Tinta Media: Strawberry Generation
Tampilkan postingan dengan label Strawberry Generation. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Strawberry Generation. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Maret 2023

‘Strawberry Parents’ Pemicu Lahirnya ‘Strawberry Generations’

Tinta Media - Buah jatuh tentu tak jauh dari pohonnya. Rasanya peribahasa ini cocok disematkan pada generasi strawberry yang pasti lahir dari pola asuh ‘strawberry parents’. Tidak mungkin kan generasi strawberry dilahirkan dari ‘mango parents’? Generasi strawberry sendiri adalah istilah yang mengacu pada fenomena generasi muda saat ini yang mereka biasanya memiliki kreatifitas tinggi dan memiliki banyak ide. Namun sayangnya saat mendapat tekanan sedikit saja, mereka mudah galau, sakit hati, bahkan hancur. Hal ini seperti gambaran buah strawberry yang cantik bentuk dan warnanya namun lembek di dalamnya.

Pola asuh orangtua kepada anaknya akan sangat berpengaruh pada karakter dan kualitas generasi yang dididiknya. Seperti pola asuh ‘strawberry parents’ yang ternyata sadar tidak sadar banyak diterapkan oleh orangtua di jaman milenial yang serba instan namun persaingan cukup ketat. Ciri pertama dari ‘strawberry parents’ adalah selalu mengabulkan permintaan anak. Para orangtua dengan mengatasnamakan kasih dan sayang akan memberikan apapun yang diinginkan anak. Tidak melihat kaya atau miskin keadaan si orangtua. Tak jarang orangtua sampai berhutang hanya untuk memenuhi kemauan anak. Yang lebih parah, hingga berbuat kriminal untuk mendapatkan uang secara cepat. Uang ini lalu digunakan untuk membeli barang yang diinginkan anaknya.

Selain selalu memberikan apa yang diinginkan anak, ciri kedua adalah ‘over protective’ atau terlalu melindungi anak. Tanpa melihat realita, terkadang orangtua dengan karakter ini akan membela apapun yang dilakukan oleh si anak. Dengan frasa ‘wajar masih anak-anak’ menjadi argumen atas pembelaan orangtua terhadap anaknya. Anak merasa tidak perlu melakukan atau menerima konsekuensi apapun walau telah melakukan kesalahan. Anak-anak pun cenderung menjadi tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah.

Ciri ketiga, selalu membantu. ‘Strawberry parents’ akan selalu turun tangan untuk membantu anak menyelesaikan kewajibannya. Mereka tidak akan membiarkan anaknya mengalami kesulitan. Contohnya saat anak mendapat tugas dari sekolah atau membereskan kamar dan mainannya. Orangtua akan turun tangan penuh untuk membantu menyelesaikannya. Akibatnya anak tidak akan mempunyai kemampuan dasar dalam hidup. Selain itu, anak-anak juga akan selalu bergantung pada orang di sekitarnya, khususnya orangtua.

Ciri keempat, tidak memberikan hukuman. Sekali lagi atas nama kasihan dan sayang, orangtua tidak memberikan hukuman ketika anak melakukan kesalahan. Mereka cenderung akan membiarkan polah tingkah anaknya. Efeknya adalah anak akan semakin tidak bisa mengontrol tingkah lakunya dan tidak mempunyai standar perilaku yang benar.
Keempat ciri pola asuh ‘strawberry parents’ di atas jika semakin lama diterapkan akan memicu lahirnya ‘strawberry generations’. Agar tidak melahirkan generasi strawberry maka sudah seharusnya menghindari dan tidak menerapkan pola asuh ‘strawberry parents’ ini.

Sebagai orangtua juga harus menyadari bahwa tidak selamanya bisa mendampingi anak dalam seluruh proses kehidupannya. Menjadi kewajiban orangtua untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik agar menjadi kuat dan tidak mudah rapuh saat menghadapi permasalahan. Didiklah anak menjadi pribadi mandiri agar dia mampu bertahan saat tak ada orangtua di sampingnya.

Lihatlah generasi sahabat Rasulullah Saw. sebagai contoh terbaik generasi muslim. Mereka menjadi pribadi dan generasi gemilang karena didikan tsaqafah Islam. Maka sepatutnya para orangtua muslim membekali anak-anaknya dengan aqidah dan tsaqofah Islam. Dampingi, asuh, dan didik anak dengan al quran dan sunah Rasul sedari dini. Harapannya, saat baligh anak telah siap melaksanakan seluruh taklif syara. Jangan lupa doakan anak dalam setiap doa kita agar kelak menjadi anak taat syariat. Terakhir, kenalkan anak pada pribadi terbaik dari manusia terbaik yaitu Rasulullah Saw. Buatlah anak mencintai dan selalu ingin meniru apa yang telah Rasulullah ajarkan dan contohkan. Allah Swt. berfirman : “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al Ahzab ayat 21).

Oleh: Erlina YD
Sahabat Tinta Media 

Senin, 01 Agustus 2022

Bunuh Diri, Fenomena Strawberry Generation dan Rapuhnya Pendidikan ala Sekuler


Tinta Media - Siapakah yang tidak pernah merasakan kegagalan? Pasti setiap manusia pernah mengalaminya, baik gagal ujian sekolah, menikah, berbisnis, diterima di tempat kerja yang diinginkan, maupun kegagalan yang lainnya. Kisah berikut ini patut menjadi renungan kita bersama. 

Seorang remaja putri dikabarkan meninggal dunia diduga karena bunuh diri akibat tidak lolos ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Remaja tersebut sebelumnya bernazar akan memberikan santunan kepada anak yatim jika diterima. Namun ketika gagal, ia bernazar akan melakukan bunuh diri. Keputusan bunuh diri ini diduga juga didorong oleh perlakuan pacarnya yang memiliki sifat kasar dan manipulatif.

Beberapa jam kemudian, perempuan muda itu dinyatakan meninggal dunia setelah meminum semua obat yang diberikan oleh psikiaternya. Ia juga overdosis alkohol.(Indonesiatoday)
 
Populernya Istilah Generasi Strawberry
 
Saat berbicara tentang kisah menyedihkan di atas, penulis jadi ingat dengan populernya istilah generasi strawberry. Sebuah istilah yang disematkan pada generasi yang nampak menarik dari luar, tetapi di dalamnya sangat rapuh (mudah hancur) sebagaimana buah strawberry.

Generasi yang satu ini membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang tepat dari semua pihak, sehingga bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tahan banting ketika diterpa berbagai macam kegagalan atau harapan yang tak terwujud.
 
Pertanyaan selanjutnya, apakah kasus bunuh diri hanya terjadi di Indonesia? Ternyata tren bunuh diri sebagai jalan keluar dari masalah tidak hanya terjadi di negeri ini. 

Berdasarkan data milik WHO, bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor dua terbesar setelah kecelakaan di kalangan remaja berusia 15-29 tahun, dan mengakibatkan sekitar 4.600 jiwa meninggal setiap tahunnya. (kumparan.com)
 
Menurut dr. Yunias Setiawati, spesialis kejiwaan (Kepala Unit Rawat Jalan Psikiatri di RSUD dr.Soetomo Surabaya), kasus bunuh diri ini kerap dialami para remaja yang depresi. Depresi ini dapat ditandai dengan perasaan sedih, hilang minat, prestasi menurun, hingga sosialisasi terganggu. (14/1/2020)
 
Inilah fakta memprihatinkan dari generasi muda yang menjadi calon-calon pemimpin di masa yang akan datang. Generasi ini dilahirkan dari sistem hidup sekuleris (sistem hidup yang tidak menjadikan Al-Khalik hadir sebagai pemberi jalan keluar dari semua masalah). Karena itu, ketika para remaja ini berhadapan dengan suatu masalah, maka mereka memilih solusi alkohol, obat-obatan maupun mengakhiri hidup.
 
Mental generasi muda pun makin terpuruk karena "beban sosial" yang harus mereka tanggung saat gagal masuk sebuah PTN. Tidak bisa dimungkiri bahwa dalam masyarakat kapitalis seperti saat ini, menjadi mahasiswa sebuah PTN tentu lebih "dipandang hebat" dibandingkan menjadi mahasiswa dari kampus swasta. Padahal kita juga tahu, saringan masuk PTN sangat sulit. Karena itu, wajar jika kondisi ini membuat mental pelajar hasil didikan sistem sekuler semakin tertekan, rapuh, dan mudah putus asa.
 
Islam dan Pemuda
 
Di dalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menjadi harapan besar untuk generasi muslim. Allah ta'ala berfirman di dalam surah Al-Furqon ayat 74 yang artinya :

"Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
 
Sungguh luar biasa harapan yang terdapat dalam surat di atas, yaitu menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, bukan pemimpin orang yang biasa saja. Maka tak heran, di dalam Islam, pemerataan pendidikan yang berkualitas menjadi salah satu perhatian utama seorang pemimpin.

Karena itu, dalam peradaban Islam, tidak akan dijumpai seorang pemuda yang kebingungan mencari sekolah atau kampus untuk menimba ilmu. Hal ini karena pendidikan berkualitas memang menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi tiap warga negara. Negarapun akan memfasilitasinya dengan sangat baik.
 
Di sisi lain, suasana yang terbangun di tengah masyarakat dalam kehidupan Islam adalah suasana yang penuh dengan keimanan, bukan suasana persaingan karena materi semata, misalnya karena jabatan, kebanggaan menjadi mahasiswa sebuah PTN, banyaknya harta, penampilan yang keren, menarik, dan sederet standar materi lainnya yang kental lahir di dalam kehidupan kapitalisme sekuler seperti saat ini.
 
Sehingga, ini menjadi catatan tersendiri, begitu urgennya penanaman tauhid kepada Allah ta'ala, Rabb semesta alam. Tauhid inilah yang benar-benar bisa melahirkan keyakinan utuh bahwa Allah hadir di mana pun manusia berada, yang bisa menghantarkan tiap individu, masyarakat dan negara ini untuk bersama-sama membersamai dan membina para pemuda agar menjadi generasi bertakwa dan pemimpin cemerlang di masa depan. Allahumma yassir lanaa umuuroddiini waddunyaa wal akhirah.

Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

 



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab