Tinta Media: Swasembada Pangan
Tampilkan postingan dengan label Swasembada Pangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Swasembada Pangan. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Juni 2023

Antara Kebijakan dan Impian Swasembada Pangan

Tinta Media - Sebagaimana kita ketahui, pangan adalah kebutuhan dasar manusia, sebab pangan termasuk dalam salah satu dari potensi kehidupan manusia, guna mencukupi kebutuhan jasmaninya (hajat al udhawiyah).

Kebutuhan ini jika tidak dipenuhi, akan dapat mengantarkan pada datangnya ajal. Maka, dalam kondisi apapun, kecukupan pangan harus terpenuhi. Di mana pun dan kapan pun, tidak boleh ditemui kondisi kelaparan yang mengancam kehidupan individu.

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, tangguh secara fisik dan mental yang kuat, serta cerdas. Tentunya, hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan pangan yang baik dari sisi jumlah maupun mutu, karena hal ini bisa menjamin masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Indonesia sangat beruntung karena secara geografis terletak di wilayah tropis serta memiliki curah hujan yang cukup, sehingga memungkinkan beraneka ragam tanaman tumbuh dengan baik. Selain itu, Indonesia juga memiliki lahan yang luas dan subur. Sungguh rezeki besar dari Allah yang seharusnya mampu menjadi modal dasar serta kekuatan dalam meningkatkan produksi pertanian, agar memberi kontribusi maksimal dalam mencapai swasembada pangan.

Namun, apa jadinya jika sebuah negara yang sejatinya memiliki peluang besar untuk mewujudkan swasembada pangan guna mencapai ketahanan pangan, malah menggantungkan pangan pada impor? Semua ini adalah akibat salah kelola dan salah dalam menerapkan sistem untuk dijadikan landasan bernegara, yaitu sistem kapitalisme liberal.

Ciri khas sistem ekonomi kapitalisme adalah mengubah kepemilikan umum menjadi privat, melebarkan relasi eksploitasi. Ini menjadi ironi, terutama dalam sektor pertanian. Semua itu dapat dilihat dari banyak alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang menyebabkan susutnya lahan pertanian.

Liberalisasi di bidang pertanian semakin barbar akibat dikapitalisasi oleh perusahaan-perusahaan transnasional, didukung oleh perusahaan finansial, dan diatur oleh organisasi perdagangan global (WTO/World Trade Organization). Ini dimulai dari komponen-komponen utama proses industri pertanian, seperti bibit, pupuk, teknologi, obat-obatan untuk hama dan penyakit tanaman, modal kerja, bantuan tenaga ahli, hingga produk akhir pasca panen. Semuanya menjadi persaingan petani lokal dengan kekuatan asing yang tidak terkendali.

Negara seharusnya hadir untuk menjamin kesejahteraan dan kehidupan bangsa melalui jaminan ketersediaan pangan, malah mengafirmasi kepentingan kapitalisme dengan upaya memproduksi pangan sebanyak-banyaknya melalui berbagai kebijakan. Namun, kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan pembacaan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan keamanan bagi masyarakat, terutama para petani.

Petani yang sejatinya memiliki peran penting dalam berjalannya ekonomi nasional, justru kekurangan alternatif pendukung. Berbagai masalah pertanian yang cukup pelik tidak juga terselesaikan, padahal bertani sendiri membutuhkan modal yang besar, tetapi hasil dan pendapatannya kurang memuaskan. Jika gagal atau setengah gagal, maka hasil pendapatan tak sanggup menutupi modal dan hanya habis untuk menutupi sewa lahan, biaya pupuk, biaya pestisida yang mahal, atau biaya lainnya.

Karut-marut inilah yang menjadi salah satu penyebab enggannya generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian, khususnya untuk pertanian pangan. Karena itu, pertanian Indonesia kian terancam, padahal pertanian bergantung pada tenaga produktif. 

Namun, tanpa adanya pengembangan sumber daya manusia dan fasilitas yang memadai, semua itu tidak akan berjalan. Maka, wajarlah jika kebutuhan pangan saat ini lebih mengandalkan suplai dari luar.

Oleh sebab itu, adalah hal penting dalam suatu negara untuk memilih sistem yang sahih, termasuk menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat. Dalam suatu negara, hal tersebut sangat penting untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.

Contohnya, Umar bin Abdul Aziz adalah salah seorang khalifah di masa Bani Umayyah, zaman kejayaan Islam yang gemilang. Beliau sukses dalam membangun perekonomian umat, melalui berbagai kebijakan dalam menerapkan syariat Islam dan berpegang teguh pada al-Qur'an dan al-Sunnah, seperti mengeluarkan larangan jual beli tanah kharaj dan menjadikannya sebagai harta fa'i. Ini karena tanah kharaj sejatinya merupakan tanah masyarakat umum, bukan milik pribadi.

Khalifah juga mendorong masyarakat untuk membuka lahan baru dan memperbaiki lahan yang sudah ada untuk pertanian. Bahkan, khalifah memberikan penghargaan berupa hak kepemilikan tanah kepada orang yang dapat menemukan sumber air di tanah yang tidak berpenghuni, menghidupkan tanah yang terbengkalai, memanfaatkan tanah shawafi, serta memberikan hak pengelolaannya kepada para petani dengan pembagian keuntungan yang proporsional dan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk modal mengolah pertanian.

Selanjutnya, pelarangan pemanfaatan tanah hima sebagai milik pribadi. Tanah hima yang pemanfaatan sebelumnya dikuasai secara pribadi atau oleh kelompok tertentu, diubah menjadi milik umum. Tanah tersebut kemudian diwakafkan untuk seluruh umat Islam, sehingga setiap muslim dapat ikut serta memanfaatkan tanah tersebut.

Guna mendukung produktivitas pertanian, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menggalakkan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para petani, seperti membangun sumber-sumber air baru dan membangun saluran-saluran air. Hal itu  berguna untuk mempermudah distribusi bahan makanan.

Oleh karena itu, sistem Islam adalah sistem yang paling benar untuk dijadikan landasan bernegara, sebab konsep tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakatnya berlandaskan pada syariat Islam, serta menerapkan hukum-hukum Islam secara nyata dan menyeluruh. Sebab, selain modal dasar  berupa alam yang subur, 

Allah juga telah memberikan pembekalan modal, sehingga manusia mengetahui dengan benar bagaimana menggunakan modal yang diberikan dengan efektif dan efisien sehingga memberi efek keberkahan berantai dalam berbagai persoalan. Jika demikian, maka kedaulatan pangan, kemandirian pangan, serta keamanan pangan tidak sekadar dalam angan-angan.

Wallahu 'alam bissawab.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab