Tinta Media: Sri Lanka
Tampilkan postingan dengan label Sri Lanka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sri Lanka. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Agustus 2022

Lonceng Krisis Sri Lanka, Akankah Juga Berdentang di Indonesia?

Tinta Media - Bangkrut. Begitulah potret negara Sri Lanka.  Krisis ekonomi di negara yang terletak di Asia Selatan tersebut cukup membuat negara-negara Asia lainnya ketar-ketir, tak terkecuali Indonesia.  Sri Lanka disebut mengalami kebangkrutan setelah gagal membayar utang luar negeri sehingga menyebabkan kemiskinan dan kemerosotan tingkat ekonomi rakyatnya. 

Menurut Associated Press, krisis ekonomi tersebut disebabkan karena mata uang Sri Lanka terjun bebas hingga 80 persen. Ini membuat impor lebih mahal dan memperburuk inflasi yang sudah tidak terkendali hingga naik mencapai 57 persen (Tribunnews.com, 13/07/2022). 

Sementara, presiden Sri Lanka hidup bergelimang kemewahan.  Tak heran jika rakyatnya menuntut Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Sebagai sebuah lembaga besar, negara memiliki tanggung jawab yang besar karena di dalamnya hidup berjuta-juta penduduk yang bergantung padanya.  Oleh karena itu, negara amat membutuhkan sistem yang kuat agar lembaga ini tetap berdiri tegak di tengah gempuran berbagai masalah, baik dari dalam maupun luar negeri. 

Problem Sri Lanka merupakan pelajaran berharga bagi negara dunia ketiga lainnya agar tidak terjerumus pada jebakan utang yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. 
 
Menanggapi krisis di Sri Lanka, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia memiliki ketahan ekonomi yang lebih baik daripada Sri Lanka sehingga dapat terhindar dari kebangkrutan.  Hal tersebut disampaikan untuk meredam keresahan rakyat akan nasib negara yang juga memiliki utang luar negeri.  Namun, ini tidak lantas membuat masyarakat lega, mengingat ancaman krisis bisa saja melanda Indonesia jika mengalami kegagalan membayar utang.  Lalu bagaimana seharusnya agar terbebas dari debt trap?

Ekonomi Kapitalisme Akar Masalahnya, Islam Solusinya

Negara Indonesia yang masih menerapkan ekonomi yang berasaskan kapitalisme tentu saja akan mengalami konsekuensi yang sama sebagaimana Sri Lanka.  Tercatat bahwa utang luar negeri Indonesia telah mencapai 409,5 miliar dollar AS pada April 2022 (bi.go.id, 15/06/2022).  Meski dinilai Bank Indonesia bahwa utang LN Indonesia mengalami penurunan, tetapi kondisi demikian belum bisa dikatakan aman dari bahaya krisis, mengingat jumlah utang sangat tinggi dibarengi dengan kesenjangan ekonomi rakyat yang signifikan akibat harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi.  Tentu saja hal ini tidak akan membuat kita tenang karena lonceng krisis ekonomi berpotensi untuk berdentang di Indonesia.

Apabila Indonesia masih mempraktikkan ekonomi kapitalis yang bertumpu pada standar IMF, maka utang Indonesia selamanya akan eksis dan bunga atau riba akan terus ditanggung oleh rakyat.  Sudahlah utang negara tak berujung, ditambah lagi dengan dosa besar yang harus dipikul negara menjadi kenyataan pahit bagi negeri mayoritas muslim ini.  Lalu bagaimana mungkin negeri yang kaya akan sumber daya alam ini mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi?

Oleh karena itu, sudah saatnya negara-negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia memikirkan sistem ekonomi lain yang menggantikan hegemoni ekonomi kapitalis penyebab kesengsaraan warga dunia, yakni sistem ekonomi Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah. 

Dalam sejarah peradaban Islam, ekonomi yang menerapkan asas Syariat Islam terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis akibat kekuatan baitul maal yang stabil dalam memenuhi kebutuhan rakyat, bahkan sampai pada level individu.  Dengan demikian, rakyat mampu membeli kebutuhan pokoknya baik sandang, pangan, papan, dan energi yang vital untuk kehidupan sehari-hari sehingga jauh dari ancaman krisis ekonomi.

Oleh: Risa Hanifah
 Sahabat Tinta Media

Selasa, 26 Juli 2022

Berkaca pada Sri Lanka, Masihkah Berharap Bantuan Luar Negeri?

Tinta Media - Perekonomian Sri Lanka dilanda krisis yang sangat serius dengan menanggung utang sebesar USD 51 miliar atau setara Rp757,1 triliun. Sri Lanka tidak mampu membayar bunga dari pinjamannya yang sebagian besar dikucurkan oleh Dana Moneter International (IMF). Mata uang Sri Lanka pun terperosok hingga 80 persen. Nilai tukar yang lemah menyebabkan biaya impor semakin mahal dan harga makanan melonjak mencapai 57 persen.

Bahkan, lebih parahnya, Sri Lanka kini tidak memiliki cukup uang untuk mengimpor bahan makanan, bahan bakar minyak, susu, gas LPG, hingga kertas toilet. 

Sejumlah kebijakan dalam negeri pun turut memperburuk kondisi ini. Salah satunya adalah penerapan pajak terbesar sepanjang sejarah. Hal ini menyebabkan banyak investor kesulitan membayar sekaligus meminjam dana dari bank. Belum lagi masalah korupsi yang semakin membuat rumit masalah ekonomi. Para pejabat negeri sibuk memperkaya diri sendiri, tetapi pada saat yang sama memperburuk perekonomian. 

Alhasil, di tengah keterpurukan ekonomi ini, rakyat menderita kelaparan, sementara penguasa hidup bermewah-mewah, hingga membuat kekacauan politik.

PBB memperkirakan sembilan dari setiap sepuluh keluarga di Sri Lanka akan kesulitan makan dalam sehari. Sedangkan sekitar 3 juta penduduk bergantung pada bantuan kemanusiaan.

Untuk bisa keluar dari kondisi ini pemerintah Sri Lanka memberi hari libur ekstra selama tiga bulan hanya agar penduduknya bisa menanam makanannya sendiri.

Jika kita melihat dalam sejarah peradaban kapitalisme, ada beberapa negara yang pernah mengalami gagal utang, tiga diantaranya gagal bayar utang kepada Cina, yakni negara Zimbabwe, Nigeria, dan Pakistan.

Jika suatu negara mengalami gagal bayar utang, negara tersebut akan kehilangan kepercayaan dari investor. Akibatnya, pasar saham yang menjadi komponen penting dalam sistem ekonomi kapitalis akan mengalami kekacauan. Kemudian, semua lembaga keuangan akan mengalami kegagalan untuk melakukan antisipasi apa pun terhadap kondisi default yang bergerak seperti efek domino. 

Setelah itu, dampaknya akan terasa langsung ke masyarakat. Ini dimulai dari para pelaku bisnis atau pabrik-pabrik yang tidak lagi beroperasi. Akhirnya, kebutuhan barang di dalam negeri harus sepenuhnya impor dari luar negeri karena negara sangat mengandalkan impor untuk bertahan hidup. Ekspor pun terhenti dan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka lagi. Maka, kondisi ini akan menghantarkan kepada terjadinya tindak kriminal ekstrem, seperti kerusuhan, penjarahan, dan tindak kekerasan.

Apa yang terjadi pada negara-negara yang gagal bayar utang adalah hanya sebagian contoh dari buruknya penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sebab, utang luar negeri yang diberikan pada dasarnya merupakan senjata politik dari negara-negara kapitalis kepada negara-negara lain untuk memaksakan kebijakan politik ekonomi atau dengan kata lain melakukan penjajahan terhadap negara lain. 

Seperti halnya IMF, kata “membantu” yang dilontarkan sebenarnya adalah sebuah mantra yang mematikan. Sebab, ketika sebuah negara sudah terlibat dengan badan internasional kapitalis ini, mau tidak mau mereka harus mengikuti arahan dari IMF. Hal itu sama saja dengan bunuh diri.

Banyak negara di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia hancur akibat kebijakan pasar kapitalis IMF ini. Tak hanya itu, IMF akan mengubah negara-negara menjadi pecandu pinjaman. Program struktural IMF akan memiskinkan rakyat dan memotong pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan dan kesehatan.

Arahan lainnya, negara peminjam harus meningkatkan ekspor SDA yang murah dan menjalankan mekanisme impor barang asing yang lebih banyak. Bahkan, manipulasi ekonomi IMF juga menghancurkan industri lokal. 

Semua arahan melalui program yang harus dijalankan negara peminjam hanya akan memperkaya negara kapitalis Barat. Sementara, negara-negara miskin ekonominya akan semakin hancur karena jerat utang yang terus berlanjut.

Seperi yang terjadi ketika presiden Soeharto memutuskan untuk mengikuti program International Monetary Fund (IMF) bulan Oktober 1997. Hal ini justru menjerumuskan Indonesia ke dalam jurang krisis yang lebih dalam. Semua itu harus dibayar dengan biaya sosial ekonomi krisis, yakni berupa kerusuhan sosial Mei 1998, terjadi peningkatan puluhan juta pengangguran, kebangkrutan ekonomi nasional dan swasta, biaya rekapitalisasi bank yang lebih dari Rp600 triliun, serta tambahan beban utang puluhan miliar dolar yang masih terasa hingga saat ini.

Semua itu masih berlanjut sampai hari ini. Salah satu buktinya adalah adanya UU Ciptakerja yang jelas-jelas merugikan rakyat, tetapi menguntungkan korporat yang diapresiasi oleh Thomas Helbing, Mission Chief IMF untuk Indonesia. 

Bukti lainnya yaitu dicabutnya subsidi satu persatu oleh penguasa dengan klaim agar tepat sasaran. Kemudian utang luar negeri pada akhir Mei 2022 tercatat sebesar USD 406,3 miliar atau Rp6.094,5 triliun.

Inilah efek pinjaman yang diberikan IMF kepada negara kreditur. Efek utang jangka pendek akan menghantam mata uang peminjam untuk menciptakan kekacauan di dalamnya. Sementara efek jangka panjangnya mereka mampu mengendalikan negara kreditur untuk memprivatisasi proyek publik, menaikkan harga barang-barang, menaikkan tarif pada beberapa bahan dan layanan (bahan bakar, air, dan listrik), maupun mewajibkan pajak baru.

Jadi, tujuan sebenarnya dalam memberikan utang bukanlah untuk membantu negara lain, melainkan untuk kemaslahatan, keuntungan, dan eksistensi mereka sendiri. Maka, kita bisa melihat bahwa negara-negara yang dijajah secara ekonomi tidak akan pernah bisa keluar dari bahaya ini. Negara yang berutang hanya memiliki dua pilihan, yaitu memiliki utang dan tunduk pada negara pemberi pinjaman atau tunduk menyerahkan kedaulatan kepada lembaga-lembaga penjajah internasional.

Dengan demikian, seharusnya kita tidak lagi peracaya kepada racun berbalut narasi manis seperti bantuan IMF. Hendaknya kita mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada Sri Lanka dan negara semisalnya. Sesungguhnya, sistem kapitalisme globallah yang telah menjadikan negara-negara tersebut bangkrut. 

Jika menghendaki kebaikan bagi negeri ini, maka kita harus meninggalkan sistem kapitalis global ini. Tidak ada pilihan dan jalan keluar lain selain melihat dan mengkaji sistem Islam sebagai jalan keluar dan turut bersama untuk mengembalikannya. 

Selain itu, kita harus membangun negara dengan pondasi dan bangunan yang kokoh, yaitu Islam sehingga membuat keuangan negara begitu tangguh. Kita juga tidak boleh terlibat dalam jeratan utang berbahaya yang dapat membuat bangkrut dan menyengsarakan masyarakat.

Adapun yang paling utama dalam sistem ekonomi Islam untuk menghindari negara dari default adalah:

Pertama, memastikan tidak terlibat dengan sistem riba dalam bentuk apa pun. Dengan itu, tertutup 100 persen kemungkinan tumpukan bunga utang seperti yang terjadi saat ini.

Kedua, negara tidak terlibat dengan pasar uang dan turunannya karena sangat rentan rusak dan memberi efek domino kerusakan pada perekonomian nasional.

Ketiga, negara harus memiliki prinsip berdaulat dan mandiri dalam pengelolaan kepemilikan. Dengan pembagian kepemilikan yang jelas dan implementasi yang tegas, maka hal ini akan menutup setiap celah ketidakterserapannya sumber pemasukan negara. Contohnya, tidak mengizinkan pengelolaan sumber daya alam sebagai aset publik kepada pihak swasta sehingga semua hasil dapat masuk pada kas negara untuk keperluan masyarakat.

Keempat, memastikan fungsi negara adalah selalu berada dalam jalur melakukan pelayanan kepada masyarakat, membuat pengawasan para pejabat publik strategis agar tidak ada yang bermain kebijakan yang bukan untuk fungsi pelayanan publik.
Tujuannya adalah untuk menghindari deal-deal korupsi model pengusaha-penguasa yang banyak membuat kerugian negara.

Kelima, sejak awal, negara harus secara tegas berlepas dari lembaga-lembaga internasional yang membawa agenda penjajahan seperti IMF, Wolrd Bank, dan sejenisnya. Negara harus menolak semua rekomendasi dan tidak tunduk kepada lembaga-lembaga tersebut. Hal ini dicapai melalui kemandirian kekuatan diplomasi dan militer negara yang siap mengawal.

Keenam, negara harus memegang prinsip efesiensi anggaran dengan audit yang ketat. Negara harus menjaga semua kebutuhan primer agar terus terpenuhi dan tidak banyak mengeluarkan anggaran untuk kebutuhan yang bersifat sekunder. Tentu saja semua ini hanya akan terwujud dalam sistem kepemimpinan Islam Kaffah, yakni Khilafah Islamiyah.

Oleh: Gusti Nurhizaziah 
Aktivis Muslimah



Sabtu, 23 Juli 2022

Luhut Klaim Kondisi Ekonomi Indonesia Masih Terbaik di Dunia, Ahmad Khozinudin: Rakyat Tak Akan Percaya

Tinta Media - Menanggapi upaya Menko Marives Luhut Binsar Panjaitan yang berusaha menentramkan psikologi publik melalui isu ekonomi dengan mengklaim kondisi ekonomi Indonesia masih terbaik di dunia, Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai rakyat tidak akan percaya.

"Tentu rakyat yang merasakan langsung sulitnya hidup, tidak akan percaya ekonomi Indonesia dalam keadaan baik sebagaimana klaim Luhut Panjaitan," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (21/7/2022).

Menurutnya, rakyat saat ini merasakan sendiri ekonomi sulit, harga pokok melangit, harga BBM naik, gas naik, dan tekanan hidup makin tinggi.

Begitu juga, lanjutnya, bahwa informasi yang didapatkan oleh rakyat bukan hanya sepihak dari Luhut. Rakyat akan terus mencari informasi pembanding.  

"Misalnya, rakyat membaca survei yang menyebutkan Indonesia masuk daftar 15 negara yang berpotensi mengalami resesi berdasarkan survei Bloomberg. Dalam daftar tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-14 dengan probabilitas masuk krisis 3 persen," ujarnya.

"Atau upaya keras Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menekankan seluruh instrumen kebijakan digunakan, baik kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, hingga regulasi lain, terutama regulasi dari korporasi, dioptimalisasi untuk antisipasi resesi ekonomi," imbuhnya.

Ia melihat bahwa pada akhirnya, krisis Sri Lanka bukan mustahil akan terjadi di Indonesia. "Untuk mengantisipasi itu, semestinya rakyat diajak sinergi bersama untuk membangun negeri," tegasnya.

"Bukan dituduh menyebar berita bohong saat mengabarkan kondisi di Sri Lanka bisa saja terjadi di Indonesia," tandasnya.[] Ajira

Kamis, 21 Juli 2022

REZIM JOKOWI KHAWATIR INDONESIA AKAN BERAKHIR SEPERTI SRI LANKA, SAMPAI LUHUT BERANG?


Tinta Media - Nampaknya masifnya pemberitaan seputar kondisi krisis di Sri Lanka menakutkan rezim Jokowi. Betapa tidak, Indonesia memiliki sejumlah kemiripan kondisinya dengan Sri Lanka. Soal utang China dan proyek infrastruktur unfaedah di Sri Lanka, juga terjadi di Indonesia.

Apalagi, selain faktor pengaruh kondisi Sri Lanka, Indonesia juga pernah mengalami krisis ekonomi, berdampak pada krisis sosial dan politik yang berakhir dengan kejatuhan Soeharto.

Mungkin karena itulah, Jokowi baru-baru ini segera memanggil Adian Napitupulu. Aktivis PENA 98 ini kemudian mengabarkan kondisi ekonomi Indonesia baik, berdasarkan data yang disampaikan Jokowi. Satu pola komunikasi yang meminjam legitimasi aktivis 98, untuk menentramkan psikologi rakyat.

Rupanya tak hanya itu, Menko Marives Luhut Panjaitan juga melakukan hal yang sama. Berusaha menentramkan psikologi publik, melalui isu ekonomi yang saat ini sangat sensitif.

Luhut mengklaim pihak-pihak tertentu jangan membohongi rakyat. Dia mengatakan :

"Jangan membohongi rakyat. Itu saya enggak suka melihat itu. Jadi, untuk dia populer, dibikin berita-berita bombastis yang membohongi rakyat. Itu saya pikir endak adil dan tidak benar,” Ulvcap Luhut dalam konferensi pers Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) di Jakarta, Jumat (15/7).

Luhut Binsar mengklaim saat ini kondisi ekonomi Indonesia masih yang terbaik di dunia, meski di tengah gejolak perang antara Ukraina dan Rusia. Indikasi ekonomi yang kuat itu, lanjut Luhut, bisa dilihat dari kinerja ekspor yang positif selama 26 bulan terakhir. Begitu pula tingkat inflasi yang terjaga dengan baik.

“Kita salah satu negara yang inflasinya terbaik di dunia. Ini perlu kita syukuri,” katanya.

Hanya saja, tentu saja rakyat tidak hanya mendapatkan informasi sepihak dari Luhut. Rakyat akan terus mencari infĺļormasi pembanding.

Misalnya, rakyat membaca survei yang menyebut Indonesia masuk daftar 15 negara yang berpotensi mengalami resesi berdasarkan survei Bloomberg. Dalam daftar tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-14 dengan probabilitas masuk krisis 3 persen.

Survei tersebut menunjukkan pada peringkat 1-15 secara berurutan, yaitu Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, lalu India.

Atau upaya keras Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menekankan seluruh instrumen kebijakan akan digunakan, baik kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, hingga regulasi lain, terutama regulasi dari korporasi, dioptimalisasi untuk antisipasi resesi ekonomi.

Lagipula, rakyat saat ini merasakan sendiri ekonomi sulit, harga kebutuhan pokok melangit, harga BBM naik, gas naik, dan tekanan hidup makin tinggi. Tentu rakyat yang merasakan langsung sulitnya hidup, tidak akan percaya ekonomi Indonesia dalam keadaan baik sebagaimana klaim Luhur Panjaitan.

Dan pada akhirnya, krisis di Sri Lanka bukan mustahil akan terjadi di Indonesia. Untuk mengantisipasi itu, semestinya rakyat diajak sinergi bersama untuk membangun negeri. Bukan dituduh menyebar berita bohong saat mengabarkan kondisi di Sri Lanka bisa saja terjadi di Indonesia. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/



Selasa, 19 Juli 2022

AKTIVIS 98 'DISEWA' JOKOWI UNTUK MEREDAM GEJOLAK RAKYAT KARENA KHAWATIR DAMPAK SITUASI KRISIS DI SRI LANKA?

Tinta Media - "Salah satunya penyelesaian konflik agraria juga bicara tentang resesi global. Pak Presiden memberikan data bahwa per hari ini secara ekonomi justru kita jauh lebih bagus dibanding banyak negara lainnya," [Adian Napitupulu, 15/7]

Presiden RI Joko Widodo mengundang aktivis 98 yang tergabung dalam Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) ke Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (15/7).

Menurut keterangan aktivis 98 sekaligus Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu, pertemuan itu dihadiri dirinya beserta tiga aktivis lain yakni Mustar Bona Ventura, Fendy Mugni dan Musyafaur Rahman. Pertemuan antara aktivis PENA 98 dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, berlangsung kurang lebih 1 jam 20 menit.

Materi pembicaran diantaranya membahas soal penyelesaian konflik agraria juga soal resesi global. Menurut Adian, Jokowi menyampaikan data bahwa per hari ini secara ekonomi justru Indonesia jauh lebih bagus dibanding banyak negara lainnya.

Penegasan soal ekonomi Indonesia baik inilah, yang disinyalir menjadi sebab Adian dipanggil. Adian kuat dugaan 'disewa' agar menjadi 'juru bicara rezim' untuk mengabarkan kondisi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja.

Padahal, kondisi Indonesia sedang tidak baik. Dalam Data APBN Kita mencatat adanya kenaikan utang Indonesia pada 2022 yang menembus angka 7.000 triliun. Hingga 28 Februari 2022, utang Indonesia tercatat telah mencapai Rp 7.014,58 triliun.

Angka tersebut naik signifikan jika dibandingkan dengan utang Indonesia per Januari 2022, yakni Rp 6.919,15 triliun. Kenaikan utang tersebut cukup signifikan dengan penambahan Rp 95,43 triliun per bulan. Bahkan kenaikan utang Indonesia menjadi rekor baru lantaran tembus di atas Rp 7.000 triliun.

Padahal, tahun 2022 ini Pemerintah harus memenuhi pembayaran bunga utang dalam APBN 2022 sebesar Rp 405,9 triliun dengan total utang pemerintah dan BUMN kalau ditotal jumlahnya mencapai hampir Rp 9.000 triliun . Beban utang tersebut pasti akan berdampak pada keseimbangan ekonomi makro.

Untuk angka kemiskinan, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata rata garis kemiskinan Indonesia pada Maret 2022 sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan. Artinya jika pengeluaran per bulan di bawah angka tersebut, masuk kategori miskin.

Padahal, apa sih yang bisa dibeli dengan uang Rp 505.469 untuk belanja sebulan ? 

Tapi dengan angka segitu saja, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 sebesar mecapapai 26,16 juta orang. Jumlahnya tentu akan naik dua kali lipat jika standar miskin pendapatanya dibuat Rp 1 juta perbulan.

Untuk jumlah pengangguran, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2022 adalah sebesar 8,40 juta penduduk. Inipun masih perlu dikritisi karena realitanya di lapangan bisa jauh lebih besar dari itu.

Belum lama ini, Bloomberg juga merilis 15 negara yang berpotensi masuk jurang resesi. Survei tersebut menunjukkan pada peringkat 1-15 secara berurutan, yaitu Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, lalu India.

Potensi krisis juga sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, yang meminta masyarakat mewaspadai potensi resesi yang menghantui Indonesia lantaran RI masuk ke dalam peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi ekonomi, berdasarkan survei Bloomberg tersebut.
 
"Kami tidak akan terlena, kami tetap waspada," ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.

Intinya, banyak masalah yang melanda negeri ini dibawah kepemimpinan Jokowi. Dari soal utang, harga harga kebutuhan hidup meroket, korupsi kian parah, ketidakadilan, resesi ekonomi, hukum yang pincang dan masih banyak lagi.

Nampaknya Rezim Jokowi khawatir rakyat Indonesia mengimpor pola perubahan di Sri Lanka untuk diterapkan di Indonesia. Karena itulah, dugaannya Rezim 'menyewa' Adian Napitupulu cs untuk memoles citra rezim, menjalankan fungsi salon politik agar borok-borok rezim tidak diketahui rakyat, agar rakyat tidak marah dan terinspirasi gerakan perlawanan di Sri Lanka.[]

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Minggu, 17 Juli 2022

IJM: Ekonomi Kapitalisme Biang Kerok Sri Lanka Menjadi Negara Gagal



Tinta Media - Merespon bangkrutnya Sri Lanka, Pengamat  Politik dari Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. Muh. Sjaiful, S.H. M.H. mengatakan, ekonomi kapitalisme biang kerok Sri Lanka menjadi negara gagal.

“Krisis ekonomi yang mendera Sri Lanka, seharusnya menjadi renungan semua negara berkembang, sangat boleh jadi kelak mengikuti jejak Sri Lanka. Terutama negeri-negeri muslim. Renungannya, adalah sistem ekonomi kapitalisme  yang menjadi biang kerok hingga Sri Lanka terperosok menjadi negara gagal,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (15/7/2022).

Menurutnya, penerapan  ekonomi kapitalisme, terbukti tidak lagi menjadi obat mujarab bagi perbaikan ekonomi umat manusia yang menghantarkan kesejahteraan lebih baik, rakyat suatu negeri justeru terhimpit kesulitan ekonomi berkepanjangan, sementara pusat-pusat ekonomi hanya dikuasai atau dinikmati gerombolan elitis dan para oligarki pemilik modal kuat.

“Sistem ekonomi kapitalisme, hanya menciptakan jurang menganga antara kelompok kaya dan miskin, sebab ekonomi kapitalisme bertumpu pada prinsip-prinsip ekonomi ‘Siapa Yang Kuat, Dialah Pemenangnya’,” tegasnya.

Sri Lanka merupakan contoh tak terbantahkan dari kejahatan ekonomi kapitalisme, kata Sjaiful. “Prinsip-prinsip ekonomi kapitalistik sebagai derivasi dari sekulerisme dan kebebasan ekonomi, sejatinya melahirkan keserakahan ekonomi serta saling eksploitasi sesama manusia,” ungkapnya.

Sjaiful menilai, adagium ekonomi pasar bebas yang digagas Adam Smith, sang pelopor ekonomi kapitalisme, menciptakan ruang bagi manusia untuk saling berebut mengais sumber-sumber ekonomi, saling “cakar-cakaran”.

Dua prinsip

Ia menjelaskan setidaknya ada dua prinsip  fondasi dasar berdirinya sistem ekonomi kapitalisme yang sangat jauh dari prinsip-prinsip kemanusiaan serta keadilan ekonomi.

Pertama, ekonomi kapitalisme, bertumpu kepada prinsip-prinsip kepemilikan ekonomi bebas. “Konsekuensinya, semua penguasaan sumber-sumber daya alam sebagai pusat kekuatan ekonomi, dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki modal kuat. Mulai dari produksi sampai distribusi, dari hulu hingga hilir, hanya diperebutkan para elit dan oligarki. Para pemenang ekonomi adalah para pemilik modal serta para elit yang ada di pusat-pusat kekuasaan,” urainya.

Maka bukan hal yang aneh lanjutnya,  dalam skema ekonomi kapitalisme, sumber-sumber daya alam strategis, seperti sumber daya alam energi, pertambangan, perkebunan, lahan pertanian, dan lain sebagainya, dikendalikan segerombolan para geng elit yang serakah.

“Konon proyek-proyek strategis ekonomi Sri Lanka dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Cina dan Jepang. Rakyat Sri Lanka megap-megap dalam penderitaan ekonomi,” cetusnya.

Kedua, sumber-sumber pembiayaan ekonomi makro suatu negara, terutama negara miskin dan berkembang adalah utang luar negeri berbasis riba yang menjerat. “Sehingga, negara yang gagal bayar berdampak kekurangan cadangan devisa karena terkuras, akibatnya negara terjerembab kebangkrutan ekonomi. Tak mampu membiayai kebutuhan dasar rakyatnya,”bebernya.

“Sri Lanka adalah contohnya. Terjebak kredit macet dari negara pengutang, Cina utamanya. Gagal bayar, sementara Pemerintah Cina menolak melakukan penjadwalan utang. Lengkap sudah, Pemerintah Sri lanka, minus cadangan devisa apalagi ditambah prilaku para pemimpin Sri Lanka, dibawah rezim Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, yang korup dengan gaya hidup hedonis,” ungkapnya.

Kontras

Sjaiful menilai, ini sangat kontras dengan sistem ekonomi Islam. Sumber-sumber kepemilikan ekonomi diatur secara jelas oleh pembuat Syariat, Allah Azza Wajalla. Sistem ekonomi Islam mengatur sumber-sumber kepemilikan ekonomi, yakni kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum.

“Prinsip sistem ekonomi Islam bertumpu kepada demi dan untuk kepentingan dakwah, jihad, serta kemaslahatan umat,” tegasnya.

Sistem ekonomi Islam lanjutnya,  melarang keras, distribusi ekonomi hanya beredar dikalangan elit dan oligarki atau kalangan borjuis (kelompok orang kaya).  “Berpijak pada prinsip ini, maka sumber-sumber daya alam, sumber daya energi, perkebunan, kehutanan, pertambangan, yang jumlahnya sangat melimpah tak terhingga, Islam menetapkannya sebagai milik umum, haram bagi geng elit borjuis menguasainya,” tandasnya.

Negara sebagai fasilitator menurutnya  wajib mendistribusikannya untuk kepentingan jihad dan dakwah, termasuk untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.

“Negara dalam sistem ekonomi Islam, cukup memiliki cadangan devisa guna membiayai kebutuhan hajat hidup rakyatnya yang berasal dari pungutan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, khumus, sehingga Negara Islam tidak perlu lagi mengais utang atau mengeruk pajak dari rakyatnya. Apalagi utang kepada negara yang memusuhi kaum muslimin termasuk hutang berbasis ribawi sangat terlarang keras,” urainya.
 
Sjaiful menegaskan bahwa yang paling penting sistem ekonomi Islam hendak menciptakan kehidupan ekonomi berbasis ketakwaan kepada Allah, interaksi pergaulan atas dasar tolong menolong (Prinsip Taawun), serta membebaskan manusia menghamba kepada manusia lainnya, menghadirkan manusia merdeka yang hanya menghamba kepada Allah SWT.

“Sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, sejatinya melahirkan manusia-manusia serakah, saling mengeksploitasi, relasi kehidupan yang kering dimensi spiritualisme,” simpulnya menyudahi penuturan.[] Irianti Aminatun
 
 

Sabtu, 16 Juli 2022

Mental Ayam Sayur

Tinta Media - Profesor Ronnie Rusli Higuchi dari Universitas Indonesia mengatakan kejadian di Sri Lanka tak bakal terjadi di Tanah Air. Alasannya mental orang Indonesia adalah ayam sayur. "Nggak ada yang bisa memakzulkan Presiden wong ayam sayur semua kasih “cepek/nopek ceng bukan kelas tiao tapi ceng saja sudah gembira” sudah senang pulang ke rumah masing-masing nggak jadi demo besar," ucapnya dikutip dari Twitter pribadinya, Senin (11/7/2022).

Pernyataan Prof Ronnie ada benarnya. Saat ini mental rakyat dan pejabat Indonesia, termasuk para akademisi dan mahasiswanya memang benar-benar jatuh. Di banyak negara, saat krisis terjadi akibat kesembronoan para pemimpinnya, apalagi terindikasi korups dan nepotisme, kemarahan rakyat memuncak. Tapi di Indonesia hal seperti ini sulit terjadi.

Ada beberapa sebab; pertama, umumnya orang di sini mencari aman kedudukan mereka sendiri, alias egois. Tak mau ambil resiko bahayakan posisi mereka, meski itu untuk kepentingan besar. Bukan hanya rakyat, tapi para pejabat, politisi, akademisi, mahasiswa, aparat, tentara, termasuk para tokoh agama. Jangankan aksi turun ke jalan, mendiskusikan soal perubahan saja banyak di antara mereka yang mengkeret takut kehilangan jabatan.

Kedua, rakyat kita sudah merasa senang dengan dengan dapat jatah sedikit biarpun hak mereka dirampok para taipan dan hak politik mereka dibegal oligarki. Lihat saja, bansos dirampok menteri dari parpol yang berkuasa, rakyat tetap anteng. Harga-harga kebutuhan hidup naik, juga tidak bereaksi. Kondisi sosiologis macam begini membuat pemerintah tidak takut mencabut subsidi atau menaikkan harga kebutuhan hidup rakyat berapapun. Mereka tahu, rakyat takkan protes apalagi berani turun ke jalan melengserkan pejabat.

Ketiga, ada doktrin keagamaan yang salah dimana orang Islam disuruh sabar dan bersyukur namun pada persoalan yang keliru. Misalnya, hidup makin susah karena hak mereka ditahan penguasa, sementara para penguasanya tetap kaya, maka muncul doktrin dari tokoh agama kalau hidup ini harus bersyukur dan bersabar.

Begitu pula ada doktrin taat pada ulil amri yang bagaimanapun juga. Tak peduli, semena-mena, harus nurut. Padahal sebagian tokoh agama yang mengeluarkan fatwa demikian berada di balik punggung para rezim, dan mereka mencicipi kue kekuasaan. Inilah yang disebut politisasi agama.

Referensi: https://nw.wartaekonomi.co.id/read4814/guru-besar-ui-sebut-masyarakat-indonesia-tak-akan-bisa-makzulkan-presiden-jokowi-mutu-rakyatnya-ayam-sayur-beda-dengan-rakyat-sri-lanka

Iwan Januar 
Direktur Siyasah Institute 

Sri Lanka Bangkrut karena Kapitalisme



Tinta Media - Negara gagal alias negara bangkrut ternyata bukan isapan jempol. Sri Lanka buktinya. Sangat mengejutkan, negeri bergelar Sailan ini, terhempas krisis ekonomi sangat parah gegara gagal bayar hutang, sebesar 754,8 trilyun rupiah. Dampak terburuk yang dialami Sri Lanka saat ini, tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, kurangnya pasokan listrik dan setiap warga Sri Lanka mesti antri berjam-jam untuk mendapat Bahan Bakar Minyak yang dibatasi stoknya. Rakyat Sri Lanka tidak tahan lagi, ratusan ribu massa merangsek menduduki istana Presiden Gotabaya Rajapaksa, sedangkan kediaman Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dibakar massa.

Krisis ekonomi yang mendera Sri Lanka, seharusnya menjadi renungan semua negara berkembang, sangat boleh jadi kelak mengikuti jejak Sri Lanka. Terutama negeri-negeri muslim. Renungannya, adalah sistem ekonomi kapitalistik yang menjadi biang kerok hingga Sri Lanka terperosok menjadi negara gagal.

Penerapan ekonomi berhaluan kapitalistik atau ekonomi kapitalisme, terbukti tidak lagi menjadi obat mujarab bagi perbaikan ekonomi umat manusia yang menghantarkan kesejahteraan lebih baik, rakyat suatu negeri justeru terhimpit kesulitan ekonomi berkepanjangan, sementara pusat-pusat ekonomi hanya dikuasai atau dinikmati gerombolan elitis dan para oligarki pemilik modal kuat. Sistem ekonomi kapitalisme demikian, hanya menciptakan jurang menganga antara kelompok kaya dan miskin, sebab ekonomi kapitalisme bertumpu pada prinsip-prinsip ekonomi “Siapa Yang Kuat, Dialah Pemenangnya”.

Pada ilustrasi negara Sri Lanka yang terpuruk krisis ekonomi, merupakan contoh tak terbantahkan dari kejahatan ekonomi kapitalisme. Prinsip-prinsip ekonomi kapitalistik sebagai derivasi dari sekulerisme dan kebebasan ekonomi, sejatinya melahirkan keserakahan ekonomi serta saling eksploitasi sesama manusia. Adagium ekonomi pasar bebas yang digagas Adam Smith, sang pelopor ekonomi kapitalisme, menciptakan ruang bagi manusia untuk saling berebut mengais sumber-sumber ekonomi, saling “cakar-cakaran”. Prinsip-prinsip kemanusiaan serta keadilan ekonomi sangat jauh dari fondasi dasar berdirinya sistem ekonomi kapitalisme.

Pertama, ekonomi kapitalisme, bertumpu kepada prinsip-prinsip kepemilikan ekonomi bebas. Konsekuensinya, semua penguasaan sumber-sumber daya alam sebagai pusat kekuatan ekonomi, dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki modal kuat. Mulai dari produksi sampai distribusi, dari hulu hingga hilir, hanya diperebutkan para elit dan oligarki. Para pemenang ekonomi adalah para pemilik modal serta para elit yang ada di pusat-pusat kekuasaan. Maka bukan hal yang aneh dalam skema ekonomi kapitalisme, sumber-sumber daya alam strategis, seperti sumber daya alam energi, pertambangan, perkebunan, lahan pertanian, dan lain sebagainya, dikendalikan segerombolan para geng elit yang serakah. 

Konon proyek-proyek strategis ekonomi Sri Lanka dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Cina dan Jepang. Rakyat Sri Lanka megap-megap dalam penderitaan ekonomi.

Kedua, sumber-sumber pembiayaan ekonomi makro suatu negara, terutama negara miskin dan berkembang adalah utang luar negeri berbasis riba yang menjerat. Sehingga, negara yang gagal bayar berdampak kekurangan cadangan devisa karena terkuras, akibatnya negara terjerembab kebangkrutan ekonomi. Tak mampu membiayai kebutuhan dasar rakyatnya. Sri Lanka adalah contohnya. Terjebak kredit macet dari negara pengutang, Cina utamanya. Gagal bayar, sementara Pemerintah Cina menolak melakukan penjadwalan utang. Lengkap sudah, Pemerintah Sri lanka, minus cadangan devisa apalagi ditambah prilaku para pemimpin Sri Lanka, dibawah rezim Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, yang korup dengan gaya hidup hedonis.

Sangat kontras dengan sistem ekonomi Islam. Sumber-sumber kepemilikan ekonomi diatur secara jelas oleh pembuat Syariat, Allah Azza Wajalla. Sistem ekonomi Islam mengatur sumber-sumber kepemilikan ekonomi, yakni kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Prinsip sistem ekonomi Islam bertumpu kepada demi dan untuk kepentingan dakwah, jihad, serta kemaslahatan umat. Sistem ekonomi Islam melarang keras, distribusi ekonomi hanya beredar dikalangan elit dan oligarki atau kalangan borjuis (kelompok orang kaya). Berpijak pada prinsip ini, maka sumber-sumber daya alam, sumber daya energi, perkebunan, kehutanan, pertambangan, yang jumlahnya sangat melimpah tak terhingga, Islam menetapkannya sebagai milik umum, haram bagi geng elit borjuis menguasainya. Negara sebagai fasilitator wajib mendistribusikannya untuk kepentingan jihad dan dakwah, termasuk untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. 

Negara dalam sistem ekonomi Islam, cukup memiliki cadangan devisa guna membiayai kebutuhan hajat hidup rakyatnya yang berasal dari pungutan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, khumus, sehingga Negara Islam tidak perlu lagi mengais utang atau mengeruk pajak dari rakyatnya. Apalagi utang kepada negara yang memusuhi kaum muslimin termasuk hutang berbasis ribawi sangat terlarang keras.

Yang paling penting sistem ekonomi Islam hendak menciptakan kehidupan ekonomi berbasis ketakwaan kepada Allah, interaksi pergaulan atas dasar tolong menolong (Prinsip Taawun), serta membebaskan manusia menghamba kepada manusia lainnya, menghadirkan manusia merdeka yang hanya menghamba kepada Allah SWT. Sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, sejatinya melahirkan manusia-manusia serakah, saling mengeksploitasi, relasi kehidupan yang kering dimensi spiritualisme.

Dr. Muh. Sjaiful
Indonesia Justice Monitor


Rabu, 13 Juli 2022

PRESIDEN DAN PERDANA MENTERI SRI LANKA AKHIRNYA MENGUNDURKAN DIRI, KAPAN PRESIDEN DAN MENTERI SEGALA URUSAN INDONESIA?

Tinta Media - "Saya merasa sangat, sangat sedih karena mereka tidak pergi lebih awal karena jika mereka pergi lebih awal tidak akan ada kehancuran,"

[Fiona Sirmana, Demonstran Sri Lanka, 10/7]

Akhirnya Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengumumkan dia akan mundur setelah pengunjuk rasa menyerbu kediaman resminya dan membakar rumah perdana menteri (PM). Baik PM maupun presiden tidak berada di gedung pada saat itu. Ratusan ribu orang turun ke Ibu Kota Kolombo, menyerukan Rajapaksa untuk mengundurkan diri setelah berbulan-bulan protes atas salah urus ekonomi. 

Rajapaksa akan mengundurkan diri pada 13 Juli. PM Wickremesinghe juga telah setuju untuk mengundurkan diri. 

Ketua parlemen mengatakan presiden memutuskan untuk mundur untuk memastikan penyerahan kekuasaan secara damai dan meminta masyarakat untuk menghormati hukum. Pengumuman itu pun memicu letusan kembang api perayaan di kota.

Sri Lanka menderita inflasi yang merajalela dan berjuang untuk mengimpor makanan, bahan bakar serta obat-obatan di tengah krisis ekonomi terburuk di negara itu dalam 70 tahun. Negara tersebut kehabisan mata uang asing dan harus memberlakukan larangan penjualan bensin serta solar untuk kendaraan pribadi, yang menyebabkan antrian bahan bakar selama berhari-hari. 

Peristiwa luar biasa hari Sabtu kemarin tampaknya merupakan puncak dari aksi protes damai selama berbulan-bulan di Sri Lanka. Kerumunan besar berkumpul di kediaman resmi Presiden Rajapaksa, meneriakkan slogan-slogan dan mengibarkan bendera nasional sebelum menerobos barikade dan memasuki properti. 

Rekaman online menunjukkan orang-orang berkeliaran di rumah dan berenang di kolam renang presiden, sementara yang lain mengosongkan laci, mengambil barang-barang presiden dan menggunakan kamar mandi mewahnya. Kontras antara kemewahan istana dan bulan-bulan kesulitan yang dialami oleh 22 juta orang di negara itu tidak hilang dari para pengunjuk rasa.

Menurut Reuters, dua sumber kementerian pertahanan Sri Lanka mengatakan, Rajapaksa mengosongkan kediaman resminya pada hari Jumat sebagai tindakan pencegahan keamanan menjelang protes yang direncanakan. Meskipun ini adalah kediaman resmi Rajapaksa, dia biasanya tidur di rumah terpisah di dekatnya. 

BBC belum dapat mengkonfirmasi keberadaan presiden. Para pengunjuk rasa juga membakar rumah pribadi Perdana Menteri Wickremesinghe di lingkungan yang makmur di Kolombo. Dia mengatakan sebelumnya bahwa dia bersedia mengundurkan diri untuk memastikan keselamatan warga sipil dan untuk memberi jalan bagi pemerintah semua partai, tetapi segera setelah video pengumumannya mulai beredar tentang rumahnya yang terbakar. 

Perdana menteri tinggal bersama keluarganya di rumah pribadi dan menggunakan kediaman resminya untuk urusan resmi saja. Apakah pengunduran diri presiden dan perdana menteri yang direncanakan akan cukup untuk menenangkan para pengunjuk rasa belum jelas.

Yang lebih penting, apakah peristiwa di Sri Lanka akan merembet ke Indonesia? Apakah Presiden Jokowi dan Luhut Panjaitan yang dikenal sebagai 'Menteri Segala Urusan' juga akan mundur?

Ahmad Khozinudin 
Sastrawan Politik 

https://youtu.be/CwWjUIK763w
https://youtu.be/CwWjUIK763w
https://youtu.be/CwWjUIK763w

Jumat, 03 Juni 2022

Sri Lanka Salah Satu Contoh Negara Gagal


Tinta Media - Menanggapi krisis yang terjadi di Sri Lanka, Pengamat Hubungan Internasional, Hasbi Aswar, Ph.D,  menyampaikan bahwa Sri Lanka adalah salah satu negara yang failed state, negara gagal.

"Sri Lanka ini adalah salah satu contoh negara yang failed state, negara gagal, tuturnya," dalam acara Kabar Petang : Sri Lanka Bangkrut, Gara-Gara Pinjaman China? Selasa (24/5/2022) di kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, negara gagal itu bukan karena tidak adanya sumber daya, bukan karena tidak adanya uang, tapi karena salah manage atau salah pengaturan dari penguasanya.

Ia menilai, dampaknya sangat sistematik, merembet sampai ke isu politik, sampai akhirnya banyak menteri mengundurkan diri, termasuk Perdana Menterinya Mahinda Rajapaksa itu, mengundurkan diri. Kemudian, baru-baru kemarin dilantik Perdana Menteri yang baru. Dan tuntutan-tuntutan dari rakyat untuk presidennya agar mundur itu terus terjadi.

Hasbi memandang, apa yang dirasakan oleh masyarakat Sri Lanka, kondisi masyarakat sekarang, sangat-sangat terjepit.

"Semua kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sangat sulit mereka dapatkan, termasuk kebutuhan pangan, karena inflasi yang sangat tinggi. Kemudian gas, minyak, kebutuhan kesehatan, bahkan saking sulitnya peralatan-peralatan dan obat-obatan, sekarang di Sri Lanka itu, petugas medis itu, malah minta untuk menggunakan peralatan-peralatan bekas pakai, untuk bisa dipakai lagi untuk melakukan aktivitas menangani pasien," terangnya.

Bahkan, sambungnya, saking parahnya, misalnya dalam aspek kesehatan, kabarnya, dokter itu untuk melakukan operasi, harus menggunakan cahaya dari HP, saking sulitnya keadaan disana, karena listrik harus mati sekitar 10-15 jam sehari. Saking pemerintah tak punya dana untuk membiayai pelayanan-pelayanan masyarakat.

"Mengapa demikian? Karena memang keuangan dari negara ini, sekarang sangat-sangat terpuruk," tandasnya.

Hasbi memandang, dengan banyaknya utang, dan dengan pemasukan negara yang sakit, ini yang membuat akhirnya negara tidak mampu membiayai, tidak mampu membeli, tidak mampu mengimpor untuk kebutuhan-kebutuhan sehari-hari masyarakat yang membuat akhirnya persoalan menjadi semakin pelik.

"Pangan, listrik, bahan bakar, harga-harga sembako naik, dan saterusnya. Nah, itu yang terjadi," ujarnya.

Menurutnya, ini adalah proses pemiskinan struktural yang dilakukan oleh negara, bukan karena sesuatu hal yang sifatnya alamiah, seperti karena kekurangan.

"Sri Lanka miskin, bukan karena itu, tetapi karena adanya pengelolaan negara yang kacau oleh kekuasaan," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab