Tinta Media: Suami
Tampilkan postingan dengan label Suami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Suami. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Oktober 2023

Suamiku, Maafkan Aku...


Tinta Media - Suami adalah kunci surga istri. Asal istri beriman dan menjaga diri dari dosa besar dan taat kepada suami kemudian mati dalam keadaan diridhoi suaminya maka dipastikan dia masuk surga dari pintu mana saja dia sukai.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.

“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu).

Tentu saja istri juga bukan manusia yang Maksum alias pasti  tanpa dosa dan kesalahannya. Pasti saja ada kurangnya saat menaati suaminya. Kadang istri membangkang. Kadang marah dengan suara tinggi. Kadang berani membentak suami. Kadang menolak ketika diajak suami ke kamar. Kadang ga amanah dalam mengatur harta suami. Dll.

Dalam menunaikan hak suami pastilah terjadi berbagai kekurangan. Sehingga istri akan menyadari adanya berbagai khilaf dan salah yang berujung kepada introspeksi diri. 

Oleh karena itulah sangat layak jika istri berkata kepada suami tercinta,"Suamiku, maafkanlah aku...".

Selamat berjuang Sobat, semoga sakinah. Aamiin.[]

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center

Jumat, 06 Oktober 2023

Suamiku, Terima Kasih... Jazakallaahu khoyr



Tinta Media - Ada ungkapan bahasa Jawa, bahwa surga nerakanya istri bergantung pada suami.  "Suwargo nunut neroko katut" artinya surga numpang suami dan neraka juga terikat suami. Pernyataan ini ada benarnya juga. Sebab begitu besarnya pengaruh suami terhadap surga dan neraka istrinya.

Begitu akad nikah sudah ijab dan qobul maka tanggung jawab besar wali kepada seorang perempuan pindah kepada suami. Suamilah yang harus ditaati oleh seorang perempuan selama tidak diperintahkan maksiat.

Tanggung jawab paling besar seorang suami kepada istri paling tidak ada dua perkara:

1. Memimpin ke surga. Inilah tugas paling pokok suami kepada anak istrinya. Mengajak, membimbing, menasehati, memberikan teladan bahkan kadang memaksa untuk ke surga. Sekaligus menjaga agar tidak masuk neraka.

Surat At-Tahrim Ayat 6

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

2. Memberikan nafkah yang halal. Baik berupaya kebutuhan pokok yakni sandang pangan dan papan maupun kebutuhan sekunder seperti untuk transportasi dan komunikasi.

Surat Al-Baqarah Ayat 233

۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

" Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Dua tugas ini sungguh sangat berat bagi suami. Dia harus betul betul berjuang agar ngaji yang bener supaya faham betul bagaimana harus memperlakukan istri nya. Bagaimana hal dan kewajiban suami dan istri. Agar dia tidak menzholiminya.

Bagaimana seorang suami harus rela bersusah payah bahkan bertaruh nyawa agar keluarganya bisa hidup cukup.

Nah begitu besar kewajiban suami kepada istri hingga Rasulullah Saw pun menjelaskan betapa besar hak suami kepadanya 

Oleh karena itu wahai para istri berterima kasih lah kepada suamimu. Apalagi jika suami adalah seorang muslim Sholih. Bahkan dia adalah pengemban dakwah maka rasa syukur dan terima kasih itu mestinya berlipat ganda lagi. 

Janganlah bersikap kasar apalagi membangkang kepada suami. Lemah lembut lah kepadanya. Sebab surga dan nerakamu amat bergantung kepadanya. Ucapkanlah, "terima kasih suamiku... jazakallaahu khoyr".

Selamat berjuang Sobat, semoga sakinah.[]

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center

Rabu, 04 Oktober 2023

Alangkah Beruntung Bersuamikan Pengemban Dakwah

Tinta Media - Setiap istri pastinya ingin bahagia. Pastinya bahagia beneran. Bukan KW. Tentunya bahagia dunia akhirat bukan?

Hanya saja, bahagianya istri sangat bergantung kepada kepemimpinan suami. Apakah suami sebagai nahkoda rumah tangga mengarahkan nya ke surga atau kah neraka. Jika mengarah ke neraka maka kemungkinan besar bahagia tak kan tercapai.

Di sinilah makna betapa beruntungnya bersuamikan pengemban dakwah. Mengapa?
Sebab ada beberapa hal sangat penting sebagai berikut:

1. Pengemban dakwah mestinya memiliki tujuan hidup yang jelas yaitu bahagia dunia akhirat. Mestinya pula mengajak istri dan anaknya juga ke surga. Dengan demikian insyaallah istri sudah dipimpin oleh nahkoda yang benar.

2. Pengemban dakwah mestinya orang yang paling semangat menaati Allah dalam segala halnya. Mestinya dia juga akan mengajak istri dan anaknya menaati Allah SWT. Dia akan menjaga istri dan anaknya untuk selamat aqidah dan amalnya.

3. Pengemban dakwah mestinya yang paling memahami pentingnya ngaji. Dia juga akan mengajak dan mengkondisikan istrinya dan anaknya untuk juga selalu ngaji.

4. Pengemban dakwah mestinya orang yang faham tentang kewajiban qona'ah dengan qodho Allah. Sehingga dia akan menerima semua kelebihan dan kekurangan istrinya dengan syukur dan sabar.

5. Pengemban dakwah mestinya paling faham kewajiban dan hak suami istri sehingga dia akan berupaya agar semua kewajibannya bisa terlaksana dengan baik. Meskipun tentu saja tetap ada kekurangan nya. Karena manusia ga ada yang sempurna.

6. Keluarga pengemban dakwah mestinya merupakan keluarga yang fokus pada perjuangan sehingga waktu dan tenaganya fokus untuk berjuang dalam dakwah. Sehingga tidak akan sibuk dalam perkara-perkara remeh temeh yang sama sekali enggak penting.

7. Setiap suami sibuk dakwah baik di rumah maupun di luar rumah dengan dukungan penuh istri maka istri pun akan ikutan mendapatkan pahala yang terus mengalir seiring pahala suami meskipun istri tetap tinggal dalam rumahnya.

8. Silahkan sobat tambah sendiri yah.

Demikian kurang lebihnya berbagai kebaikan bersuamikan pengemban dakwah. Semua itu insyaallah hanya diperoleh oleh istri pengemban dakwah.

Oleh karena itu, betapa beruntungnya bersuamikan pengemban dakwah. Maka jika anda bersuamikan pengemban dakwah maka pertahankanlah sekuat tenaga. Jangan sampai anda lepaskan. Apalagi sampai minta cerai gegara beberapa kekurangannya.

Semoga Allah jadikan kita sekeluarga menjadi ahli jannah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar-Ra’d Ayat 23

جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَٰجِهِمْ وَذُرِّيَّٰتِهِمْ ۖ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ

"(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;"

Selamat berjuang para istri dan suami pengemban dakwah.[]

Oleh : Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center

Rabu, 23 Maret 2022

Ustaz Iwan Januar: Tidak Pantas Istri Tak Puas terhadap Nafkah Makruf Suami

https://drive.google.com/uc?export=view&id=12MikYXd4crkMqUNu7cb8MM24kQ9r-Mo5

Tinta Media - Islamic Super Parent Inspirator Ustaz Iwan Januar menyatakan, tidak pantas bagi seorang istri tidak merasa puas setelah suami memberi nafkah secara makruf.

“Sekiranya seorang suami sudah berusaha memberikan nafkah secara makruf menurut apa yang dia bisa, maka ini sebenarnya tidak pantas bagi seorang istri tidak merasa cukup, tidak merasa puas,” tuturnya dalam Kajian Jendela Keluarga Muslim: Dilema Istri Tak Puas, Jumat (18/3/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Ia menilai andaikata istri tidak merasa puas bukan karena suami ini belum makruf tapi karena suami sudah memberikan nafkah tapi istri tidak merasa cukup dengan uang belanja dari suami. Maka ini ada problem dalam kehidupan sang istri.

“Berarti, dia (istri) merasa nafkah itu harus sesuai keinginan istri. Padahal ada kalanya suami memberikan, atau menahan, menyimpan dulu karena ada kepentingan yang lebih besar. Seorang suami yang sudah berusaha mencukupi maka istri harus merasa cukup, merasa puas,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini rawan terjadi konflik antara suami istridan rawan anak-anak jadi korban kekerasan, dan juga rawan macam-macam.

Ia memaparkan persoalan rumah tangga itu ketika istri merasa tidak cukup, merasa tidak puas dengan apa yang diberikan oleh suami. Padahal batasan suami memberi nafkah kepada istri itu adalah pertama, secara makruf dan kedua, berdasarkan pada kemampuan yang bisa diberikan untuk keluarganya.

“Karena mungkin istri merasa apa yang diberikan suami ini belum dikategorikan makruf, dikategorikan layak dibandingkan dengan orang lain misalnya,” paparnya.

Dalam Al Qur’an surat At-Thalaq ayat 7 Allah berfirman, “Barang siapa yang Allah sempitkan rezekinya, siapa yang sedang disusahkan Allah sebagai ujian. Hendaklah dia (suami) memberikan belanja nafkah kepada keluarganya dari apa-apa yang Allah berikan kepada dia.”Ustaz Iwan mengingatkan kepada para istri akan ayat ini. “Allah saja tidak menuntut, membebani seorang suami memberikan nafkah di luar kemampuannya. Karena ada hal merupakan qodarullah rezeki Allah Yang Maha Mengatur,” katanya.

Menurutnya, istri yang tidak merasa puas bisa dikarenakan dorongan nafsu, kurangnya rasa bersyukur kepada apa yang diberikan suami kepadanya. “Ada kalanya suami istri itu diberi lebih kecukupan, ada yang diberikan ujian kekurangan maka harus ingat, ini salah satu ujian dari Allah SWT dalam urusan nafkah, kemudian saling memotivasi,” ujarnya.

Ia mengingatkan perkataan Nabi SAW tentang perempuan yang kurang bersyukur kepada suami dan tidak pernah merasa cukup. Dalam hadis Imam An-Nasa’i, Nabi bersabda, “Allah tidak akan melihat di hari kiamat kepada wanita yang tidak bersyukur terhadap suaminya.”

Ia menuturkan, suami yang sudah bekerja, memberikan nafkah, menjaga, melimpahkan cinta kasih sayang tapi ada juga seorang perempuan yang tidak merasa cukup, tidak merasa puas. “Apa kata Nabi SAW bahwa Allah tidak akan melihatnya di yaumil akhir, naudzubillahimindzalik,” tuturnya.

Ia menegaskan, seorang istri yang tidak merasa puas merupakan kondisi tidak wajar karena istri telah dipenuhi nafkahnya oleh suami. Apalagi jika istri membanding-bandingkan dengan orang lain maka ia mengingatkan kembali hadis Nabi di atas.
“Jangan berpikir suami keluar rumah untuk bersantai-santai tapi bekerja mencari nafkah, kalau ada istri yang merasa tidak cukup juga, hati-hati bisa menggerogoti sikap syukur pada suaminya,” tegasnya.

Menurutnya, ketika istri merasa tidak puas terhadap apa yang telah diberikan oleh suaminya secara makruf dapat menggerogoti rasa syukur yang dipengaruhi oleh hasad dan nafsu duniawi yang tidak pernah ada batasnya.

“Rasa syukur istri itu digerogoti oleh hasad, hawa nafsu duniawi yang tidak pernah ada batasnya sehingga merasa tidak puas,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab