Tinta Media: Sosial
Tampilkan postingan dengan label Sosial. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosial. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Januari 2024

Refleksi 2023, Siyasah Institute: Rapuhnya Pengaman Sosial, Keluarga dan Anak



Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Ustadz Iwan Januar menyatakan bahwa peristiwa paling buruk di tahun 2023 ini adalah rapuhnya pengaman sosial, keluarga dan anak. 

"Rapuhnya pengaman sosial, keluarga dan anak-anak, menurut saya itu yang paling buruk," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (29/12/2023). 

Menurutnya, kasus bunuh diri bersama dan pembunuhan oleh anggota keluarga sendiri beberapa kali terjadi. Selain itu, meningkatnya KDRT juga menjadi hal yang tidak kunjung selesai. "Bahkan beberapa kali korban tewas karena kelalaian aparat memberikan perlindungan meski sudah melapor," bebernya. 

Ia menilai, yang menjadi pangkal kerusakan internal keluarga itu disebabkan oleh kemiskinan dan tercerabutnya nilai agama Islam dari keluarga. "Sudah miskin, terjerat utang, tidak ada keyakinan pada rezeki, minus sikap tawakal, putus asa, membuat sejumlah keluarga melakukan bunuh diri dan kekerasan terhadap anggota keluarga sendiri," paparnya. 

Ia menambahkan, minimnya perlindungan yang diberikan negara pada warga membuat eskalasinya terus naik. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk bertahan hidup sementara dari sisi perlindungan keamanan justru minim. "Warga menjadi tidak aman bahkan di rumah mereka sendiri," tukasnya. 

Ia mengungkapkan bahwa semuanya adalah dampak dari kehidupan sekuleristik yang melahirkan kapitalisme dan individualisme. "Keluarga dan masyarakat kehilangan nilai agama, sementara mereka dibiarkan hidup dengan minim jaminan sosial dan keamanan dari rakyat," terangnya. 

Ia menjelaskan bahwa solusi atas semua peristiwa tersebut adalah harus dicabut dan diganti dengan aturan Islam yang bersumber dari akidah Islam. Dalam syariat Islam, keluarga harus menjadikan iman dan takwa sebagai pedoman dan pengatur tingkah laku. "Sesulit apa pun hidup, mereka diajarkan untuk tidak melakukan kekerasan apalagi bunuh diri," jelasnya. 

Ia memaparkan bahwa dalam syariat Islam negara wajib hadir untuk memberikan perlindungan ekonomi, keamanan dan hukum untuk rakyat. "Negara dalam Islam, harus hadir melindungi rakyatnya, termasuk bekerja keras memberikan jaminan kehidupan yang layak," pungkasnya.[] Ajira

Minggu, 02 Juli 2023

Kemiskinan Papua yang Tak Kunjung Selesai

Tinta Media - Papua adalah daerah yang mengalami ketertinggalan dan masih diselimuti dengan kemiskinan. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk mengatasinya.

Kemiskinan di Papua diklaim turun berdasarkan peningkatan IPM dan  menurunnya tingkat kemiskinan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua banyak membawa perubahan dan keberhasilan di masyarakat paling Timur Indonesia itu.

"Hasil pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup," ujar Tenaga Ahli Utama KSP Theofransus Litaay, Minggu 11/6/2023. (CNNIndonesia.com)

Theofransus menuturkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan, yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022. Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82 persen pada 2010 menjadi 21,33 persen di 2022.

Dilihat dari tingkat kemiskinan, memang angkanya mengalami penurunan, sejatinya sejatinya penurunan itu masih menyisakan PR besar, mengingat penurunan tersebut terjadi dalam waktu 10 tahun. Waktu yang cukup lama hanya untuk membuat angka kemiskinan turun, padahal Papua adalah daerah dengan sumber daya alam melimpah, seperti tambang emas, minyak dan gas bumi, hasil hutan, perikanan, dan lainnya.

Angka tersebut memang menunjukkan perubahan, tetapi tak cukup hanya dengan mengandalkan angka saja. Hal itu harus disesuaikan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Kenyataannya, masih banyak masyarakat yang kelaparan dan mengalami gizi buruk, di tambah sulitnya mencari pekerjaan dan minimnya pendidikan.

Fenomena stunting dan kemiskinan ekstrem ini saling berkesinambungan. Biasanya keluarga yang miskin ekstrem anak-anaknya juga terkena stunting, karena minimnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, seperti rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap, kurangnya sarana dan prasarana air bersih yang layak, serta masih ditemukan balita yang tidak mendapatkan makanan tambahan.

Namun, di dalam sistem ekonomi kapitalis, angka ini seolah menjadi patokan dan diganggap telah terjadi kesejahteraan. Mereka tidak melihat bahwa masyarakat di sana masih banyak yang kelaparan karena tidak adanya penghasilan dan harga pangan yang tinggi membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan. Belum lagi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.

Sungguh miris, wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah mengalami kemiskinan ekstrem. Seharusnya sumber daya alam itu dapat menyejahterakan rakyat jika di kelola dengan benar. 

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini membuat Papua tertinggal jauh. Perubahan berjalan lamban disebabkan pengelolaan sumber daya alam diserahkan ke tangan asing. Upaya yang dilakukan tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Kemiskinan termasuk masalah serius di negeri ini yang mestinya dituntaskan dengan cara yang serius pula. Solusi itu hanya ada pada sistem Islam. Islam akan menjalankan ekonomi dan politik sesuai dengan hukum syariat yang berasal dari Allah Set. yang pastinya sesuai dengan kebutuhan manusia.

Dengan Islam, kesejahteraan terhadap masyarakat Papua dapat diwujudkan. Negaralah yang akan mengelola sumber daya alam, bukan pihak asing. Buasil pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan untuk kepentingan umum, karena memang itu adalah hak rakyat, seperti memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan gratis, serta menjamin keamanan dan keselamatan. 

Rasulallah saw. bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Kemiskinan akan terselesaikan, tidak ada lagi kata tertinggal dan pembangunan di Papua mendapat prioritas yang sama dengan daerah lain. Bahkan bukan hanya Papua yang sejahtera, tetapi seluruh daerah dapat sejahtera jika sistem islam yang diterapkan. Wallahualam Bishawab.

Oleh: Rifdatul Anam
Sahabat Tinta Media

Minggu, 19 Maret 2023

Stunting, Masalah Genting yang Tak Kunjung Teratasi

Tinta Media - Kementerian Kesehatan mengemukakan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia masih di angka 20% yaitu 24,4% di tahun 2022. Berbagai ide dilontarkan di negeri ini untuk atasi stunting.
Salah satu upaya yang lagi trending ialah Pemerintah mencanangkan untuk anak-anak gemar mengkonsumsi ikan dikarenakan protein dari mengkonsumsi ikan itu paling baik. “Ikan memiliki kandungan protein hewani yang sangat tinggi yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan otak anak,” kata Muhadjir dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/3/2023)

Tidak hanya terdapat di Ibu Kota, pemerintah daerah pun mulai mencanangkan mengkonsumsi ikan pada anak “Protein dari mengkonsumsi ikan yang paling baik. Kita perhatikan gizi mereka, mulai dari asupan yang diberikan. Terutama ikan” kata Marlin dalam  keterangan yang diterima di Batam, Kamis (9/3/2023).

Lalu apa sih stunting ? Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.

Beberapa indikator dapat terjadi stunting yang pertama bisa dilihat dari status gizi ibu hamil. Menurut jurnal Media Gizi Pangan tahun 2018 (DOI: 10.32382/mgp.v25i1.55) terdapat hubungan antara status gizi ibu saat hamil (LILA) dengan kejadian stunting balita 06-36 bulan di Puskesmas Bontoa. Menurut jurnal Kesehatan tahun 2020 bahwa ekonomi atau gaji di bawah UMR mempengaruhi kejadian stunting di desa Kuala Tambang Kampar. 
Jadi, apakah dengan hanya makan ikan kebutuhan gizi anak akan terpenuhi? tentu saja tidak. Karena terjadinya stunting dimulai sejak hamil bahkan saat ibu sebelum hamil. Dan faktor ekonomi selalu menjadi highlight di setiap permasalahan di negeri ini, termasuk urusan stunting. 

Akar Masalah Stunting

Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia. Bukan hanya mengganggu pertumbuhan fisik, anak-anak juga mengalami gangguan perkembangan otak yang akan memengaruhi kemampuan dan prestasi mereka. Selain itu, anak yang menderita stunting akan memiliki riwayat kesehatan buruk karena daya tahan tubuh yang juga buruk. Stunting juga bisa menurun ke generasi berikutnya bila tidak ditangani dengan serius. Maka perlu mencari akar penyebab bisa terjadi stunting. Penyebab utama stunting adalah kurangnya asupan gizi pada ibu yang hamil atau sebelum kehamilan. Oleh karenanya perlu kita pahami Mengapa mereka kurang dalam asupan gizi? Dalam hal ini ada dua hal penting yang berkaitan dengan penyebab stunting.

Pertama, masalah ekonomi.Mengapa faktor ekonomi menjadi masalah stunting ?, Sistem ekonomi sekarang membuat terjadinya kesenjangan ekonomi yang begitu nyata. Pemerataan ekonomi yang tidak terwujud. Bisa dilihat fakta, di tengah masyarakat, bagaimana masih banyak masyarakatyang  kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, jangankan makan makanan bergizi, untuk makan Pengisi perut saja mereka masih susah. Dalam penerapan ekonomi  kapitalisme emang meniscayakan yang miskin makin miskin sedangkan yang kaya makin kaya. Bagaimana tidak, dari sisi lapangan pekerjaan sangat sulit, kalaupun ada, upahnya pun tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup akibat harga kebutuhan pokok dan lainnya semisal bbm, tarif listrik dan pajak makin mencekik.

Semua itu menjadikan masyarakat menghadapi kehidupan yang sulit, termasuk para ibu-ibu hamil juga kesulitan memenuhi kebutuhan gizi nya. Kondisi perekonomian keluarga menjadikan banyak ibu-ibu terpaksa harus terus berhemat hingga mengabaikan masalah pemenuhan gizi, belum lagi biaya periksa kehamilan dan melahirkan juga tidak murah. Kalaupun ada yang gratis, tidak menjamin mendapatkan pelayanan terbaik. Hal tersebut terbukti dengan jurnal inovasi dan terapan pengabdian masyarakat tahun 2021 40 % ibu mengalami kekurangan gizi dikarenakan pendapatan keluarga <1 juta per bulan.

Belum lagi masalah kenaikan harga pangan dikarenakan kelangkaan terhadap barang. Kelangkaaan sendiri diakibatkan banyaknya ada individu maupun kelompok yang melakukan penimbunan. Sehingga harga di pasaran menjadi naik.  Negara yang seharusnya berkewajiban mengurus urusan kebutuhan pokok rakyatnya, nyatanya hanya sebagai regulator bagi kapitalis, akibatnya terjadi kemiskinan secara tersistem. Begitulah system ekonomi kepitalis bekerja. Sistem ekonomi yang tegak diatas asas manfaat, lebih mementingkan kepentingan kapitalis dibanding rakyatnya. 

Islam Menyelesaikan Masalah Stunting 

Dalam sistem Islam negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat islam, apabila individu masih kurang mampu maka disediakannya Baitul mal (digunakan untuk tempat penyimpanan berbagai pemasukan negara sekaligus sebagai tempat pengeluarannya.), menetapkan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamaan yang pasti di jamin oleh negara. Dalam harga pangan pun Khilafah menjaga kestabilannya. Dan tidak akan membuat kebijakan yang justru akan berdampak pada kenaikan harga dalam negeri.  

Pada zaman Kekhilafahan Umar bin Khattab terdapat kisah yang mengharukan bahwa saat itu Amirul Mukminin sedang berkeliling terlihatnya di sebuah rumah dengan kompor yang menyala ditengah keheningan malam, setelah itu Amirul mukminin pergi ke pondok itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya. Beliau melihat seorang ibu sedang memasak batu untuk anaknya yang kelaparan. Umar bin Khattab kemudian segera ke Baitul Mal dan mengambil bahan makanan yang diperlukan ibu dan anak-anaknya. Sang khalifah membawa dan memberikan sendiri bahan makanan pada keluarga tanpa bantuan Aslam. Setelah itu ummar meminta maaf karena telah membiarkan seorang ibu dan anaknya kelaparan di wilayah kekuasaannya. Karena ini tentang pertanggungjawaban  di akhirat kelak.

Di era kepemimpinan  Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, Khalifah dari Dinasti Umayyah, tidak ada kemiskinan dan asnaf yang layak dizakati dari Yaman sampai Maroko bahkan hidup srigala dan domba berdampingan.
Islam dengan berbagai mekanisme yang peduli terhadap ummat. Negara menjadikan wanita sebagai Rahim peradaban yang dimana akan melahirkan calon pemimpin ummat  sehingga negara menyediakan berbagai macam kebijakan untuk mencetak generasi berkualitas termasuk mencegah terjadinya stunting.

Oleh : Kikky Novianti, A.Md.Keb.
Aktivis Muslimah Semarang 

Sabtu, 18 Maret 2023

Tingginya Angka Kasus Bunuh Diri, Sinyal Kerapuhan Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Tinta Media - Menanggapi tingginya angka kasus bunuh diri di negeri ini, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyampaikan bahwa ini adalah sinyal masyarakat kita mengalami kerapuhan sosial juga ekonomi.

"Ini adalah sinyal masyarakat kita mengalami kerapuhan sosial juga ekonomi," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (13/3/2023).

Menurutnya, penyebab bunuh diri ini beragam, mulai dari faktor organik, biologis, sosial, ekonomi, gangguan jiwa dan kemiskinan.

"80-90 persen orang yang bunuh diri itu ada dalam jalur gangguan jiwa. Yang paling sering depresi," ungkapnya.

Ia mengutip data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di tahun 2019, kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 10.000 orang per tahunnya. Angka tersebut dapat diartikan dalam satu jam, satu orang melakukan bunuh diri di Indonesia.

Angka itu, lanjut Iwan, belum termasuk kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan. 

"Kalau kita mengikuti laporan Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Di Indonesia tingkat underreporting bunuh diri di Indonesia minimal 303%, rata-rata dunia yang dilaporkan adalah 0-50%. Nah, angka resmi bunuh diri di tahun 2020 mencapai 670 kasus. Bila disesuaikan dengan underreporting bisa mencapai 2700 kasus. Amat banyak," paparnya.

Ia memandang, ini bukan hanya tanggung jawab keluarga, tapi juga negara dan masyarakat.

"Repotnya, banyak keluarga juga sudah hancur ikatan sosialnya, sementara lingkungan sosial juga sama toxicnya, semakin individualistis, hedonis, dan sebagainya," sesalnya.

Tugas Negara

Menurut Iwan, ini tugas negara untuk selamatkan rakyat. 

"Hanya negara yang bisa bangun nilai sosial yang sehat agar keluarga dan masyarakat bisa harmonis, lingkungan pendidikan yang sehat, membangun jaring ekonomi guna mencegah kemiskinan, termasuk membuka layanan konseling untuk warga secara luas, cuma-cuma dan berkualitas agar bisa mendeteksi dan mencegah depresi yang berujung pada bunuh diri," urainya.

Namun, sela Iwan melanjutkan, kalau nilai sosial yang dipakai sumbernya adalah sekulerisme, yang lahir justru masyarakat yang liberal, artinya masyarakat tetap berada dalam lingkaran setan.

"Karenanya, perbaikan nilai sosial yang benar dan sehat itu hanya bisa dengan nilai-nilai yang bersumber dari akidah Islam, melahirkan lingkungan sosial yang sehat, serta negara hadir menjamin kehidupan ekonomi masyarakat," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka

Selasa, 14 Maret 2023

Merenggut Nyawa, Efek Konten tak Berfaedah bagi Pemuda

Tinta Media  - Baru saja masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita meninggalnya seorang pemudi di Kabupaten Bogor. Parahnya lagi, pemudi tersebut meninggal ketika membuat konten mencoba gantung diri. Hal ini di benarkan oleh Kompol Agus selaku Kapolres Leuwiliang, daerah tempat tinggal korban tersebut. Beliau memaparkan, hal ini terjadi saat korban mengatakan pada teman-temannya via Video Call akan membuat live dan melakukan konten, naasnya korban tersebut meninggal saat melakukan percobaan tersebut (cnnindonesia.com, 3/3/2023)

            Konten semacam ini bukan lah pertama kali muncul dan mencuat di jagat dunia maya, lekat diingatan bagaimana beberapa waktu lalu juga pernah dibuat konten melawan maut, dimana beberapa pemuda berusaha menabrakan dirinya ke arah truk yang sedang berjalan, dan sekali lagi berakhir dengan meninggal. Tak sedikit konten-konten yang ada di media sosial bukan lah sesuatu yang bermafaat, ada yang sifatnya menghibur, memamerkan harta yang entah dari mana sumbernya, dan bahkan lebih jauh lagi bisa membahayakan nyawa seseorang.

 

Adiksi Media Sosial

Pembuatan berbagai macam konten demi menaikkan viewer, follower sampai engagement di dunia maya mengantarkan kita pada pandangan bahwa salah satu efek negatif dari penggunaan media sosial adalah, seseorang tidak bisa membedakan realitas pada dunia maya dan dunia nyata. Sehingga kebanyakan pemuda saat ini lebih nyaman untuk melakukan aktivitas sosial pada dunia maya dan terjebak pada hal tersebut.

Dalam sebuah Jurnal Psikologi  tentang penggunaan media sosial, dikatakan bahwa ketergantungan akan media sosial berperan dalam memediasi hubungan antara harga diri dan kesejahteraan psikologis. Dalam artian, harga diri seseorang menjadi salah satu faktor dalam penggunaan media sosial. Semakin dalam dan semakin lama seseorang menggunakan media sosial, harga dirinya semakin bangkit, terlebih lagi dengan “branding” yang ia buat dalam media sosial, entah itu sebagai konten kreator, atau pun influencer. Kesejahteraan psikologis sendiri diartikan sebagai perasaan nyaman ketika didapatkan sesuatu yang positif dari menggunakan internet, salah satunya akses kemudahan dalam berinteraksi atau bekerja secara cepat hanya dengan mengirim tugas lewat e-mail.

Hal ini diperkuat lagi dengan keberadaan jenis pekerjaan baru yakni Influencer media social, mereka didefiniskan sebagai orang yang memiliki banyak pengikut dalam satu platform media sosial, yang aktivitasnya bisa mempengaruhi pengikutnya. Dengan keberadaan pekerjaan ini, orang kemudian berlomba-lomba untuk menghasilkan uang dengan menjadi influencer tersebut. Bisa terlihat dari bagaimana banyaknya berita viral kemudian influencer dadakan yang terjadi belakangan ini, memunculkan satu bukti bahwa begitu tertariknya orang di media sosial akan konten yang entah itu bermanfaat atau tidak, yang terpenting bisa menghasilkan sesuatu.

Pemuda Menjadi Alat Kapitalisme

Perasaan bahagia dari banyaknya orang yang mengikuti kita di media sosial, ataupun menyukai konten yang kita buat, memberikan efek tersendiri bagi  pemilik konten. Sehingga, mereka melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang produktif. Saking dianggap pentingnya, suatu platform media sosial membuat kebijakan berupa menghapus tombol dislike. CEO Youtube mengungkapkan bahwa, tombol tersebut bisa melukai konten creator kecil sehingga mereka tidak bisa berkembang nantinya

Hal ini makin memperkokoh pemahaman, bahwa produksi konten yang ada sejatinya hanya menguntungkan para pemilik perusahaan besar yang bergerak di media sosial, sedangkan para pemuda yang tidak paham akan penggunaan dan pemanfaatan media sosial semestinya hanya menjadi korban dari efek besar konten yang ada dan terkaburkan dengan pemahaman bisa menghasilkan sesuatu.

Terkaburkannya pemahaman tentang materi ditambah dengan kemudahan akses internet yang begitu cepat mengantarkan para pemuda pada kesibukan yang sifatnya sia-sia semata. Taraf berpikir yang rendah mengakibatkan mereka dengan mudahnya membuat konten tanpa memperhatikan keselamatan mereka, sekali lagi demi kepentingan “materi” semata. Bergesernya  nilai-nilai serta pandangan hidup tidak lepas dari sistem kapitalisme yang ada. Dimana sistem ini mendorong mereka yang hidup didalamnya untuk mengikuti algoritma yang tekah dibuat, yakni mengikuti kemauan pasar. Jika suatu konten sedang viral, maka mengikutlah seluruh orang untuk membuat konten serupa, termasuk gaya “flexing” atau memamerkan harta  yang memunculkan rasa iri kepada yang menonton. Tak sedikit pelaku flexing berakhir pada meja hukum, misalnya terjerat pinjaman online, pencurian bahkan penggelapan pajak dari hasil gaya hidup mewah yang mereka pamerkan.

          Sejatinya, pemuda adalah tonggak peradaban. Ketika pemuda disibukkan apda hal-hal yang tidak bermanfaat maka bisa dipastikan beradaban di masa depan akan hancur. Perlahan hal ini sudah terlihat didepan mata, bagaimana ketika para pemuda tidak punya pemahaman yang kokoh lahir lah strawberry generation yang begitu rapuh dari dalam, dan mudah terjangkit penyakit mental. Ditambah lagi arus pemikiran yang serba salah dari Barat, membuat pemuda dengan gampangnya berkiblat pada hal tersebut, semua yang berasal dari barat dianggap kemajuan peradaban, termasuk pola pikir bahwa penyimpangan perilaku seksual adalah sebuah kewajaran yang terjadi pada masyarakat.

 

 

Pemuda dalam pandangan Islam

Islam memandang pemuda adalah salah satu aset penting yang dimiliki sebuah peradaban. Saking pentingnya, tidak dibiarkannya mereka tersibukkan kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Keberhasilan besar bahkan kebanyaan dilakukan oleh pemuda.  Hal ini tidak terlepas dari keinginann para pemuda untuk melakukan kontribusi besar untuk kebermanfaatan banyak umat, termasuk umat Islam.

Teringat jelas bagaimana Muhammad Al Fatih di Usia awal 20 menaklukkan Konstatinopel. Di zaman Rasulullah tersebut nama Zaid bin Tsabit yang sejak berusia 13 tahun berperan besar dalam mengumpukan dan menuliskan wahyu, sehingganya sampai sekarang kita masih bisa menggunakan mushaf yang hari ini terkenal disebut dengan mushaf ustmani. Termasyhur juga sebuah nama di zaman tabiin, yakni Imam Al Bukhari, saat usia 10 ia buta, namun tidak menyurutkan semangatnya untuk mengkaji ilmu, hingga di usia 16 tahun beliau menjadi seorang alim ulama

Kegigihan dan semangat ini tentu tidak lahir dari teralihkannya pemikiran umat seperti yang terjadi saat ini. Diperlukan sebuah institusi yang menjaga agar fokus pemuda tidak teralihkan. Sistem pemerintahan islam yang diterapkan selama hampir 13 abad lamanya telah membuktikan begitu terjaganya pemuda saat itu penerapan Islam kafah dalam Khilafah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat. “Khilafah akan mengarahkan peran pemuda untuk mempersiapkan diir mereka menjadi ahli untuk kemaslahatan umat dan negara melalui penerapan sistem Pendidikan. Pembinaan tsaqafah Islam oleh Khilafah nantinya yang akan melejitkan potensi pemuda untuk mengemban amanah sebagai agent of change yakni penjaga penerapan syariat dan siap mendakwahkan Islam ke seluruh dunia.


Sumber

1.      https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230303165021-20-920487/coba-coba-konten-gantung-diri-perempuan-di-bogor-tewas-terlilit-kain

2.  Pertiwi, E.M., Suminar, D.R. & Ardi, R. (2022). Psychological well-being among Gen Z social media users: Exploring the role of self-esteem, social media dependency as mediator and social media usage motives as moderator. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 7 (3). 205-219. doi: https://doi.org/10.23917/indigenous.v7i2.19851


Oleh: dr. Sakinatul Qulub

Sahabat Tinta Media 

Miris, Kondisi PMI (Pekerja Migran Indonesia) Memprihatinkan

Tinta Media - Di saat dapur tak lagi mengepul, tulang rusuk pun ikut menanggung. Kondisi kemiskinan yang tak kunjung selesai membuat para perempuan membanting tulang demi uang jajan anak kesayangan. Menjadi PMI yang digadang-gadang, tetapi jauh dari kenyataan. 

Korban Meriace Kabu, PMI asal NTT yang mengadu nasib di Malaysia bekerja sebagai pembantu rumah tangga, hampir setiap hari dipukuli majikannya. Sampai-sampai wajahnya menghitam, tubuhnya diseterika panas, alat vitalnya dicederai hingga memar-lebam, lidah-telinganya robek, tulang hidungnya juga patah. 

Pun yang dialami Adelina yang ditemukan di rumah majikannya, tubuhnya penuh luka. Sampai akhirnya, ia tidak terselamatkan nyawanya. Kondisi Adelina tersebut masuk angka tujuh ratus lebih dari pekerja asal NTT yang mengalami nasib  tragis, pulang tinggal namanya saja (BBC,01/03/2023).

Dilansir dari Data KBRI Malaysia, Februari 2023, Hermono, Dubes RI-Malaysia mengatakan bahwa ada lima ribu PMI yang ditimpa kasus di Malaysia. Di antaranya ada ratusan jumlah penganiayaan, penyiksaan fisik, gaji yang tak terbayarkan, dll. Ada 2300 PMI yang gajinya belum terbayarkan sejak lima tahun terakhir. Kondisi PMI yang miris ini bahkan mencapai 66.000 pekerja dan terus meningkat. Mereka bekerja di ranah rumah tangga.

Seperti fenomena gunung es, data di atas hanyalah yang sudah diketahui. Untuk yang tidak diketahui, angkanya jauh lebih besar karena banyaknya penganiyaan yang tak kunjung selesai. Para majikan yang tidak bisa dijerat hukum menjadikan mereka memperlakukan PMI bak hewan.

Apa Solusi Pemerintah RI?

Menteri tenaga kerja, Ida Fauziah mengeluarkan PERMENAKER No 4 tahun 2023 yang berisi Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia dengan menambah peningkatan dan pelayanan untuk PMI karena risiko sosial, kecelakaan kerja, kematian dan hari tua. Permen tersebut Untuk mengubah PERMENAKER No 18 tahun 2018 yang dikira memberikan solusi atas kondisi yang menimpa PMI.
Dilansir dari BBC 03/03/2023, pemerintah menetapkan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sebesar RP370.00 dengan masa kerja 2 tahun, pun iuran Jaminan Hari Tua (JHT) berkisar antara Rp50.000-Rp600.000. 

Sungguh aneh, pahlawan devisa yang dipuja-puja, tidak ada jaminan keselamatan jiwa dan keamanan kerja. Padahal, mereka dinobatkan sebagai pahlawan yang berjasa sebagai penambah devisa negara. Solusi yang diberikan hanya berupa PERMEN yang harus membayar. Yang tidak membayar tidak mendapatkan tunjangan. Sungguh ironis, kondisi ini jauh dari harapan. 

Kata Jaminan sesungguhnya jauh dari fakta yang diterapkan. Ini menjadikan persoalan yang terus berulang, dan tidak menyelesaikan akar pesoalan. Sistem demokrasi sekuler-kapitalis, menjadikan pemerintah hanya sebagai regulator bagi rakyatnya saja, nukan bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan jiwa rakyat. Padahal, kekayaan SDA di Indonesia sangat melimpah ruah, tetapi hanya dinikmati para pemilik modal besar. Rakyat yang sejatinya adalah pemilik aslinya hanya gigit jari. Akhirnya, banyak korban jiwa berjatuhan demi mengais rupiah di negeri orang.

Islam Solusi Mengatasi PMI

Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki untuk memenuhi nafkah keluarganya sampai tataran makruf (sesuai gaya hidup masyarakat di daerah tempat tinggalnya). 

Dalam Islam, pendapatan negara yang berasal dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara dapat mengatasi PMI karena mampu memenuhi nafkah keluarga tanpa harus menjadi PMI. Ini karena pengelolaan SDA oleh negara membutuhkan tenaga kerja yang besar. Hal tersebut tentu saja dapat menyerap tenaga kerja yang besar pula. Ditambah dengan biaya hidup yang murah menjadikan kehidupan rakyatnya sejahtera. 

Begitu juga dengan nasib para ibu. Mereka tidak lagi direpotkan untuk mencari nafkah agar dapur tetap mengepul. Ini karena kesejahteraan sudah didapatkan. Para ibu akan fokus pada tugasnya yang utama, yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, dan pendidik yang pertama dan utama generasi bangsa. Mereka mencetak generasi pemimpin bangsa, yang meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa.

Para perempuan akan sejahtera dalam sistem ekonomi Islam karena nafkah menjadi tanggung jawab suami. Jika suami tidak mampu, maka kewajiban nafkah dibebankan kepada walinya, dan jika tidak mampu, maka kewajiban menafkahi perempuan menjadi tanggung jawab negara untuk mengurusinya. Dengan demikian, perlakuan tidak manusiawi pada PMI akan tersolusi dengan diterapkan sistem ekonomi Islam dalam bingkai khilafah. 
Wallahu ‘alam Bishshawab

Oleh: Ida Lum’ah 
Aktivis Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban

Sabtu, 22 Oktober 2022

MMC: Jaminan Sosial Kapitalisme Identik dengan Aksi Penguasa Saat Huru Hara

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai bahwa masalah jaminan sosial dalam sistem kapitalisme identik dengan aksi penguasa saat terjadi huru hara. "Berbicara masalah jaminan sosial, istilah tersebut identik dengan aksi penguasa dikala terjadi huru hara. Entah karena kenaikan BBM, terjadi bencana luar biasa seperti pandemi beberapa waktu lalu atau sedang berkampanye program baru," ujar narator dalam tayangan Sumbangan Peradaban Islam: Konsep Jaminan Sosial Islam adalah Tugas Negara di laman YouTube Muslimah Media Center, Sabtu (15/10/2022).

Menurutnya, setelah diamati jaminan sosial ini hanya sekedar pengganjal perut rakyat. "Jika diamati, jaminan sosial saat ini tidak lebih dari sekedar pengganjal perut rakyat yang lapar, bukan untuk mengenyangkan," Ujarnya.

"Masyarakat semakin hidup terpuruk dalam kemiskinan dan penderitaan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh ideologi kapitalisme yang mendominasi dunia," tambah narator.

Menurutnya, kapitalisme adalah ideologi batil yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama. Sehingga penguasa akan sangat perhitungan pada rakyatnya. "Kapitalisme adalah ideologi batil, keuntungan materi menjadi tujuan utama. Maka penguasa dalam. Sistem ini akan sangat perhitungan terjadap rakyatnya," terangnya.

Narator juga menilai bahwa jaminan sosial kapitalisme tidak memberi ketentraman kecuali sedikit dan sementara. "Jaminan sosial kapitalisme sama sekali tidak memberi ketentraman kecuali sedikit dan sementara," bebernya.

Bahkan menurutnya jaminan sosial ini menimbulkan kecemasan. "Jaminan Sosial Kapitalisme itu justru menimbulkan kecemasan sosial, kebencian, kedengkian yang silih berganti antara orang miskin dan orang kaya," tuturnya.

Hal ini terjadi, menurutnya, karena orang kaya lari dari pajak. Orang kaya merasa tidak ada hak bagi seorangpun dalam hartnya. Sedangkan orang miskin berfikir bahwa orang kaya menguasai kekayaan dan menghalangi mereka darinya. 

Tanggung Jawab  Negara 

Narator menyampaikan bahwa jaminan sosial kapitalisme berbeda dengan jaminan sosial dalam Islam. Menurut Islam, jaminan Sosial itu adalah pengharusan. "Islam memandang bahwa jaminan sosial itu sebagai bentuk pengharusan dan tanggung jawab," jelasnya.

Diantara dalilnya, ungkap narator bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain adalah sebagai bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain." (HR Bukhari)

Dan sabdanya, "Perumpamaan orang mukmin dalam saling mencintai dan saling kasih sayang mereka adalah seperti tubuh. Jika salah satu sakit, anggota tubuh mengadu maka seluruh anggota tubuh akan meresponnya dengan berjaga dan demam." (HR Bukhari)

Narator menyampaikan bahwa negara yang mampu memberikan jaminan sosial adalah negara khilafah. "Islam mensyariatkan negara yang harus memberi jaminan tersebut. Negara seperti ini disebut negara khilafah," ungkapnya.

Narator menjelaskan, hal ini terjadi karena orang kaya dalam sistem khilafah menyadari ada harta milik orang lain. "Orang-orang kaya dalam khilafah akan merasa bahwa dalam hartanya terdapat hak yang jelas bagi orang orang yang membutuhkannya," ujarnya. 

Bahkan, kata narator melanjutkan, orang kaya akan tulus mengeluarkan hartnya untuk mendapat pahala dari sisi Allah Ta'ala.

"Orang yang membutuhkan akan merasa bahwa haknya di dalam harta orang- orang yang kaya akan datang kepadanya dengan sukarela," pungkasnya.[] Teti Rostika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab