Tinta Media: Standar
Tampilkan postingan dengan label Standar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Standar. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Desember 2023

Etika Politik “Ndasmu Etik”, IJM: Perlu Standar Moral Para Penguasa



Tinta Media - Pernyataan Prabowo Subianto “ndasmu etik” yang tersebar ke publik, dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana perlu untuk merenung ulang standar moral para penguasa dalam mengurus negara. 

“Bangsa ini perlu merenung ulang standar moral para penguasa dalam mengurus negara,” ujarnya dalam video: Etika Politik ”Ndasmu Etik” di kanal YouTube Indonesia Justice Monitor, Kamis (21/12/2023). 

Ia menjelaskan bahwa istilah ‘ndasmu etik’ sebuah istilah yang bagi orang Jawa terdengar sangat kasar dan menyoal urusan politik etik. “Ini baru soal MK, hanyalah sebagian dari soal etik yang ada dalam kekuasaan rezim Jokowi,” jelasnya. 

Menurutnya, seorang pemimpin harusnya memperbaiki moralitas politik etik pasca rezim Jokowi bukan malah diam atau malah ingin meneruskannya. “Jangan sampai kehidupan bernegara, memang lebih dikendalikan hawa nafsu berkuasa dan menjalankan kekuasaan untuk kepentingan segelintir orang,” katanya. 

Ia berharap siapa pun yang memimpin bangsa ini ke depan perlu memastikan etika politik dan sistemnya berubah. “Negara harus mempunyai standar moral dan sistem politik yang baik dalam mengarahkan berbagai kebijakan nasional ke depan,” harapnya. 

Menurutnya, etika penegakan hukum yang berkeadilan dan sistem politik yang adil sesuai syariah bukan alat kekuasaan tirani dan diskriminatif. “Oleh karena itu, syariah Islam akan menjadi solusi penting dalam menata moral etik dan juga sistem yang baik ke depan,” pungkasnya. [] Azzaky Ali

Sabtu, 08 Juli 2023

Pengamat: HAM Tidak Layak Dijadikan Standar

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana menyampaikan bahwa hak asasi manusia (HAM) tidak layak dijadikan standar oleh negara-negara seluruh dunia.

"Memang HAM ini standarnya nggak jelas, makanya kemudian tidak layak dijadikan sebagai standar bersama oleh negara-negara seluruh dunia," ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Label Diktator Untuk Xi Jinping di kanal Youtube Khilafah News, Kamis (29/6/2023).

Menurutnya, standar HAM ini masih menjadi tanda tanya. Karena memang HAM ini sampai sekarang masih menjadi sebuah perdebatan. "Apakah ini layak untuk dijadikan standar dunia internasional karena masing-masing bangsa, masing-masing negara itu kan mereka punya visi misi latar belakang historis yang beragam," ungkapnya.

Dia mencontohkan tentang LGBT yang bulan Juni ditetapkan sebagai bulannya LGBT.  Ketika disebarluaskan masih banyak juga bertentangan, terlebih lagi di Amerika dan negeri-negeri lain yang punya value, bukan hanya negeri muslim yang berbasiskan agama.

"Ketika ini dijadikan sebagai standar HAM negara yang menolak LGBT sebagai melanggar HAM. Nah ini kan belum tentu dan pasti tidak bisa diterima, makanya kemudian isu HAM seringkali digunakan oleh Amerika Serikat dengan standar ganda," jelasnya.

Dia membeberkan bahwa Amerika bisa menilai negara lain dengan standar HAM. "Tapi Amerika sendiri melakukan pelanggaran-pelanggaran dan dia tutup mata terhadap pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya dianggap oleh Amerika pelanggaran HAM terhadap suatu negara itu," bebernya. 

Dia mencontohkan dalam konteks Myanmar ketika kediktatoran Myanmar penindasan Myanmar terhadap orang-orang yang ada di Rohingya. Seharusnya Amerika mengecam karena ini termasuk pelanggaran HAM. 

"Namun Amerika kan tutup mata. Inilah standar ganda terkait dengan nilai-nilai yang kemudian diusung oleh Amerika Serikat," pungkasnya.[] Setiawan Dwi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab