Tinta Media: Solusi
Tampilkan postingan dengan label Solusi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Solusi. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Juli 2024

Rusaknya Generasi Muda,Hanya Islam Solusinya


Tinta Media - Makin ke sini, generasi muda makin mengerikan. Kehidupan remaja begitu dekat dengan tindak kriminal, seperti tawuran, pemerkosaan, pembunuhan, dan kekerasan. Sedih? Iya. Miris? Jelas. Was-was? Pasti. 

Usia muda yang seharusnya menjadi usia cemerlang dalam prestasi, kebaikan, karakter dan akhlak, justru sangat kontradiktif dengan fakta hari ini.

Seorang siswi tingkat SMP telah menjadi korban pemerkosaan bergilir yang dilakukan oleh 10 orang. Tiga di antaranya adalah pria dewasa, tiga orang masih berstatus pelajar, dan empat pelaku lainnya masih buron. 

Di tempat berbeda, tepatnya di Bekasi, puluhan remaja terlibat tawuran “perang sarung”. Perang sarung tersebut memakan satu korban jiwa. Seorang pelajar berusia 17 tahun meregang nyawa setelah tawuran antarkelompok geng remaja tersebut. 

Terbaru, di Pangkalpinang, Kep. Bangka Belitung, “perang sarung” terjadi di tiga lokasi berbeda dalam semalam. (Muslimah News, 19/03/2024) 
Mengapa generasi kita menjadi seperti ini?

 Pengaruh Sekularisme

Tindak kriminal dan aksi brutal di kalangan remaja bukan hanya sekali, tetapi sudah berulang kali dan setiap tahun terjadi hal yang serupa. Artinya, solusi preventif dan kuratif tidak efektif, apalagi sistem sekularisme masih mendominasi kehidupan. Inilah yang menjadi akar masalah kerusakan generasi. 

Sistem sekularisme telah melahirkan pola hidup liberal, hedonistik, dan permisif. Standar hidup tidak lagi berpegang teguh pada agama, melainkan berorientasi pada pencapaian atau keberhasilan yang bersifat materi. Alhasil, generasi semakin jauh dari ketaatan kepada Penciptanya, yaitu Allah Taala.

Di sisi lain, sistem sekularisme juga memengaruhi pola penyusunan kurikulum. Seperti halnya dalam sistem pendidikan hari ini, output dan tujuan pendidikan tidak sinkron. Dalam salah satu poin Undang-Undang (UU) Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berilmu.

Pertanyaannya, apakah dengan menggunakan model kurikulum sekuler yang diterapkan saat ini, tujuan itu dapat tercapai? Sementara, porsi Islam dalam struktur kurikulum pendidikan sekuler begitu minim. Meski sudah banyak lembaga pendidikan Islam sebagai solusi alternatif, bukan suatu jaminan tidak akan terjadi perilaku negatif generasi. Arus sekularisasi inilah yang tengah dihadapi orang tua, guru, dan lembaga di semua lini kehidupan. 

Pada era keterbukaan informasi saat ini, mereka bisa mengakses apa saja yang ada di dunia digital. Generasi pun semakin tidak terkontrol dan terkendali. Belum lagi adanya tontonan berbalut maksiat atau game bergenre kekerasan. 

Ditambah budaya yang merajalela serta pemikiran asing yang sering menjadi tren dan kiblat di kalangan remaja, jadilah generasi pengikut tanpa bisa menyaring mana yang benar dan mana yang salah sesuai pandangan Islam. Artinya, yang perlu dirombak dan dievaluasi bukan hanya guru, orang tua, atau lembaga, melainkan sistem yang diterapkan, yakni sistem sekuler kapitalisme.

Betul, keluarga merupakan fondasi awal pembentukan karakter dan pendidikan anak, juga benteng pertahanan bagi anak-anak di dalamnya. Namun, keluarga juga adalah benteng yang rapuh. 

Keluarga dalam sistem kapitalisme sulit untuk bisa menjadi keluarga ideal. Ini karena semakin tingginya biaya hidup, semakin memaksa banyak orang tua bekerja keras untuk bertahan. Tidak hanya ayah yang harus mencari nafkah, bahkan para ibu pun harus rela bekerja keras menambal keuangan keluarga. 

Mahalnya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, juga tuntutan materialisme, sering membuat mereka harus mengedepankan pekerjaan dan mengabaikan anak-anak. Pada akhirnya, terkadang anak lantas diasuh oleh lingkungan yang belum tentu steril dari kerusakan. Oleh karena itu keluarga membutuhkan kekuatan yang mampu menjadi perisai anak-anak di mana pun ia berada, di rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakat. Kekuatan besar itu adalah negara.

Dalam sistem kapitalisme, fungsi perlindungan negara ini hampir tidak ada karena negara berfungsi sebagai regulator saja. Negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat. Akibatnya, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, dan perzinaan mendapat tempat yang lapang di tengah masyarakat. 

Negara tidak boleh melanggar hak asasi, membungkam media perusak moral, menghukum para pelaku hubungan sejenis, merajam para pelaku pemerkosaan anak, dan seterusnya. Negara menjadi mandul, tidak memiliki kekuatan untuk bergerak menghentikan kerusakan masif terhadap generasi.

Upaya-upaya perlindungan anak diserahkan pada masyarakat dan LSM. Sama seperti berbagai aspek kehidupan lain. Ada Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan sebagainya. 

Upaya yang dilakukan ini tentu tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pasalnya, peran lembaga-lembaga tersebut hanya “menyapu halaman”, tidak mampu untuk menghilangkan sumber kotoran. Dengan kata lain, mereka hanya melakukan pendampingan korban, melakukan mediasi, rehabilitasi mental, dan sejenisnya, bukan menjauhkan anak dari ancaman dan bahaya yang mengintai mereka.

 Negara Islam Perisai Generasi 

Islam memiliki paradigma berbeda dalam penyelamatan generasi. Dalam negara Islam, yakni Daulah Khilafah. Islam menerapkan seperangkat hukum yang  menyelesaikan semua permasalahan mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap rakyat, tetapi juga kepada Allah Taala secara langsung.

Pemimpin dalam Islam memiliki dua fungsi. 

Pertama, fungsi pemeliharaan urusan rakyat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى 
النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang kalian pimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Baghawi (w. 516 H) menjelaskan makna “ar-râ’in” dalam hadis ini, yakni pemelihara yang dipercaya atas apa yang ada pada dirinya. 

Ar-ri’âyah adalah memelihara sesuatu dan baiknya pengurusan. Di antara bentuknya adalah pemeliharaan atas urusan-urusan rakyat dan perlindungan atas mereka. (Al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, 10/61)

Kedua, fungsi  sebagai junnah (perisai). Hal itu sebagaimana pujian yang dituturkan Rasulullah saw. Kepada figur dari seorang penguasa yang dibaiat oleh kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Allah, melindungi harta kehormatan dan darah kaum muslim. Nabi Muhammad saw. Bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
BBC
“Sungguh, imam (khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Muttafaqun ’alayh)

Negara adalah benteng, yang pada hakikatnya akan melindungi generasi dari kerusakan apa pun. Mekanismenya  dilakukan secara sistemis, meliputi berbagai aspek yang terkait langsung maupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut:

Pertama, pengaturan sistem ekonomi. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan merata agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah untuk keluarganya.  

Semua sumber daya alam strategis adalah milik umat yang dikelola negara. Negara wajib mendistribusikan seluruh hasil kekayaan milik umat untuk kesejahteraan warga negara, baik untuk kebutuhan pokok individu (pangan, papan, dan sandang) maupun kebutuhan dasar kolektif (kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan). Maka, beban keluarga menjadi lebih ringan dan pendidikan anak bisa berlangsung sebagaimana mestinya.

Kedua, pengaturan sistem pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam bagi seluruh anak. Dengan itu, terbentuk kepribadian Islam pada anak yang standar berpikir dan bersikapnya adalah Islam. Pembentukan standar Islam inilah yang akan menyelamatkan para pemuda dari gempuran ide-ide Barat yang menyesatkan.

Ketiga, pengaturan sistem sosial. Sistem yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, yang akan menghasilkan interaksi produktif dan saling menolong dalam membangun umat. Interaksi yang tidak membangun seperti campur baur laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan akan dilarang. 

Perempuan akan selalu diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga kesopanan dan juga akan dijauhkan dari eksploitasi seksual. Menikah akan dipermudah.  Aturan-aturan sosial ini akan menjamin naluri seksual yang hanya akan muncul dalam bentuk hubungan suami istri dan menjauhkan dari hubungan di luar itu. Semua bentuk penyimpangan seksual, seperti seks bebas, elgebete dan sebagainya akan ditutup rapat, sehingga terbangun akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. 

Keempat, pengaturan media massa. Media massa bebas menyampaikan informasi. Namun, mereka harus terikat dengan kewajiban untuk memberikan pendidikan, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan dalam masyarakat. Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, ideologi dan aturan sekuler-liberal. 

Dengan cara itu, masyarakat menjadi paham mana yang benar dan yang salah. Mereka pun bisa terhindar dari pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak islami. 

Media yang memuat kekerasan, ide elgebete, pornografi, pornoaksi, dan segala yang merusak akhlak dan agama, akan dilarang terbit dan akan diberikan sanksi bagi pelaku yang melanggar.

Kelima, pengaturan sistem kontrol sosial. Masyarakat yang bertakwa akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, suasana ketakwaan dibangun di tengah umat melalui berbagai kajian agama secara umum. 

Upaya mewujudkan amar makruf nahi mungkar akan dihidupkan kembali, sehingga orang merasa enggan untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam rangka kontrol sosial ini, negara juga mengangkat kadi hisbah, yaitu hakim yang bertugas mengawasi ketertiban umum. 

Negara memiliki hak untuk menindak berbagai pelanggaran sosial, seperti khalwat laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, perilaku menyimpang di tengah umum,  pelanggaran cara berpakaian dan sebagainya.

Keenam, pengaturan sistem sanksi. Negara menerapkan sistem sanksi  yang telah  ditetapkan oleh Allah Swt.  Sanksi tegas yang menimbulkan efek jera diberlakukan bagi para pelaku pelanggaran hukum syariat. Sistem sanksi ini akan mengakhiri perusakan generasi secara efektif. Berbagai macam pengaturan yang diterapkan oleh negara akan membangun perlindungan yang utuh untuk anak-anak, orang tua, keluarga, dan masyarakat.

Dengan menerapkan mekanisme-mekanisme ini.  Maka liberalisme, kapitalisme, dan ide perusak lainnya tidak akan mampu menyentuh anak-anak. Mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi muslim yang tangguh, pejuang dan pembangun, serta  menjadi mutiara-mutiara di tengah umat dalam lindungan negara. 

Negaralah yang mampu melakukan fungsi besar itu, memiliki ideologi yang dipegang erat, yang terpancar dari suatu akidah yang tidak akan tergoyahkan. Negara itu adalah Negara Islam.

Membangun Kesadaran Umat 

Menyelamatkan generasi yang sudah tergerus kerusakan tidak akan bisa dilakukan oleh individu saja ataupun institusi tertentu, melainkan harus menjadi gerakan bersama seluruh umat. Negara adalah motor dan payungnya. Ketika negara Islam tersebut belum terbentuk, maka kuncinya berada di tangan umat. Caranya?

Pertama, menciptakan opini publik yang terbangun dari kesadaran umum bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan, khususnya upaya penyelamatan generasi. Kedua, melakukan pergolakan pemikiran dan membuka keburukan ide-ide Barat yang digunakan untuk merusak para generasi. Menjelaskan kerusakan dan bahayanya terhadap kehidupan seluruh manusia. Mengungkapkan rancangan asing yang didesain untuk merusak pemikiran generasi muda, seperti moderasi beragama rancangan RAND Corp, pembajakan potensi generasi muda untuk kepentingan kapitalis melalui jalur pendidikan. 

Upaya-upaya ini dilakukan menggunakan berbagai cara, langsung maupun menggunakan media massa, media sosial, offline  maupun online, yang memungkinkan untuk menjangkau umat seluas-luasnya. Tentunya semua ini  membutuhkan komitmen yang kuat dari para pengemban dakwah Islam, dan juga penyusunan strategi yang tepat serta kerja keras. Hanya pada generasi mudalah kita berharap akan lahirnya generasi Muhammad al-Fatih baru yang akan membangkitkan umat dan mengantarkan Islam pada puncak kegemilangannya. Waallahualam Bishawab.


Oleh: Ummi Yati
Sahabat Tinta Media

Jumat, 28 Juni 2024

UIY Ingatkan Persatuan Umat Terkait Solusi Palestina

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengingatkan kembali relevansi seruan persatuan umat Islam di dunia sebagai solusi atas penjajahan zionis Yahudi di Palestina.

"Bagaimana mungkin umat Islam yang jumlahnya ini hari 1,6 miliar itu bisa keok melawan Israel yang hanya 7 juta? Jadi, dari sini kita bisa melihat betapa sangat relevan seruan persatuan umat," jelas UIY dalam program Kabar Pagi: Solusi Militer, Senin (24/6/2024).

UIY menjelaskan, itulah sebenarnya esensi dari apa yang dikemukakan atau diserukan diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir di dunia.

Karena itu UIY menegaskan, tegaknya khilafah inilah yang akan menyatukan umat yang dengan itu bisa menyelesaikan berbagai persoalan umat Islam, termasuk persoalan (penjajahan) tanah Palestina.

"Solusi Palestina adalah jihad dan khilafah," simpulnya.

Menjawab pertanyaan apakah solusi militer itu mungkin atau tidak? UIY pun menjawab mungkin, sepanjang ada kemauan politik.

"Nah, kemauan politik itulah yang tidak ada pada negara-negara (di dunia) Islam saat ini, karena kita tahu bahwa penguasa negeri- negeri muslim ini sekarang kebanyakan justru menjadi boneka dari negara-negara Barat yang kita tahu juga mendukung Israel," tandasnya. 

Di sinilah, kata UIY dalam rekaman tersebut, ironi besar itu sedang kita alami.[] Muhar

Selasa, 11 Juni 2024

Solusi Paripurna untuk Palestina



Tinta Media - Aksi bela Palestina dilakukan untuk menyeru penguasa agar bisa memberikan solusi paripurna, bukan setengah hati. Saat ini penguasa negeri muslim hanya bisa mengecam, mengutuk, dan menyebut Zionis Yahudi sebagai negara teroris, seperti yang disampaikan presiden Turki Erdogan. 

Akan tetapi, tidak ada tindakan nyata dari mereka dengan mengirim bala tentara untuk menghukum pasukan Zionis yang sudah menjajah negeri yang dulunya milik umat Islam saat khilafah berdiri tegak. Ini dilakukan seolah semua kecaman dan pembelaan terhadap Palestina hanyalah pencitraan agar mendapat simpati dan dukungan dari rakyat yang mayoritas Muslim.


Penguasa dunia yang diwakili PBB hanya bisa diam melihat genosida yang dilakukan oleh para Zionis terhadap penduduk Palestina. Mereka sengaja membiarkan kekejaman penjajah yang harusnya dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Palestina butuh solusi paripurna, bukan solusi damai ataupun kecaman belaka. Semua itu tidak bisa menghentikan genosida para Zionis terhadap Palestina. Kekuatan militer tidak bisa dilawan hanya dengan kekuatan diplomasi, tetapi harus  dengan mengirim bala tentara untuk menghentikannya. 

Sudah saatnya penguasa negeri muslim bersatu untuk menghancurkan mereka yang melindungi tindakan genosida oleh zionis Israel terhadap Palestina. Solusi paripurna hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya khilafah. Karena itu, umat Islam harus bersatu dan terus menyuarakannya. 

Kita tidak boleh lelah untuk membela Palestina sesuai dengan kemampuan. Aksi bela Palestina harus terus digelorakan baik dengan turun ke jalan maupun  digaungkan terus di sosial media. Jangan berhenti menyuarakan solusi paripurna untuk Palestina sampai tegaknya khilafah yang akan membebaskan negeri itu dan mengembalikannya dalam kekuasaan Islam yang akan menjamin kesejahteraan, rasa aman, dan keadilan bagi seluruh rakyat.


Oleh: Mochamad Efendi
(Sidoarjo)

Rabu, 24 April 2024

Kasus Bundir Marak, Hanya Islam Solusinya




Tinta Media - Warga kampung Paledang, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung dihebohkan dengan penemuan jenazah laki-laki yang diduga bunuh diri. Kejadian ini menjadi perhatian publik setelah tersebar luas di media sosial. 

Sebuah unggahan di akun @infociparay memperlihatkan foto jenazah tersebut tergantung pada dahan pohon di tempat pemakaman umum di Kampung Paledang RT 03 / RW 03.

Pak Bakri selaku ketua RW 03, Desa Pakutandang menerima laporan warga bahwa ada pria yang sudah meninggal bunuh diri. Beliau ke TKP dan menelepon Polsek Ciparay.

Setelah diidentifikasi Tim Inafis Polresta Bandung dan dokter Puskesmas Pakutandang, yang bersangkutan diduga bunuh diri. Selain itu, ditemukan bekas luka sayatan di pergelangan tangan kiri. Hingga berita ditulis, identitasnya belum diketahui. Henazah telah dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin.

Fenomena bunuh diri menjadi marak. Diawali depresi akibat persoalan yang tak kunjung selesai, generasi hari ini cenderung mengambil jalan pintas dan instan dalam persoalan hidup yang menimpanya, tak terkecuali bunuh diri. Mereka menjelma menjadi generasi yang mudah menyerah hingga memutuskan untuk mengakhiri hidup. 

Tidak bisa dimungkiri bahwa generasi saat ini sedang dihadapkan pada serangan pemikiran Barat yang akhirnya membentuk cara pandang mereka menjadi kapitalisme-liberal. Kapitalisme telah meletakkan standar kebahagiaan hidup tertinggi pada segala hal yang bersifat materi, seperti harta, ketenaran, kedudukan, dan sebagainya. 

Alhasil, generasi berlomba-lomba mengejar semua itu dengan berbagai cara. Saat mereka gagal mendapatkannya, depresi pun tak terhindarkan. Tak hanya itu, kapitalisme yang lahir dari asas sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) telah menjadikan generasi kehilangan jati dirin sebagai hamba Allah. Solusi yang mereka pilih tidak dikaitkan dengan pemahaman hidup yang benar. Padahal, solusi persoalan kehidupan manusia hanya ada pada aturan Islam yang berasal dari pencipta manusia, yaitu Allah Swt.

Negara sebagai penanggung jawab urusan umat gagal mengarahkan dan membentuk jati diri yang benar pada generasi. Negara justru mengusung dan menerapkan asas kapitalisme-sekularisme. Hal ini tentu semakin menjauhkan generasi dari cara pandang yang benar tentang hidup. Parahnya lagi, masyarakat yang sudah teracuni dengan mindset kapitalis niscaya akan semakin merusak generasi. Oleh karena itu, penerapan sistem kapitalisme hanya akan memperpanjang persoalan bunuh diri di kalangan pemuda.

Solusi tuntas saat ini hanyalah dengan menerapkan sistem Islam yang sahih dan solutif, sebab berasal dari Sang Pencipta manusia, yaitu Allah Swt.
Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab besar terhadap terbentuknya generasi unggul dan berkepribadian Islam.

Oleh karena itu, negara wajib mengondisikan individu dan masyarakat agar memiliki mindset yang benar tentang hidup. Setiap warga akan dibina sehingga mampu memahami jati dirinya sebagai hamba Allah. Dengan begitu, ia akan selalu berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat.

Sejak dini, masyarakat dipahamkan tentang konsep ujian atau problematika kehidupan yang pasti akan terjadi pada setiap manusia. Masyarakat juga akan dipahamkan bahwa setiap ada ujian datang, Allah selalu memberikan  pada manusia kemampuan untuk menyelesaikannya.

Ketika generasi ditimpa masalah, mereka akan fokus untuk berupaya menyelesaikan masalahnya sesuai dengan syariat Islam. Masalah yang muncul pada generasi pun sejatinya tidak akan lahir dari problem sistemik sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Sebab, masyarakat dalam sistem Islam akan hidup dalam suasana Islami. Mereka berlomba-lomba dalam mengerjakan amal saleh, bukan berlomba-lomba mengejar materi dan kesenangan duniawi. Mereka akan terbiasa melakukan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar sehingga pemahaman Islam dalam diri umat termasuk generasi akan semakin menancap kuat.

Dengan demikian, akan terbentuk generasi yang memahami cara menyelesaikan persoalan dalam hidup yang didukung dengan sistem pendidikan Islam. Tujuan pendidikan berasaskan akidah Islam adalah menciptakan generasi yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan Iptek. Dengan begitu, wajar jika sistem Islam mampu melahirkan generasi-generasi yang tangguh, bukan generasi yang rapuh dan mudah menyerah. 

Sistem Islam juga memfasilitasi generasinya untuk menuntut ilmu. Selain memberikan pendidikan gratis dan berkualitas, sistem Islam juga menyiapkan orang tua untuk memiliki kemampuan mendidik generasi dengan cara dan tujuan yang benar. Sungguh hanya sistem Islam yang mampu mencetak generasi tangguh dan membangun peradaban gemilang. Wallahua'alam bishawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 14 Maret 2024

Bencana Puting Beliung, Syariah Islam Solusinya


Tinta Media - Rabu (21/2/2024) terjadi bencana angin puting beliung yang melanda tiga Kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Cileunyi, Kecamatan Cicalengka. Berdasarkan sumber yang dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Bandung, Kasi Darurat Logistik BPBD Kabupaten Bandung Asep Mahmud mengatakan bahwa angin puting beliung merusak bangunan rumah dan lainnya di tiga kecamatan tersebut, yaitu terdapat 1.308 jiwa yang terdampak, 422 kepala keluarga, 223 bangunan rusak berat, 208 bangunan rusak sedang, dan 66 rusak ringan. 

Berbagai bencana yang terjadi di negeri ini mulai dari gunung meletus, banjir, longsor, gempa bumi, kekeringan, tsunami dan yang baru-baru ini, yaitu angin puting beliung, harus disikapi dengan tepat oleh setiap muslim. 

Sejatinya,  semua itu merupakan bagian dari sunatullah atau merupakan qadha dari Allah Swt. yang tak mungkin ditolak atau dicegah. Yang harus disikapi atas qadha ini adalah sikap rida, juga sabar bagi korban dan keluarganya. 

Bagi kaum muslimin, qadha ini merupakan ujian dari Allah Swt. Selain sebagai ujian bencana, apa pun yang menimpa seorang mukmin, sesungguhnya bisa menjadi wasilah bagi penghapusan dosa-dosanya.

Tentu, dosa-dosa akan terhapus dari orang yang tertimpa musibah jika ia menyikapi musibah itu dengan keridaan dan kesabaran. Namun, faktor penyebab musibah ini bisa pula terjadi di luar qadha yang mungkin saja menjadikan bencana selalu datang dan bahkan menambah bencana baru. Yakni, akibat dosa dan kemaksiatan manusia, akibat mereka tidak mengamalkan dan menerapkan syariah-Nya. 

Sebagaimana Allah Swt. berfirman di dalam QS. Ar Rum ayat 41, yang artinya:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka  merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Banjir misalnya. Banjir adalah bencana yang sebagian faktor risikonya bisa dikendalikan oleh manusia. Dalam hal ini, menyangkut kebijakan penguasa terkait pemanfaatan lahan dan perencanaan pembangunan yang dikaitkan dengan pengelolaan tata ruang kawasan. 

Namun, penerapan sekuler kapitalistik yang diadopsi penguasa negeri ini telah melegalkan eksploitasi sumber daya alam secara serakah. Alih fungsi lahan dan pembangunan infrastruktur dilakukan untuk menggenjot investasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Begitu pula dengan gempa, harusnya bisa diantisipasi dengan konstruksi bangunan yang tahan gempa dan berbagai riset  geologi. Bahkan, di antara para ahli konstruksi berpendapat bahwa gempa 7 SR sekalipun seharusnya tidak mencelakakan. (Muslimah Media Center).

Begitu pun dengan bencana angin puting beliung, seharusnya penguasa melalui para ahlinya membuat alat untuk memitigasi bencana tersebut. Namun, hal ini diabaikan oleh penguasa. Inilah bentuk kelalaian pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab dalam pencegahan dan menanggulangi segala sesuatu yang akan mengakibatkan bahaya bagi masyarakat. Kelalaian ini adalah bagian dari kemaksiatan. Maka, tak heran jika bencana terus menghampiri negeri ini. 

Satu-satunya cara mengakhiri berbagai bencana ini adalah dengan bertaubat kepada Allah Swt. Tobat tersebut harus dilakukan oleh segenap masyarakat, khususnya para penguasa dan pejabat negara. Mereka harus segera bertobat dari dosa dan maksiat serta ragam kezaliman.

Kezaliman terbesar adalah saat manusia tidak berhukum dengan hukum Allah Swt., terutama penguasanya. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:

"Siapa saja yang tidak memerintah/berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan, mereka adalah para pelaku kezaliman." (TQS. al-Maidah: 5)

Sebagai muslim yang beriman, sudah seharusnya kita menyadari dan kembali ke jalan yang benar, yaitu dengan menerapkan syariat Islam di dalam kehidupan, baik dalam ranah individu, masyarakat, maupun negara agar terhindar dari azab Allah Swt.  Wallahu'alam bishshawab


Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media

Beasiswa Pendidikan dalam Kapitalisme, Solusi Tambal Sulam



Tinta Media - Untuk mewujudkan pemerataan pendidikan, dibutuhkan keseriusan negara. Ini karena negara berkewajiban penuh untuk memenuhi hak rakyat dalam mendapatkan akses pendidikan dengan mudah. Pendidikan menjadi kebutuhan yang urgen karena untuk  membangun dan memajukan suatu negara atau daerah dibutuhkan SDM yang berkualitas.

Hal ini sejalan dengan program Pemkab Bandung, yaitu Besti (Beasiswa Ti Bupati) yang pendaftarannya dimulai tanggal 4-8 Maret 2024. Program ini ditujukan untuk para siswa dan mahasiswa berprestasi yang kurang mampu, penghafal Al-Qur'an dan guru ngaji yang belum mengenyam pendidikan sarjana. Tujuannya adalah untuk meningkatkan RLS (Rataan Lama Sekolah) dan sekaligus mewujudkan pemerataan pendidikan di Kabupaten Bandung.

Untuk mendapatkan beasiswa ini, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya adalah warga Kab. Bandung, sedang tidak menerima beasiswa lain, surat permohonan pemberian beasiswa kepada Bupati Bandung, lolos seleksi pemberian beasiswa pendidikan, memiliki nilai rata-rata delapan, menyertakan SKCK, nilai IPK terendah di angka 3.00 bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri dan 3.15 bagi mahasiswa perguruan tinggi swasta.

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan adalah aset besar untuk mempercepat pembangunan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemerintah harus mengupayakan agar aksesibilitas pendidikan ini bisa didapatkan dengan mudah oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Tapi sayangnya, dunia pendidikan di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Banyaknya permasalahan yang terjadi, seperti meningkatnya siswa putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena faktor ekonomi, maraknya kasus bullying dengan kekerasan yang kerap menimbulkan korban jiwa, perzinaan, tawuran antar pelajar, dan dekadensi moral yang menimpa kaum pelajar sangat memprihatinkan.

Persoalan-persoalan tersebut sebetulnya merupakan buah busuk dari penerapan sebuah sistem, yaitu sistem sekuler kapitalisme yang lahir dari pemikiran kafir barat, ketika aturan yang diterapkan memisahkan agama dari kehidupan. Pada hakikatnya hanya akan menimbulkan perdebatan, perselisihan, permasalahan karena hanya berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi saja. Akhirnya negara yang harusnya menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyatnya, malah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangannya.

Negara lepas tangan dan memberikan peluang kepada pihak swasta yang mempunyai modal besar untuk membangun sekolah. Sistem ekonomi kapitalis yang diemban ini menjadikan penguasa materialistis, ditambah minimnya anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan, membuat pemerataan pendidikan mustahil terjadi.

Faktanya, saat ini banyak sekolah swasta yang fasilitas dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri. Rakyat pun terpaksa harus membayar mahal untuk mendapatkan sekolah yang berkualitas. Ini membuktikan bahwa penguasa hanya menjadi regulator atau fasilitator saja dan menyerahkan periayahan rakyat kepada pihak swasta. 

Sistem ini yang membuat negara tidak memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi rakyat, tetapi negara memandang pendidikan sebagai sebuah barang yang hanya bisa dicapai ketika ada uang. 

Negara membiarkan rakyat kalangan menengah ke bawah berjuang sendiri untuk mendapatkan pendidikan berkualitas di tengah ekonomi sulit saat ini. Padahal, jika melihat kekayaan SDA negeri ini, harusnya negara sangat mampu memberikan pendidikan gratis alias secara cuma-cuma dan berkualitas.

Namun, seperti yang kita ketahui bahwa saat ini SDA negeri ini sudah banyak yang dikuasai pihak asing, aseng, dan lokal yang mempunya modal besar. Keuntungan dan kesejahteraan yang didapat pun hanya dirasakan oleh segelintir orang yang berkuasa. Pada akhirnya, hal itu hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat kalangan bawah.

Di sisi lain, terkait dengan bantuan dari pemerintah, yaitu pemberian beasiswa untuk siswa atau mahasiswa berprestasi yang kurang mampu yang bertujuan mewujudkan pemerataan pendidikan, apakah ini benar-benar solusi atau hanya cari sensasi?

Dalam program ini, seolah-olah penguasa menjadi penolong bagi rakyat yang kesulitan ekonomi, padahal memang kewajiban negara menjamin seluruh pendidikan generasi, baik fasilitas, pembiayaan, dan segala kebutuhannya. Negara tidak memilah dan memilih Antara kaya atau miskin, nilainya bagus atau tidak. Aksesibilitas pendidikan harus didapatkan tanpa dipersulit dengan segudang persyaratan.

Maka dari itu, program ini sebetulnya tidak relevan. Sampai kapan pun, jika sistem ekonomi kapitalis yang berlandaskan asas manfaat ini diterapkan, tidak akan pernah mewujudkan pemerataan pendidikan di negeri ini.

Berbeda halnya dengan sistem Islam (khilafah) yang memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh  warga untuk menempuh pendidikan sekolah secara gratis dan berkualitas. Sistem Islam menjadikan pendidikan sebagai hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa persyaratan yang rumit seperti dalam sistem kapitalisme.

Akses pendidikan yang bisa didapatkan dengan cuma-cuma ini bukanlah perkara sulit bagi khilafah. Negara tidak hanya menjamin pemenuhan aspek pendidikan, tetapi juga kesehatan, keamanan, dan fasilitas publik lainnya yang menjadi kebutuhan vital rakyat. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya yang diurus." (HR.Bukhari).

Dalam Islam, negara wajib memastikan rakyatnya dapat mengakses pendidikan di mana pun berada, tanpa memandang latar belakang dan tanpa melihat berapa nilai akademik. Tentunya, negara membiayai segala sesuatunya agar KBM dapat berjalan dengan baik.

Persoalan pembiayaan tentu bukan perkara sulit bagi khilafah. Sumber harta baitul mal yang diperoleh dari fai', kharaj, dan harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. Semua akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan rakyat di semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. 

Selain itu, negara tidak hanya bertanggung jawab secara teknis saja, tetapi juga bagaimana mencetak generasi terbaik (khairu ummah). Dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, walhasil generasi yang lahir adalah generasi yang tidak hanya cerdas dan tangguh, tetapi juga memiliki akhlak mulia.

Sudah saatnya kaum muslimin meninggalkan sistem kapitalisme dan berjuang menegakkan sistem Islam karena Islam adalah rahmatan lil'alamin. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Kamis, 07 Maret 2024

Kasus Perundungan, Butuh Solusi Cerdas dan Berkesinambungan



Tinta Media - Kasus bullying (perundungan) masih menjadi masalah besar yang terus mengancam generasi hingga saat ini. Begitu banyak kasus yang terungkap di kalangan pelajar.

Bullying, Krisis Adab Para Pemuda

Salah satu kasus perundungan yang kini menjadi sorotan adalah kasus bullying remaja perempuan di Batam. Kasus yang sempat viral di media sosial ini, masih ditangani pihak kepolisian (liputan6.com, 3/3/2024). Empat tersangka pelaku perundungan telah diamankan pihak kepolisian. Berdasarkan keterangan, perundungan yang terjadi didasari motif sakit hati karena saling ejek. 

Tidak hanya di Batam, kasus serupa pun terjadi di salah satu pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Pelaku diketahui telah menyiksa juniornya dengan menyetrika dadanya menggunakan setrika uap (metro.tempo.com, 24/2/2024). Akibatnya, nyawa korban pun melayang. Kasus ini terjadi karena pelaku merasa tersinggung dan marah atas ucapan korban. 

Beberapa waktu lalu, juga terjadi bullying di Binus School Serpong. Para pelaku telah melakukan kekerasan secara bergantian kepada seorang korban (bbc.com, 21/2/2024). Pergaulan ala gangster menjadi salah satu dugaan penganiayaan. Diduga korban akan bergabung dengan komunitas tersebut, namun dengan dalih sebagai peraturan tidak tertulis, kekerasan dikenakan kepada korban. Diketahui pelaku sebanyak 11 orang, dan hingga kini masih dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian setempat. 

Kasus perundungan semakin marak terjadi. Tampaknya belum ada solusi yang mampu efektif menyelesaikan serangkaian kasus perundungan hingga kini. Buktinya, perundungan terus terjadi dari waktu ke waktu. Bahkan kejadiannya makin brutal. Solusi yang disajikan berupa berbagai kebijakan tentang pendidikan dan aturan perundungan dari Kemendikbud tidak mampu efektif menyolusi. Salah satunya pembentukan satgas anti kekerasan di sekolah, sama sekali tidak mampu menjadi solusi ampuh menghentikan bullying di lingkungan sekolah.

Ketua Departemen Kode Etik, Maharani Siti Sophia mengungkapkan bahwa kasus perundungan (bullying) di Indonesia telah memasuki level ‘lampu merah’ (rri.co.id, 21/2/2024). Maharani pun mengingatkan, pola pikir dan kesepakatan pengaturan antara orang tua dan pihak sekolah semestinya mampu menemui satu titik temu. Sehingga kedua belah pihak mampu bersinergi dan bersepakat menyelesaikan kasus perundungan di sekolah. Jangan sampai terjadi persepsi yang salah antara pihak orang tua dan sekolah. Demikian lanjutnya. 

Berbagai kasus bullying yang semakin memburuk merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang kini diterapkan. Sistem yang hanya mengutamakan kehidupan duniawi dengan menjauhkan konsep aturan agama dalam kehidupan. Konsep sekularisme mengagungkan pemikiran liberal yang mengutamakan kebebasan untuk setiap individu. Perilaku makin bebas. Tidak ada aturan dan norma yang diterapkan. Parahnya lagi, pemahaman tersebut dileburkan dalam konsep pendidikan. Alhasil, peserta didik pun menjadi generasi bebas tanpa batas. Individu liberal yang sekuler berkembang menjadi manusia-manusia liar yang brutal yang tidak peduli lagi dengan standar benar dan salahnya perbuatan. 

Pendidikan sekuler selalu mengedepankan konsep materi sebagai setir kehidupan. Wajar saja, generasi yang terlahir adalah generasi lalai dan tidak mampu berpikir cerdas. Emosi, keinginan, kepuasan dan hawa nafsu menjadi orientasi yang dijadikan tujuan utama. Konsep agama sebagai pengatur kehidupan, sama sekali tidak diajarkan di lingkungan sekolah. Agama hanya diajarkan sekilas, dan hanya dijadikan aturan beribadah harian saja. Sementara konsep adab, akhlak dan konsep agama sebagai ideologi tidak diajarkan di lingkungan sekolah. 

Moral semakin terkikis. Akhlak generasi pun kini semakin memprihatinkan. Jelaslah, sistem cacat yang saat ini dijadikan sandaran hanya melahirkan kezaliman dan kerusakan. 

Islam Menjaga Kemuliaan Generasi

Generasi berdaya dengan pemahaman agama yang sempurna. Hingga mampu melahirkan akhlak dan adab mulia. 

Salah satu aspek kunci yang mampu mengendalikan generasi adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Konsep pendidikan yang menetapkan Islam sebagai ideologi dan sumber dasar dalam berpikir dan berbuat. 

Edukasi yang menyeluruh mutlak dibutuhkan untuk mendidik generasi. 

Pertama, di lingkup keluarga. Keluarga semestinya mampu menjadi madrasatul ula yang selalu kontinyu membimbing generasi.

Kedua, lingkungan sekolah, wajib menerapkan kurikulum terintegrasi dan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya konsep standar yang benar. Segala bentuk kebijakan berkonsep akidah Islam harus ditentukan dengan jelas oleh negara. Dan hanya sistem Islam dalam institusi khalifah yang menjamin terselenggaranya pendidikan yang mampu fokus menjaga generasi secara utuh. Dalam sistem Islam, negara merupakan satu-satunya institusi yang bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya.

Rasulullah SAW. Bersabda, 

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Ketiga, sistem sanksi wajib ditetapkan tegas dengan batasan jelas. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan dikenai hukuman yang menimbulkan efek jera. Sehingga mampu memutus mata rantai kejahatan di tengah pergaulan, termasuk kejahatan perundungan. 

Keempat, berfungsinya sistem pengawasan sosial di tengah masyarakat. Masyarakat mampu saling menjaga karena keterikatannya dengan hukum syara’. Dan semua konsep tersebut hanya mampu optimal terlaksana dalam wadah institusi khilafah. 

Sistem Islam-lah satu-satunya penjaga kemuliaan generasi. Hanya dengan konsep Islam-lah  generasi mampu tunduk sempurna pada hukum syara’. 
Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Sabtu, 02 Maret 2024

Ilusi PIP dalam Menangani Masalah Pendidikan, Islam Satu-Satunya Solusi



Tinta Media - Program Indonesia Pintar (PIP) yang diluncurkan pada 3 November 2014  menjadi angin segar bagi masyarakat yang ingin menempuh pendidikan di tengah mahalnya biaya pendidikan saat ini. Namun sayang, tidak semua pelajar menerima bantuan itu. Sehingga keberadaan PIP dianggap tidak memberikan solusi bagi dunia pendidikan. Justru memunculkan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan juga menimbulkan kecemburuan antar pihak. Oleh karena itu, penguasa harus lebih teliti dalam memberikan solusi bagi dunia pendidikan.

Bentuk Penanganan PIP dalam Masalah Pendidikan

Menteri pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim melaporkan bahwa PIP hingga 23 November 2023 telah mencapai 100 persen target. Sebanyak 18.109.119 penerima dengan anggaran 9,7 triliun setiap tahunnya. Adapun penyaluran PIP untuk jenjang SMA sebanyak 567.531 pelajar dan SMK sebanyak 99.104 pelajar. Penambahan sasaran bersamaan dengan peningkatan satuan bantuan yang semula 1.000.000 menjadi 1.800.000 untuk pelajar SMA dan SMK. (REPUPBLIKA.com)

Nadiem juga menuturkan bahwa untuk penyaluran bantuan PIP semakin terjamin dalam hal ketepatan sasaran, waktu, jumlah, dan pemanfaatannya. Ia melibatkan penyaluran bantuan PIP melalui pusat layanan pembiayaan pendidikan (puslapdik), semangat merdeka belajar, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Hal itu ia sampaikan pada saat mendampingi Presiden Joko Widodo pada acara penyerahan bantuan PIP di Magelang (22/1/2024).

Presiden juga menuturkan bahwa PIP bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pelajar dalam menimba ilmu di sekolah. Oleh karena itu pelajar harus pandai dalam mengatur dana bantuan PIP. Terkait ketetapan sasaran PIP, Kepala puslapdik kemendikbudristek, Abdul Kahar mengatakan, sasaran penerima PIP bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah terverifikasi oleh kementerian sosial (kemensos), selanjutnya dipadankan dengan data pokok pendidikan (dapodik) untuk mengecek keberadaan pelajar tersebut di sekolah.

Penguasa Tidak Serius dalam Menangani Masalah Pendidikan

Selama 10 tahun berdirinya ternyata PIP tidak dapat menuntaskan persoalan angka putus sekolah meskipun telah mencapai 100 persen target penerima. Belum ada survei yang secara langsung menunjukkan kehadiran PIP dapat mencegah anak-anak keluarga miskin dan rentan miskin dari putus sekolah. Artinya masih ada kesalahan dalam solusi pengaturan pendidikan saat ini.

Pemerintah seharusnya tidak melihat dari satu sisi saja dalam menangani masalah pendidikan karena banyak sebab terjadinya angka putus sekolah. Seperti mahalnya biaya pendidikan, tidak hanya biaya SPP, biaya barang keperluan pembelajaran siswa pun tidak bisa dicukupi dengan dana yang diterima di PIP setahun sekali karena kebutuhan akan keperluan pendidikan serba mahal. Belum lagi ongkos kendaraan, biaya internet untuk tugas, seragam sekolah, dan alat pembelajaran lainnya.

Semua itu adalah kebutuhan pendidikan yang tidak bisa diabaikan, salah satunya di era teknologi saat ini. Di sisi lain kehidupan siswa yang miskin menyebabkan mereka harus merelakan pendidikan demi membantu orang tua untuk mencari nafkah. Hal itu bukan karena keinginan tetapi karena dorongan biaya hidup yang serba mahal. Sehingga rasa keterpaksaan menuntut para siswa memilih putus sekolah bahkan tidak bersekolah dan lebih memilih mencari uang. Apalagi banyak pendidikan saat ini yang belum tentu langsung bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai output pendidikannya.

Melihat kondisi yang seperti ini menunjukkan bahwa keberadaan PIP sebagai solusi gagal meskipun pembagiannya telah tepat sasaran. Karena pada realitasnya yang mendapatkan PIP harus memenuhi syarat-syarat yang rumit. Padahal seharusnya sebagai penguasa berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat itu dengan mudah tanpa mempersulit. Dan mengenai penggunaan PIP hanya untuk pendidikan saja itu tidak adil. Karena penguasa hanya berfokus pada satu persoalan saja dan mengabaikan permasalahan yang lain.

Seperti dalam persyaratan penerima PIP hanya diperuntukkan bagi yang bersekolah tanpa melihat permasalahan penyebab anak yang memilih untuk tidak bersekolah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sikap penguasa yang seperti ini zalim dalam mengurus rakyatnya. Karena mengurus setengah hati tanpa memastikan secara pasti terhadap kondisi rakyatnya. Begitulah bentuk pengaturan penguasa dalam sistem kapitalisme, mengurus masyarakatnya dengan penuh perhitungan materi. 

Manipulasi Kapitalisme dalam Menghambat Kebangkitan Pemikiran Umat

Ideologi kapitalisme yang lahir dari asas pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) meniscayakan materi sebagai tujuan hidup. Ideologi ini sudah merasuki pemikiran kaum muslimin di negeri-negeri mereka. Sehingga kekacauan dari berbagai lini kehidupan terpampang nyata. Meskipun telah jelas fakta kerusakan kapitalisme menyakiti kehidupan umat saat ini, namun mereka larut dalam keadaan dan memilih membiasakan diri untuk menjalani kehidupan di bawah kerusakan ini.

Kondisi umat yang sudah terbelenggu oleh pemikiran kapitalisme semakin menguatkan cengkeraman kapitalisme untuk menghalangi kebangkitan generasi mulia. Sehingga tidak mengherankan mengapa solusi kehidupan yang ditawarkan oleh penguasa tidak menyelesaikan masalah. Karena penguasa menduduki jabatannya untuk meraih materi semata. Alhasil ketika ia ingin memutuskan segala sesuatu harus memikirkan untung rugi materi atau posisi jabatan yang didapat.

Dari situ lahirlah penguasa yang cenderung mengurusi masalah rakyat setengah-setengah. Karena mereka harus memikirkan asas manfaat yang didapat jika mengeluarkan kebijakan, selain dari untuk mendapatkan perhatian rakyat bahwa seolah-olah mereka sudah menjalani perannya. Di sisi lain, dengan solusi seperti ini menghambat umat dari kebangkitan karena mereka gagal dalam memahami peran penguasa yang sesungguhnya. Akibatnya banyak kaum muslimin yang terkecoh dengan bantuan-bantuan dan penyediaan infrastruktur tanpa memahami lebih mendalam fakta kerusakan yang lain.

Semua itu berhasil dimanipulasi oleh kapitalisme untuk tetap eksis walaupun menghasilkan kerusakan. Jadi, melihat PIP sebagai bentuk pelayanan penguasa tidak cukup. Perlu ada pemikiran yang mendalam pada umat mengenai fakta dan solusi yang ditawarkan apakah tepat atau justru hanya solusi sementara. Kalau itu adalah solusi sementara, umat harus lebih meningkatkan lagi proses berpikirnya yaitu dengan pemikiran yang cemerlang yang menghasilkan solusi yang tidak hanya baik tapi benar sesuai akidah Islam.

Islam Solusi Hakiki

Solusi yang benar hanya ada pada akidah Islam. Allah SWT telah berfirman dalam Qur’an surah Al-Imran ayat 19:

 اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Adanya ayat-ayat sebagai hukum menjadikan Islam agama yang sempurna. Karena bukan hanya pengatur ibadah mahdoh saja melainkan pengaturan asas kehidupan yang lain juga yang telah secara lengkap disampaikan melalui lisan Rasulullah Saw. Terpenuhinya pendidikan di dalam Islam adalah kewajiban penguasa. Begitu pun bagi umat wajib baginya untuk menuntut ilmu. Dengan demikian ketersediaan segala kebutuhan pendidikan harus dipenuhi dan disediakan oleh Khalifah selaku penguasa di dalam negara khilafah.

Keberadaan program PIP tidak perlu, karena di dalam negara khilafah penguasa berperan sebagai pelayan umat. Oleh karena itu ia wajib melaksanakan segala apa pun untuk melayani umat sesuai ketentuan syariat. Pelayanan Khalifah bukan dari segi pendidikan saja, melainkan juga politik, ekonomi, sosial, dan segala yang membawa kemaslahatan pada umat dengan persyaratan yang sederhana, cepat, profesional, dan sempurna. Semua pelayanan ini harus dipastikan terpenuhi oleh seluruh individu masyarakat.

Begitulah Islam mengatur kemaslahatan umat. Tidak hanya umat yang dibentuk dengan ketakwaan, tetapi pemimpin lebih lagi dibangun kepribadian takwa dalam dirinya. Pengaturan Islam yang demikian sempurna seharusnya menjadi sistem yang mengatur kehidupan kita. Oleh karena itu kita harus menumbuhkan pemahaman Islam di tengah umat dengan mengemban dakwah Islam kaffah dan berjuang menerapkan syariat Islam di bawah naungan khilafah.

wallahu a'lam.

Oleh : Novi Anggriani, S.Pd.
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 24 Februari 2024

Solusi Islam Atasi Kenaikan Harga Beras



Tinta Media - Harga beras yang naik setiap tahun menjadi hal yang sangat memprihatinkan, terutama bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa dekade, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan, dan hal ini menjadi masalah yang sangat memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Peningkatan hampir 20% pada tahun 2023 merupakan contoh yang nyata dari betapa mahalnya harga beras bagi rakyat Indonesia. 

Dari hasil sidak di Pasar Tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung yang dilakukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) pada tanggal 11 Februari 2024, KPPU menemukan fakta bahwa terjadi kenaikan harga pada berbagai bahan pokok seperti beras, gula, dan cabai merah keriting. Kenaikan harga ini membuat KPPU khawatir akan terjadinya ketidakstabilan harga, terutama menjelang bulan Ramadhan. Selain kenaikan harga, KPPU juga menemukan adanya kelangkaan pada bahan pokok seperti gula konsumsi dan beras, yang disebabkan oleh pembatasan dari pemasok. 
(Sumber: bisnis.tempo.co/11/2/2024) 

Kenaikan harga beras yang signifikan bukan hanya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah.  Tapi juga menyebabkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian nasional. 

Penyebab naiknya harga beras di Indonesia memang cukup kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti inflasi, kelangkaan pasokan beras akibat cuaca buruk, tingginya biaya produksi, dan tidak meratanya distribusi. Selain itu, kebijakan pemerintah yang kurang efektif dalam mengantisipasi pasokan beras juga dapat mempengaruhi harga beras. 

Faktor Produksi dan Distribusi 

Kendati Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan penghasil beras yang cukup melimpah, namun produksi beras di Indonesia belum mencapai level yang diinginkan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa produktivitas petani dalam produksi beras masih terbilang rendah, dan seringkali negara ini mengimpor beras dari beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Semua itu disebabkan oleh kurangnya dukungan dari pemerintah dalam hal pemberian subsidi seperti pupuk dan benih yang berkualitas, serta adanya bencana alam atau iklim yang kurang mendukung. 

Oleh karena itu, pemerintah harus membenahi dan merestrukturisasi sistem distribusi pupuk agar dapat membantu petani dalam mengakses pupuk tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, Pemerintah juga harus dapat memberikan subsidi pupuk bagi petani agar dapat membeli pupuk dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga petani dapat meningkatkan produktivitasnya dan menghasilkan kualitas beras yang lebih baik tanpa menimbulkan biaya produksi yang tinggi. Sebab, biaya produksi yang tinggi seperti biaya listrik dan upah tenaga kerja juga berkontribusi dalam meningkatkan harga beras. 

Selain faktor produksi, faktor distribusi juga turut mempengaruhi harga beras yang semakin mahal di Indonesia. Beberapa distributor beras menimbun persediaan beras untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga jualnya. Penimbunan beras ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Penimbunan beras dapat dilakukan oleh oknum individu maupun kelompok, seperti pengusaha atau produsen beras. 

Pasar beras di Indonesia didominasi oleh sejumlah besar tengkulak atau pedagang besar. Hal ini memicu permainan harga antara tengkulak yang membuat harga beras naik karena pengaruh kekuatan pasar atau permintaan tinggi dari pembeli. Seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi beras yang meningkat, permintaan beras terus meningkat, sementara produksi tidak cukup meningkat dalam jumlah yang sama. 

Kapitalisme dan Kebijakan Pemerintah 

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan swasta dan persaingan pasar tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan.
Dan dalam sistem kapitalis, harga beras ditentukan oleh pasar dan persaingan antara produsen dan konsumen, yang mempunyai kekuatan untuk menentukan harga pasar. Sehingga pelaku pasar cenderung memaksimalkan keuntungan yang didapat, praktik-praktik ilegal dan tidak etis seperti penimbunan beras dapat terjadi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan regulasi yang memadai dalam pasar. 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memiliki kebijakan yang mengatur pasar dan menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Pertanian harus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi beras, dengan cara menerapkan sistem integrasi pasokan beras dari petani ke produsen, industri beras, dan distributor. Hal ini dapat mempercepat distribusi beras dan memastikan suplai beras yang cukup dan stabil di pasar Indonesia. Selain itu, sosialisasi mengenai beras sehat, penggunaan benih yang baik, dan pendampingan teknis bagi petani juga diperlukan agar produktivitas petani meningkat dan harga beras dapat terkendali. 

Konsep Islam dalam Mengatasi Dilema Kenaikan Harga Beras 

Dalam ajaran Islam, pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras harus menjadi tanggung jawab negara bagi setiap individu. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan subsidi, dukungan, dan perlindungan bagi petani, agar produksi beras terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan beras. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengatur perdagangan termasuk beras dan membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran, namun melarang praktik monopoli dan penimbunan komoditas. 

Negara harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap distribusi bahan pokok dan mengatur perdagangan bahan pokok untuk mengurangi praktik monopoli dan penimbunan barang. Selain itu, perlu adanya tindakan tegas dari negara terhadap oknum yang melakukan manipulasi harga atau spekulan pasar sehingga harga komoditas bahan pokok dapat stabil. 

Negara Islam memberikan bantuan kepetanian kepada petani dalam upaya meningkatkan produksi beras dan memastikan harga beras dapat terjangkau oleh rakyat. Dalam sistem Islam, negara memperhatikan kebutuhan dari dalam negeri, dan setiap rakyat diperhatikan, terutama petani yang memproduksi bahan pangan. 

Negara juga, akan turut campur tangan dalam distribusi beras dan produk pangan yang lainnya. Dengan terus mendorong terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar beras. Adanya kebijakan yang tepat dari negara, misalnya dengan memberikan insentif untuk petani kecil atau mengekspor beras dalam jumlah yang tepat, akan membantu menstabilkan harga beras. Negara juga akan memperkuat BUMN untuk terlibat dalam produksi dan distribusi beras agar mampu mengontrol harga beras di pasaran dan membantu memperkecil pengaruh spekulan. 

Dengan demikian, Islam memberikan konsep mendasar yang dapat membantu mengatasi dilema kenaikan harga beras. Pemerintah harus turut campur tangan dalam mengatur dan mengontrol distribusi beras dengan mengikuti prinsip Islam yang menentang praktik monopoli dan penimbunan barang. Maka akan terciptalah kebijakan yang tepat, sehingga harga beras dapat terkendali dan terjangkau oleh rakyat. Semoga semua itu dapat terealisasi dengan sistem yang dijalankan sesuai dengan ajaran Islam. 

Wallahu'alam.




Oleh : Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Minggu, 18 Februari 2024

Semarang Charter, Solusi ataukah Polusi bagi Masalah Kemanusiaan?



Tinta Media - Kementerian Agama baru saja selesai menggelar perhelatan tahunan sebagai ajang mempertemukan ratusan intelektual internasional muslim untuk membahas masalah keagamaan, tepatnya dimulai tanggal 1 hingga 4 Februari 2024 kemarin. Gelaran Annual Internasional Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 tahun 2024 ini bertujuan merumuskan solusi dari berbagai permasalahan kemanusiaan global. Sedangkan tema yang diangkat adalah “Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice and Human Rights Issues” demi mencapai kedamaian, keadilan dan saling menghormati antarsesama. Tema ini masih sesuai dengan filosofi lahirnya AICIS yakni sebagai wadah amplifier moderasi beragama tingkat nasional hingga internasional.

Salah satu tokoh agama dari Indonesia, Elga J. Sarapung menyampaikan bahwa AICIS 2024 ini adalah aksi konkret dan tak hanya berkutat pada pemikiran dan teori saja. Dia bahkan berharap, melalui AICIS 2024 akan ada aksi konkret dalam mengatasi krisis-krisis HAM, kedamaian dan keadilan. Namun pertanyaannya, benarkah demikian adanya? Ataukah umat Islam umumnya dan para intelektual muslim khususnya justru terjebak sendiri oleh ketidakjelasan teori ‘Human Rights (HAM), Peace(Perdamaian), Justice (Keadilan) yang sengaja diusung dalam gelaran yang dianggap bergengsi ini?

Sebagaimana diketahui,  AICIS ada karena proyek moderasi di negeri-negeri muslim harus makin besar dan masif. Sejak ditabuhnya genderang perang melawan terorisme yang bermetamorfosis menjadi moderasi beragama. Maka, bukan Islam yang digadang-gadang sebagai jalan keluar dari berbagai problem keagamaan. Melainkan Islam menjadi objek yang dituduh sebagai sumber masalah. Maka, jalan yang diambil adalah harus menjauhkan Islam dari problem tersebut. Dan sebagai gantinya, umat Islam harus menerima dan mengambil perjuangan HAM, perdamaian, dan keadilan sebagai jalan keluar. Inilah tujuan moderasi yang diinginkan.

Moderasi Justru Jadi Polusi 

Moderasi beragama atas nama HAM, perdamaian dan keadilan yang digaungkan sebagai solusi atasi masalah kemanusiaan global hanya narasi tipu-tipu yang hakikinya justru menjadi polusi kemanusiaan. Bisa kita lihat dari sembilan butir Piagam Semarang sebagai hasil dari pertemuan AICIS 2024 ini. Pertama, yakni tentang keyakinan, tradisi dan praktik keagamaan di seluruh dunia yang begitu kaya, beragam. Ini tidak bisa ditafsirkan secara monopolitik. Jadi, masing-masing perlu mengenali dan menghormati keragaman ini sebagai sumber kekuatan dan pemahaman dalam merespons  krisis kemanusiaan. Begitu jelas, bagaimana nasionalisme dan ketiadaan satu institusi kepemimpinan Islam hari ini telah membuat umat Islam terombang-ambing dalam menafsirkan ‘keberagaman’. Padahal masalah kemanusiaan ini lahir dari ‘kacaunya’ pemahaman tentang keberagaman.

Kedua, terkait menghadapi krisis kemanusiaan yang terjadi akhir-akhir ini. Komunitas agama-agama harus bersama-sama memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat untuk meringankan penderitaan, membangun solidaritas, dan menciptakan keadilan dan kesetaraan. Namun pertanyaannya, bagaimana mungkin pelayanan terbaik mampu diberikan, sementara standar kemanusiaan masih dikendalikan oleh negara penjajah global Amerika Serikat dengan ideologi kapitalismenya. Berkacalah pada masalah Palestina. Siapa di balik kejahatan Zionis di sana?

Ketiga, menjadikan keharusan ajaran agama agar ditafsirkan dan diterapkan dengan cara-cara yang sejuk dan moderat demi melindungi martabat setiap individu. Maka diperlukan advokasi untuk menjaga hak asasi manusia dan keadilan sosial di setiap elemen kehidupan manusia. Padahal faktanya, semakin moderat suatu bangsa atau negeri, maka semakin jauh nilai kemanusiaan yang terjaga dan terealisasi. Karena agama yang sejatinya ada untuk memanusiakan manusia. Sedangkan moderasi adalah upaya untuk semakin menjauhkan bangsa dan negeri ini dari agama.

Keempat, untuk menghindari sedikit mungkin terjadinya konflik sosial, ekonomi bahkan politik. Maka, para pemimpin dan lembaga agama harus secara aktif terlibat dialog antar agama, membina pemahaman dan kerja sama yang utuh sebagai jembatan empati antarsesama umat manusia. Sayangnya, ajakan akan butuhnya dialog antar agama justru malah merusak keyakinan umat Islam terhadap kebenaran agamanya. Dan menuduh bahwa agama adalah sumber dari konflik sosial, ekonomi dan politik yang ada. 

Kelima, kesadaran akan hubungan yang tidak bisa dilepaskan antara agama, kemanusiaan, dan lingkungan. Dibutuhkan komitmen untuk mempromosikan segala praktik berkelanjutan yang berkontribusi pada pengelolaan lingkungan hidup dan kesejahteraan planet serta penghuninya. Seharusnya poin ini menjadi catatan kritis terkait peran agama yang dimandulkan akibat sekularisme berbaju moderasi beragama. Maka, tidak ada kamusnya bahwa moderasi itu adalah solusi konkret.

Keenam, mengajak komunitas agama dan keyakinan berkomitmen dan melakukan kerja nyata memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban masifnya kejahatan dan kebrutalan terhadap sesama manusia. Dari ajakan ini membuktikan bahwa dunia dan bangsa ini seakan lupa bahwa kejahatan dan kebrutalan terhadap manusia hari ini adalah buah kejamnya ideologi Barat yang tidak manusiawi. Maka, kerja nyata yang harusnya dilakukan adalah mengenyahkan ideologi tersebut secara bersama-sama.

Ketujuh, komunitas agama-agama dan keyakinan berkomitmen untuk melakukan pemberdayaan dan penguatan yang berkelanjutan bagi masyarakat tanpa memandang agama dan keyakinan untuk menghindari berulangnya konflik. Di poin ini membuktikan bahwa para intelektual muslim yang menjadi peserta AICIS menerima tuduhan jika agama adalah sumber konflik. Ironis sekali!

Kedelapan, dalam rangka menjauhkan diri dari sentimen dan provokasi yang dapat merusak hubungan sosial antar sesama umat manusia. Komunitas agama dan keyakinan butuh mempromosikan penggunaan teknologi secara bijak. Di poin ini, justru mereka telah menampakkan kelemahan dalam meyakini bahwa Islam adalah pemersatu terbaik sepanjang jaman peradaban manusia ada di planet ini.

Kesembilan, mengajak para pemimpin agama-agama dan keyakinan berkomitmen untuk mendorong terbentuknya kepemimpinan moral yang dapat menumbuhkan kepercayaan dalam komunitas masing-masing dan masyarakat yang lebih luas. Dari poin ini, tergambar jelas betapa jauhnya umat, tak terkecuali tokoh umat dari gambaran institusi kepemimpinan ideologis yang bersifat global, pemersatu hakiki umat manusia. Tidak lain dan tidak bukan adalah kepemimpinan Islam bernama Khilafah Islamiyah. 

Islam, Menyatukan dan Memanusiakan Manusia

Walhasil, dari sembilan butir atau poin dari Piagam Semarang di atas dan sanggahan atasnya. Bisa disimpulkan bahwa memang sudah saatnya umat ini kembali dalam persatuan yang kokoh dan tak mudah dicerai berai. Dan jalan satu-satunya yang harus ditempuh adalah kembali berpegang teguh pada tali agama Allah, bukan yang lain, bukan juga moderasi beragama yang tertuang di dalam 'Semarang Charter'. Solusi masalah kemanusiaan telah ada sejak Rasulullah Saw. diutus dengan Islam. 

Adapun aktualisasi dari solusi ini dimulai sejak tegaknya Daulah Islam pertama di Madinah. Islam menyatukan berbagai ras, suku bangsa dan agama tanpa sedikit pun menimbulkan polusi beragama yang justru menjauhkan Islam sebagai solusi tunggal masalah kemanusiaan. Karena Allah sendirilah yang memberikan jaminan bahwa Islam itu menyatukan. Saatnya menjadi umat yang satu. It is time to be one ummah. Wallaahu a’alam



Oleh: Yulida Hasanah
(Muslimah Peduli Generasi dan Perempuan)

Permasalahan Sampah Plastik Butuh Solusi Mendasar



Tinta Media - Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah tertinggi di dunia dan di antara sampah yang paling banyak adalah sampah plastik. Ketergantungan kepada plastik sekali pakai seperti kantong plastik, botol minuman dan plastik makanan menyebabkan meningkatnya volume sampah setiap tahunnya. Belum lagi sektor industri dan ekonomi juga berkontribusi pada meningkatnya produksi sampah plastik. 

Dilansir dari Katadata.co.id, (7/2), Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023, darurat sampah masih terjadi di sejumlah daerah. Berdasarkan data di Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup, ada 5 Provinsi penghasil sampah terbanyak di Indonesia. Di antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan terakhir penyumbang sampah terbanyak adalah Banten. 

Kurangnya Pengelolaan Sampah Plastik 

Banyaknya sampah plastik yang bertumpuk di setiap TPS, menjadi bukti kelalaian negara dan rendahnya kesadaran warganya akan bahaya sampah plastik. Plastik masih menjadi alternatif masyarakat sebagai bungkus makanan dan bungkus barang karena dari sisi harga relatif lebih murah. 

Selain itu, penyebab lain yang menjadikan sampah menumpuk adalah lemahnya inovasi di negeri ini. Walaupun pemerintah sudah menganjurkan reuse, yaitu menggunakan kembali barang-barang yang terbuat dari plastik, reduce yaitu mengurangi kegiatan pembelian barang-barang plastik dan  recycle, proses mengolah kembali plastik. Namun, semua anjuran tersebut tidak berpengaruh, sebab jika hanya sekadar anjuran tanpa ada keterlibatan negara dalam pengelolaannya tidak akan menghasilkan solusi. Jadi, tidak heran jika tumpukan sampah masih menjadi pemandangan yang menjijikkan hingga saat ini. 

Kesadaran warga akan bahaya plastik masih minim, padahal sampah plastik sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Plastik merupakan bahan yang membutuhkan waktu lama untuk terurai. Kantong plastik misalnya, baru bisa terurai antara 10-500 tahun, gelas plastik sekitar 50 tahun dan sedotan plastik akan terurai sekitar 20 tahun. 

Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap racun yang berbahaya bagi kesehatan. Dampaknya bisa memicu kanker, gangguan pertumbuhan janin dan kerusakan organ. Tidak hanya itu, sisa pembakaran sampah plastik yang terkubur di dalam tanah pun bisa terserap oleh tanaman seperti sayuran, hal lainnya bisa mencemari sumber air tanah yang kemudian dikonsumsi manusia. 

Bagi lingkungan, tumpukan sampah plastik di sungai yang kemudian bermuara di lautan akan berdampak pada kerusakan ekosistem laut. Kasus dari sampah plastik yang sering kita jumpai adalah hewan laut yang menelan sampah plastik, dan ada juga yang terjerat oleh sampah plastik. Belum lagi mikro plastik yang mencemari laut dan dapat merusak tatanan mata rantai makanan ekosistem laut. 

Berbagai bentuk sampah plastik yang mencemari lingkungan akan berbahaya jika terus menerus dibiarkan. Para pelaku industri dan ekonomi seharusnya lebih memperhatikan akibat dari penggunaan plastik makanan yang diproduksinya. Jangan hanya mengutamakan keuntungan tanpa menimbang akibat bahaya yang akan terjadi. 

Kurangnya pengelolaan dalam menangani sampah plastik adalah gambaran dari lemahnya sistem kapitalisme, yang hanya mengutamakan keuntungan saja. Akibatnya, alam pun menjadi rusak karena manusia berbuat sesuka hatinya dan jauh dari aturan Sang pemilik Alam yakni Allah SWT. 

Solusi Islam Menangani Sampah Plastik 

Islam mengharuskan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat termasuk dalam mengedukasi bahaya plastik. Negara juga akan mengembangkan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir, baik dalam menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan maupun dalam menghasilkan teknologi pengolahan sampah yang mempuni. Selain itu, negara akan memberikan bantuan khusus untuk inovasi penyediaan alternatif plastik yang didanai oleh negara. 

Inilah solusi mendasar pengelolaan sampah dalam Islam. Jika solusi ini diterapkan oleh negara, maka permasalahan sampah akan tuntas, masyarakat pun akan tetap bisa menikmati teknologi plastik yang ramah lingkungan. Dengan demikian, tidak ada lagi pencemaran lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan manusia dan hewan-hewan yang ada di lautan. 

Namun, negara seperti ini hanya ada dalam sistem Islam yang disebut dengan daulah khilafah. Hanya saja inovasi dalam khilafah terikat pada batasan syariat, yakni tidak boleh membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam secukupnya. Tidak seperti dalam sistem kapitalis liberal yang bebas memanfaatkan apa saja demi keuntungan. Wallahualam bishowab


Oleh: Yulia Putbuha
Sahabat Tinta Media 

Sampah Plastik Menggunung, Umat Butuh Solusi Mendasar



Tinta Media - Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada tahun 2023. Dirjen Pengolahan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebutuhan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Rosa mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada tanggal 21 Februari mendatang. 

Sampah plastik bukan masalah regional, melainkan sudah menjadi masalah global pada manusia, hewan dan lingkungan hidup. Tumpukan sampah plastik, membuktikan adanya kelalaian negara dan rendahnya kesadaran rakyat akan bahaya plastik. 

Sistem kapitalisme membuat cara berpikir manusia menjadi sempit, hanya mengutamakan keuntungan dan kemudahan semata tanpa memikirkan dampak kedepannya. 

Dari sisi masyarakat, memang dimudahkan dengan bahan atau wadah plastik yang harganya lebih murah dan terjangkau. Namun sampah yang dihasilkannya sulit untuk didaur ulang. Negara kapitalis tidak menyediakan teknologi ramah lingkungan, negara justru membuka lebar pemilik modal untuk terus memproduksi. 

Seharusnya peran negara tidaklah demikian. Negara haruslah hadir dalam menjalankan fungsinya mengurusi urusan rakyat. Negara seperti ini akan kita jumpai dalam sistem Islam yang bernama Daulah Khilafah. Yang sesuai sabda Rasulullah Saw ;
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas urusan rakyat-rakyatnya." 
(HR. Al-Bukhari) 

Negara wajib mengedukasi rakyat terhadap bahaya plastik. Terutama bagi kesehatan dan lingkungan.
Negara juga harus memberikan inovasi dan pengembangan ilmu. Apa pun masalahnya, solusinya hanya dengan kembali kepada sistem Islam, karena khilafah selalu berpatokan kepada batasan syariat, tidak akan membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam dengan secukupnya. 

Wallahu a'lam bish shawwab 

Sumber : katadata.co.id (Rabu, 7 Februari 2024)


Oleh: Umma Aisha - Raharza Plaza 
Sahabat Tinta Media 

Batilnya Solusi Dua Negara


Tinta Media - Serangan zionis Isra3l ke Gaza yang telah menewaskan 28.340 jiwa dan melukai 67.984 pasca serangan Tofan Al-Aqso oleh Hamas pada 07 Oktober 2022. Merupakan kejahatan perang yang luar biasa dan di kategorikan genosida. Pada saat ini serangan zionis di arahkan ke pengungsi warga Gaza di Rafah, maka mulai saat ini tidak ada lagi tempat yang aman di Gaza karena Rafah adalah tempat terakhir bagi mereka, yang sebelumnya sudah enam kali berpindah-pindah dalam pengungsian. 

PBB, Liga Arab dan negara-negara lainnya menyeru Israel untuk menarik pasukannya dari Gaza dan melakukan gencatan senjata serta kembali melakukan perundingan dengan solusi dua negara yang pertama dicetuskan oleh Amerika. 

Sesungguhnya apabila kita melihat masalah Palestina adalah masalah penjajahan, oleh Zionis Israel, yang diawali sejak dilaksanakannya kongres Zionis di Swiss pada tahun 1897 yang di gawangi oleh Theodor Herzl. Pada waktu itu Herzl sudah sukses mendapatkan dukungan dari negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Italia. Untuk menembus ke penguasa Palestina yaitu Khilafah Utsmani, negara-negara Eropa tersebut dijadikan penekan kepada Sultan Abdul Hamid II (Khalifah Usmani), yang kala itu pemerintahan Utsmani sedang menghadapi krisis keuangan dan banyak berhutang dengan negara-negara Eropa. Ini merupakan kesempatan yang terbaik bagi Herzl untuk bisa mempengaruhi kebijakan politik Sultan. Dengan perantara penentu-penentu kebijakan dari negara-negara Eropa, Theodore Herzl dapat berdialog dengan Sultan Abdul Hamid II. 

Pada bulan Juni tahun 1896 Herzl berkunjung ke Konstantinopel pada kunjungan ini dia ditemani oleh Neolaski yang mempunyai hubungan dekat dengan Sultan. Pada saat itu terjadi dialog antara Sultan dengan Neolaski. Kala itu Sultan berkata padanya, "Apakah mungkin bagi orang-orang Yahudi untuk tinggal di tempat lain selain Palestina?". Neolaski menjawab, "Palestina dianggap sebagai tanah tumpah darah pertama bagi orang-orang Yahudi, oleh karena orang-orang Yahudi sangat merindukan untuk bisa kembali ke tanah itu." Sultan menimpali, "Sesungguhnya Palestina tidaklah dianggap tempat kelahiran pertama bagi orang-orang Yahudi saja, namun juga oleh semua agama yang lain." 

Maka Sultan Abdul Hamid Il segera mengirimkan surat pada Herzl melalui perantara temannya. Neolaski, dalam surat itu disebutkan, "Nasihatilah temanmu Herzl agar dia tidak mengambil langkah-langkah baru dalam masalah ini, sebab saya tidak bisa mundur dari tanah suci ini (Palestina) walaupun hanya sejengkal sebab tanah ini bukan milik saya, dia adalah milik bangsa. dan rakyat saya. Nenek moyang saya telah berjuang demi mendapatkan tanah ini, mereka telah menyiramnya dengan ceceran darah. Maka biarkan orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku tercabik-cabik, maka sangat mungkin mendapatkan Palestina tanpa ada imbalan dan balasan apa pun. Namun patut diingat bahwa hendaknya pencabik-cabikan itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima, raga saya dicabik-cabik sepanjang hayat di kandung badan." 

Semenjak itu keinginan Herzl membeli tanah Palestina untuk sementara gagal sampai terjadinya perang dunia I tahun 1914-1918 antara Jerman dan Khilafah Usmani melawan negara -negara sekutu Eropa dan Rusia dan kemenangan di pihak Eropa dan Rusia. Negara Khilafah Utsmani runtuh pada Maret 1924. Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, membagi wilayah Khilafah Utsmani antara Inggris, Perancis dan Rusia, dia menetapkan status internasional untuk Palestina. Pada tahun 1917, menteri luar negeri Inggris, Arthur James Balfour menyatakan dalam sebuah surat kepada Lord Walter Rothschild, salah tokoh penting kampanye zionis, "bahwa ia mendukung orang-orang Yahudi untuk mendirikan tanah air di Palestina." 

Sejak itulah migrasi besar-besaran orang Yahudi dari berbagai negara ke Palestina, dan pada tanggal 14 Mei 1948 negara Israel di deklarasikan. Mulai saat itulah pengusiran, penggusuran rumah-rumah, pencaplokan tanah dan pembantaian penduduk Palestina terjadi sehingga wilayah yang dikuasai Zionis Israel mencapai lebih dari 80% 

Dengan melihat sejarah tersebut di atas, sesungguhnya permasalahan Palestina adalah masalah penjajahan oleh Zionis Israel, yang ini terjadi karena hilangnya penjaga Palestina yaitu Daulah Khilafah. Maka dari itu solusi yang syar'i untuk Palestina adalah kembalikan penjaganya yaitu Khilafah dan usir Zionis Israel dari Palestina dengan jihad fisabilillah. Allahu akbar!


Oleh: Samsudin
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 14 Februari 2024

Utang Itu Solusi atau Masalah?


Tinta Media - Isu  utang saat ini, bukanlah sesuatu yang dianggap tabu lagi. Begitu merebaknya fasilitas utang yang tersedia saat ini, baik yang bersifat konvensional maupun berbasis daring (online). Utang hampir mengena kepada siapa pun, mungkin Anda juga pernah punya pengalaman terkait persoalan utang? 

Isu  utang di masyarakat saat ini sudah dianggap sesuatu yang lumrah  dan seakan menjadi satu-satunya solusi terhadap permasalahan keuangan. Di sisi lain utang kerap kali menimbulkan persoalan yang memberikan dampak buruk dimasyarakat. Dampak buruk utang tidak saja mengena kepada kalangan masyarakat biasa, akan tetapi hingga kalangan pengusaha. 

Dampak buruk utang bisa bersifat ringan sampai berat, dari gangguan kesehatan fisik hingga mental, dari perselisihan kecil dalam rumah tangga sampai timbulnya perceraian, dari pertengkaran kecil sampai timbulnya kriminalitas. 

Peristiwa baru-baru ini membuktikan dampak buruk berutang, yakni peristiwa terbunuhnya seorang pengusaha burung di Kota Medan, Bernama Baharuddin Siregar (71) tewas dibunuh pegawainya sendiri inisal EP (41) karena persolan utang Rp 5 juta (Kompas.com, 2024). Kejadian berlangsung di Kelurahan Sei Sikambing, Kecamatan Helvetia, Kota Medan pada Minggu (14/1/2024).

Karenanya menjadi penting bagi halayak untuk memahami dengan benar  seputar utang,  faktor penyebab dan bahaya yang ditimbulkannya. Berutang dalam pandangan Islam adalah boleh, akan tetapi lebih cenderung dicela, karena berpotensi menyeret pelakunya kepada berutang yang diharamkan. 

Faktor penyebab yang menjadi alasan merebaknya utang dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Alasan yang bersifat langsung adalah (1) Memenuhi kebutuhan hidup, faktor kesulitan ekonomi menjadi alasan berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, biaya Kesehatan, dan biaya anak sekolah, (2) Tidak mampu membedakan antara keinginan dengan kebutuhan, sebagai contoh seseorang yang membeli sepatu yang bermerek dengan seseorang yang membeli sepatu tidak bermerek, padahal fungsi sepatu tersebut adalah sama, yakni digunakan untuk alas kaki, (3) Merasa mampu membayar, situasi ini sering kali terjadi pada seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipil atau karyawan, (4) Kompetisi sosial masyarakat dan gaya hidup, sering kali pandangan masyarakat yang menganggap banyaknya harta adalah perwujudan kesuksesan, menjadikan seseorang ingin mengejar dan berupaya maksimal mencapainya, meskipun dengan cara utang, (5) Modal untuk usaha, sering kali alasan modal untuk membangun atau mengembangkan usaha menjadi alasan pelaku usaha berutang. 

Adapun faktor penyebab yang bersifat tidak langsung adalah diterapkannya sistim yang memisahkan aturan agama dengan aturan kehidupan (sekuler). Produk sistim sekuler dalam bidang ekonomi adalah sistim ekonomi kapitalis. Sistem tersebut dijalankan dengan basis utang riba, yaitu tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam dalam transaksi pinjaman uang, uang yang seharusnya hanya digunakan sebagai alat tukar, akan tetapi berubah  menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Keadaan ini mendorong maraknya bisnis uang  yang terwujud dalam lembaga-lembaga keuangan dengan menawarkan kemudahan pinjaman berbunga. Dalam sistim ekonomi kapitalis, utang adalah amunisi untuk memperoleh keuntungan berupa bunga pinjaman. Makna pinjaman yang dimaksud disini adalah utang qard (transaksi utang yang obyek transaksinya khusus mengena kepada mata uang /alat tukar). Pandangan Islam sendiri terhadap pinjaman (qard)  yang mengandung bunga (riba) adalah diharamkan secara mutlak (QS. Al Baqarah : 275). Penerapan sistim ekonomi kapitalis yang berlangsung saat ini, tidak lepas dari sekularisasi  yang diadopsi dari pemikiran barat. Dampak yang ditimbulkan adalah merosotnya pemikiran umat Islam dalam semua sendi kehidupan, termasuk tidak menjadikannya aturan Islam sebagai standar sistim ekonomi umat. 

Perilaku utang akan memberikan konsekuensi bagi pelakunya, berupa bahaya utang di dunia dan di akhirat. Di antara sekian banyak bahaya utang di dunia, enam di antaranya adalah (1) Utang itu membuat candu sebagaimana narkoba, seseorang yang telah selesai dengan angsuran utangnya, biasanya kecanduan dengan membuka utang baru, dan begitu seterusnya, (2) Utang akan terus bertambah, karena utang itu membuat candu pelakunya, tanpa disadari utangnya semakin bertambah, biasanya awal berutang nominalnya masih sedikit, akan tetapi semakin lama nominal utang yang diajukan bertambah semakin besar, (3) Utang menyebabkan rusaknya keharmonisan suami-istri, bahkan tidak sedikit kejadian perceraian yang disebabkan oleh persoalan utang, sebagai mana dikutip dari media masa yang memberitakan penyebab utama perceraian rumah tangga inisial T (suami) dan inisial A (istri) adalah masalah ekonomi, utang  disebut-sebut sebagai salah satu penyebab keretakan rumah tangga mereka (Kumparan, 2023), (4) Merasa dipercaya oleh lembaga pemberi pinjaman, ini merupakan pemahaman yang keliru, karena tidak ada satu pun transaksi pinjaman dilaksanakan tanpa agunan yang menyertainya, itu mengindikasikan bahwa pihak pemberi pinjaman (kreditur)  tidak pernah percaya kepada peminjam (debitur), (5) Membayar kepastian dengan ketidakpastian, apa yang pasti dalam pinjaman (qard)? Yakni waktu jatuh temponya,  denda keterlambatan bayar, bunga yang wajib dibayarkan, aset yang diagunkan, lelang agunan bila gagal bayar, sedangkan perolehan pendapatan dari apa yang diusahakannya, tidak ada yang menjamin kepastiannya, (6) Terdorong melakukan perbuatan kriminal, fakta tersebut sebagaimana terjadi pada peristiwa di kota Medan. 

Adapun konsekuensi bahaya utang di akhirat, satu di antaranya adalah terhalangnya masuk  Surga meskipun mati dalam keadaan syahid. Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah Saw bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim). Sedangkan bagi seseorang yang melakukan transaksi utang dengan riba (qard), ancaman Allah Swt sangat mengerikan sebagaimana tertuang dialam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275, “….Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. 

Bila dicermati dengan seksama, apakah utang itu solusi atau masalah? Dengan memperhatikan dampak yang ditimbulkan, kecenderungan utang lebih banyak menimbulkan permasalahan baru, terlebih utang yang masuk katagori pinjaman (qard) dengan bunga (riba), akan menghantarkan pelakunya kepada perbuatan yang diharamkan. Selama sistim ekonomi kapitalis diterapkan, selama itu pula budaya utang akan terus berlangsung. Utang dalam sistim ekonomi kapitalis merupakan amunisi untuk memperoleh keuntungan, sedangkan riba itu sendiri adalah mesin penghisap uang masyarakat, uang akan menumpuk dan lebih banyak beredar  pada kalangan pemilik modal, dampaknya tingkat kemiskinan dipastikan akan terus bertambah. Karenanya  dibutuhkan upaya perubahan dengan mengganti sistim kapitalis dengan sistim lain yang memberikan keadilan. Sistim tersebut tidak lain adalah sistim Islam yang mencakup di dalamnya penerapan ekonomi Islam. Hanya Islam yang bisa menjadi solusi tuntas segala bentuk keruwetan persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini. 

Purwokerto, 27 Rajab 1445 H / 08 Februari 2024 M 

Oleh: Amir Mahmudin
Sahabat Tinta Media

Senin, 12 Februari 2024

Bansos: Alat Politik untuk Memenangkan Suara atau Solusi untuk Kemiskinan?



Tinta Media - Presiden Jokowi telah memberikan berbagai bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun lalu, seperti bantuan pangan berupa beras 10 kg, BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, dan BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan. Menurutnya, bansos tersebut bertujuan untuk menguatkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah, di tengah kenaikan harga pangan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
(detik.com 2/2/2024) 

Kendati Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberian bansos sama sekali tidak berkaitan dengan keuntungan politik bagi paslon tertentu dalam Pemilu 2024 dan sudah melalui persetujuan mekanisme dari DPR dan dana APBN. Namun, penyaluran bansos tersebut dianggap sebagai alat politik untuk memenangkan suara dalam Pemilu. 

Hal itu bisa di katakan wajar terjadi, akibat sebagian orang beranggapan bahwa pemberian bansos merupakan cara untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Oleh karena telah banyak pihak-pihak yang mencoba memanipulasi penyaluran bansos dengan memprioritaskan penerima bansos yang akan memberikan dukungannya pada calon tertentu dalam pemilihan. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam era demokrasi, kekuasaan dianggap sebagai sumber tujuan yang harus diperoleh dengan segala cara. Sebagai sistem politik yang menganut kebebasan, segala peluang akan dimanfaatkan. Namun, pada kenyataannya sistem ini jelas-jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. 

Kemiskinan merupakan masalah kronis di banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar permasalahan. Mereka harus memahami bahwa memberikan bantuan sosial (bansos) saja sepanjang waktu tidak akan memberikan perubahan besar. Terlebih lagi, semakin banyak bantuan sosial yang diberikan menjelang pemilihan umum, semakin meresahkan masyarakat karena bantuan tersebut cenderung disalahgunakan oleh sejumlah orang. 

Di sisi lain, kesadaran politik yang rendah, rendahnya pendidikan, dan kemiskinan yang menimpa, membuat masyarakat berpikir pragmatis sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan pasti lebih membutuhkan bantuan dan saat bantuan tersebut diberikan, maka mereka akan cenderung menaruh harapan dan akan tergantung pada pemberi bantuan tersebut. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pemilih yang mudah dipengaruhi atau bahkan dibeli dengan pemberian bantuan sosial. 

Maka jika kita bertanya, mungkinkah kesejahteraan bisa didapatkan dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini? Tentu saja tidak. Karena demokrasi cenderung mendukung kekuatan kapitalis yang mempromosikan liberalisasi pasar dan perdagangan bebas, sehingga mengabaikan kelompok yang lebih lemah. Itulah mengapa kemiskinan masih tinggi secara relatif dan sulit untuk diatasi, sebab negara selalu tunduk pada kekuatan pasar. 

Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan paradigma Islam. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat satu per satu. Selain itu, pemimpin dalam Islam adalah raa'in atau pengurus urusan umat sehingga harus aktif mencampuri kehidupan rakyatnya, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan. Melalui berbagai mekanisme yang sejalan dengan metode Islam untuk mencapai keberhasilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, melalui sistem ekonomi Islam. 

Keunggulan sistem ekonomi Islam terlihat  dari pengaturan dan pemisahan kepemilikan harta secara jelas, pengelolaan harta dengan mengutamakan pembelanjaan wajib, sunnah, dan mubah, distribusi kekayaan secara adil tanpa penimbunan, memajukan sektor riil yang tidak eksploitatif, menciptakan mekanisme pasar internasional yang adil tanpa intervensi harga dan memberikan sanksi ta'zir pada pemanfaatan harta haram, dan menerapkan mata uang berbasis emas dan perak sebagai alat tukar internasional yang universal. Semua ini bertujuan mencapai kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan. 

Islam pun mengajarkan bahwa segala bentuk kekuasaan adalah amanah, dan penguasa harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT. Dalam artian, penguasa wajib mengurus rakyat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, negara juga harus mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih pemimpin. Hal ini bertujuan agar rakyat memiliki kesadaran atas kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang menjalankan amanah dan jujur, jelas akan lebih berkualitas, karena keimanannya dan takwa kepada Allah SWT, serta memiliki kompetensi sebagai bekal dalam memimpin tanpa perlu pencitraan agar disukai rakyat. 

Oleh karena itu, dalam rangka mengentaskan kemiskinan, negara perlu memberikan pendidikan yang layak dan berkualitas. Sebab salah satu faktor rendahnya kesadaran politik adalah kurangnya pendidikan dan informasi yang benar. Dengan pendidikan yang layak dan berkualitas, masyarakat akan lebih mudah memahami situasi politik dan lingkungannya. Ini akan meningkatkan kesadaran politik mereka dan membuat mereka lebih mudah untuk memilih calon pemimpin yang kompeten dan berkualitas. 

Dalam kesimpulannya, keberhasilan sebuah negara tidak hanya dinilai dari kekuatannya dalam perekonomian saja, namun juga dinilai dari kualitas kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu memahami situasi politik dan berbagai persoalan yang tengah di hadapi bangsa, salah satunya kemiskinan. Sedangkan sebagai seorang pemimpin, penting untuk memiliki kepekaan sosial dan menjalankan amanah dengan kejujuran serta mengutamakan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan serta berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan. 

Dan sebagai umat muslim, penting untuk kita mengutamakan nilai-nilai ini dalam berpolitik dan mengambil keputusan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan menerapkan Islam secara kaffah, maka kita akan menjadi generasi yang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada di Indonesia. 

Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab