sebagaimana yang ditunjukkan oleh negeri-negeri Muslim saat ini.
 
“Hal yang tentu harus menjadi penguat bagi kita, kita harus bisa memunculkan institusi yang betul-betul signifikan dalam melindungi umat Islam,” pungkasnya. [] Raras

Minggu, 16 Juli 2023

Terulangnya Pembakaran Al-Qur'an di Swedia, Bukti Nyata Islamofobia

Tinta Media - Aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia terulang lagi. Aksi tersebut dilakukan bertepatan dengan hari raya Iedul Adha. Pembakaran Al-Qur'an dilakukan di depan masjid Stockholm pada Rabu, 28/06/2023. 

Tindakan tersebut dilakukan oleh Salwan Momika, pria asal Irak yang pindah ke Swedia. Atas nama kebebasan berpendapat dan kebebasan berekpresi, aksinya pun telah mendapatkan izin oleh pihak kepolisian Swedia.

Aksi tersebut menuai banyak kecaman dari berbagai negara di dunia, seperti Turki, Irak, Iran, Arab Saudi, termasuk Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia.

Dilansir dari AFP, Jumat (30/06/ 2023) Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam karena mengizinkan aksi pembakaran Al-Qur'an di masjid Stockholm, Swedia dan menegaskan akan melawan Islamofobia.

Tidak hanya itu, warga Irak pun mengecam aksi tersebut dengan protes menyerbu kedutaan besar Swedia yang berada di Baghdad. (Reuters, Kamis, 29/06/2023).

Sedangkan Indonesia mengecam aksi tersebut melalui akun Twitter resmi Kementrian Luar Negeri (Kemlu) RI dengan mengatakan bahwa aksi tersebut melukai perasaan umat Islam, Kamis (29/6/2023).

Jika kita cermati, aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia bukan terjadi saat ini saja. Sebelumnya pun pernah dilakukan oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai sayap kanan Denmark, dan Stram Kurs. Mereka melakukan pembakaran alquyr'an berulang-ulang. Hal ini menunjukkan semakin nyatanya Islamofobia.

Aksi pembakaran Al-Qur'an terus berulang, tetapi tidak ada sikap tegas dari kaum muslimin dan para pemimpin, bahkan tidak satu pemimpin pun yang menunjukan pembelaan hakiki. Mereka hanya mencukupkan diri dengan mengecam tanpa tindakan nyata. Seharusnya ada tindakan tegas dan nyata hingga menjadikan pelakunya jera agar hal tersebut tidak terulang lagi, sebab tidak cukup hanya mengecam tanpa ada sanksi tegas dari pemerintah.

Namun, dalam sistem saat ini hal tersebut tidak dapat dilakukan, sebab sistem saat ini adalah sistem sekuler liberalisme, dengan mengatasnamakan hak asasi manusia (HAM), bebas melakukan apa saja. Karena itu, pemerintah tidak serius menangani masalah ini dan akan menjadi sebab terus terulang. 

Hal ini karena tidak menjadikan pelaku jera atas perbuatannya. Mungkin seperti inilah potret kepemimpian dalam negara yang menganut sistem demokrasi, sekuler, liberalisme.

Berbeda dengan sistem Islam, negaralah yang paling bertanggung jawab menjaga agama dan Al-Qur'an serta mengajarkan rakyat untuk menunjukan pembelaannya. 

Sistem Islam mengutamakan kepentingan rakyat, baik perkara kecil maupun besar karena hal tersebut adalah amanah yang akan dimintai pertagungjawaban di akhirat kelak.

Pemimpin dalam sistem Islam meriayah rakyatnya untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Sebab, membakar Al-Qur'an dengan tujuan melecehakan adalah dosa besar.

Jika pelakunya adalah kafir dzimmiy dan terikat perjanjian dengan kaum muslimin, maka tindaknnya telah membatalkan perjanjian itu hingga hilang jaminan kemanan untuk si pelaku sehingga dapat dijatuhi hukuman mati. Demikianlah pendapat dari Imam asy-Syafii (Ash-Sharim al-Maslul'ala Syatim ar-Rasul , hlm 13).

Dalam sistem Islam, pemimpin mengarahkan rakyatnya untuk senantiasa taat kepada Allah Swt. Dengan begitu, tidak akan ada perbuatan yang seakan melecehkan agama, baik agama Islam maupun agama lainnya. Hanya sistem Islam yang mampu menghentikan penistaan dalam bentuk apa pun, sebab pemimpin dalam Islam merupakan perisai untuk rakyat.

Oleh: Nasiroh
Aktivitas Muslimah

Senin, 10 Juli 2023

Pembakaran Al-Qur’an di Swedia, UIY: Umat Islam Wajib Mengutuk

Tinta Media - Menanggapi pembakaran Al-Qur’an yang terjadi di Swedia beberapa waktu lalu, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa umat Islam wajib mengutuk.
 
“Al-Qur’an itu sebagaimana keberadaan Nabi Saw. berada di titik yang paling sensitif pada tubuh umat Islam. Karena itu kita wajib mengutuk dan mengecam. Kecaman serta kutukan itu wajib diekspresikan secara nyata, sebab jika tidak maka umat Islam dianggap tidak peduli,” ungkapnya di acara Focus: Pembakaran Al Qur’an, Bagaimana Menghukum Swedia, melalui kanal  Youtube UIY Official Senin (3/7/2023).
 
Dalam pandangan UIY,  tindakan membakar  Al-Qur’an ini aneh. Ia mempertanyakan apa yang salah dari Al-Qur’an. Kalau Al-Qur’an dianggap telah menginspirasi umat Islam untuk melakukan kejahatan, terorisme, yang menimbulkan kerusakan dan kematian demikian besar, pada faktanya kerusakan itu bukan dilakukan oleh umat Islam.
 
“Hak Asasi Manusia Internasional menyatakan bahwa pelanggar HAM terbesar di muka bumi itu tidak lain adalah Amerika Serikat. Kita bisa lihat pada invasi di Afganistan kemudian invasi di Irak yang telah menewaskan jutaan manusia. Artinya merekalah yang menimbulkan kerusakan. Dan mereka melakukan itu atas inspirasi apa? Atas inspirasi agama mereka, agama Kristen yang kitab sucinya Injil,” bebernya.
 
Oleh karena itu, sambungnya, mestinya yang dibakar itu bukan Al-Qur’an tapi Injil. Hal ini, ucapnya, menunjukkan hipokrisi negara-negara Barat khususnya Swedia. Di satu sisi Barat mengagung-agungkan kebebasan tapi di sisi lain kebebasan itu hanya boleh dilakukan untuk sesuatu yang sesuai dengan kepentingannya.
 
Tidak Berulang
 
Menurut UIY, solusi yang bisa dilakukan saat ini agar pembakaran Al-Qur’an tidak berulang maka harus ada tuntutan hukum bagi pelaku. “Tuntutan hukum ini bukan mengandalkan hukum Swedia tapi harus tuntutan internasional,” imbuhnya.
 
Tuntutan hukum internasional itu, ucapnya, kurang lebih seperti tuntutan kepada Salman Rusdhie dulu bahwa Salwan telah melakukan kejahatan melawan Islam, karena itu dunia Islam memutus dia bersalah dan dihukum, menjadi buronan internasional.
 
“Itu saja, saya kira sudah menggentarkan, apalagi kalau ada pernyataan bahwa siapa saja boleh mengeksekusi keputusan ini, akan lebih menggentarkan lagi,” tukasnya.
 
Kemudian, sambungnya, kepada negara yang melindungi atau menganggap bahwa pembakaran Al-Qur’an itu legal seperti di Swedia,  harus dihukum melalui tindakan ekonomi (embargo), pemutusan hubungan diplomatik. “Dunia Islam yang berjumlah 50 negara itu jika melakukan pemutusan hubungan ekonomi, misal ekspor impor dihentikan, saya kira itu akan sangat berdampak besar,” terangnya.
 
Efektif
 
Dalam penilaian UIY berulangnya pembakaran Al-Qur’an ini, cerminan kelemahan kekuatan politik global umat Islam yang amat sangat.  
 
“Bagaimana bisa umat Islam yang jumlahnya hampir dua miliar, ini hari tak berdaya menghadapi seorang Salwan, seorang Paludan atau kalau negara, menghadapi negara kecil seperti Swedia yang penduduknya tidak terlalu besar itu,” herannya.
 
Kalau khilafah sebagai kekuatan politik global umat Islam itu ada, lanjutnya, pembakaran Al-Qur’an seperti ini tidak akan terjadi, karena khilafah mempunyai kekuatan efektif. “Khilafah itu mempunyai kekuatan efektif. Kekuatan efektif itu artinya kekuatan yang dilihat oleh mereka secara nyata,” imbuhnya.
 
Ia mencontohkan, saat Inggris dan Prancis akan menampilkan pertunjukan teater yang menghina Nabi, Sultan Abdul Hamid (sebagai khalifah) mengancam akan melancarkan jihad kepada Inggris dan Prancis.
 
“Mereka tahu persis kekuatan Khilafah Utsmaniyah. Jihad itu dikenal oleh mereka, bukan sekedar retorika, sehingga mereka menghentikan rencana pertunjukan itu. Khilafah ini yang saat ini tidak ada,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 

Minggu, 09 Juli 2023

UIY : Harus Ada Tuntutan Hukum Internasional bagi Pelaku Pembakaran Al-Qur’an


Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa diperlukan tuntutan hukum internasional untuk menghukum pelaku pembakaran Al-Qur’an agar tidak kembali berulang kejadian tersebut di masa mendatang.

 

“Kepada yang bersangkutan harus ada tuntutan hukum. Artinya tuntunan hukum bukan hanya mengandalkan hukum Swedia, tentu saja harus tuntutan internasional,” ujarnya di Fokus to The Point: Pembakaran Al-Qur’an, Bagaimana Menghukum Swedia?  melalui kanal You Tube UIY Official, Senin (3/7/2023).

 

Hal tersebut disampaikan karena menurutnya akan efektif dalam menghukum pelaku pembakaran. “Tindakan efektif itu apa ukurannya? Tindakan efektif itu adalah jika dengan tindakan itu tidak terulang kejadian serupa,” tegasnya.

 

UIY kemudian mencontohkan Salman Rusdi yang dulu telah melakukan kejahatan melawan IsIam dengan bukunya Satanic Verses. Karena itu dunia Islam memutus bahwa dia bersalah dan dihukum menjadi buronan internasional.

 

Meskipun beberapa negara di Arab dan juga Turki termasuk Indonesia memprotes keras aksi pembakaran ini, namun menurut UIY itu dirasa kurang efektif. 


“Protes itu bagus. Ketika kasus Paludan membakar Al-Qur’an, ada juga protes, tapi kemudian diulang oleh Salwan. Itu menunjukkan bahwa protes yang kemarin berkenaan dengan Paludan itu tidak cukup efektif,” singgungnya.

 

Ia mengatakan, selain sosok Salwan sebagai individu yang harus dihukum, Swedia sebagai sebuah negara yang melindungi dan menganggap bahan yang ilegal, juga harus dihukum. Baik secara politik, hukum maupun ekonomi.

 

"Tindakan politik pemutusan hubungan diplomatik seluruh dunia Islam yang berjumlah lebih dari 50 negara dengan Swedia. Kemudian pemutusan hubungan ekonomi, misalnya ekspor impor dihentikan, saya kira itu akan sangat berdampak besar," imbuhnya.

 

UIY juga menyayangkan kelemahan kekuatan politik umat Islam yang jumlahnya hampir dua miliar tak berdaya menghadapi seorang Salwan dan Paludan atau sebuah negara kecil Swedia.

 

Menurutnya, jika Khilafah Islam ada seperti di era Khilafah Ustmaniyah, aksi penghinaan itu sangat bisa dicegah.


"Sangat bisa. Mengapa? Karena Khilafah itu mempunyai kekuatan efektif. Kekuatan efektif itu artinya kekuatan yang dilihat oleh mereka secara nyata, yakni jihad yang dikenal oleh mereka bukan sekedar sebagai sebuah retorika. Dan itulah yang saat sekarang ini tidak ada," pungkasnya. [] Langgeng 

Selasa, 04 Juli 2023

IJM: Pembakaran Al-Qur’an adalah Penghinaan Luar Biasa terhadap Kitabullah

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa tindakan membakar Al-Qur’an sebagai bentuk protes adalah penghinaan luar biasa terhadap kitab dari Allah subhanahu wa ta'ala, Pencipta dan Pemilik Alam Raya.

"Tindakan membakar Al-Qur’an sebagai bentuk protes adalah penghinaan luar biasa terhadap Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab dari Allah Subhanahu wa Ta'ala Pencipta dan Pemilik Alam Raya," ujarnya dalam program Aspirasi: Al Qur'an dilecehkan berkali-kali! Jumat (30/6/2023 ) di kanal Youtube Justice Monitor.

Agung mengungkapkan Al-Qur’an diturunkan di dunia sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dibawa oleh malaikat paling mulia Jibril kemudian diturunkan kepada nabi paling mulia Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

"Membacanya sebagai ibadah jika diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan ini akan menjadi kemuliaan yang luar biasa," ujarnya.

Oleh sebab itu, kata Agung, sikap pemerintah Swedia yang mengizinkan Salwan Momika membakar Alquran sama saja membiarkan tindakan biadab. "Artinya merupakan kebiadaban," tegasnya.

Agung menjelaskan sikap pemerintah Swedia adalah bentuk persetujuan Swedia terhadap tindak biadab tersebut. "Siapa yang setuju kebiadaban maka dia juga biadab!" tandasnya. 

Agung menilai, alasan kebebasan berekspresi semestinya tidak membiarkan kebebasan untuk menghina dan menista Islam. "Bagi umat Islam ini harus menjadi pelajaran serius. Barat selalu menerapkan standar ganda (hipokrit)," ujarnya.

Penguasa negeri Islam, kata Agung, seharusnya marah ketika kitab sucinya dihinakan. "Jika tidak marah maka dipertanyakan keimanan mereka. Sungguh aneh orang beriman diam saja ketika kitab sucinya dihina," ungkapnya. 

Menurutnya, penguasa negeri Islam seharusnya bisa mengancam Swedia. Dunia Islam punya tentara yang kuat yang seharusnya berani untuk melawan penghinaan.

Ia mempertanyakan, Apakah bisa para penguasa dunia islam  melakukan itu? Sebab Al-Qur’an yang wajib diterapkan secara keseluruhan juga mereka abaikan sama sekali. "Bahkan mereka lebih suka menerapkan sistem dan hukum sekuler daripada hukum Al-Qur’an. Sementara penerapan totalitas hukum Al-Qur’an dianggap sebagai radikal pemecah bangsa dan sebutan buruk lainnya. Itulah sikap dari banyak dari pemimpin-pemimpin negeri muslim hari ini," ungkapnya.

Allah berfirman  dalam Al-Qur’an surat al-Furqon ayat 30," Rasulullah ( Muhammad ) berkata Ya Tuhanku Sesungguhnya kaumku telah menjadikan Alquran ini diabaikan".

"Apakah seperti ini yang diharapkan? Tentu tidak. Kita menginginkan agar pemimpin-pemimpin negeri Islam yang mempunyai tentara yang hebat berani untuk melawan penghinaan ini," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 05 Februari 2023

Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.

“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.

“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.

Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.

“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.

"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya. 

Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.

“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika





Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.

“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.

“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.

Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.

“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.

"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya. 

Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.

“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Selasa, 31 Januari 2023

Muhammadiyah Kutuk Keras Pembakaran Al-Qur'an di Swedia

Tinta Media - Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution mengutuk keras aksi pembakaran salinan Al-Qur'an oleh Rasmus Paludan di Swedia.

“Kami mengutuk keras aksi pembakaran salinan Al-Qur'an oleh Rasmus Paludan di Swedia,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Ahad (29/1/2023).
 
 Maneger menilai aksi Rasmus Paludan sebagai perbuatan tak berprikemanusiaan dan memperjelas sikap diri yang cacat pikir dan gagal paham kemanusiaan universal. Menurutnya, Rasmus Paludan mempertontonkan diri sebagai yang picik dan profil islamofobia. Perbuatan itu seharusnya tidak dilakukan jika Rasmus menjunjung tinggi nilai-nilai HAM universal.

“Sangat manusiawi jika umat Islam marah. Tetapi, ekspresi kemarahan itu sejatinya dilakukan dengan cara-cara yang menggambarkan keanggunan akhlak Islam. Ekspresi kemarahan dan perlawanan yang berlebihan tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan bisa kontraproduktif dan memberi ruang bagi sementara pihak dengan motivasi tertentu untuk memojokkan umat Islam sendiri,” bebernya.

Maneger menuntut agar otoritas Swedia menuntaskan kasus yang memalukan itu secara profesional dan independen. Selain itu, lanjutnya, otoritas Swedia juga harus memastikan peristiwa yang sama tidak akan terulang di masa mendatang.

“Rasmus Paludan laik diganjar sebagai penjahat HAM universal. Pemerintah Swedia harus mampu menjelaskan ke dunia internasional bahwa pembakaran itu merupakan tindakan pribadi dan bukan representasi atau sikap partai serta negara Swedia,” ujarnya. 

Maneger juga menuntut Pemerintah Indonesia agar memanggil Dubes Swedia untuk Indonesia untuk bisa menjelaskan peristiwa penistaan kitab suci umat Islam yang telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. 

“Kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab. Tindakan Rasmus Paludan itu mengingkari Swedia sebagai bangsa yang mengklaim paling menghargai HAM. Ia mengingkari sejarah bangsanya sendiri,” ucapnya. 

Sebagai pejabat publik, ia menilai Rasmus gagal paham tentang hal paling elementer dari perspektif HAM, hak berkeyakinan/beragama. “Rasmus seharusnya paham untuk tidak memasuki hal sensitif, baik wilayah forum internum maupun forum eksternum hak kebebasan beragama umat manusia. Kewajiban dia sebagai pejabat politik Swedia untuk menegakkan dan memenuhi norma-norma HAM universal tersebut,” tandasnya.

Maneger mendesak Rasmus Paludan untuk secara kesatria segera meminta maaf kepada dunia kemanusiaan, bukan hanya lantaran ia telah melukai hati umat Islam dengan pembakaran salinan kitab suci umat Islam, tapi tindakan dia sesungguhnya juga telah mencederai hati dunia kemanusiaan universal.

“Kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi, saling memuliakan satu sama lain. Percayakan pada Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah diplomasi internasional agar komunitas internasional, di samping mengutuk tindakan Rasmus Paludan, juga mendesak otorotas Swedia menghukum Rasmus Paludan sebagai penjahat kemanusiaan,” pungkasnya.[] Erlina

Muhammadiyah Kutuk Keras Pembakaran Al-Qur'an di Swedia

Tinta Media - Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution mengutuk keras aksi pembakaran salinan Al-Qur'an oleh Rasmus Paludan di Swedia.

“Kami mengutuk keras aksi pembakaran salinan Al-Qur'an oleh Rasmus Paludan di Swedia,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Ahad (29/1/2023).
 
 Maneger menilai aksi Rasmus Paludan sebagai perbuatan tak berprikemanusiaan dan memperjelas sikap diri yang cacat pikir dan gagal paham kemanusiaan universal. Menurutnya, Rasmus Paludan mempertontonkan diri sebagai yang picik dan profil islamofobia. Perbuatan itu seharusnya tidak dilakukan jika Rasmus menjunjung tinggi nilai-nilai HAM universal.

“Sangat manusiawi jika umat Islam marah. Tetapi, ekspresi kemarahan itu sejatinya dilakukan dengan cara-cara yang menggambarkan keanggunan akhlak Islam. Ekspresi kemarahan dan perlawanan yang berlebihan tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan bisa kontraproduktif dan memberi ruang bagi sementara pihak dengan motivasi tertentu untuk memojokkan umat Islam sendiri,” bebernya.

Maneger menuntut agar otoritas Swedia menuntaskan kasus yang memalukan itu secara profesional dan independen. Selain itu, lanjutnya, otoritas Swedia juga harus memastikan peristiwa yang sama tidak akan terulang di masa mendatang.

“Rasmus Paludan laik diganjar sebagai penjahat HAM universal. Pemerintah Swedia harus mampu menjelaskan ke dunia internasional bahwa pembakaran itu merupakan tindakan pribadi dan bukan representasi atau sikap partai serta negara Swedia,” ujarnya. 

Maneger juga menuntut Pemerintah Indonesia agar memanggil Dubes Swedia untuk Indonesia untuk bisa menjelaskan peristiwa penistaan kitab suci umat Islam yang telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. 

“Kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab. Tindakan Rasmus Paludan itu mengingkari Swedia sebagai bangsa yang mengklaim paling menghargai HAM. Ia mengingkari sejarah bangsanya sendiri,” ucapnya. 

Sebagai pejabat publik, ia menilai Rasmus gagal paham tentang hal paling elementer dari perspektif HAM, hak berkeyakinan/beragama. “Rasmus seharusnya paham untuk tidak memasuki hal sensitif, baik wilayah forum internum maupun forum eksternum hak kebebasan beragama umat manusia. Kewajiban dia sebagai pejabat politik Swedia untuk menegakkan dan memenuhi norma-norma HAM universal tersebut,” tandasnya.

Maneger mendesak Rasmus Paludan untuk secara kesatria segera meminta maaf kepada dunia kemanusiaan, bukan hanya lantaran ia telah melukai hati umat Islam dengan pembakaran salinan kitab suci umat Islam, tapi tindakan dia sesungguhnya juga telah mencederai hati dunia kemanusiaan universal.

“Kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi, saling memuliakan satu sama lain. Percayakan pada Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah diplomasi internasional agar komunitas internasional, di samping mengutuk tindakan Rasmus Paludan, juga mendesak otorotas Swedia menghukum Rasmus Paludan sebagai penjahat kemanusiaan,” pungkasnya.[] Erlina

Sabtu, 28 Januari 2023

Kasus Pembakaran Al-Qur'an: Penistaan Terus Berulang, Sistem Rusak Kian Meradang

Tinta Media - Aksi pembakaran Al-Qur’an terulang kembali. Sabtu pekan lalu (21/1/2023), seorang politisi rasis sayap kanan, Rasmus Paludan, telah membakar salinan kitab suci Al-Qur'an di luar kedutaan Turki di Stockholm, Swedia (sindonews.com, 23/1/2023). Tak kurang dari 1,5 milyar kaum muslim dunia terluka. Sebelumnya pembakaran Al-Qur'an pun pernah dilakukan oleh politisi yang sama di Swedia pada 18 April 2022 lalu (tempo.co, 18/4/2022).

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes Rasmus terhadap Islam dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (sindonews.com, 23/1/2023). Hal ini pun terungkap dari izin yang diberikan pihak kepolisian setempat. Dikutip dari media asing, Reuters (23/1/2023), dari izinnya dengan pihak kepolisian, aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap aturan Islam dan upaya Presiden Turki untuk mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. Tak hanya itu, aksi ini pun dipicu karena Turki tak juga memberikan persetujuan pada Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Alasannya, negara "Nordik"(negara-negara bagian utara Eropa), itu menyembunyikan perusuh Turki (tempo.co, 22/1/2023). Finlandia dan Swedia menandatangani perjanjian tiga arah dengan Turki pada tahun 2022, demi mengatasi keberatan Ankara atas keanggotaan keduanya di NATO. Swedia mengatakan telah memenuhi bagian dari memorandum tersebut tetapi Turki menuntut lebih, termasuk ekstradisi 130 orang yang dianggap teroris (CNBCIndonesia.com, 23/1/2023).

Aksi Paludin ini menuai kecaman berbagai negara di dunia. Kementrian Arab Saudi mengutuk keras otoritas Swedia yang telah memberikan izin kepada Paludan untuk melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an. Kementrian Luar Negeri Indonesia pun mengecam keras aksi tersebut (CNBC.com, 23/1/2023). Kemenlu RI pun menegaskan bahwa kebebasan berekpresi tak bisa dieksploitasi dan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara di Istanbul, aksi besar-besaran terjadi. Sekitar 200 pengunjuk rasa membakar bendera Swedia di depan Konsulat Swedia sebagai aksi balasan atas pembakaran Al-Qur'an beberapa hari lalu. Beragam kecaman dan kritikan pun dilayangkan negara-negara di dunia.

Sistem yang kini diterapkan dalam tatanan pengaturan kehidupan, memantik menjamurnya aksi kekerasan dan penistaan agama. Berbagai pemikiran yang dikembangkan kaum barat selalu menjurus pada upaya mengkambinghitamkan Islam dalam setiap kasus. Tak terkecuali kasus pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan Paludan. Tentu saja, aksi ini menikam kaum muslimin dunia.

Sistem liberalisme yang sekuler, mengandalkan nilai kebebasan di atas apapun. Menggadang-gadang nilai toleransi, pluralistis, kebebasan sebagai sumber kedamaian dunia. Namun, ironis, mereka sendiri tak bisa menghormati Islam sebagai aturan kehidupan. Aksi pembakaran Al-Qur’an adalah simbol bahwa mereka begitu benci aturan yang ditetapkan Allah SWT. dalam syariatNya. Islamofobia kian akut.

Sistem sekularisme yang dijadikan sandaran pun memberikan lahan terbuka yang bebas untuk mereka dalam berekspresi. Karena menganggap agama tak diperlukan dalam pengaturan kehidupan. Wajar saja, segala bentuk aksi brutal kian menjamur dalam sistem yang rusak.

Namun sayang, segala bentuk kecaman atas aksi brutal pembakaran Al-Qur'an tak dapat serta merta menghentikan kasus yang terjadi. Butuh solusi sistemik yang dapat tuntas menyelesaikan.

Rasulullah SAW bersabda, "Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam" (HR. Baihaqi).

 

Tak ada yang layak menghina Islam. Dan tak ada layak menista atau menodai segala simbol Islam, termasuk Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT. Di dalamnya termaktub aturan/ syariat Islam. Orang-orang semacam Paludan merupakan orang liberal yang hina dan rusak pemikirannya. Membahayakan Islam dan seluruh umat muslim di dunia. Jelaslah, sistem demokratis yang liberal gagal menjaga akidah umatnya.

Kejadian ini seharusnya menjadi pemantik kaum muslimin untuk sesegera mungkin menerapkan syariat Islam dalam pengaturan kehidupan. Terlebih karena barat memfasilitasi segala bentuk penistaan terhadap Islam serta simbol-simbolnya. Dan selayaknya umat muslim menyadari bahwa Paludan dan orang-orang sejenisnya, adalah para penista, penjahat agama yang terus mempromosikan paham sesat yang merusak pemikiran umat. Selayaknya mereka dihukum seberat-beratnya, atau bahkan dihukum mati atas segala perbuatannya.

Al-Qur'an, merupakan salah satu mukjizat terbesar Rasulullah SAW. yang abadi sepanjang masa. Di dalamnya termuat firman Allah SWT. berupa aturan-aturan kehidupan bagi seluruh umat. Dan wajib ditaati dengan sebaik-baiknya ketaatan. Sebagai kaum muslimin, sudah seharusnya kita mengimani, mempelajari, menerapkan serta mendakwahkan isi kandungan Al Qur'an. Perbuatan menistakan Al Qur'an, apalagi membakarnya, adalah perbuatan zalim yang mengundang murka Allah SWT.

Sekat-sekat nasionalisme negara-negara Islam menjadi salah satu sebab tak berdayanya kaum muslim membela agamanya sendiri. Tak mampu membela Al-Qur'an. Sungguh kita butuh kekuatan luar biasa untuk meluluhlantakkan kezaliman yang dilakukan para penista agama.

Segala fakta ini menunjukkan kita membutuhkan instutusi khas yang menjamin penjagaan akidah umat. Umat membutuhkan negara yang menegakkan sistem Islam berpondasikan syariat Islam. Penetapan hukuman yang adil hanya dapat terselenggara dalam wadah negara bersistemkan Islam, Khilafah Islamiyyah. Menjaga kemuliaan Islam dan umatnya.

Sistem Islam dalam wadah Khilafah ala manhaj An Nubuwwah menghilangkan sekat antar bangsa. Sehingga kaum muslimin dapat menyatukan kekuatan untuk menindak tegas segala kezaliman yang terjadi. Hukum yang ditetapkan sistem Islam bersifat tegas dan menjamin timbulnya efek jera bagi para perusak agama. Sehingga tak akan terulang lagi kasus-kasus penistaan agama. Segala masalah ini pun dapat tuntas dihentikan dari akarnya.

Dalam Islam, hukuman bagi penista agama adalah dengan membunuhnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku penista agama dan pembelajaran bagi masyarakat. Al-'Allamah al-Qadhi Iyadh dalam kitab Asy-Syifa mengutip riwayat Ibnu Wahb dari Imam Malik, ia berkata, "Siapa saja yang berkata bahwa selendang nabi kotor, dengan bermaksud menghina, maka dia harus dibunuh."

Negara pun wajib mengedukasi setiap warga negaranya. Menjaga setiap pemahaman umat dari pemahaman barat yang destruktif. Meyakinkan pada umat, Islam-lah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Dan senantiasa menegaskan bahwa syariat Islam adalah hukum dari segala hukum tertinggi. Sehingga tak ada yang berani menghina atau menistakan setiap ajaran Islam beserta simbol-simbolnya.

Tak ada yang lebih mulia daripada syariat Islam. Karena di dalamnya terkandung aturan sempurna demi tercurahnya rahmat Allah SWT. untuk seluruh umat.

Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab