Tinta Media: Staycation
Tampilkan postingan dengan label Staycation. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Staycation. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Mei 2023

BIADAB !!! HUKUM BERAT OKNUM PERUSAHAAN YANG MENJADIKAN SEKS SEBAGAI SYARAT PERPANJANGAN KONTRAK KERJA!

Tinta Media - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengutuk keras tindakan oknum manajemen perusahaan di Cikarang, yang diduga memberikan syarat perpanjangan kontrak kepada tenaga kerjanya, dengan mengharuskan pekerja perempuan untuk berhubungan seks dengan atasannya agar dapat bertahan di perusahaan. Ini tindakan biadab yang tidak bisa dimaafkan oleh siapapun. Biadab karena pelaku telah melakukan pelecehan seksual, eksploitasi manusia dan melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak! Aparat kepolisian harus secara tuntas, mengusut dan mengungkap pelakunya serta menghukum pelaku  dengan sanksi yang seberat-beratnya. Demikian ditegaskan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (05/05)

Mirah Sumirat yang juga merupakan Presiden Women Committee UNI Asia Pacific, sebuah federasi serikat pekerja internasional, menegaskan bahwa permasalahan pelecehan seksual di tempat kerja, menjadi perhatian serius bagi seluruh dunia. Karenanya, Mirah Sumirat mendesak pihak-pihak terkait untuk segera mengambil langkah-langkah sesuai tupoksinya masing-masing, terhadap kasus yang sangat memalukan ini.

ASPEK Indonesia menuntut:

1. Agar para pelaku diproses hukum dan dihukum seberat-beratnya. Tidak boleh ada perdamaian dalam kasus pelecehan seksual, karena yang dirugikan adalah para korban. Kasus ini pantas disebut sebagai praktek perbudakan dan eksploitasi manusia.

2. Agar para korban diberikan jaminan perlindungan hukum, termasuk dalam memberikan kesaksian atas kasus ini. Karena dalam situasi seperti ini, biasanya korban berada dalam posisi sangat rentan dan rawan intimidasi termasuk ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bahkan ancaman serius lainnya.

3. Agar Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera turun ke lapangan, termasuk menindak tegas perusahaan yang tidak mampu memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada pekerjanya, khususnya hak-hak pekerja perempuan. Bukan tidak mungkin, kasus seperti ini banyak terjadi di lapangan. 

4. Agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), segera membentuk Tim Khusus untuk membantu para korban pelecehan seksual ini agar terlindungi keselamatan diri dan keluarganya, serta dalam menuntut keadilan hukum.

Jakarta, 05 Mei 2023

Dewan Pimpinan Pusat
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia

Mirah Sumirat, S.E.
Presiden

Sabda Pranawa Djati, S.H.
Sekretaris Jenderal

Sumber: PRESS RELEASE
ASOSIASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA
(05/05/2023) 

Sabtu, 20 Mei 2023

Fenomena Staycation, ABI: Kultur Eksploitasi Kapitalisme

Tinta Media - Humas Aliansi Buruh Indonesia (ABI) Nanang Setiawan menilai staycation sebagai kultur eksploitasi dari kapitalisme.

"Fenomena staycation hanya salah satu dari bentuk-bentuk persyaratan tidak manusiawi, kultur eksploitasi dari kapitalisme," tuturnya dalam program Kabar Petang: Keji! Barter S3ks untuk Perpanjang Kontrak, Kamis (11/5/2023) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Nanang mengungkapkan staycation ini hanya salah satu modus dari berbagai modus lainnya sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja, akibat sistem kapitalis sekuler yang menilai segala sesuatu dari materi dan bentuk kebebasan berperilaku. 

"Banyak sekali modus-modus itu, termasuk ketika mereka ingin naik pangkat, ingin menduduki posisi tertentu, ingin bertahan di perusahaan, bahkan ingin kesalahan-kesalahannya itu dimaafkan oleh oknum-oknum perusahaan tertentu, sehingga kasusnya tidak diperpanjang dan berhenti di situ, syaratnya harus mau melakukan hubungan seks yang tidak syar'i," ungkapnya.

Sebagai sebuah fenomena gunung es, berbagai kasus pelecehan seksual sudah menjadi rahasia umum dan sistemik, tidak hanya terjadi antara atasan dan bawahan saja, bahkan antara sesama pekerja, Nanang mengibaratkannya seperti kutu kulit atau penyakit skabies, dampaknya terasa tapi susah menuntaskannya. 

"Sudah menjadi rahasia umum, banyak orang yang tahu, tapi ibaratnya seperti kutu kulit atau penyakit skabies, gatalnya (dampaknya) terasa, tapi untuk menuntaskannya atau mengusutnya susah sekali karena korbannya diam, kemudian  si pelaku tidak mendapatkan sanksi apapun, karena sistemik  terutama di dalam iklim sistem demokrasi. Dimana demokrasi ini gagal memberikan zona yang aman bagi para pekerja dari kekerasan dan pelecehan seksual," bebernya. 


Menurutnya, sistem demokrasi mengusung kebebasan berperilaku, sehingga perzinahan kalau dilakukan karena suka sama maka diperbolehkan dan tidak akan dihukum, berbeda sama sekali dengan Islam.

“Sistem demokrasi mengusung kebebasan berperilaku, sehingga perzinahan kalau dilakukan karena suka sama suka sebagaimana yang ada di RKUHP, tidak akan di sanksi.  Padahal dalam Islam,  jelas sanksinya, kalau dia muhson atau sudah menikah maka dirajam, kalau dia ghairu muhson atau tidak menikah atau masih bujangan, maka sanksinya adalah dicambuk 100 kali kemudian diasingkan, tapi dalam sistem demokrasi justru diperbolehkan, di mana nilai kemanusiaan yang adil dan beradab kalau sudah seperti ini,” tuturnya.

*Solusi*

Untuk menghentikan kebiadaban ini, Nanang menyarankan agar mendidik para buruh dengan fikrah-fikrah islam, bikin pengajian di perusahaan-perusahaan, pisahkan tempat kerja antara buruh perempuan dan laki-laki, suruh buruh perempuan menutup auratnya.

"Jangan tempatkan buruh perempuan di mesin-mesin beresiko tinggi yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja. Kita kerja niat untuk beribadah jangan sampai rusak gara-gara hawa nafsu seksual dan mohon kepada para pemimpin negeri ini untuk memberikan sistem yang baik bagi para buruh dengan meninggalkan sistem demokrasi dan menerapkan sistem Islam," pungkasnya. [] Evi

Selasa, 16 Mei 2023

Staycation, Zina Berkedok Syarat Perpanjang Kontrak Kerja

Tinta Media - Media sosial dihebohkan dengan berita seorang karyawati (AD) yang mengungkapkan perlakuan tidak menyenangkan dari bosnya. Ia mendapat ajakan dari bosnya untuk menemani tidur dengan kompensasi akan diperpanjang kontrak kerjanya. Hah! Apa lagi ini? 

Media sosial menyebut fenomena ini dengan istilah staycation, yaitu 'tidur dengan bos' sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja. Rupanya praktik itu tidak asing di antara para pekerja wanita dan menjadi viral karena ada keberanian seorang karyawati untuk melaporkan ke polisi dan di-upload media. Bisa jadi, hal ini adalah fenomena gunung es yang kelihatan di permukaan saja, padahal  sudah merata di mana-mana. 

Mengapa fenomena staycation itu muncul di dunia kerja? Adakah yang bisa menghapus praktik menyimpang dari agama tersebut?

Korban didampingi anggota DPR RI dari fraksi Gerindra, Obon Tabroni dan kuasa hukumnya, Wahyu Haryadi melaporkan atasannya ke Mapolres Bekasi. Obon mengapresiasi keberanian karyawati perusahaan kosmetik itu. Obon juga mengimbau para pekerja perempuan untuk tidak takut mengadukan tindak pelecehan seksual yang dialaminya. Apalagi sekarang telah disahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai tempat berlindung. (detik.com,06/05/2023)

Kapitalisme Meniscayakan Penyimpangan Syariat

Fenomena praktik yang menyimpang syariat ini tidak aneh dalam sistem kapitalisme. Sistem yang menjunjung tinggi kebebasan individu ini menjadikan seseorang bebas berbuat dan bertingkah laku sesuka hati, walau harus bertentangan dengan syariat. Hal ini karena asas dari sistem kapitalis adalah memisahkan agama dari kehidupan (sekuler). Agama hanyalah urusan individu dengan Tuhannya yang hanya tampak di pojok- pojok masjid saja. Sementara, urusannya dengan manusia lain di kehidupan umum memakai aturan buatan manusia sendiri. 

Di samping itu, standar perbuatan yang dianut dalam sistem ini adalah kemanfaatan, bukan halal-haram sesuai tuntunan syariat. Jika di situ terjadi simbiosis mutualisme, maka hubungan yang terjadi semakin erat. Pasalnya, masing-masing individu merasa saling mendapatkan kemanfaatan. 

Lebih jauh lagi, dalam sistem sekuler-kapitalisme ini tidak ada aturan yang mengatur interaksi antara pria dan wanita, yakni kapan seorang wanita boleh bertemu dengan pria asing atau bukan mahram, kapan tidak boleh bertemu, dan sebagainya.

Maka, banyak kita jumpai seorang wanita keluar rumah dengan menampakkan aurat, berhias di hadapan lawan jenis (tabarruj), berdua-duaan dengan pria asing (khalwat), campur baur antaraa pria dan wanita (ikhtilat), dll. Hal itu menjadi pemandangan yang biasa terjadi di masyarakat. Mereka tidak menyadari kalau hal itu menjadi salah satu pemicu munculnya kemaksiatan.

Butuh Sistem yang Sempurna dan Menyeluruh

Fenomena staycation dalam dunia tenaga kerja sebenarnya tidak bisa dipisahkan dengan aturan pergaulan antara pria dan wanita. Islam sebagai sebuah sistem yang sempurna telah memiliki aturan yang sempurna dan menyeluruh. Di dalam bidang tenaga kerja misalnya, Islam telah membolehkan kontrak kerja (ijarah) antara seseorang dengan orang lain.  Saat terjadi ijarah, maka harus memperhatikan akad yang terjadi antara majikan (musta'jir) dan pekerja (ajir). Akad/transaksi antara keduanya harus jelas, berkaitan  jenis pekerjaan, upah yang diterima, lamanya pekerjaan, dan tenaga yang dicurahkan. Maka, jika kemudian sang musta'jir memerintahkan suatu pekerjaan di luar akad, seorang ajir tidak wajib mengerjakan atau kemudian dibuat akad baru. 

Islam sebenarnya telah memberi izin seorang wanita untuk bekerja dengan syarat tidak keluar dari koridor syariat. Misalnya, tetap mengenakan pakaiaan jilbab & khimar yang dikenakan saat keluar rumah, tidak bertabarruj, tidak berkhalwat, dsb. 

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 59, yang artinya: 

"Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." 

Islam juga memerintahkan kepada kaum pria untuk menundukkan pandangan, sebagaimana perintah Allah Swt. dalam surah An- Nur ayat 30, yang artinya: 

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."

Di samping itu, negara akan menstabilkan kondisi ekonominya, sehingga kebutuhan pokok masyarakat  tersedia dengan murah. Kebutuhan dasar publik (kesehatan, pendidikan, keamanan) dijamin oleh negara, sehingga setiap keluarga dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier. 

Lapangan pekerjaan terbuka luas bagi penanggung nafkah, sehingga kaum wanita tidak turut bersaing dengan kaum pria. Selamanya seorang wanita tidak punya kewajiban menanggung nafkah, tetapi diarahkan fokus terhadap pembinaan generasi. Kalaupun harus bekerja untuk mengamalkan ilmu yang dibutuhkan umat, negara akan membuat mekanisme sehingga kehormatannya senantiasa terjaga. Misalnya, mengatur jadwal kerja tidak di larut malam, memisahkan ruangan pekerja wanita dengan pria, perbincangan hanya dalam urusan pekerjaan, dsb.

Maka, hanya sistem Islamlah yang menerapkan syariat secara menyeluruh (kaffah) dan akan menghapus praktik menyimpang tersebut, bahkan tidak akan memberi peluang untuk muncul menjadi fenomena dalam dunia tenaga kerja. Jikalau itu terjadi, maka negara akan menjatuhkan sanksi yang tegas sebagaimana Q.S. an-Nur ayat 2, yang artinya:

"Pezina wanita dan pezina laki-laki maka jilidlah (cambuklah) masing-masing dari keduanya dengan seratus kali jilid."

Apabila pezinanya muhshan (telah menikah) baik laki-laki maupun perempuan, maka sanksinya dirajam dengan batu hingga mati. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. terhadap Ghamidiyah dan Maiz yang melakukan perzinaan. Sanksi inilah yang akan memberikan efek jera dan penebus dosa bagi pelakunya, sehingga di akhirat tidak dijatuhi sanksi lagi. 

Bandingkan dengan sistem kapitalisme yang hanya menjatuhkan sanksi beberapa bulan penjara dan denda beberapa juta. Maka, yang demikian itu tidak akan menimbulkan efek jera di kalangan masyarakat. 

Maka, sudah selayaknya kita mengganti sistem buatan manusia ini dan menggantinya dengan sistem yang menerapkan Islam kaffah. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dyah Rini
Sahabat Tinta Media & Aktivis Jatim

Kamis, 11 Mei 2023

Staycation, Modus Pelecehan Pekerja Perempuan

Tinta Media - Bagai buah simalakama, seolah-olah kondisi itu dialami oleh beberapa buruh perempuan di Cikarang yang ingin kontrak kerjanya diperpanjang, tetapi dipersyaratkan harus mau diajak “staycation” oleh ‘bos nakalnya’. Menurut organisasi buruh, kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, tetapi baru sekarang ada yang berani melaporkan ke pihak berwajib dan viral di medsos.

Syarat "staycation” atau ajakan untuk berbuat asusila bagi karyawati agar kontrak kerjanya diperpanjang, diinvestigasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat (Jabar) kepada dua perusahaan di Cikarang, Kabupaten Bekasi. (Republik.co.id, 7/5/2023)

Inilah kondisi miris perempuan di bawah sistem kapitalisme. Sudahlah mereka tidak mendapatkan kesejahteraan, mereka bahkan dihadapkan pada berbagai tindakan eksploitasi, minimnya upah, buruknya kondisi tempat kerja, kekerasan di dunia kerja, perlakuan buruk terhadap buruh hamil dan menyusui, dan sebagainya.

Kapitalisme Penyebabnya

Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu diukur dengan materi. Siapa pun dianggap sebagai sumber daya ekonomi yang mendatangkan manfaat secara materi, tak terkecuali perempuan. Para perempuan didorong dengan pembuatan berbagai kebijakan dan opini para pegiat feminis supaya bisa berdaya secara ekonomi. Salah satunya melalui program pemberdayaan perempuan, yang menjadikan laki-laki dan perempuan setara dalam bekerja di ranah publik. 

Di sisi lain, masih banyak pandangan negatif di masyarakat terkait perempuan yang tidak bekerja. Sebagian masyarakat menilai perempuan yang aktif bekerja lebih banyak memberikan dedikasinya pada keluarga, ketimbang perempuan yang tidak bekerja. Penilaian ini sejatinya tidak terlepas dari pengaruh pandangan hidup sistem sekuler, yaitu meraih sebanyak-banyaknya materi untuk kesejahteraan hidup.

Ditambah dengan adanya sistem kontrak kerja, akibat legalisasi UU Omnibuslaw terkait buruh, menciptakan masalah baru dalam ketenagakerjaan. Melalui sistem kontrak kerja, seorang pekerja tidak mendapat jaminan kepastian masa kerja, sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh ‘Bos nakal’ untuk mendapatkan manfaat lain dari para buruh perempuan, untuk kepentingan pribadi di luar pekerjaannya, sebagai salah satu syarat untuk meneruskan kontrak kerja para buruh perempuan tersebut. 

Solusi Islam

Kasus staycation dalam makna ajakan berzina, tentu haram dalam Islam dan tidak akan terjadi dalam peradaban Islam. Memang di dalam Islam perempuan boleh bekerja, tetapi perempuan harus dijaga kehormatan dan kemuliaannya. Perempuan tidak boleh bekerja dalam bidang yang menodai kehormatan dan kemuliaannya, bekerja harus sesuai hukum syara.

Sistem Islam akan menjamin kesejahteraan perempuan dengan penerapan syariat kaffah sehingga perempuan tidak terpaksa bekerja demi memenuhi kebutuhan perut. Bagi perempuan yang bekerja, hal ini dibolehkan untuk membaktikan ilmunya agar bermanfaat bagi umat, apalagi ada profesi yang memang selayaknya dilakukan perempuan, seperti bidan, perawat untuk pasien perempuan, guru bagi siswi, pengurus asrama putri, dan sebagainya.

Islam menjadikan laki-laki berkewajiban mencari nafkah, sedangkan perempuan berkewajiban menjadi istri yang ta’at pada suami dan ibu yang mencetak generasi berkepribadian Islam yang unggul, dalam menjalankan perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Islam memiliki mekanisme langsung dan tidak langsung untuk menanggung nafkah perempuan dan anak-anaknya dalam kondisi tertentu. 

Pengaturan ini didasarkan pada aturan Allah Swt. yang sudah menetapkan bahwa tugas masing-masing sesuai dengan peran dan fungsi berdasarkan jenis kelaminnya, bukan merendahkan perempuan atau menjadikannya sebagai warga kelas dua, tetapi justru karena memuliakan kedudukannya. 

Peran mulia lainnya adalah keterlibatan perempuan dalam urusan kemaslahatan umat, yaitu berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, membina umat dengan tsaqafah Islam, menyebarluaskan kemuliaan Islam untuk mewujudkan peradaban Islam. Kemuliaan, kehormatan dan keamanan perempuan hanya akan terwujud sempurna ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Oleh: Evi
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab