Tinta Media: Swasta
Tampilkan postingan dengan label Swasta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Swasta. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Juli 2023

Inilah Alasan Pengelolaan Tambang Banyak Dikelola Asing

Tinta Media - Ekonom Dr. Arim Nasim mengungkap penyebab banyaknya tambang di negeri ini yang dikelola asing dan swasta. 

“Saya melihat adalah tidak ada political will kebijakan yang pro untuk rakyat, pro untuk negara. Kebijakan itu karena di belakangnya adalah para kapitalis,” ujarnya dalam diskusi Re Live. IKN: Kongkalikong Ekspor Nikel Ilegal Jumat (14/7/23) dikanal youtube Rayah TV.

 Ia membeberkan beberapa contoh misalnya Ibu Kota Nusantara (IKN). Begitu juga pekerja-pekerja tambang atau yang mengerjakan kereta api cepat dan yang lainnya kenapa harus orang asing yang membangun atau mengelola. 

“Selalu itu merendahkan. Merendahkan tenaga kerja kita. Itu kan sebenarnya mental-mental inlander gitu kan,” tuturnya.

Padahal sebenarnya, menurut Dr. Arim, tenaga kerja dinegeri ini sangat sudah mumpuni dan sudah menguasai, Walaupun mungkin dalam beberapa hal ada yang belum. 

“Kan tinggal kita undang aja mereka, kita bayar, tidak dengan menyerahkan tambangnya ke swasta atau ke asing. Itu yang pertama,” bebernya.

Ia juga turut mengomentari terkait alasan dari sisi modal. “Memang ada sebenarnya dana itu kan, apalagi kalau kita lihat juga konsorsium bank-bank nasional misalnya pernah juga mereka sebenarnya mampu gitu kan, cuman lagi-lagi yang tidak ada itu adalah political will Ya kebijakan pemerintah yang pro terhadap rakyat,” imbuhnya.

Dr. Arim juga mengungkapkan alasannya terkait tidak adanya political will kebijakan pemerintah yang pro rakyat. 

“Kerusakan akibat eksplorasi tambang yang dilakukan oleh swasta tanpa memperhitungkan kelestarian lingkungan, tanpa memperhatikan dampak kerusakannya terhadap masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya, banyak hutan dan lahan yang rusak akibat tambang yang mengakibatkan banjir dan pencemaran lingkungan. 

“Siapa yang bukan menikmati hasilnya. Siapa yang kemudian merasakan? Akhirnya rakyat,” pungkasnya. [] Setiawan Dwi

Selasa, 11 Juli 2023

Sumber Daya Air Dikelola Swasta, Masyarakat Sengsara

Tinta Media - Air adalah sumber daya alam yang dikuasai oleh negara. Air merupakan kebutuhan primer, dan sangat vital bagi keberlangsungan mahluk hidup. Selain kegunaan di rumah tangga, kegunaan air juga sangat penting untuk pertanian, perikanan, industri, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. 

Walhasil, semua mahluk hidup tidak dapat hidup tanpa adanya air. Begitu pentingnya keberadaan air dalam kehidupan, sampai-sampai manusia harus memikirkan bagaimana supaya air itu tetap ada, sehingga semua mahluk hidup bisa memenuhi kebutuhannya. 

Musim kemarau yang melanda tentunya akan mengakibatkan kekeringan. Krisis air bersih akan mengancam kota-kota di negri ini, termasuk kota Bandung Raya. Kemarau panjang diperkirakan akan berlangsung sampai bulan Agustus 2023. 

Penurunan permukaan tanah semakin menambah parah krisis air bersih, juga terbatasnya jumlah warga yang mengakses air bersih ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Menurut Bupati Bandung, Dadang Supriatna, warga di Kabupaten Bandung belum semuanya bisa terpenuhi PDAM. Pemerintah Kabupaten  Bandung akan menggandeng perusahaan swasta untuk bekerja sama dan melakukan investasi dalam penyediaan air bersih, sebagai solusi agar terpenuhinya kebutuhan air. 

Alasan Pemkab Bandung menggandeng atau bekerja sama dengan pihak swasta adalah karena perusahaan swasta tersebut memiliki keahlian dan sumber daya yang diperlukan dalam pengembangan sistem penyediaan air minum. Ini dilakukan melalui skema investasi business-to business, rencana kerjasama investasi dalam pengembangan sistem penyediaan air minum di wilayah Kabupaten Bandung. 

Melalui skema ini, pemkab berharap dapat mencapai beberapa tujuan penting, terutama adanya peningkatan infrastruktur. Pemkab meyakini, skema ini dapat meningkatkan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Bandung keberlanjutan finansial untuk mengelola sistem secara efisien. 

Pemkab berdalih akan ada pemberdayaan dan peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi lokal, dan mendorong perusahaan swasta untuk memberdayakan masyarakat melalui pelatihan kerja, serta adanya kesempatan kerja bagi masyarakat. 

Lagi-lagi sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, kini beralih dikelola oleh pihak swasta. Tentunya, ini akan sangat menguntungkan pihak pengelola karena masyarakat akan membayar mahal biaya penyediaan air bersih tersebut. 

Sikap pemerintah yang dengan sengaja memberi kebebasan kepada investor-investor asing atau pihak swasta dalam mengelola sumber daya alam negri ini, tentu sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 33 ayat 3, yang menyatakan bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

Air merupakan salah satu bagian dari kekayaan alam negeri ini. Berdasarkan hak negara untuk menguasai air, maka pemerintah berkewajiban mengelola dan memelihara seefisien mungkin untuk kesejahteraan rakyat. 

Sangat ironi memang, di-era kapitalis ini, semua sumber daya alam negeri ini di kapitalisasi, dikomersilkan dan dikelola asing. Merekalah yang merasakan dan menikmati hasil dari kekayaan alam tersebut, sementara rakyat hanya menjadi penonton.

Rakyat akan lebih menderita apabila air yang begitu penting dalam kehidupan dan sebagai kebutuhan primer masyarakat dikomersialisasi. Di dalam Islam, kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, yaitu, dalam persoalan air, api, dan padang rumput. Ketiganya tidak boleh dikuasai oleh individu atau golongan tertentu, tetapi negaralah yang wajib mengelola   dan menjaga kelestariannya, untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.  

Begitu sempurnanya Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk mengatur kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam, agar tercipta keadilan di tengan-tengah masyarakat, dan negara benar-benar mengurusi rakyat. 

Inilah pentingnya penegakan  hukum-hukum Islam, agar tidak banyak oknum  yang bertindak sewenang-wenang, menyelewengkan jabatan sebagai penguasa yang menjadikan kekuasaan atau jabatannya hanya untuk kepentingan diri sendiri atau-pun golongannya, sementara  rakyat yang menjadi korban.
Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 24 November 2022

Maraknya Rumah Sakit Swasta, Wujud Peradaban yang Maju?

Tinta Media - Pasca pandemi Covid-19, pertumbuhan jumlah rumah sakit baru semakin meningkat. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Ichsan Hanafi, pertumbuhan jumlah rumah sakit pada tahun 2021 berada di kisaran 3%-5% dari jumlah total rumah sakit di seluruh Indonesia, yaitu mencapai kisaran 3.000 unit. Sebanyak 65% di antaranya merupakan rumah sakit swasta. ( Kontan.co.id ,9/9/2022)

Pembangunan rumah sakit swasta di Indonesia cukup massif. Kondisi demografi penduduk Indonesia yang tinggi, bagi pemilik dan pengelola rumah sakit, merupakan peluang untuk ekspansi bisnis. Ditinjau dari keberadaannya, RSU di Indonesia pada 2021 berjumlah 2.514 unit. Angka tersebut naik sekitar 3,75 % dari jumlah RSU di Indonesia pada 2020, yaitu 2.423 unit. (GoodStats,11/03/22)

Hal ini tampak juga dari pernyataan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat peletakan batu pertama di RS. Edelwieis, bahwa penduduk Jawa Barat yang berkisar 50 juta, masih butuh tambahan 30 rumah sakit baru. Ini Tidak mungkin dana sepenuhnya dari pemerintah, perlu adanya dukungan dari pihak swasta. (Sindonews.com,28/10/2022)

Bupati Bandung Dadang Supriatna saat meresmikan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Selatan pun menuturkan, bahwa menciptakan kesehatan masyarakat pada dasarnya adalah tugas pemerintah. Namun, tentunya memerlukan kerjasama, sinergitas, sekaligus dukungan demi menjaga keperluan masyarakat dalam soal pembangunan kesehatan. (Dara.co.id, 3/11/2022)

Rumah Sakit merupakan  institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Rumah sakit menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 

Merujuk pada ketentuan UU No. 4 Tahun 2009, rumah sakit di Indonesia berdasarkan pengelolaannya dibedakan menjadi dua, yaitu rumah sakit privat dan rumah sakit publik.

Rumah sakit privat merupakan  rumah sakit swasta yang secara legal (badan hukum) merupakan Perseroan Terbatas dan ditujukan untuk mencari laba. 

Sementara itu, rumah sakit publik merupakan rumah sakit milik pemerintah atau pihak swasta yang secara legal (badan hukum) bersifat tidak mencari laba (non profit).

Perbedaan paling mencolok secara umum  adalah masalah biaya dan pelayanan. Rumah sakit swasta biaya berobatnya memang lebih mahal, tetapi sesuai dengan kualitas pelayanan dari dokter, perawat, dan fasilitasnya. Sedangkan di rumah sakit pemerintah, biayanya lebih murah, bahkan bisa gratis dengan adanya BPJS. Sayang, kualitasnya standar atau bahkan minim, sesuai syarat dan ketentuan berlaku.

Faktanya, sekarang pemerintah membuka kran kemudahan pendirian rumah sakit swasta di dalam perundang-undangan Omnibus Law. Rencana tersebut tercantum pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Sektor Kesehatan Bidang Perumahsakitan.

Kemudahan ini menjadikan kesehatan sebagai komoditas komersial atau bisnis, sejalan dengan dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan yang berujung pada tergadainya idealisme insan kesehatan. 

Harga pelayanan kesehatan juga terus melejit. Di samping itu, seiring meluasnya cakupan pelayanan BPJS Kesehatan, kualitas pelayanan makin mengelite dan makin samar dari harapan. Diskriminasi pelayanan kesehatan pun kian kronis dan meluas, hingga rakyat kecil makin tercekik akibat kebijakan negara ini. Seakan-akan' rakyat miskin dilarang sakit' menjadi ujaran miris yang sering terdengar di tengah masyarakat dalam mengekspresikan sulitnya mereka dalam mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan yang layak dan mudah. 

Contoh, meninggalnya pasien miskin RSUD Bulukumba di kantor Dukcapil saat mengurusi KTP-el sebagai prasyarat pelayanan BPJS Kesehatan. (DetikSulsel, 16/03/22). Ada bantahan bahwa penanganannya sudah sesuai ketentuan medis. Akan tetapi, potensi terjadi hal yang sebaliknya sangat besar. Ini merupakan karakter dari sistem kesehatan kapitalisme berupa pelayanan BPJS Kesehatan.

Misalnya, sistem rujukan kapitalistik juga konsep pembayaran casemix (InaCBGs) yang  dirancang untuk kepentingan bisnis BPJS Kesehatan, bukan untuk keselamatan dan kesembuhan pasien.

Dari sisi keberadaan dokter dan insan kesehatan lainnya, serta kelalaian negara melalui pelegalan industrialisasi sistem kesehatan, tidak kalah serius bahayanya. Idealisme dan dedikasi insan kesehatan sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan kesehatan dibajak oleh berbagai bisnis korporasi, mulai dari bisnis institusi pendidikan, tenaga kesehatan, industri farmasi, lembaga keuangan kapitalis BPJS Kesehatan sebagai pembiaya, sampai pada rumah sakit.

Dunia sepakat, bahwa saat ini tidak ada tempat yang aman dari jeratan kapitalisme, termasuk negeri ini, meskipun berkali-kali para pemegang kebijakan membantahnya. Kenyataannya, kapitalisme berhasil memengaruhi segala kebijakan di semua lini, termasuk sistem kesehatan. 

Melalui organisasi kesehatan dunia yang ada di PBB yaitu WHO, semua negara di dunia yang notabene menjadi anggota PBB harus mengadopsi semua  kebijakan kesehatan yang ditetapkan, sebagai konsekuensi keanggotaan mereka. Walhasil, meskipun tujuan organisasi ini ingin menyelamatkan nyawa manusia di dunia, tetap tidak akan mampu berkutik ketika berhadapan dengan para kapitalis penguasa dunia.

Negeri ini seyogyanya bersikap independen dalam menghadapi setiap masalah, termasuk soal kesehatan. Selain itu, harus disadari bahwa layanan kesehatan itu bukan hanya hak orang-orang kaya, tetapi seluruh masyarakat, baik kaya ataupun miskin. Tugas negara adalah memenuhinya, bukan memilah-milah.

Apakah dalam suatu negara dikatakan berperadaban maju jika banyak berdiri rumah sakit, tetapi tidak memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh rakyatnya sebagai bentuk perlindungan nyawa bagi seluruh rakyatnya? Pemilahan pelayanan kesehatan berdasarkan kelas ekonomi ini niscaya dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Inilah yang akhirnya melahirkan pelayanan masalah kesehatan di Indonesia masih rendah, yang berakibat kepada rendahnya kualitas SDM, yang menjadi salah satu indikator rendahnya kualitas suatu negara.

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna dalam mengatur kehidupan manusia, telah memiliki sistem kesehatan yang lengkap, dimulai dari pandangan bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi setiap rakyat dan kewajiban pemimpin adalah memenuhinya. Maka, negara di dalam Islam akan memastikan bahwa pelayanan kesehatan ini didapatkan oleh seluruh rakyat, tanpa memandang kaya atau miskin. 

Negara menyediakan sarana-prasarana kesehatan berupa rumah sakit dengan para tenaga medisnya, penyediaan obat-obatan yang berkualitas beserta laboratorium penelitian dan para ilmuwan untuk melakukan penelitian dalam menemukan obat-obatan. Negara juga mendirikan sekolah dan perguruan tinggi yang akan melahirkan para tenaga medis. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

Semua kebijakan pelaksanaan kesehatan ini bukan sekadar diserahkan pada ahlinya, melainkan juga dalam rangka menerapkan syariat Allah Ta'ala, dalam sebuah institusi negara khilafah. Sejarah khilafah telah menggambarkan, bahwa selama puluhan abad negara berperan sebagai pelayan kesehatan yang adil, berkualitas, dan begitu mudah diakses kapan pun, oleh siapa pun, dan di mana pun saat dibutuhkan, tanpa dibebani secara finansial (terjangkau bahkan gratis) hingga bagi yang berpura-pura sakit sekalipun.

Ruang pelayanan kesehatan benar-benar meraih puncak kemanusiaan. Salah satu buktinya dipaparkan sejarawan berkebangsaan Amerika W. Durant tentang Rumah Sakit Al-Manshuri (683 H/1284 M) Kairo, sebagai berikut, ” … Pengobatan diberikan secara gratis bagi pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka; dan sejumlah uang diberikan kepada tiap pasien yang sudah bisa pulang agar tidak perlu segera bekerja.” (W. Durant. The Age of Faith; op cit; pp 330-1).

Semua itu karena pelayanan kesehatan berlangsung di atas sejumlah prinsip sahih, di antaranya adalah:

Pertama, kesehatan merupakan  kebutuhan pokok publik sebagaimana disabdakan  Rasulullah saw., “مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَ” (HR Ibnu Majah)

Kedua, pemerintah bertanggung jawab secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat tanpa terkecuali. Layanan itu tetap berkualitas, terbaik bagi siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, meski gratis.

Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin; dan penguasa yang memimpin rakyat banyak, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Al- Bukhari)

Ketiga, anggaran bersifat mutlak, maksudnya, ada atau tidak ada kekayaan negara untuk pembiayaan pelayanan kesehatan wajib ditanggung negara. Prinsip ini bisa diterapkan karena Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Khilafah didesain oleh Allah Ta'ala sedemikian rupa, sehingga meniscayakan negara berkemampuan secara finansial yang memadai untuk memikul tanggung jawabnya.

Sistem kesehatan yang sempurna itu didukung dengan sistem pemerintahan Islam, yaitu sistem ekonomi Islam dan sistem lainnya. Salah satunya adalah sistem keuangan baitulmal. 
Keuangan baitulmal berasal dari banyak sumber, di antaranya pengelolaan adalah SDA, jizyah, fai, kharaj, ghanimah, harta tidak bertuan, dll.

Seluruh pemasukan itu akan membuat perekonomian Islam unggul, termasuk dalam mendukung jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat. Hanya saja, semua aturan ini tidak mungkin dapat  diterapkan selama sistem kapitalisme masih menghantui negeri kaum muslim. 

Kehadiran Islam (Khilafah) dengan karakternya sebagai negara pe-ri’ayah dan penyejahtera, menjadikan akses pelayanan kesehatan secara gratis dan berkualitas terhadap individu dan masyarakat terjamin. Pada saat yang bersamaan, kesejahteraan dokter dan insan kesehatan akan terjamin pula. Harkat dan martabatnya pun akan terpelihara.

Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59) 

WalLahu a'lam bi ash-shawwab.

Oleh: Nia Kurniasari
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab