Tinta Media: Subsidi
Tampilkan postingan dengan label Subsidi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Subsidi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Agustus 2023

Hati-Hati, Subsidi Kereta Cepat Bisa Melanggar Konstitusi dan Bisa Dimakzulkan?

Tinta Media - Ketika Jokowi terpilih menjadi presiden pada 2014, berbagai macam subsidi untuk kelompok masyarakat bawah dihapus. Selain BBM, subsidi untuk 20 kereta ekonomi dihapus per 1 Januari 2015: terdiri dari 11 kereta ekonomi jarak jauh dan 9 kereta ekonomi jarak sedang.

Bahkan rencana penghapusan subsidi kereta kelas ekonomi tersebut sudah disuarakan sejak 30 September 2014, sebelum berkuasa.

https://m.antaranews.com/amp/berita/456221/pemerintah-hapus-subsidi-pada-20-kereta-ekonomi

Kelewatan?

Itu belum seberapa. Penghapusan subsidi untuk kelompok masyarakat bawah tidak berhenti sampai di situ saja. Pemerintahan Jokowi melanjutkan mencabut subsidi untuk 5 kereta ekonomi jarak jauh per 1 Januari 2019. Yaitu, KA Logawa, KA Brantas, KA Pasundan, KA Gaya Baru Malam Selatan, dan KA Matarmaja.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181231200226-92-357634/kai-kerek-tarif-lima-kereta-ekonomi-jarak-jauh-tahun-depan

Tidak masalah. Masyarakat sudah terbiasa dengan kebijakan pemerintah yang jahat, yang tidak pro rakyat kecil, dan kebijakan yang dirasakan sewenang-wenang.

Di tengah rasa tidak adil, tiba-tiba Jokowi menyiarkan berita yang menyulut emosi. Masyarakat merasa pemerintah sudah bertindak di luar, dan semakin di luar batas.

Ini masih terkait kereta. 

Rakyat merasa emosinya terbakar. Pertama, biaya proyek kereta cepat membengkak paling sedikit 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp18 triliun. Membengkak Kok bisa begitu besar. Siapa yang bertanggung jawab? Tidak jelas. Bahkan sebelumnya dikatakan, pembengkakan biaya bisa capai 1,9 miliar dolar AS. Mungkin nanti masuk biaya operasional? 

Kedua, bunga pinjaman untuk proyek kereta cepat sangat besar sekali, 2 persen per tahun. Atau dua puluh kali lipat dari penawaran Jepang (0,1 persen). Bahkan bunga pinjaman untuk tambahan utang akibat pembengkakan biaya lebih besar lagi: 3,4 persen atau 34 kali lipat dari penawaran Jepang.

Ketiga, untuk meningkatkan jumlah penumpang kereta cepat, menurut berita, pemerintah akan menghentikan operasional kereta api Jakarta-Bandung, KA Argo Parahyangan. Kalau benar, penghentian operasional kereta ini akan didakwa melanggar hukum, melanggar UU anti-monopoli, karena mematikan persaingan usaha.

https://amp.kompas.com/money/read/2023/07/06/091000226/ada-kereta-cepat-kemenhub-pastikan-ka-argo-parahyangan-tetap-beroperasi

Keempat, masih terkait KA Argo Parahyangan. Kalau operasional KA Agro Parahyangan dihentikan, sedangkan status keuangan KA Argo Parahyangan ini menghasilkan laba, maka pemerintah, khususnya menteri perhubungan dan presiden, dapat didakwa korupsi, karena merugikan keuangan negara dan tentu saja menguntungkan pihak lain yaitu China sebagai pemegang saham 40 persen Kereta Cepat Jakarta Bandung. 

Kelima, ini yang membuat emosi masyarakat memuncak. Yaitu rencana pemberian subsidi dari APBN. Sedangkan, sebelumnya, pemerintah seenaknya menghapus subsidi untuk 25 kereta ekonomi. Kok enak saja sekarang mau memberi subsidi kereta cepat? Di mana logikanya?

https://amp.kompas.com/money/read/2023/08/15/054000726/populer-money-jokowi-bakal-subsidi-tiket-kereta-cepat-sri-mulyani-soal

Tentu saja masyarakat menolak pemberian subsidi (dari APBN) untuk kereta cepat. Masyarakat malah menuntut pemerintah mengembalikan lagi subsidi kereta ekonomi yang sebelumnya dicabut dengan seenaknya.

Pernyataan presiden yang terkesan sudah memutuskan untuk memberi subsidi kereta cepat pada hakekatnya sudah melanggar konstitusi.

Jokowi selaku presiden tidak bisa menentukan subsidi secara sepihak. Karena presiden harus membahas dan menentukan APBN bersama DPR.

Dengan memberi pernyataan bahwa pemerintah akan memberi subsidi kereta cepat, maka secara substansi pemerintah melanggar wewenang DPR dan melanggar konstitusi.

Pernyataan Jokowi menunjukkan bahwa kekuasaannya lebih tinggi dari DPR, dan sekaligus memberi kesan bahwa DPR hanya menjadi tukang stempel pemerintah saja?

Terakhir, pemerintah tidak boleh memberi subsidi kepada asing. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh memberi subsidi kepada perusahaan patungan dengan asing seperti Kereta Cepat Indonesia China.

Subsidi tarif kereta cepat secara substansi harus dilihat sebagai subsidi kepada perusahaan kereta cepat. Oleh karena itu, pemberian subsidi tarif kereta cepat merugikan keuangan negara dan menguntungkan pemegang saham asing: delik korupsi, dan melanggar konstitusi.

—- 000 —-

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Jumat, 26 Mei 2023

Pengamat: Ada Sepuluh Permasalahan dalam Pupuk Subsidi

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik DR. Deni M. Danial, S.Sos., M.M. mengatakan ada sepuluh permasalahan dalam persoalan pupuk subsidi. 

"Permasalahan pupuk subsidi tadi dikatakan ada faktor pasokan yang berkurang kemudian distribusi yang tidak benar dan data pengguna yang tidak tepat  hanya sedikit permasalahannya. Lebih mendalam lagi, sebenarnya persoalannya ada sepuluh permasalahan," ungkapnya dalam Kabar Petang: Krisis Pupuk, Krisis Pangan. Sabtu (20/5/2023 ) di kanal Youtube Khilafah News. 

Pertama, adalah subsidi yang diserap itu ternyata tidak seluruhnya dinikmati oleh petani tapi oleh yang lain. "Misalkan pengecer atau yang lain yang bukan petani murni apalagi yang sudah terdata sebagai penerima pupuk bersubsidi," tuturnya. 

Kedua, ia mengatakan bahwa pemerintah memang untuk mengontrol itu membuat kartu petani tetapi kartu tani itu antara jumlah kartu yang dibuat dengan distribusi pupuknya itu berbeda jauh, contohnya  yang terdaftar itu seratus orang tapi yang dapat lima puluh orang. 

Ketiga, harga lebih mahal. Walaupun memang disubsidi tapi tetap harga juga akhirnya mahal. Harga hampir dua kali lipat apalagi setelah ada peristiwa perang Ukraina Rusia. Sehingga harga yang lebih mahal walaupun itu pupuk bersubsidi akhirnya menghasilkan produk pangan itu semakin susah bagi masyarakat. 

"Setelah itu susah menjualnya dan sebagainya. Tidak seimbang kenaikan harga dengan penghasilan produksi. Pemerintah harus punya kebijakan tertentu  terkait dengan hal itu," tegasnya. 

Keempat, perdagangan pupuk bersubsidi antar daerah itu banyak ilegal. Ternyata banyak yang ilegal jadi menjual belikan pupuk bersubsidi dengan harga mahal. "Itu kan ilegal padahal harusnya misalkan setengahnya tapi ini bahkan melebihi HET (harga eceran tertinggi)," ujarnya. 

Kelima, ketersediaan pupuk itu ternyata kadang-kadang tidak sesuai dengan musim tanam yang diterapkan oleh petani. "Harusnya tersedia itu banyak bulan Agustus. Tetapi justru yang banyak itu sebelumnya atau sesudahnya jadi tidak ada gunanya bagi petani", sesalnya. 

Keenam, banyak  manipulasi data usulan pengajuan pupuk bersubsidi, jadinya banyak data yang dipalsukan. "Permasalahan  tidak hanya di data pupuk subsidi tapi juga data yang lain sebagainya," ujarnya. 

Ketujuh, ada permainan di pengecer. Hal seperti itu dianggap resmi yang ternyata dia menjual bebas pupuk subsidi. Bahkan tanpa mengacu pada daftar kartu tani dan kartu tani  dipegang oleh pengecer bukan oleh si petaninya itu sendiri. 

Kedelapan, permasalahannya adalah masih di pengecer resmi. "Dia menjual pupuk bersubsidi tadi di atas HET (harga eceran tertinggi) yang seharusnya adalah dijual pada  batas HET, ini malah di atas," imbuhnya. 

Kesembilan, dia menjelaskan masih pengecer. Ternyata ketika menjual pupuk yang bersubsidi itu ada paket yang lain produk pertanian yang lain. "Misalkan saya menjual pupuk urea dengan harga sekian tapi  bapak harus beli produk pertanian yang lain. Akhirnya ini  membebani petani. Kecurangan dari para pengecer," ujarnya. 

Kesepuluh, mungkin inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah khususnya. "Presiden Joko Widodo mengakui bahwa  pemerintah seringkali mendapatkan data yang berbeda soal pertanian salah satu ini kata beliau cukup membuat gaduh dan banyak pihak kedodoran," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Senin, 17 Oktober 2022

Cabut Subsidi Listrik, Bukti Ekonomi Membaik?

Tinta Media - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet pernah menyatakan bahwa pencabutan subsidi dalam negeri menunggu momentum yang tepat, saat ekonomi telah membaik. Artinya, jika tahun ini subsidi listrik dicabut, maka terbukti bahwa ekonomi negeri telah membaik. Benarkah demikian? 

Sudah membaikkah ekonomi negeri ini pasca pandemi Covid-19 dan kenaikan harga BBM, sehingga mau dicabut pula subsidi listrik? Faktanya, demo penolakan pencabutan subsidi semakin massif. Ini justru membuktikan bahwa ekonomi rakyat kian terhimpit.

Jika kita jeli mengamati, sejatinya rencana pencabutan subsidi listrik bukan semata-mata karena ekonomi telah membaik. Namun, ini lebih ditujukan untuk mengurangi biaya kompensasi negara kepada PLN. Jika tarif listrik tidak disesuaikan, pemerintah menganggap besarnya kompensasi dalam bentuk subsidi kepada PLN semakin membebani negara. 

Miris, pemerintahan di sistem kapitalis menganggap bahwa pemenuhan kebutuhan rakyat sebagai beban negara. Padahal, negara wajib menjadikan rakyatnya makmur melalui pemenuhan segala kebutuhan dasar hidup dengan harga yang murah, bahkan gratis. 

Rencana pemerintah mencabut subsidi listrik juga membuktikan upayanya melepas tanggung jawab dalam mengurus rakyat. Bahkan tidak cukup menghapus subsidi, ternyata negara juga melakukan liberalisasi kelistrikan. 

Hal ini menjadikan pihak swasta bisa ikut campur dalam pengadaan listrik rakyat. Dengan dalil efisiensi, produktivitas dan segala sebutan yang seolah baik, maka jalur swasta dan asing dibuka lebar. Itu artinya, sektor listrik dijadikan sebagai barang komersial untuk mengeruk keuntungan dari rakyat. Sungguh, ini merupakan kezaliman.

Kenapa zalim? Karena sesungguhnya listrik merupakan barang milik umum yang bisa dinikmati oleh siapa pun. Namun, ketika diliberalisasikan, statusnya berubah menjadi ladang bisnis bagi pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa. Saat itu terjadi, maka harapan rakyat untuk bisa memanfaatkan listrik dengan harga murah, bahkan gratis, hanyalah mimpi belaka. Itulah kezaliman yang nyata.

Pengelolaan listrik yang merupakan kebutuhan pokok umat, dikelola sebagai komoditi dan hasilnya dijual kepada rakyat. Atas nama investasi, swasta mengelola kelistrikan yang justru dapat melemahkan peran negara sebagai pelayan rakyat. Inilah konsep kapitalis yang bertumpu pada keuntungan semata.

Konsep pengelolaan energi ala kapitalis seperti di atas sangat berbeda dengan Islam. Jika kapitalisme menghalalkan segala cara guna meraih keuntungan, walau mengabaikan kesejahteraan rakyat, maka Islam justru berusaha menyejahterakan masyarakat. 

Dalam Islam, negara berfungsi untuk mengurusi kepentingan rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Karenanya, masalah bidang kelistrikan PLN dapat diselesaikan dengan cara menghentikan liberalisasi energi dan mengembalikannya kepada negara sebagai pengelola utama. Itu karena listrik termasuk barang kepemilikan umum, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwa umat muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (termasuk energi listrik).
 
Ketika negara menjadi pengelola utama, maka hasilnya dapat dinikmati masyarakat sepenuhnya dengan harga murah, sekadar mengganti biaya operasional. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. bahwa dalam implementasinya negara berperan sebagai pengelola energi dan hasilnya diberikan untuk kemaslahatan umat dalam bentuk pelayanan. Oleh karenanya, negara akan mengelola energi, tidak dengan prinsip komersial. Semua dapat dinikmati secara merata, di kota maupun desa. Tidak dibedakan antara rakyat kaya maupun miskin, semua memiliki hak sama dalam menikmati barang hasil kepemilikan umum.

Semua ini hanya dapat terwujud dalam kehidupan yang diatur oleh sistem sahih. Sistem ini berasal Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta, yaitu Allah Swt. yaitu Negara Khilafah. Karenanya, perjuangan untuk menegakkan Khilafah Islamiyah menjadi agenda yang harus diutamakan umat Islam saat ini. Allahu a’lam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
Sahabat Tinta Media

Jumat, 14 Oktober 2022

Cabut Subsidi Listrik, Najmah Sa’iidah: Negara Lepas Tanggung Jawab Urusi Rakyat

Tinta Media - Pencabutan subsidi listrik melalui penyesuaian tarif yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi biaya kompensasi kepada PLN dinilai Aktivis Muslimah Ustazah Najmah Sa’iidah sebagai bentuk negara melepaskan tanggung jawabnya dalam mengurus rakyatnya.

“Negara dalam sistem kapitalisme semakin melepaskan tanggung jawabnya dalam mengurus rakyatnya dengan mencabut sedikit demi sedikit subsidi listrik,” nilainya pada rubrik Blusukan Kru MMC: Tarif Listrik Golongan Ini Naik Lagi? Selasa (11/10/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Menurutnya, ini tabiat kehidupan dalam sistem kapitalisme. “Subsidi yang diberikan kepada rakyat justru dipandang sebagai beban negara,” tuturnya.

“Sistem ini juga telah melakukan liberalisasi sektor kelistrikan,” tambahnya. 

Dijelaskannya bahwa tata kelola ekonomi neoliberal telah mendudukkan kegiatan ekonomi pada mekanisme pasar bebas.

“Sehingga pihak swasta ikut campur tangan dalam penyediaan listrik bagi masyarakat dengan alasan menghasilkan kompetisi, efisiensi, produktivitas dan seluruh kebaikan lainnya,” jelasnya.

“Padahal membuka kran swasta dalam ketenagalistrikan berarti mengizinkan listrik menjadi barang komersial,” jelasnya lebih lanjut.

Dia mengungkap bahwa listrik yang bersumber dari barang milik publik, setelah diliberalisasi akan hilanglah statusnya dari barang milik publik menjadi ladang bisnis. 
“Dari sini pupus sudah harapan rakyat untuk menikmati listrik dengan harga murah, sebab dengan mindset pembisnis yang dimiliki swasta, listrik sudah tentu akan terus-menerus mengalami kenaikan,” ungkapnya.
 
“Inilah dampak dari pengelolaan energi yang berbasis kapitalisme untuk mendapatkannya tidaklah murah apalagi gratis,” tambahnya.
 
Ia menilai pengelolaan listrik yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat akan energi dikelola sebagai komoditi yang menguntungkan. Dijual kepada rakyat, dikelola oleh swasta yang bekerjasama dengan negara. 

“Berbekal sebutan investasi namun akhirnya melemahkan peran negara dalam melayani masyarakatnya,” nilainya.

Dibandingkannya konsep bernegara ala kapitalis yang sangat bertolak belakang dengan Islam. 

“Bila kapitalisme mengabaikan kesejahteraan, maka Islam justru sangat memperhatikan kesejahteraan hidup masyarakat. Bila kapitalis berdasarkan keuntungan justru Islam memberikan pelayanan rakyat secara maksimal,” ujarnya.
 
Ustazah Najmah menegaskan bahwa dalam Islam, negara adalah pelayan umat. Ia ada untuk mengurusi kepentingan rakyat serta memenuhi hajat hidup rakyat.

“Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah yang terus terjadi khususnya di tubuh PLN sendiri adalah dengan cara menghentikan liberalisasi energi dan mengembalikan seluruhnya ke tangan negara sebagai pengelola utama,” tagasya.

Dalam Islam, listrik termasuk ke dalam ini energi dan karenanya dia terkategori pada kepemilikan umum, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis: 
“Kaum Muslim berserikat (bersekutu) dalam tiga perkara yaitu padang rumput, Air dan Api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Ia mengartikan bahwa setiap muslim baik laki-laki atau perempuan memiliki hak yang sama dalam tiga hal ini yaitu padang rumput air dan api. 

“Adapun listrik termasuk energi dan termasuk dalam kategori api. Selain itu berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit dan sebagainya termasuk di dalamnya,” jelasnya.

Selain itu, menurutnya karena sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas dan batubara, yang juga milik umum. “Hal ini semakin menguatkan bahwa kepemilikan umum seluruhnya harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat,” terangnya. 

Menurutnya, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan umatnya. Dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Bukhori dan Muslim).

Ia menjelaskan bahwa negara yang menerapkan Islam kaffah, akan mengelola listrik sesuai dengan aturan Islam. Dalam implementasinya, negara berperan sebagai pengelola dan hasilnya diberikan untuk kemaslahatan rakyat dalam bentuk pelayanan listrik. Karenanya Negara Islam atau Khilafah akan mengelolanya mulai dari sumber energi primer yaitu minyak dan gas hingga penyediaan tiang listrik, gardu, mesinpembangkit dan sebagainya. 

“Semua pelayanan tidak boleh diserahkan kepada swasta, karena dapat menghalangi kesejahteraan rakyat,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa negara akan mengelolanya dengan prinsip pelayanan tidak dengan prinsip komersial seperti yang dilakuan dalam sistem kapitalisme.
“Dengan demikian, listrik dapat dinikmati seluruh elemen rakyat secara merata. Baik di perkotaan maupun di pelosok desa dengan harga murah bahkan gratis,” ujarnya.

Menurutnya, semua ini hanya akan terwujud dalam kehidupan yang diatur oleh sistem Islam kaffah yaitu Khilafah Islamiyah. “Karenanya, perjuangan untuk menegakkan Khilafah Islamiyah menjadi agenda umat Islam hari ini,” pungkasnya.[] Raras

Referensi: https://youtu.be/VWFWpregLtU

Sabtu, 01 Oktober 2022

Rencana Subsidi BBM untuk Angkutan Umum, Solusi Tambal Sulam ala Kapitalis

Tinta Media - Pemerintah Kabupaten Bandung berencana memberikan bantuan subsidi berupa BBM kepada angkutan umum. Bantuan itu diberikan sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Saat ini, rencana tersebut sedang digodok. Untuk itu, Dishub Kabupaten Bandung tengah melakukan pendataan, baik angkutan yang akan mendapat bantuan BBM, maupun besaran bantuan yang diberikan dengan melihat kemampuan anggaran.

Sebagaimana yang disampaikan ke tengah-tengah masyarakat, subsidi BBM dianggap telah membebani APBN. Sebagai kompensasinya, pemerintah akan memberikan berbagai bantuan sosial bagi warga terdampak. Setelah sebelumnya memberikan BLT, sekarang pemerintah berencana memberikan subsidi BBM kepada angkutan umum. Bantuan yang diberikan pemerintah secara selektif, bukan untuk seluruh rakyat.
Padahal, dampak kenaikan BBM dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Ini ibarat oksigen yang diberikan kepada orang yang sengaja dicekik lehernya.

Kenaikan BBM dirasakan sebagai tambahan penderitaan rakyat. Selama ini, rakyat sudah terjepit oleh beragam kebutuhan pokok. Kenaikan BBM akan mendorong kenaikan berbagai barang dan jasa, sehingga rakyat semakin nelangsa. Harusnya solusi yang diberikan bukan hanya dengan melepaskan tangan yang mencekik leher, sambil memompakan sedikit oksigen. Sementara, rakyat sudah dalam kondisi hampir sekarat.

Artinya, bantuan sosial yang diberikan pemerintah tersebut sangatlah kecil, tidak sebanding dengan penderitaan rakyat saat ini. Penerimanya pun hanya segelintir orang. Padahal, uang yang disedot oleh pemerintah dari masyarakat yang terpaksa membeli BBM jauh lebih besar. Jadi, subsidi ini tidak akan ada artinya sama sekali.

Karena itu, rakyat harus diedukasi bahwa BBM ini harus dikelola berdasarkan aturan dari Zat Yang Maha Menciptakan sumber daya alam, yaitu Allah Swt. Hal ini karena dalam pandangan Islam, BBM dan energi lainnya, serta SDA yang melimpah adalah milik rakyat. Pemerintah hanya berwenang mengelola semua milik rakyat tersebut. Hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat secara keseluruhan. Di antaranya dalam bentuk BBM dan energi yang murah harganya. Negara tidak boleh menjual kepada rakyat untuk mencari untung.

Realitasnya, subsidi yang diberikan pemerintah sering kali tidak tepat sasaran dan selalu timbul masalah dalam pendistribusian. Ini karena dampak kenaikan BBM dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, tetapi yang mendapat bantuan hanya sebagian orang. Hal itu berakibat timbulnya kecemburuan sosial antara warga yang mendapat subsidi atau bantuan dari pemerintah dengan yang tidak mendapat bantuan. Ditambah lagi, pengaruhannya juga kecil untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan harga yang semakin bertambah tinggi akibat kenaikan BBM.

Ini semua terjadi karena penerapan sistem kapitalis-sekuler-liberalis yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini telah menyerahkan sumber daya alam, termasuk migas, yang katanya milik rakyat, tidak boleh dikelola negara, tetapi diserahkan kepada swasta dalam negeri dan asing. Sementara, pengelolaan oleh pihak swasta dilakukan menurut mekanisme pasar, yang mematok harga sesukanya. 

Dalam sistem kapitalis sekuler, penguasa bukan pelayan rakyat, tetapi pelayan oligarki. Rakyat dipaksa melayani kemauan dan kepentingan penguasa yang menjadi pelayan oligarki. Rakyat semakin terbebani dan semakin susah akibat ragam kebijakan penguasa.

Karena itu, rakyat butuh solusi dalam menghadapi berbagai kebijakan yang zalim ini. Solusi tersebut tidak hanya sebatas subsidi yang tidak merata, tetapi yang menyeluruh, menyentuh seluruh aspek kehidupan, bukan solusi tambal sulam yang malah menambah problematika baru.

Solusinya tersebut tidak lain adalah Islam. Sistem Islam menerapkan syari'at Islam secara kaffah, dalam institusi khilafah. Sistem inilah yang akan mengatur semua urusan individu, dan masyarakat, termasuk mengelola BBM, energi, dan seluruh SDA milik rakyat sesuai dengan syariah Islam. 

Kepemilikan umum ini dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh menyerahkannya kepada swasta. Negara yang akan mengelola untuk diberikan kepada rakyat secara gratis atau dibeli dengan harga murah. Artinya, hasil dari kepemilikan dikembalikan kepada rakyat.  

Dengan demikian, rakyat miskin atau kaya memiliki hak yang sama untuk menikmati semua SDA milik umum yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena itu, tidak perlu adanya subsidi, karena kebutuhan rakyat sudah terpenuhi. 

Hal tersebut tergambar dalam sabda Rasulullaah saw. tentang sosok pemimpin negara, yaitu:

"Sesungguhnya Al-Imam (pemimpin) itu adalah perisai (junnah), yang orang-orang berperang bersamanya dan berlindung di belakangnya." (HR Muslim)

Saatnya rakyat bangkit untuk membuang sistem kapitalis-sekuler-liberal yang telah terbukti banyak menyengsarakan dan banyak mudharatnya, dan menggantinya dengan sistem Islam yang akan mendatangkan maslahat dan keberkahan.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Senin, 19 September 2022

SUBSIDI DAN RENTEN

Tinta Media - Islam: Haram bunga uang (renten). Maka negara sama sekali tidak dibolehkan melegalkan renten, apalagi mempraktikkannya.
.
Negara Pancasila: Legalkan renten, bahkan rezimnya paling getol pinjam duit renten dan bayar renten. Tahun 2022 saja Rp400-an triliuan bunga uang dibayar tanpa mengeluh, tanpa bilang itu sebagai beban, apalagi bilang itu haram.
.
Islam: Mewajibkan negara meringankan beban rakyat, subsidi hanyalah salah satu cara teknis melaksanakan kewajiban tersebut. 
.
Negara Pancasila: Saya enggak tahu, tapi yang pasti rezim negara Pancasila bersikap seolah subsidi itu haram, bolak-balik mengeluhkan subsidi yang katanya bengkak sampai Rp500-an triliun maka BBM mesti dinaikkan dan akhirnya dinaikkan di tengah harga minyak dunia turun, di tengah bahagianya rakyat Amerika Serikat karena sudah dua bulan harga BBM di sana turun. 
.
Dan Rp500-an triliun itu pun belum tentu benar-benar subsidi, karena subsidi itu adalah tombokan harga jual yang lebih kecil daripada modal. Sedangkan sampai saat ini rezim negara Pancasila tidak pernah mengatakan berapa modal lifting BBM. Yang dianggap subsidi oleh pemerintah itu hanyalah selisih harga jual dengan harga minyak internasional, sedangkan hanya sebagian saja BBM yang impor, sebagiannya produksi dalam negeri. Angka Rp500-an triliun juga bukan hanya anggaran subsidi 2022, tetapi gabungan dengan 2021.  
.
Sekarang, POM bensin VIVO asal negara Swiss jual sejenis pertalite lebih murah dari pertalite-nya POM Pertamina. Sehingga VIVO bisa jauh libeh laris daripada sebelum pertalite dinaikkan rezim negara Pancasila. Inilah puncak dari liberalisasi yang dilakukan negara Pancasila, setelah berhasil menyerahkan kepada swasta bahkan asing penjajah minyak di sektor hulu, sekarang di sektor hilir pun kafir penjajah diberi karpet merah untuk menjual BBM dengan harga bersaing bahkan lebih murah.  
.
Padahal dalam Islam, minyak yang hasilnya berlimpah itu merupakan milkiyyah ammah (kepemilikan umum). Haram hukumnya menyerahkan sumber daya energi tersebut kepada swasta apalagi asing. Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan hasilnya kepada rakyat. Salah satu caranya dalam bentuk penyediaan fasilitas dan biaya operasional kesehatan dan pendidikan. Sehingga rakyat sang pemilik umum sumber daya alam yang hasilnya berlimpah itu, dapat berobat dan sekolah dengan sangat murah bahkan gratis. 
.
Ini merupakan salah satu aturan yang tidak dipahami umumnya umat Islam saat ini. Karena aturan ini ditutup-tutupi oleh kafir penjajah dan antek-anteknya. Siapa saja yang mendakwahkan ini mestilah dicap radikal radikul, intoleran dan sebutan lainnya yang intinya agar masyarakat secara umum menjauhi para pengemban dakwahnya, sehingga masyarakat secara umum tidak mengetahui ajaran Islam yang mulia ini. 
.
Ajaran Islam yang mulia ini hanyalah dapat tegak dalam sistem pemerintahan Islam yang mulia juga yakni khilafah. Fungsi khilafah adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah termasuk aturan dalam pengelolaan milkiyyah ammah sebagaimana disebutkan di atas. Sedangkan demokrasi adalah sistem pemerintahan jebakan kafir penjajah. Melalui instrumen demokrasi yang bernama privatisasi itulah semua milkiyyah ammah diserahkan kepada swasta dan kafir penjajah. Dan secara normatif disebutkan demokrasi merupakan pengamalan sila keempat Pancasila. Kok bisa ya antara Pancasila dan kafir penjajah sejalan? Tetapi dalam waktu yang bersamaan bertentangan dengan Islam.[] 

Senin, 8 Safar 1444H | 5 September 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis

Jumat, 16 September 2022

Subsidi BBM Bebani APBN, AK: Ini Fakta, Narasi atau Hoax?

Tinta Media - Terkait narasi yang disampaikan oleh pemerintah bahwa subsidi BBM membebani APBN, dipertanyakan oleh Advokat Ahmad Khozinudin (AK).

"Bahwa narasi yang selama ini disampaikan oleh pemerintah soal subsidi BBM itu akan membebani APBN, soal bahwa harus ada realokasi APBN yang berpihak kepada rakyat miskin, soal bahwa APBN kita akan jebol kalau harga BBM tidak dinaikkan. Nah, ini fakta atau hanya narasi? Bahkan apakah ini malah hoax atau kebohongan?" tuturnya dalam acara Forum Silaturahmi Ulama dan Tokoh Kabupaten  Garut yang bertajuk Peran Ulama dan Tokoh Masyarakat Kabupaten Garut  dalam menyikapi Kenaikan Harga BBM, Ahad (11/09/2022), yang ditayangkan di Kanal Youtube Ahmad Khozinudin Channel.

Terkait subsidi, ia memandang harus didudukkan dulu yang namanya subsidi itu seperti apa.

Ia mencontohkan seorang tukang kredit panci. Tukang kredit panci itu, dia membeli panci dengan modal 10 ribu. Harga pasaran panci itu 18 ribu. Kemudian dia jual panci itu ke pelanggan sebesar 12 ribu. Dia katakan kepada pelanggan, "Pak, panci itu sebenarnya harganya18 ribu, tapi bapak, saya subsidi 4 ribu. Cukup ke bapak saya jual 12 ribu," ungkapnya mencontohkan.

"Ini subsidi apa subsidi?" tanyanya. "Orang yang nyubsidi panci itu untung apa untung?" cecarnya.

Ia melanjutkan, bahwa tukang panci itu masih untung sebesar 2 ribu. Kenapa dia untung? karena, modal dasarnya 10 ribu. Kalau dia jual 18 ribu, untungnya lebih banyak lagi. 

"Berarti, ketika dia jual 12 ribu, dia ngasih subsidi atau ngurangin keuntungan? Hanya mengurangi keuntungan," terangnya.

Ahmad menjelaskan bahwa seharusnya subsidi itu adalah ada biaya beban modalnya tergerus karena kurang. Baru pemerintah menambal modal, "Itulah subsidi," jelasnya. 

"Kalau yang dimaksud subsidi itu adalah selisih harga pasar pesaing Pertamina dengan yang dijual Pertamina, ini namanya subsidi ala tukang panci," imbuhnya.

Karena, sambung Ahmad, Pertamina tidak pernah menjelaskan cost (biaya) produksi BBM per liter itu berapa.

"Sekarang bagaimana bisa kita mempercayai, meyakini pemerintah memberi subsidi kepada kita kalau Pertamina tidak pernah menjelaskan cost produksi per liter itu berapa," ujarnya.

Menurutnya, kalau cost produksi atau biaya yang menghasilkan Pertalite seliter itu adalah 18 ribu atau 17 ribu, dijual 10 ribu, baru kita disubsidi 7 ribu. 

"Tapi pertanyaannya, pemerintah tidak pernah menjelaskan berapa biaya cost produksi dari minyak kita," sesalnya.

Yang selalu dijadikan acuan itu namanya ICP (Indonesian Crude Price) atau standar harga minyak Indonesia. Harga jualnya itu ICP. 

Ia menjelaskan ICP itu yang membentuk komponennya formula itu mereka ada ESDM, SKK Migas, dan Menteri Keuangan. Standar untuk membentuk ICP itu bahan bakunya adalah harga minyak mentah dunia. 

"Jadi, kalau harga minyak mentah dunia naik, ICPnya naik. Kalau harga minyak dunia turun, ICPnya turun. Jadi ICP ini dibentuk dari komponen harga minyak mentah dunia," terangnya.

Ahmad mengungkapkan bahwa bahan baku minyak yang dijadikan Pertalite, Pertamax dan yang lainnya tidak semuanya diimpor dari luar negeri.

"Kita punya 70% yang kita produksi dari bumi yang oleh Allah berikan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Beli ga itu?. Gratis! Cuma biaya ngebor. Biaya ngebor dengan biaya beli ke pasar internasional murah mana?. Murah ngebor," tandasnya.

"Kenapa kita disuruh beli minyak dengan standar minyak dunia, kalau yang distandari begitu orang Singapura, wajar!" kesalnya.

"Kenapa? Karena Singapura enggak punya ladang minyak, kita punya walaupun 70%," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Selasa, 13 September 2022

Kenaikan Subsidi Akan Membuat Dana APBN Jebol, Benarkah?

Tinta Media - Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan menilai pernyataan pemerintah bahwa menaikkan subsidi BBM akan merugikan APBN sangat tidak berdasar, sebab tahun lalu Indonesia mengalami keadaan ekonomi lebih parah, namun bisa diatasi dengan baik.

"Kenaikan dari harga minyak, dan kenaikan subsidi ini, selalu disuarakan sebagai bahwa ini APBN akan jebol. APBN tidak akan bisa menanggung lagi. Nah, sekarang definisi itu apa, jika sekarang kita lihat, tahun lalu itu jauh lebih buruk. Dan isinya jauh lebih buruk. Tapi tidak apa-apa. Kenapa tahun lalu bisa, tahun sekarang ini tidak bisa?" Terangnya dalam diskusi Media Umat secara live dengan tema ' BBM NAIK, UNTUK SIAPA?' di kanal YouTube 'Media Umat, Ahad (11/9/2022).

 Menurutnya, masalahnya saat ini, rakyat sedang menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi, dari adanya inflasi. Inflasi pangan ini sangat tinggi, yaitu sampai dengan bulan Juli, sudah lebih dari 11 persen. Jadi kalau masyarakat dibebankan lagi akan sangat sulit.

 Anthony pun mempertanyakan apakah pembebanan ini cukup adil atau tidak. "Kenapa Ini dibebankan kenapa harus kepada pengguna dari pertalite atau solar itu?" Herannya.

 Total yang diperoleh dari masyarakat dengan kenaikan harga, sambungnya, hanya 31,75 triliun. Tetapi biaya yang harus dikeluarkan masyarakat sangat besar. "Semuanya pada protes, demo dan sebagainya. Jadi, kita juga lihat, kasihan rakyat, mahasiswa, guru, belum menghadapi yang di lapangan, belum sampai ada yang terluka dan sebagainya," jelasnya.

Jadi, ia menyimpulkan hal ini sangat tidak adil untuk dibebankan pada masyarakat. "Di lain pihak bahwa harga batubara, minyak sawit itu kan naik tinggi sekali. Nah kenapa itu tidak dipecah-pecah untuk diambil sebagai substitusi kalau seandainya seperti itu diperlukan. Tapi saya melihat tidak diperlukan," ungkapnya.

Kalau dikatakan APBN akan jebol, lanjutnya, ini adalah omong kosong. Ini adalah tidak benar. "Karena kalau kita lihat bahwa kita tidak ada batasan 3 persen tahun ini. Kecuali kalau kita ada batasan 3 persen ya. Kita ada batasan jebol dalam arti melewati batas 3 persen," pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 11 September 2022

Ketua Hilmi: Pencabutan Subsidi adalah Ciri Khas Sistem Ekonomi Liberal

Tinta Media - Terkait alasan pemerintah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) guna mengatasi defisit anggaran, Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (Hilmi), Dr. Julian Sigit, M.E.Sy. mengatakan, pencabutan subsidi merupakan ciri khas sistem ekonomi liberal. 

“Alasan paling klasik untuk mengurangi defisit adalah pencabutan subsidi. Ini adalah ciri khas dari kapitalisme. Ini ciri khas dari sistem ekonomi liberal yang mereka itu anti terhadap campur tangan pemerintah untuk menjaga masyarakatnya,” tuturnya dalam Kabar Petang: Pemerintah Berbohong Soal Subsidi BBM 502 T? Sabtu (10/9/2022) di kanal Youtube Khilafah News.

Bung Julian mengatakan, data pemerintah yang menunjukkan jumlah subsidi BBM sebesar Rp502 triliun, tidaklah sebesar itu. Ia menambahkan, selama ini pemerintah selalu mengklaim alokasi Rp502 triliun jika dialokasikan untuk pembangunan rumah sakit, pendidikan serta jalan tol dan sebagainya, bisa dibangun ribuan infrastruktur.

"Kita harus ingat bahwa anggaran terbesar dalam pengeluaran APBN adalah Untuk bayar cicilan bunga utang beserta pokok nya sebesar Rp. 805 Triliun atau hampir 1/3 dari total APBN. Padahal yg menikmati hutang tersebut sebagian besar adalah para kapitalis pemilik modal atau bisa dikatakan orang kaya saja,” tegasnya.

Ia pun mempertanyakan kenapa pemerintah tidak mengungkapkan bahwa utang itu banyak dinikmati orang kaya saja. “Berapa ribu sekolah, berapa rumah sakit dan berapa puluh jalan tol yang bisa dibangun jika bayar utang bunga itu kemudian dialokasikan untuk membangun itu?” tanyanya. 

Hal ini, menurutnya, perlu untuk dibahas karena seringkali dijadikan justifikasi bahwa pencabutan subsidi tidak tepat sasaran dan hanya dinikmati orang-orang kaya. “Alasan yang paling klasik untuk mengurangi defisit itu adalah pencabutan subsidi,” tambahnya.

Menurutnya, kebijakan menaikan BBM adalah zalim. Bung Julian menambahkan, kalau logikanya subsidi BBM membebani APBN kemudian ini dinikmati oleh masyarakat yang tidak tepat sasaran, pertanyaan yang sama juga perlu terkait alokasi APBN untuk membayar bunga utang sebesar Rp441 triliun. “Bunga utang itu yang bisa menikmati adalah orang-orang kaya,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, jika dikomparatifkan dalam perspektif ekonomi Islam, subsidi bisa boleh dan atau wajib tergantung faktanya. “Jadi, yang namanya subsidi itu, bisa dalam konteks boleh dan wajib. Kita lihat faktanya terlebih dahulu. Karena dalam konsep Islam, hubungan antara penguasa dengan rakyat itu bukan transaksional penjualan pembeli, tapi melayani dan dilayani,”

Jadi, menurutnya, cara pandang memimpin negara dalam Islam itu, bukan cara pandangnya sebagai seorang pengusaha, tetapi cara pandangnya itu seorang negarawan. 

“Dia harus berpikir secara kreatif mengalokasikan dari pilihan-pilihan yang ada. Pilihan-pilihan yang ada itu ada banyak option yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi defisit. Mulai dari efisiensi anggaran, efektivitas anggaran, kemudian alokasi anggaran,” bebernya.

Ia pun menambahkan, upaya mengurangi defisit, termasuk penghentian proyek-proyek infrastruktur yang selama ini menyerap anggaran yang sangat besar seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) kemudian proyek kereta cepat.
 
“Tapi yang terjadi tidak dilakukan oleh pemerintah. Maka dengan tegas, kita perlu untuk menolak karena kebijakan ini jelas akan menyengsarakan masyarakat,” pungkasnya. [] Ikhty

Rabu, 31 Agustus 2022

CABUT SUBSIDI ATAU TUTUP RAPAT TINDAK KORUPSI BAGI TERCIPTANYA KEMAKMURAN RAKYAT?

Tinta Media - Terkait dengan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar sepertinya Pemerintah sudah hampir bisa dipastikan akan menaikkan harga kedua jenis BBM tersebut ketimbang mempertahankannya karena harga kekonomian solar dan pertalite saat ini sudah di atas Rp.17 ribu perliter, sementara harga yang dibayar oleh masyarakat hanya Rp. 7.650 untuk pertalite dan Rp.5.150 untuk solar. Jika hal ini dibiarkan terus berlangsung tentu akan bermakna besaran subsidi yang akan diberikan oleh APBN akan mencapai angka sebesar Rp.502,4 trilliun. 

Kalau uang sebesar itu kata Menkeu dimanfaatkan untuk kepentingan lain maka tentu banyak hal yang bisa dilakukan. Menkeu telah mencoba mengilustrasikannya dengan mengatakan bahwa dengan dana sebanyak itu kita tentu akan bisa membagun 3.333 rumah sakit atau kita akan bisa membangun 227.886 sekolah dasar (SD) dengan biaya per SDnya sebesar Rp.2,19 milyar. Atau kalau kita gunakan untuk membuat jalan tol maka dana sebesar itu tentu akan bisa membangun ruas tol sepanjang 3.501 km. 

Cuma yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah mencabut atau mengurangi subsidi BBM agar APBN tidak jebol, bukankah dengan mencabut subsidi tersebut akan memicu terjadinya inflasi dan akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat. Apakah tidak ada cara lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah? 

Saya rasa masih ada cara dan sisi lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah tampa mencabut atau mengurangi subsidi yaitu dengan menutup kebocoran anggaran yang ada. Sumitro djojohadikudumo Begawan ekonomi yang merupakan ayah dari prabowo subianto pernah mengutarakan tingkat kebocoran anggaran itu mencapai sekitar 30% dan prabowo sendiri mensinyalir sekitar 25%. Jadi kalau kebocoran ini bisa ditutup maka pemerintah akan mendapatkan dana yang sangat besar apalagi seperti diketahui badan anggaran DPR sudah menyetujui usulan pemerintah menyangkut revisi belanja negara pada APBN 2022 menjadi Rp.3.106 triliun. 

Jadi jika kebocorannya bisa kita hilangkan tidak usah 30 atau 25 % tapi 20% saja maka pemerintah akan punya dana yang bisa dikelola yaitu sebesar Rp.621,2 triliun. Angka ini jelas jauh lebih besar dari jumlah subsidi yang ada yaitu Rp 502,4 triliun. Jadi jika pemerintah bisa melakukan hal ini maka pemerintah tidak perlu pusing-pusing dengan masalah subsidi BBM yang akan menggerus APBN tersebut, karena hal itu sudah bisa ditutup dan dicover dari dana APBN yang bisa terselamatkan sehingga kalau Menkeu bisa membuat ilustrasi maka kita juga bisa membuat ilustrasi lain dimana kalau kebocoran APBN ini bisa ditutup maka kita juga akan bisa membuat ruas jalan tol yang lebih panjang dan membuat rumah sakit serta sekolah dasar yang Jauh lebih banyak dengan dana yang didapat bukan dari pemotongan atau pengurangan subsidi tapi dari usaha keras pemerintah karena berhasil menutup kebocoran APBN dari tindak tidak terpuji yang dilakukan oleh para koruptor. 

Pertanyaannya mengapa pemerintah tampak lebih sibuk mengurusi penghapusan atau pengurangan subsidi ketimbang mengurusi bagaimana caranya supaya bisa menutup kebocoran anggaran negara karena praktek korupsi? tentu pemerintah jika mereka masih punya hati nurani telah dan sudah tahu jawabannya. Tks.

Dr. Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI

Minggu, 21 Agustus 2022

Subsidi BBM Bengkak Akibat Negara Salah Tata Kelola Migas

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center menyatakan bahwa subsidi BBM (bahan bakar minyak) membengkak akibat negara salah dalam tata kelola migas.

“Subsidi BBM membengkak akibat dari tata kelola migas yang salah,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Subsidi BBM membengkak, Hak Rakyat Dianggap Beban Negara? Selasa (16/8/2022), di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Ia mengungkapkan, sistem kapitalisme itulah yang menyebabkan tata kelola migas yang salah yakni negara hanya bertindak sebagai regulator. “Penerapan sistem kapitalisme telah melegalkan kekayaan alam yang seharusnya bisa menjadi penopang kebutuhan rakyat secara nyata justru dikuasai asing. Negara hanya membuat Undang-undang (UU) untuk melegalkan kapitalisasi dan liberalisasi sumber daya alam,” ungkapnya.  
Pelegalan kapitalisasi dan liberalisasi sumber daya alam tersebut memberikan dua efek, yakni:

Pertama, negara kehilangan sumber pendapatan negara dari pengelolaan sumber daya alam. “Buktinya UU Kontrak Karya menjadikan negara tidak berdaulat atas SDA mereka. Bahkan negara harus mengimpor kebutuhan migas dari negeri Singapura yang notabenenya tidak memiliki sumber migas,” tuturnya.

Kedua, ketika SDA diprivatisasi oleh swasta maka akan timbul kemiskinan yang mencelik rakyat. “Rakyat semakin hari semakin susah mengakses kebutuhan hidup karena harga-harga pangan semakin lama semakin naik. Akses pelayanan publik seperti pendidikan maupun kesehatan tidak bisa diakses oleh kalangan masyarakat kecil,” bebernya.  
Ia menguraikan penjelasan dari pandangan Frederich Hayek dan Milton Friedman sebagai penggagas utama lahirnya kapitalisme aliran neo-liberal (neoloberlism/neoconservatism). Intervensi pemerintah dalam ekonomi adalah ancaman yang paling serius bagi mekanisme pasar.

“Dari konsep ini subsidi adalah bentuk intervensi pemerintah sedangkan pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik,” urainya.
Ia mengungkapkan bahwa kapitalisme menganggap pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi merupakan pemborosan dan inefisiensi.

“Oleh karena itu sikap pemerintah sangat berat hati ketika memberikan subsidi, seolah-olah telah melakukan banyak hal, telah banyak berkorban untuk rakyat, padahal sudah sepatutnya negara memberi subsidi tanpa perhitungan kepada rakyat,” ungkapnya.
Ia mengatakan pemerintah mengaku cukup dilema menangani masalah pembengkakan subsidi BBM yang mencapai Rp 502 triliun.
“Jika harga BBM dinaikkan tentu daya beli masyarakat berpotensi mengalami penurunan terutama kelas menengah ke bawah,” katanya. 

“Di satu sisi subsidi BBM dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap pengelolaan keuangan negara,” lanjutnya.
Sistem Islam
Dalam aturan sistem yang sahih, yakni sistem Islam yang disebut Khilafah Islam memiliki paradigma khas mengenai sumber daya alam (SDA).

“Kekayaan alam yang depositnya cukup banyak dalam sistem ekonomi Islam masuk kategori milik umum maka tambang migas seperti blok Cepu, blok Rokan, blok Masela, dan sejenisnya termasuk kategori ini,” ucapnya. 

Islam memerintahkan agar kekayaan milik umum ini wajib dikelola negara tanpa intervensi dari pihak mana pun agar hasilnya bisa diberikan kepada rakyat seutuhnya.
Menurutnya, tambang migas adalah sumber daya alam termasuk kekayaan milik umum yang tidak bisa langsung dinikmati oleh rakyat.

“Sebab pengelolaannya membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya yang besar maka negaralah yang berhak untuk mengelola dan mengeksplorasi sumber daya alam tersebut dan hasilnya diberikan kepada rakyat,” tuturnya.
Ia memaparkan pemberian hasil pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh Khilafah kepada rakyat meliputi dua mekanisme yakni secara langsung dan tidak langsung.

Pertama, secara langsung Khilafah bisa memberikan subsidi migas kepada rakyat sehingga rakyat bisa mendapatkan BBM, listrik, dan sumber energi dengan harga yang terjangkau karena rakyat hanya dibebani oleh biaya produksi. "Negara haram mengambil keuntungan dari pengelolaan dan distribusi migas untuk rakyat,” paparnya.  
Kedua secara tidak langsung, Khilafah akan menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi setiap warga negaranya. “Jaminan secara mutlak artinya Khilafah akan membiayai semua fasilitas sarana dan prasarana sampai semua kebutuhan tersebut dapat diakses oleh rakyatnya tersebut secara gratis,” bebernya.  
Ia menjelaskan bahwa biaya jaminan mutlak tersebut berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang dimasukkan ke dalam Baitul Mal Pos Kepemilikan Umum. Khilafah diperbolehkan menjual migas kepada industri atau mengekspor ke luar negeri setelah Khilafah menghitung kebutuhan konsumsi energi rakyatnya.

“Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan mengambil keuntungan yang wajar atau mengekspor ke luar negeri dengan mengambil keuntungan yang maksimal. Semua keuntungan tersebut akan masuk ke dalam Pos Kepemilikan Umum Baitul Mal,” jelasnya.
Keuntungan ini bisa dialokasikan untuk mengelola harta kepemilikan umum baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran, dan distribusi. 

“Dan bisa juga untuk biaya jaminan kebutuhan dasar publik sehingga Khilafah bisa membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya,” imbuhnya.
Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa ekspor migas yang dilakukan Khilafah bisa menjadi kekuatan diplomatik.

“Inilah cara Khilafah mengelola sumber daya alam. Bukan hanya mampu menyejahterakan rakyat melainkan juga bisa menjadi kekuatan bagi negara,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Rabu, 06 Juli 2022

Keluhkan APBN Terbebani Subsidi, Rezim Minta Rakyat Ridha BBM Dinaikkan


Tinta Media - "Berulang kali rezim ini mengeluh APBN terbebani subsidi BBM, pemerintah merasa berat sehingga meminta rakyat berempati, mau mengerti dan ridlo BBM dinaikkan," ungkap Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin kepada Tinta Media, Senin (4/7/2022).

Tapi, kata Ahmad, rezim ini tidak pernah mau mengerti, memahami apalagi berempati pada beban rakyat yang sudah begitu berat bahkan sampai ada rakyat bunuh diri karena khawatir dengan hidupnya. "Mereka tega mempersulit rakyat demi merogoh kocek rakyat lebih besar akibat terpaksa belanja pertamax yang sudah dinaikkan dengan modus mempersulit belanja pertalite. Rakyat dipaksa memanggul beban lebih berat bukan hanya karena harus mengkonsumsi pertamax tetapi juga harus menanggung beban kenaikan harga-harga kebutuhan pokok akibat naiknya biaya transportasi," ujarnya.

Ia mengatakan, BBM itu barang primer, hak rakyat. Dulu saat minyak mentah dunia turun sampai US$ 20 per barel rakyat tidak pernah mendapat harga BBM murah. Sekarang dengan dalih harga minyak dunia naik BBM mau dinaikkan. "Sebenarnya mereka ini pemimpin atau penjajah? Mau melayani rakyat atau mau jadi kompeni? Tidak cukup puas melihat derita rakyat selama ini?" Ia menanyakan.

Dan luar biasa, lanjutnya, untuk memecah persatuan rakyat, program aplikasi ber code didistribusikan secara berkala di sejumlah daerah. Awalnya diterapkan di Kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta dan Kota Sukabumi. "Jika rakyat tidak melawan, program modus ini akan merembet ke daerah lainnya," tegasnya.

Karena itu, menurutnya, sebagai bentuk tanggung jawab bersama, seluruh daerah wajib melakukan perlawanan secara berkala. Tahap awal, masyarakat terdampak yang melakukan perlawanan. Selanjutnya daerah lain yang mengikuti diterapkannya kebijakan ini. Dan secara umum, seluruh rakyat harus melawan secara opini membantu daerah-daerah terdampak lebih dulu. "Dengan tolong menolong dan tanggung menanggung, Insya Allah kezaliman ini dapat dihentikan," pungkasnya.[] Yupi UN
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab